Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS

“Bayi Baru Lahir dengan Gawat Napas”

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Viniarni Realita A 22020112120007


2. Fauziyah Latief 22020112120008
3. Luh juita Amare 22020112120009
4. Meiriza Ida 22020112130015
5. Dini Permatasari 22020112130024
6. Riska Yunita 22020112130027
7. Dini Kandarina 22020112130029
8. Diksi Puspita Dewi 22020112130031
9. Fanny Sofiatul Izzah 22020112130034
10. Karlinda Nuriya A 22020112130032

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN GANGGUAN GAGAL
NAFAS

A. Definisi dan Insiden Penyakit

Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane


Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang
(Mansjoer, 2002).

Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah


kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernafasan besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah
epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngatisyah, 2005).

Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem


pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).

Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi


premature adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10%
didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram
(lemons et al,2001).

Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.

B. Manifestasi Klinik
1. Manifestasi klinis respirasi
• Takipnea (lebih dari 60 x/menit)
• Dispnea
• Retraksi interkostal dan/atau substernal yang jelas
• Krepitasi inspirasi halus
• Grunt ekspirasi yang keras
• Cuping hidung eksternal
• Sianosis dan/atau palor
2. Manifestasi ketika penyakit berkembang
• Apnea
• Flaksiditas
• Tidak bergerak
• Tidak berespons
• Suara nafas berkurang
• Bercak-bercak
3. Manifestasi berhubungan dengan penyakit berat
• Keadaan seperti syok
• Penurunan retum jantung dan bradikardia
• Tekanan darah sistemik rendah

C. Klasifikasi

1. Sindrom aspirasi mekonium (Meconium Aspiration Syndrom, MAS)


Biasanya muncul sebagai gawat pernapasan dan sianosis segera setelah
lahir. Pada radiografi dada menunjukkan infiltrate kasar, konsolidasi yang
tersebar luas, dan daerah hiperaerasi. Beratnya kelainan ini dapat tidak
berkolerasi dengan beratnya penyakit klinis. Diagnosis prenatal dan
pengobatan asfiksia fetal penting dilakukan untuk mencegah sindrom
aspirasi mekonium, seperti dengan mengisap mekonium dari faring dan
trakea segera setelah lahir.
2. Hipertensi Pulmonar Persisten
Pada bayi baru lahir berkaitan dengan kegagalan penurunan resistensi
pembuluh darah pulmonary (yang secara normal terjadi setelah lahir). Hal
ini dapat terjadi sebagai respons terhadap hipoksia akut (missal, hipoksia
perinatal, sindrom gawat pernapasan), hipoksia kronis (missal, influenza
plasenta), atau penurunan daerah persilangan pada bantalan pembuluh
darah pulmonary (missal, herniadiafragmatika dan hipoplasia paru
kongenital). Hipertensi pulmonar persisten pada bayi baru lahir muncul
sebagai hipoksemia labil yang tidak seimbang sampai penyakit hipertensi
parenkim paru yang luas. Sebagian besar neonates ini tidak premature
tetapi mengalami asfiksia perinatal. Bayi-bayi ini biasanya mudah diberi
ventilasi tetapi sulit dioksigenasi. Secara khas, biasanya nila PO2 tidak
meningkat selama tes hiperoksia. Akan tetapi nilai peningkatan PO2
terlihat pada hiperventilasi (frekuensi napas 100-150x/menit), yang
menyebabkan turunnya nilai PO2 hingga kira-kira 25mmHg. Selain terapi
suportif, dapat digunakan induksi alkalosis respiratorik atau alkalosis
metabolic (atau keduanya) dan vasodilator pulmonar (tolazoline
hidroklorida). Pada kasus yang paling berat digunakan oksigenasi
membrane ekstrakorporeal.
3. Dysplasia Bronkopulmonar (Bronchopulmonary Dysplasia, BPD)
Adalah penyakit paru kronis pada bayi baru lahir yang diobati dengan
oksigen dan ventilasi mekanis tekanan positif untuk gangguan paru primer.
Dysplasia bronkopulmonar biasanya memiliki perjalanan penyakit
berlarut-larut yang diperberat dengan berbagai komplikasi (infeksi paru,
gagal jantung kongestif, dan atelektasis) yang menyebabkan ekaserbasi
gejala respirasi, termasuk sianosis. Kebanyakan bayi-bayi ini mengalami
penyembuhan fungsi paru secara perlahan dalam 2 tahun pertama
kehidupan.

Klasifikasi gangguan nafas


Frekuensi nafas Gejala tambahan gangguan nafas Klasifikasi
>60 kali/menit Dengan Sianosis sentral dan tarikan dinding
dada atau merintih saat ekspirasi
Atau >90 Dengan Sianosis sentral dan tarikan dinding Gangguan nafas
kali/menit dada atau merintih saat ekspirasi berat
Atau <30 Dengan Gejala lain dari gangguan napas
kali/menit atau tanpa
60-90 kali/menit Dengan Sianosis sentral dan tarikan dinding
terapi tanpa dada atau merintih saat ekspirasi
Atau >90 Tanpa Sianosis sentral dan tarikan dinding Gangguan nafas
kali/menit dada atau merintih saat ekspirasi sedang
60-90 kali/menit Tanpa Sianosis sentral dan tarikan dinding Gangguan nafas
dada atau merintih saat ekspirasi ringan
60-90 kali/menit Dengan Sianosis sentral dan tarikan dinding Kelainan jantung
terapi tanpa dada atau merintih saat ekspirasi kongenital

D. Etiologi

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada
paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan
masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini


dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan
sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum, penyakit membran
hialin (PMH), pneumonia, aspirasi. Faktor-faktornya antara lain :

1. Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida emmpat atau lebih,
sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang
mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes
mellitus, dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta,
plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan
kongenital pada neonaatus dan lain-lain.
4. Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan
lain-lain.
E. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek

1. Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel) pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardia.

2. Infeksi
Infeksi disebabkan perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni yang
dapat timbul karena tindakan invasif.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalicia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi oada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Disebabkan karena penghentian terapi surfaktan.

Komplikasi Jangka Panjang

1. Bronchuspolmonary Dysplasia (BPD)


Disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada wakyi menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi,
dan defisiensi vitamin A.
2. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoksiam komplikasi intrakranial, dan
infeksi.

F. Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur


disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan
tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.

Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan
adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputialveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktanmulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan
dari ibu denganchorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes hiperoksia
Tes hiperoksia dapat membantu membedakan sianosis akibat
kelainan jantung atau paru. Pulse Oxymeter (oksimeter nadi) dapat
membantu apakah tes hiperoksia ini berguna. Bayi yang mengalami
sianosis tanpa distress respirasi yang jelas dan memiliki SaO2 <85% pada
udara kamar dan oksigen 100% mempunyai pirau intrakardial. Bila SaO2
>85% oksigen 100% maka harus dilakukan tes hiperoksia. Tes hiperoksia
terdiri pengambilan data dasar tentang analisis gas darah dari arteri radialis
dekstra (preduktal) pada bayi yang bernapas dengan udara kamar yang
diulang dengan bernapas pada oksigen 100%. Tes hiperoksia berlangsung
selama 10 menit. Bila PaO2 mmHg pada oksigen 100% berarti normal.
Bila PaO2 >150 mmHg curiga penyakit paru. Bila PaO2 50-150 mmHg
curiga penyakit jantung atau hipertensi pulmonal berat. Untuk memastikan
hal-hal tersebut dapat dilakukan ekokardiografi.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,
2010)
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus dektrosa 5%
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
g. Lakukan penilaian lanjut
h. Segera periksa kadar gula darah
i. Pemberian nutrisi edekuat
j. Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan
nafas. Manajemen spesifik dan manajemen lanjut antara lain
1) Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan
Endang Khoirunnisa, 2010)
Gangguan nafas ringan pada bayi yang mengalami gangguan
nafas ringan disebut Transient Tacypnea of the Newborn
(TTN) yang biasanya terjadi karena bedah sesar. Kondisi ini
dapat normal kembali tanpa adanya pengobatan. Gangguan
nafas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam
berikutnya.
b. Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis, terapi
untuk mengurangi sepsis.
c. Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak mampu
peras ASI.
d. Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan nafas, hentikan pemberian 02 jika frekuensi nafas
antara 30-6- kali/menit.
e. Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi nafas
menetap antaran 30-60 kali/menit, tidak ada sepsis, dan
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan bayi
dapat dipulangkan.
2) Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,
2010)
a. Lanjutkan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedang
b. Bayi tidak diberikan minum
c. Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungknan besar
sepsis jika tidak ada tanda-tanda sebagai berikut :
- Suhu aksiler <35oC atau >39oC
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi
berat atau ketuban pecah dini (>18 jam)
d. Bila suhu aksiler 34-36,5oC atau 37,5-39oC tangani untuk
masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam.
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan pernafasan
masih belum ada perbaikan, ambil sampel darah dan
berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan sepsis.
- Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika suhu
kembali abnormal ulangi tahapan diatas.
e. Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan
atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis.
f. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan
(frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang
atau suara merintih berkurang)
- Kurangi terapi 02 secara bertahap
- Pasang pipa lambung dan berikan ASI peras setiap 2
jam
- Bila pemberian 02 tidak diperlukan lagi, bayi mulai
dilatih menyusui
g. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian 02 selama 3 hari, bayi dapat dipulangkan dan
bayi sudah bisa diberikan ASIc
3) Gangguan Napas Berat
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas
semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir
<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas
kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak
banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan
kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
a) Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang
(antara rendah dan tinggi)
b) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap
terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada
kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin
berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2
100% bila kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit
rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai ventilator
mekanik.
d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng
pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan
udara.
e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda
perbaikan.
f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi
nafas menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit
membaik), maka :
(1) Kurangi pemberian O2
Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu
hentikan pemberian O2 bila bayi diletakkan pada udara
ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami
gangguan nafas dan tampak kemerahan.
(2) Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
(3) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai
dilatih dengn menggunakan salah satu alternafif cara
pemberian minum.

Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:


1. Frekuensi nafas
2. Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi.
3. Episode apnea.
a. Periksa kadar glukosa darah sekali sehari setengah kebutuhan minum dapat
dipenuhi secara oral.
b. Awasi bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic dihentikan. Jika bayi
tampak kemerahan tanpa terapi O2 sselama 3 hari, minum baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat
dipulangkan.

I. BAGAN PENANGANAN GANGGUAN PERNAFASAN BAYI BARU


LAHIR (Abdul Barisaifudin dkk, 2009)
TANDA-TANDA Pernafasan cuping hidung, sianosis atau pucat,
tarikan kedalam dinding iga bagian bawah,
merintih, pernafasan cepat > 60/menit, aktivitas
menuru disertai atoni atau hipotoni
KATEGORI Gangguan pernafasan Gangguan pernafasan
sedang berat
>60 /menit dan biru 0 (apnea) - <40/menit
disekitar mulut dan biru sentral lidah
biru
PUSKESMAS 1. Bersihkan jalan 1. Bersihkan jalan
nafas nafas
2. Pertahankan 2. Pertahankan
tetap hangat tetap hangat
3. Beri O2 kalau 3. Ventilasi tekanan
perlu dengan positif dengan
masker pernafasan dari
4. Lanjutkan mult ke mulut
pemberian ASI atau
dengan cara menggunakan
diteteskan atau balon dan
dengan sonde sungkup dengan
bila tidak mau oksigen
menelan 4. Bila perlu pijat
5. Beri antibiotik jantung luar
ampilisin dan 5. Beri antibiotik
gentamisin ampilisin dan
6. Oerawatan tali gentamisin
pusat bersih 6. Perawatan tali
7. Amati terhadap pusat bersih
tanda-tanda 7. Amati terhadap
kegawatan/ sakit tanda-tanda
berat (rujuk ke gawatan/ sakit
rumah sakit) berat (rujuk ke
rumah sakit)
PUSKESMAS Bila terpaksa tidak dirujuk
1. Beri antibiotik
2. Bila perlu beri oksigen
3. ASI diteruskan
4. Infus bila ada masalah minum
RUMAH SAKIT 1. X-ray toraks 1. X-ray toraks
2. Infuse 2. VTP
3. Cegah hipotermi 3. Infuse
4. Oksigen 4. Cegah hipotermi
5. Antibiotik 5. Antibiotik
Bagan Penanganan Bayi Baru Lahir Dengan Gawat Nafas
J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Identitas Klien
Nama : By. I
Tanggal lahir : 25 Oktober 2014
Jenis Kelamin : Laki laki
Berat Badan : 2400 gram
APGAR : 4-6
B. Keluhan utama
Klien mengeluh sesak nafas disertai dengan sianosis pada ekstremitas
pada saat lahir
C. Riwayat penyakit sekarang
Bayi lahir pada tanggal 25 oktober 2014 pukul 14.00 WIB, bayi
mengalami sianosis, retraksi dinding berlebihan, nafas 78 x/menit,
disertai panas tubuh 37,7 derajat celcius
D. Riwayat Persalinan
Ibu klien melahirkan dengan partus normal, usia kehamilan biasanya
prematur.
E. Pemeriksaan fisik
1. Refleks

a. Refleks moro

Refleks moro adalah reflek memeluk pada saat bayi dikejutkan


dengan tangan. Reflek moro (+) ditandai dengan ketika
dikejutkan oleh bunyi yang keras dan tiba-tiba bayi beraksi
dengan mengulurkan tangan dan tungkainya serta
memanjangkan lehernya.

b. Refleks menggenggam

Reflek menggenggam (+) ditandai dengan membelai telapak


tangan.

c. Refleks menghisap

Reflek menghisap (+) ditandai dengan meletakkan tangan pada


mulut bayi, bayi menghisap jari.

d. Refleks rooting

Reflek rooting (+) ditandai dengan bayi menoleh saat tangan


ditempelkan di pipi bayi.

e. Refleks babynsky

Reflek babynsky (+) ditandai dengan menggerakkan ujung


hammer pada bilateral telapak kaki.
2. Tonus otot

Pergerakan bayi aktif ditandai dengan bayi sering


menggerakkan tangan dan kakinya.

3. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum, kesadaran, lingkar kepala, lingkar dada,


panjang badan, berat badan

4. Kepala

Bentuk kepala normochepal, tidak ada lesi, pertumbuhan


rambut merata, tidak ada benjolan, fontanel anterior masih
lunak, sutura sagital datar dan teraba, gambaran wajah
simetris.

5. Mata

Mata simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata,


mata bersih tidak terdapat sekret, mata bisa mengedip, bulu
mata tumbuh, reflek kornea (+) reflek terhadap sentuhan,
reflek pupil (+) respon terhadap cahaya, reflek kedip (+).

6. Telinga

Letak telinga kanan dan kiri simetris, lubang telinga bersih,


tidakk terdapat serumen, tidak ada lesi, bentuk telinga baik,
lunak dan mudah membalik (cartilago car) baik.

7. Hidung

Hidung bentuk simetris, keadaan hidung bersih tidak terdapat


peradangan atau pembengkakan hidung, pernapasan cuping
hidung (PCH) (+).

8. Mulut
Bentuk bibir simetris, bibir terdapat bercak putih membran
mukosa, stomatitis (-), refleks hisap (+), reflek rooting (-)

9. Dada dan paru-paru

Dada simetris (sama antara kanan), bentuk dada menonjol, PX


terlihat jelas. Bentuk dada burung (pektus karinatum)
pergerakan dada sama antara dada kiri dan kanan, retraksi
dinding epigastrum (+), frekuensi nafas 78 x per menit, mamae
bentuk datar , suara nafas rales (+)

10. Jantung

Nadi apikal 154 x / menit, bunyi jantung regueler, palpasi nadi


brakialis (+) lemah , radialis (+) lemah , femoralis lemah dan
nadi karotis (+).

11. Abdomen

Bentuk abdomen dan cekung pada bagian px , bising usus


dapat terdengat 4 x/ menit, tali pusar belum putus, keadaan
kering, tidak terdapat kemerahan, tidak terdapat haluaran
nanah, perut diraba lunak, lingkar perut 38 cm tidak ada
pembengkakan hepar.

12. Genitalia

Lubang penis terdapat di gland penis, kedua testis dapat teraba


pada scrotum.

13. Anus

Anus paten, dintandai dengan bayi sudah BAB, mekonium


sudah keluar berwarna hitam dan lembek

14. Punggung
Punggung terdapat banyak rambut larugo, bentuk simetris,
tidak terdapat ruam kemerahan atau rush.

15. Ekstremitas

Ekstremitas dapat bergerak bebas, ujung jari merah muda atau


tidak sianosis, CRT dalam waktu 2 detik, jumlah jari komplit,
kaki sama panjang, lipatan paha kanan dan kiri simetris,
pergerakan aktif

16. Kulit

Warna kulit merah seluruh tubuh, sianosis (-), tidak terdapat


tanda lahir, skin rush (-), ikterik (-), turgor kulit jelek, kulit
longgar, disebabkan karena lemah subkutan berkurang terdapat
larugo

17. Suhu

Suhu tubuh 37,1 derajat celcius, setting inkubator 32 o

F. Pemeriksaan lanjutan
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan
cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh
berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas
mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara,
nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1. Frekuensi nafas
Takipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada
bayi. Takipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan
merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi
pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan
tanda memburuknya keadaan klinik.
2. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada
obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala
ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan
terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
3. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh
terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu,
pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
1. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya
stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan
fungsi jantung.
2. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat
dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya
aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah
tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat
dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.
Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
1. Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2. Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak
tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak
kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
3. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah
diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak
selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot,
kejang dan dilatasi pupil.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis


(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
2. Hipotermia berhubungan dengan lingkungan yang dingin
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolar

RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi


1 Kerusakan pertukaran
Setelah dilakukan Monitor Respirasi
gas berhubungan
dengan perubahan asuhan keperawatan (3350) :
membran kapiler
selama 5x 24 jam,
1. Monitor rata-rata
alveolar
pertukaran gas pasien irama, kedalaman
Batasan karakterisktik : menjadi efektif, dan usaha untuk
- Takikardia
- Hiperkapnea dengan kriteria : bernafas.
- Iritabilitas 2. Catat gerakan dada,
- Dispnea
- Sianosis Status Respirasi : lihat kesimetrisan,
- Hipoksemia Ventilasi (0403) : penggunaan otot
- Hiperkarbia
- Abnormal Pasien menunjukkan bantu dan retraksi
frekuensi, irama peningkatan dinding dada.
dan kedalaman
nafas ventilasai dan
3. Monitor suara nafas,
- Nafas cuping oksigenasi adequat saturasi oksigen,
hidung
berdasarkan nilai sianosis
AGD sesuai
4. Monitor kelemahan
parameter normel otot diafragma
pasien. 5. Catat onset,
Menunjukkan fungsi karakteristik dan
paru yang normal durasi batuk
dan bebas dari tanda-
6. Catat hasil foto
tanda distres rontgen
pernafasan
Terapi Oksigen
(3320) :
Kelola humidifikasi
oksigen sesuai
peralatan
Siapkan peralatan
oksigenasi
Kelola O2 sesuai
indikasi
Monitor terapi O2
dan observasi tanda
keracunan O2
Manajemen Jalan
Nafas (3140) :
Bersihkan saluran
nafas dan pastikan
airway paten
Monitor perilaku dan
status mental pasien,
kelemahan , agitasi
dan konfusi
Posisikan klien dgn
elevasi tempat tidur
Bila klien mengalami
unilateral penyakit
paru, berikan posisi
semi fowlers dengan
posisi lateral 10-15
derajat / sesuai tole-
ransi
Monitor efek sedasi
dan analgetik pada
pola nafas klien

Manajemen Asam
Basa (1910) :
Kelola pemeriksaan
laboratorium
Monitor nilai AGD
dan saturasi
oksigen dalam batas
normal

2 Pola nafas tidak efektif Manajemen Jalan


Setelah dilakukan
b.d imaturitas Nafas (3140) :
(defisiensi surfaktan tindakan Bebaskan jalan nafas
dan ketidak-stabilan dengan posisi leher
keperawatan selama
alveolar). ektensi jika
3x 24 jam diharapkan memungkinkan.
Batasan karakteristik pola nafas efektif Posisikan klien untuk
: memaksimalkan
denga kriteria hasil : ventilasi dan
Bernafas mengguna- mengurangi dispnea
kan otot pernafasan Auskultasi suara
tambahan Status Respirasi : nafas
Dispnea Monitor respirasi dan
Nafas pendek Ventilasi (0403) : status oksigen
Pernafasan rata-rata < Pernapasan pasien
25 atau > 60 kali Monitor Respirasi
permenit 30-60X/menit. (3350) :
Pengembangan dada Monitoring
kecepatan, irama,
simetris. kedalaman dan upaya
nafas.
Irama pernapasan
Monitor pergerakan,
teratur kesimetrisan dada,
retraksi dada dan alat
Tidak ada retraksi bantu pernafasan
dada saat bernapas Monitor adanya
cuping hidung
Inspirasi dalam tidak Monitor pola nafas :
ditemukan bradipnea, takipnea,
hiperventilasi,
Saat bernapas tidak respirasi kusmaul,
apnea
memakai otot napas
Monitor adanya
tambahan lelemahan otot
diafragma
Bernapas mudah Auskultasi suara
Tidak ada suara nafas, catat area
penurunan dan
napas tambahan ketidak adanya
ventilasi dan bunyi
nafas

3 Setelah dilakukan
Hipotermia b.d berada Pengobatan
tindakan
di lingkungan yang keperawatan selama Hipotermi (3800) :
2x 24 jam hipotermia
dingin Pindahkan bayi dari
tidak terjadi dengan
kriteria : lingkungan yang
Batasan karakteristik dingin ke dalam
Termoregulasi
: Neonatus (0801) : lingkungan / tempat
Penurunan suhu tu-buh Suhu axila 36-37˚C yang hangat (didalam
RR : 30-60 X/menit
di bawah ren-tang Warna kulit merah inkubator atau lampu
normal muda soro)
Tidak ada distress
Pucat respirasi Segera ganti pakaian
Menggigil Tidak menggigil bayi yang dingin dan
Bayi tidak gelisah
Kulit dingin Bayi tidak letargi basah dengan
Dasar kuku sianosis pakaian yang hangat
dan kering, berikan
selimut.
Monitor gejala dari
hopotermia : fatigue,
lemah, apatis,
perubahan warna
kulit
Monitor status
pernafasan
Monitor intake dan
output
DAFTAR PUSTAKA

Ed. Egi Komara Yudha. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong/
Donna L. Wong. Ed. 6. Jakarta: EGC.

Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk


Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Ladewig,patricia,dkk.2006. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru


Lahir Edisi 5. Jakarta: EGC

Corwin, J.2007. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC

Arief Mansjoer( 2000 ). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media


Aesculapius FKUI

Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC.

Suryadi dan Yuliani, R (2001). Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto

Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan
Anak Balita. Nuha Medika: Yogyakarta.

Saifuddin, Abdul Bari. Dkk. 2009. Buku Buku Acuhan Nasional Pelayanan
Kesehatan Internal dan Neonatal. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai