Oleh
Nadya Kurnia Wardani
PEMBIMBING:
Dr. dr. Elizabet C. Jusuf, Sp.OG, Subsp.Obginsos, M.Kes., MH
dr. Umar Malinta, Sp.OG, Subsp.Obginsos
DAFTAR ISI
REFERAT...................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Ilustrasi Kasus........................................................................................1
1.2 Latar Belakang.......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................8
2.1 TINJAUAN EPIDEMIOLOGI, BIOSTATISTIK DAN EVIDENCE
BASED MEDICINE.............................................................................8
2.2 TINJAUAN ETIK DAN MEDIKOLEGAL........................................10
2.3 Tinjauan Manajemen Program.............................................................27
2.4 Tinjauan Manajemen Rumah Sakit......................................................35
2.5 Tinjauan Holistik Biopsikososiokultural.............................................43
2.6 Tinjauan Pendidikan dan Pelatihan......................................................45
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................51
1
BAB I
PENDAHULUAN
lokasi kehamilan, dari setiap penyebab yang berkaitan dengan atau diperparah
oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan karena kecelakaan atau
insidental. Sulit untuk menemukan pelaporan kematian ibu yang tepat karena
memerlukan informasi tentang kematian pada wanita usia reproduksi, status
kehamilan pada atau mendekati saat kematian, dan penyebab medis kematian.
Penyebab utama kematian ibu adalah penyebab langsung seperti
perdarahan/perdarahan hebat (25%), infeksi (13%), eklampsia (12%), persalinan
macet (8%), penyebab langsung lainnya (8%), dan penyebab tidak langsung.
(20%). Kematian ibu tidak langsung dapat disebabkan oleh penyakit yang sudah
ada sebelumnya atau penyakit yang berkembang selama kehamilan dan bukan
karena penyebab obstetrik langsung.1
Sebagian besar kematian ibu menjalani pemeriksaan medikolegal. Hal ini
karena dokter tidak yakin penyebab pasti kematian dan tidak mau mengeluarkan
sertifikat penyebab kematian, bahkan ketika penyebab langsung kematian
tampaknya jelas. Jelas bahwa litigasi medis meningkat, dan kebidanan dan
ginekologi menyumbang 30% dari semua klaim kelalaian terhadap dokter
otoritas kesehatan. Meski risiko kematian akibat komplikasi kehamilan telah
menurun selama beberapa dekade terakhir, hal itu terus menghantui dokter
kandungan.1
komplikasi pascapersalinan, dan prosedur yang dilakukan tanpa
persetujuan yang sah adalah situasi utama di mana vonis yang merugikan
diberikan kepada profesional medis. Ruang lingkup litigasi muncul dalam
beberapa kondisi. Ini termasuk diagnosis yang salah, pengambilan keputusan
yang salah, kelalaian, pengawasan yang buruk, persetujuan yang tidak lengkap
atau tidak tepat, komplikasi intraoperatif, dan retensi benda asing setelah
operasi. Namun, sistem hukum memandang profesi medis sebagai “profesi yang
mulia”. Profesional medis diharapkan menunjukkan standar kompetensi saat
menangani pasien.2 Peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas pada
persalinan seksio sesarea disebabkan karena komplikasi yang ditimbulkan yaitu
selama intra operatif ataupun post operatif. Lebih jauh, komplikasi pada
persalinan seksio sesarea dibedakan menjadi komplikasi segera dan komplikasi
jangka panjang. Morbiditas pada pasien umumnya tidak berlangsung secara
cepat tetapi melalui proses. Komplikasi perdarahan merupakan komplikasi yang
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sectio Caesarea yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bali
hampir semua melakukan Sectio Caesarea. Hal tersebut sebagian besar
dilakukan oleh mereka yang tinggal di perkotaan dan berpendidikan tinggi.
Angka ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilakukan berdasarkan
survei Riskedas tahun 2010 bahwa 64,52% tinggal di perkotaan, 48,72%
berpendidikan tinggi.9
Analisis selanjutnya dilakukan oleh Baseline Health Research tahun
2013 yang dilakukan oleh Sihombing dkk mengungkapkan bahwa hunian
perkotaan dan tinggi pendidikan yang mempengaruhi terjadinya Sectio
Caesarea. Hal yang sama juga terjadi di China, dan lainnya negara
berkembang di Asia Selatan dan Tenggara. Studi lain menunjukkan
bahwa ada 54% Sectio Caesarea prosedur di dunia tinggal di daerah
perkotaan. Dengan hasil ini, prediksi masa depan dengan tinggi mobilitas
urbanisasi dan peningkatan pendapatan per kapita, memiliki
kecenderungan angka Sectio Caesarea akan meningkat.9
Kejadian yang tidak diinginkan maupun nyaris cidera (near miss)
merupakan komplikasi yang dapat menyertai setiap operasi terutama
pada operasi gawat darurat. Kejadian tidak diinginkan diantaranya adalah
tertinggalnya perangkat bedah berupa kasa bedah yang dikenal dengan
istilah gossypiboma. Risiko gossypiboma ini akan lebih sering terjadi jika
prinsip-prinsip patient safety tidak dilaksanakan dengan baik.
Keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan global pelayanan kesehatan
terutama di rumah sakit. Institute of Medicine (IOM) menyatakan patient
safety sebagai upaya untuk mencegah timbulnya bahaya bagi pasien.
Insiden pasti tertinggalnya perangkat bedah tidak diketahui, akibat kurang
pelaporan terkait aspek mediko-legal.
Kasus gossypiboma merupakan kasa bedah yang tertinggal pasca
seksio sesaria. Kasus pertama merupakan seksio sesaria yang
direncanakan sehingga mestinya dapat dicegah. Kepatuhan tim bedah
dalam penerapan surgery safety checklist sangat penting untuk mencegah
kejadian tidak diinginkan pasca operasi. Penerapan surgery safety
checklist meliputi fase Sign in, Time Out, dan Sign Out seperti pada
10
nilai moral tidak lagi menjadi bagian dari kurikulum kedokteran sekuler,
dan adanya tuntutan peningkatan profesionalisme dokter dalam
melakukan praktek (Area Kompetensi dari Konsil Kedokteran Indonesia
dan Modul dari Kolegium Dokter Spesialis), sehingga etika dan
medikolegal diharapkan mampu menjawab tantangan untuk
meningkatkan profesionalisme lulusan pendidikan dokter spesialis di
Indonesia.8
Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan (Empat prinsip etika
Eropa) bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan ETIK diperlukan 4
Kaidah Dasar Moral / Kaidah Dasar Bioetik (Moral Principle) dan beberapa
rules atau kriteria dibawahnya. Keempat Kaidah Dasar Moral tersebut
adalah:2
1. Kelalaian Medik
Profesi medis dianggap sebagai profesi yang mulia karena membantu
dalam melestarikan kehidupan. Kami percaya hidup adalah pemberian
Tuhan. Jadi, seorang dokter menggambarkan skema Tuhan saat dia
berdiri untuk melaksanakan perintah-Nya. Seorang pasien umumnya
mendekati dokter/rumah sakit berdasarkan reputasinya. Harapan pasien
ada dua: dokter dan rumah sakit diharapkan memberikan perawatan
medis dengan semua pengetahuan dan keterampilan yang mereka
perintahkan dan kedua mereka tidak akan melakukan apa pun yang
merugikan pasien dengan cara apa pun baik karena kelalaian,
kecerobohan, atau sikap sembrono staf mereka.14
Meskipun seorang dokter mungkin tidak berada dalam posisi untuk
menyelamatkan nyawa pasiennya setiap saat, mereka diharapkan untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan khususnya dengan cara
yang paling tepat mengingat kepentingan pasien yang telah
mempercayakan hidupnya kepadanya. Oleh karena itu, diharapkan dokter
melakukan pemeriksaan yang diperlukan atau mencari laporan dari
pasien. Selain itu, kecuali dalam keadaan darurat, ia mendapatkan
17
kasa tertinggal.
Kasa tertinggal seperti yang dialami Ny.N termasuk dalam salah satu
pelanggaran disiplin sehingga Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia dapat berbuat sesuatu dalam membantu Ny.N mendapatkan
21
2. Malpraktik
Malpraktik adalah istilah untuk dunia kedokteran yang artinya mal atau
mala artinya buruk, sedang praktik artinya pelaksanaan pekerjaan. Dari
sudut harfiah istilah malpraktik artinya praktik yang buruk. Semakin
terdidiknya masyarakat dan banyaknya buku pengetahuan tentang
kesehatan menjadikan masyarakat semakin kritis terhadap pelayanan
medis yang diterimanya. Perbuatan dalam pelayanan medis yang dapat
menjadi malpraktik medis terletak pada pemeriksaan, cara pemeriksaan,
alat yang dipakai pada pemeriksaan, menarik diagnosis atas fakta hasil
pemeriksaan, wujud perlakuan terapi, maupun perlakuan untuk
menghindari kerugian dari salah diagnosis dan salah terapi serta tidak
sesuai standar profesi.18
Kasus malpraktik merupakan tindak pidana yang sangat sering terjadi
di Indonesia. Malpraktik pada dasarnya adalah tindakan tenaga
profesional yang bertentangan dengan standard operating procedure
(SOP), kode etik, dan undang-undang yang berlaku, baik disengaja
maupun akibat kelalaian yang mengakibatkan kerugian atau kematian
pada orang lain. Aspek perlindungan hukum terhadap pasien korban
malpraktik oleh dokter berdasarkan hukum Indonesia, yaitu: (1) secara
preventif: dengan adanya peraturan-peraturan yang mengatur mengenai
tindakan malpraktik, yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata), Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Praktik Kedokteran, dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (2) dan secara represif: dengan
adanya tindakan yang mengakibatkan kerugian, maka seseorang yang
melakukan tindakan tersebut dijatuhkan sanksi berupa sanksi perdata,
yaitu dengan mengganti kerugian, baik sanksi administratif dan sanksi
pidana.19
Malpraktik mempunyai pengertian yaitu perbuatan atau tindakan oleh
medis yang tidak sama dengan standar operasional prosedur (SOP)
sehingga dapat merugikan pasien secara umum. Di negara Indonesia
23
operasi dimulai. Selain itu dukungan dari dokter dan keluarga juga sangat
penting untuk jalannya tindakan seksio sesarea ini.
b. Intra operasi seksio sesarea8
Sesudah pasien naik keatas meja operasi, pasien diminta untuk berbaring
dan di persiapkan untuk di lakukan anestesi. Anestesi blok spinal dapat
diberikan oleh dokter anestesi buat menghilangkan rasa sakit & gerakan
tubuh pasien. Jika anestesi sudah bekerja, lalu dokter obgin sudah
memakai apd dan siap untuk memulai operasi. Operasi tindakan seksio
sesarea dilakukan dengan menyayat dinding perut dengan scalpel
sepanjang 8-9 cm secara vertikal atau horizontal. Setelah rongga
abdomen terbuka, dicari segmen bawah uterus & dilakukan sayatan
horizontal dengan scalpel sepanjang 8-9 centimeter. Jika air ketuban
masih intak dan terlihat lakukan amniotomi dan bayi dilahirkan dengan
meluksir kepala menggunakan tangan operator, lalu setelah bayi sudah
lahir, tali pusat dipotong & untuk bayi selanjutnya ditolong oleh tenaga
perawat ahli atau dokter spesialis anak. Kemudian setelah melahirkan
bayi, dilanjutkan untuk melahirkan plasenta secara utuh. Selesainya
plasenta dilahirkan dan sudah dipastikan bersih, tutup sayatan di bagian
uterus dengan dijahit dan evaluasi perdarahan per abdomen. Jika tidak
terdapat perdarahan, dinding perut ditutup kembali dan operasi selesai.
c. Post operasi seksio sesarea8
Setelah operasi seksio sesarea telah selesai, pasien dibawah ke ruang
pemulihan setelah tindakan operasi dan diberikan obat-obatan seperti
analgesik. Lalu periksa juga tanda vital 4 jam sekali serta memonitor
kecukupan cairan dan palpasi fundus uteri setelah pasien di operasi.
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam post operasi. Bising usus pada
hari pertama belum terdengar, lalu pada hari kedua bising usus lemah dan
baru aktif kembali pada hari ketiga. Luka insisi juga di cek setiap hari
apakah terjadi infeksi atau tidak. Pemberian ASI dapat langsung diberikan
setelah operasi dengan inisiasi menyusui dini terlebih dahulu.
Tenaga medis tentunya paham mengenai risiko dilakukannya
tindakan sectio caesarea, termasuk risiko medis akibat tindakan ini.
38
Demi terciptanya mutu dan keselamatan pasien dalam hal ini rumah
sakit, maka tercananglah pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah
sakit. Terlaksananya pendidikan dan penelitian tentang keselamatan
pasien di berbagai institusi. Sebagai acuan pemerintah pusat dan daerah
dalam melakukan pembinaan rumah sakit serta institusi pendidikan dan
penelitian. Terbangunnya kesadaran tenaga kesehatan dan masyarakat
tentang budaya keselamatan pasien.25
Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, rumah sakit harus
mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua
tingkatan. Keputusan Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan Nomor HK.
02.04/I/2790/11 tentang standar akreditasi rumah sakit melalui Buku
Panduan Akreditasi Rumah Sakit yang disahkan oleh Menteri Kesehatan
R.I. pada September 2011. Regulasi inilah yang seharusnya menjadi
dasar bagi setiap rumah sakit untuk melakukan assesmen terhadap
pelayanan yang dimilikinya. Selanjutnya setiap Rumah Sakit yang telah
mendapakan izin operasional harus diregistrasi dan diakreditasi.25
Sehingga dalam maraknya tuntutan masyarakat terhadap layanan
rumah sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien menjadi
sangatlah penting, diharapkan dapat menurunkan insiden dan
meningkatakan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit di
Indonesia.25
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di rumah sakit. Sampai saat ini, belum ada peraturan
perundang-undangan secara khusus mengatur hubungan hukum antara
dokter dan rumah sakit. Status swasta tempat dimana dokter bekerja,
pertanggungjawaban hukum rumah sakit dalam hal ini badan hukum yang
memilikinya bisa dituntut atas kerugian yang terjadi secara baik secara
langsung sebagai pihak, pada suatu perjanjian bila ada wanprestasi
maupun tidak langsung sebagai majikan bila karyawannya menurut
pengertian peraturan perundang undangan melakukan perbuatan
melanggar hukum.6
42
kesalahan dari dokter yang menjadi tanggung jawabnya, hal ini disebut
sebagai vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat
bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan dokter dokternya (sub-
ordinat), asalkan dapat dibuktikan bahwa tindakan dokter itu dalam rangka
melaksanakan kewajiban rumah sakit. Gugatan yang diajukan pasien
untuk dapat meminta pertanggung jawaban rumah sakit juga tertera dalam
Pasal 46 undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit yang
menyatakan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum apabila
kerugian yang ditimbulkan dilakukan oleh tenaga kesehatan atau
dokternya. Dalam hal ini rumah sakit yang dipimpin oleh Direktur ikut
bertanggung jawab terhadap kelalaian atau kesalahan yang dilakukan
oleh dokter kepada pasien. Apabila pasien menggunakan ranah hukum
sebagai cara penyelesaiannya maka rumah sakitjuga dapat dikatakan
melakukan perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang diatur dalam
1367 KUHPerdata, dengan alasan karena kesalahan yang dilakukan oleh
dokter adalah dalam kapasitasnya sebagai tenaga medis rumah sakit dan
dokter juga melaksanakan kewajibannya atas nama rumah sakit.17
Tanggung jawab Rumah Sakit Pemerintah terhadap kerugian yang
diderita pasien/ keluarganya dalam hubungan pelayanan medis perawatan
kesehatan oleh para tenaga kesehatan di Rumah Sakit pemerintah maka
Rumah Sakit Pemerintah tersebut cq Kanwikes/Depkes bertanggung
jawab atas kerugian tersebut berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata
(Onrechtmatige daad/ Onrechtmatige overheidsdaad).11
Pada Kasus ini rumah sakit sudah bertanggung jawab atas
kelalaian yang dilakukan pada penanganan operasi pertama yang dengan
cara memfasilitasi pasien dari masuk UGD dimana rumah sakit,
memberikan pelayanan berupa pemeriksaan penunjang, memberi
alternatif dokter spesialis kandungan yang ahli dibidangnya, dan
membentuk tim untuk operasi laparatomi seperti tim anestesi, tim dari
dokter kandungan dan kebidanan yang merupakan subspesialis, serta tim
ahli bedah divisi digestif.
44
telah terjadi tindakan akibat adanya risiko Medis. Rumah sakit akan
bertanggungjawab terhadap kerugian yang diakibatkan kelalaian tenaga
Medis sebagaimana ditentukan dalam Pasal 46 Undang-Undang Rumah
Sakit. Pasal ini dapat diterapkan apabila hubungan tenaga Medis dengan
pihak rumah sakit tersbeut merupakn pekerja dan majikan. Artinya tenaga
Medis yang bersangkutan adala pekerja/buruh di rumah sakit tersebut.
Oleh karena itu jika tenaga Medis tersebut bukan pekerja, maka pihak
rumah sakit dapat mengelak untuk tidak bertanggungjawab atas kelalaian
tenaga Medis di rumah sakit tersebut.24
Pencegahan gossypiboma dapat dilakukan dengan menjaga standar
rekomendasi. Hal ini dapat dikurangi dengan menghitung secara
menyeluruh setidaknya tiga kali (pra operasi, intra operasi dan pasca
operasi), terutama selama operasi darurat; eksplorasi lengkap rongga
perut oleh operator bedah sebelum penutupan jika ada keraguan dalam
penghitungan. Sesuai rekomendasi WHO, penghitungan harus selalu
dilakukan secara terpisah dalam urutan yang konsisten oleh dua orang
yang mirip dengan nama mereka dicatat dalam lembar penghitungan atau
catatan keperawatan. Eksplorasi insisi bedah oleh operator mengurangi
kemungkinan meninggalkan kassa. Sinar-X intraoperatif segera harus
dilakukan jika ada kecurigaan. Teknologi baru untuk pendeteksian
mencakup kode batang dua dimensi, detektor frekuensi radio, dan
identifikasi frekuensi radio. Sistem kode batang dua dimensi adalah
pendekatan teknologi pertama. Ini memasukkan kode khusus untuk setiap
spons, yang mencegah penghitungan ganda. Pendekatan teknologi kedua
adalah detektor frekuensi radio di mana spons diidentifikasi oleh beacon
frekuensi radio. Suar ini menyebabkan stasiun pangkalan mengeluarkan
bunyi bip saat berada di bawah. Identifikasi frekuensi radio merupakan
modifikasi dari detektor frekuensi radio dimana sebuah tag dipasang pada
masing-masing spons. Kassa digabungkan dengan penanda radiopak di
antara lapisan atau strip atau serat luar, tag magnetomekanis, tag
elektronik, serat berwarna. Mereka dapat diidentifikasi secara intraoperatif
dengan bantuan film sinar-X, magnet, dan warna tertentu.7
49
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
doi:10.1016/j.echu.2010.02.006
13. Mondong A. Pertanggungjawaban Dokter Atas Kelalaian Tindakan
Medis Yang Mengakibatkan Cacat Tubuh Pada Pasien Ditinjau Dari
Pasal 360 KUHP. Universitas Sam Ratulangi; 2018.
14. Pandit M, Pandit S. Medical Negligence: Coverage Of The
Profession, Duties, Ethics, Case Law, And Enlightened Defense - A
Legal Perspective. Indian J Urol. Published online 2009:372–378.
15. Agustin. Analisis Bioetik Dugaan Kasus Malpraktek Dokter
Terhadap Pasien di RSUD Pandan. In: Prosiding SEMNAS BIO
2022. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2022.
16. Rokayah S, Widjaja G. Kelalaian (Negligence) Dan Malpraktik
Medis. Detik. Published 2022. https://news.detik.com
17. Christi A. Tanggung Gugat Dokter dan Rumah Sakit DS di Kota
Surabaya atas Tertinggalnya Kasa dalam Tubuh MR X Berdasarkan
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran dan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit Serta Kitab Undang-undang. Calyptra. 2015;4(2):1-12.
18. Razy F, Saputera Y, Sari MU. Malpraktek Medis dalam Tinjauan
Yuridis Sistem Hukum Indonesia. J Kewarganegaraan. 2022;6(3).
19. Sibarani S. Aspek Perlindungan Hukum Pasien Korban Malpraktik
Dilihat Dari Sudut Pandang Hukum Di Indonesia. Published online
2022.
20. Hambodo T, Arismar R, Salasabila V, Kusumo FA, Mufidah F.
Negligence Of Medical Actions That Result In Presumption Of
Malpractice In Rs. Kandau Manado. In: Prociding Call For Paper
Thalamus Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah
Surakrta; 2021.
21. Suryadi T. Prinsip-prinsip Etika dan Hukum dalam Profesi
Kedokteran. In: Workshop III Pendidikan Bioetika Dan Medikolegal. ;
2009.
22. Polii FGM, Aling DF, Doodoh M. Tanggung Gugat Rumah Sakit atas
Kelalaian Diagnosis Pada Pasien Covid Serta Standar Operasional
54