Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

dan
ASUHAN KEPERAWATAN
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MATERNITAS

Oleh

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
D-III KEPERAWATAN MALANG
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan .......................................................................dan Asuhan Keperawatan


pada ......................... dengan ......................................... ..........................
di..................... .......................................

Nama : Tuffatul Hasan


NIM : P17210171002
Prodi : D-III Keperawatan Malang

Malang,

Pembimbing Institusi, Pembimbing Klinik/CI,

( ) ( )
A. Definisi
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara
mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada lelaki).
Kontrasepsi mantap ( Kontap ) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap Pria dan Kontap Wanita.
Kontap Wanita atau merupakan metode sterilisasi pada wanita dikenal dengan MOW atau
tubektomi.
MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi.
MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang
menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat
bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks
wanita tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau kesuburan
perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin)
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum, jadi dasar dari MOW ini adalah
mengokulasi tuba fallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu.

B. Etiologi
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang menghubungkan ovarium
dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium dan bergerak menuju uterus.
Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi embrio yang kemudian melekat
di uterus.
Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa ditutup
dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan memotong atau mengikat. Metode
yang paling dipakai sekarang adalah dengan mempergunakan laparoskopi kemudian menjepit
kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang ring.
Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu : laparoskopi,
mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio Cesarea (SC), mini-laparotomi
(operasi kecil), histereskopi (dengan memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat,
sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan / teknik melalui vagina (sekarang tidak
dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).
Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat menggunakan
alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil
bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk
menentukan lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat
pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup dengan jepitan.
Cara yang lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak menggunakan teleskop dan
membutuhkan sayatan yang lebih besar.

C. Jenis-jenis
1. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerdahanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan
sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada perut bawah (suprapubik) maupun sub umbilical
(pada lingkar perut pusat). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien,
relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini
aman dan efektif.
2. Laparoskopi
Prosedur ini memelukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang
telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat
dilakukan pada 6-8 minggu pasca persalinan atau setelah atau abortus (tanpa
komplikasi). Laparoskopi sebaiknya digunakan pada jumlah klien yang cukup banyak
karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi
2. Pucat

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca bedah.

F. Indikasi
Yang Dapat Menjalani Tubektomi :
1. Usia > 26 tahun.
2. Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn.
3. Yakin telah mempunyai keluarga besar yang sesuai dengan kehendak
4. Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
5. Pascapersalinan.
6. Pascakeguguran.
7. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :


1. Indikasi medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat
3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan
pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis,
tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang
sulit observasi (Santoso, 2006).
2. Indikasi obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara
medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia
relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio
sesarea dua kali atau lebih.
3. Indikasi genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak
seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
4. Indikasi kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya
pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
5. Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban
ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga

G. Kontra Indikasi
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
1. Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai).
2. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi).
3. Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan.
6. Belum memberikan persetujuan tertulis.

H. Komplikasi
1. Komplikasi selama operasi
a. Perdarahan dan syok.
b. Sesak nafas (apnoe).
2. Komplikasi pasca bedah
a. Nyeri perut, perut kembung, nyeri dada.
b. Infeksi dan febris.
c. Disparenea karena pertumbuhan jaringan granulasi pada bekas luka kolpotomi

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identifikasi pasien dan penanggung jawab
b. Pemeriksaan fisik
- Sistem kardiovaskuler : untuk menegtahui tanda – tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, edema, dan kelainan bunyi jantung
- Sistem hematologi : untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi dan perdarahan
- Sistem urogenital : ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang
- Sistem muskuloskeletal : untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam
pergerakan, sakit pada tulang sendi, dan terdapat fraktur atau tidak.
c. Keluhan utama
Penderita datang ke rumah sakit dengan keluhan ingin akseptor KB kontap
d. Riwayat KB
Riwayat KB sebelumnya yang digunakan
e. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keturunan, mnular, dan berat
f. Riwayat penyakit keluarga
Riwyat keturunan, menular dan berat
g. Riwyat haid
Menarche, lama, siklus, jumlah, dismenorhea, keputihan
h. Riwayat perkawinan
Usia menikah, berapa kali, bepara lama
i. Riwayat psikososial
Ketidaktahuan ibu tentang kontrasepsi (Tubektomi)
j. Kebiasaan sehari-hari
Nutrisi, eliminasi, istirahat, tidur

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu
- Nyeri
- Hambatan mobilits fisik
- Resti infeksi

3. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC Rasional


1 Nyeri NOC : NIC : 1. mengindetifikasi
1. Kontrol Nyeri 1. observasi skala nyeri kebutuhan dan
2. Tingkat Nyeri 2. ajarkan psien teknik intervensi yang
Kriteria Hasil relaksasi an distraksi tepay
1. pasien mampu 3. anjukan ibu untuk ber 2. untuk
mengenali kapan nyeri ambulasi secara perlahan mengalihkan
terjadi lahan terutama saat duduk perhatian ibu
2. pasien tidak menangis 4. berikan kompres terhadap rasa nyeri
dan meringis menahan hangat yang dirasakan
nyeri 5. kolaborasi pemberian 3. mengurangi
3. nyeri akan berkurang analgesik tekanan pada
perineum
4. meningkatkan
sirkulasi pada
perineum
5. melonggarkan
sistem saraf perifer
Sehingga rasa nyeri
berkurang
2. Hambatan NOC : 1. kaji keterbatasan gerak 1. menentukan batas
mobilits fisik 1. toleransi terhadap sendi gerakan yang akan
aktivitas 2. kaji motivasi klien dilakukan
2. daya tahan untuk mempertahankan 2. motivasi yang
Kriteria Hasil : pergerakan sendi tinggi dari pasien
1. kemudahan dalam 3. jelakan alasan dapat melancarkan
melakukan aktivitas pemberian latihan latihan
2. pasien dapat 4. Monitor lokasi 3. agar pasien
melakukan aktivitas ketidaknyamanan tau mengetahui alasan
seperti biasa nyeri selama latihan pemberian latihan
3. daya tahan oto normal 5. lindungi pasien dari 4. memberikan
cedera saat latihan intervensi yang tepat
6. ajarkan pasien cara 5. cedar yang timbul
mobilisasi mika-miki, dapat memperburuk
duduk kondisi pasien
6. memaksimalkan
latihan
3. Resti infeksi NOC : 1. Observasi lochea 1. untuk dapat
1. immune status (warn, bau, jumlah), mendeteksi tanda
2. risk control kontraksi uterus, dan infeksi lebih dii dan
Kriteria hasil : kondisi jahitan luka mengintervensi yang
1. klien bebas dari tanda 2. saranan pada ibu agar tepat
tanda infeksi mengganti pembalut 2. pembalut yang
2. jumlah lekosit dalam secara rutin lembab dan banyak
batas normal 3. pantau tanda tanda vital darah merupakan
3. mennjukkan perilaku 4. pantau keadaan luka media yang menjadi
hidup sehat operasi tempt berkembang
biak bakteri
3. bila suhu
meningkat mrupakan
tanda tanda infeski
4. daerah luka
kemerahan, terdapat
pus merupakan
tanda tanda dari
infeski
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN, 2012, Pedoman Pelayanan Keluarga berencana Pasca Persalinan, Jakarta, BKKBN.

Bobak, 2005, Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC.

Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. Jakarta : EGC.

Nanda. 2005. Diagnosis Keperawatan Nanda: Definisi & Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : prima
Medika.

Prawirohardjo, S, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta, Yayasan Bina
Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai