MATERNITAS
Disusun Oleh:
Kelompok 2
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN GANGGUAN GAGAL
NAFAS
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun
sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.
B. Manifestasi Klinik
1. Manifestasi klinis respirasi
• Takipnea (lebih dari 60 x/menit)
• Dispnea
• Retraksi interkostal dan/atau substernal yang jelas
• Krepitasi inspirasi halus
• Grunt ekspirasi yang keras
• Cuping hidung eksternal
• Sianosis dan/atau palor
2. Manifestasi ketika penyakit berkembang
• Apnea
• Flaksiditas
• Tidak bergerak
• Tidak berespons
• Suara nafas berkurang
• Bercak-bercak
3. Manifestasi berhubungan dengan penyakit berat
• Keadaan seperti syok
• Penurunan retum jantung dan bradikardia
• Tekanan darah sistemik rendah
C. Klasifikasi
D. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada
paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan
masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat.
1. Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida emmpat atau lebih,
sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang
mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes
mellitus, dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta,
plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan
kongenital pada neonaatus dan lain-lain.
4. Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan
lain-lain.
E. Komplikasi
1. Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel) pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardia.
2. Infeksi
Infeksi disebabkan perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni yang
dapat timbul karena tindakan invasif.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalicia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi oada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Disebabkan karena penghentian terapi surfaktan.
F. Patofisiologi
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan
adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan
keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputialveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktanmulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan
dari ibu denganchorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes hiperoksia
Tes hiperoksia dapat membantu membedakan sianosis akibat
kelainan jantung atau paru. Pulse Oxymeter (oksimeter nadi) dapat
membantu apakah tes hiperoksia ini berguna. Bayi yang mengalami
sianosis tanpa distress respirasi yang jelas dan memiliki SaO2 <85% pada
udara kamar dan oksigen 100% mempunyai pirau intrakardial. Bila SaO2
>85% oksigen 100% maka harus dilakukan tes hiperoksia. Tes hiperoksia
terdiri pengambilan data dasar tentang analisis gas darah dari arteri radialis
dekstra (preduktal) pada bayi yang bernapas dengan udara kamar yang
diulang dengan bernapas pada oksigen 100%. Tes hiperoksia berlangsung
selama 10 menit. Bila PaO2 mmHg pada oksigen 100% berarti normal.
Bila PaO2 >150 mmHg curiga penyakit paru. Bila PaO2 50-150 mmHg
curiga penyakit jantung atau hipertensi pulmonal berat. Untuk memastikan
hal-hal tersebut dapat dilakukan ekokardiografi.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,
2010)
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus dektrosa 5%
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
g. Lakukan penilaian lanjut
h. Segera periksa kadar gula darah
i. Pemberian nutrisi edekuat
j. Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan
nafas. Manajemen spesifik dan manajemen lanjut antara lain
1) Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan
Endang Khoirunnisa, 2010)
Gangguan nafas ringan pada bayi yang mengalami gangguan
nafas ringan disebut Transient Tacypnea of the Newborn
(TTN) yang biasanya terjadi karena bedah sesar. Kondisi ini
dapat normal kembali tanpa adanya pengobatan. Gangguan
nafas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam
berikutnya.
b. Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis, terapi
untuk mengurangi sepsis.
c. Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak mampu
peras ASI.
d. Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan nafas, hentikan pemberian 02 jika frekuensi nafas
antara 30-6- kali/menit.
e. Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi nafas
menetap antaran 30-60 kali/menit, tidak ada sepsis, dan
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan bayi
dapat dipulangkan.
2) Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa,
2010)
a. Lanjutkan pemberian 02 dengan kecepatan aliran sedang
b. Bayi tidak diberikan minum
c. Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic
(ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungknan besar
sepsis jika tidak ada tanda-tanda sebagai berikut :
- Suhu aksiler <35oC atau >39oC
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi
berat atau ketuban pecah dini (>18 jam)
d. Bila suhu aksiler 34-36,5oC atau 37,5-39oC tangani untuk
masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam.
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan pernafasan
masih belum ada perbaikan, ambil sampel darah dan
berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan sepsis.
- Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika suhu
kembali abnormal ulangi tahapan diatas.
e. Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi
setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan
atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk
kemungkinan besar sepsis.
f. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan
(frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang
atau suara merintih berkurang)
- Kurangi terapi 02 secara bertahap
- Pasang pipa lambung dan berikan ASI peras setiap 2
jam
- Bila pemberian 02 tidak diperlukan lagi, bayi mulai
dilatih menyusui
g. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian 02 selama 3 hari, bayi dapat dipulangkan dan
bayi sudah bisa diberikan ASIc
3) Gangguan Napas Berat
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas
semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir
<2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas
kering memburuk dala waktu 36-48 jam pertama dan tidak
banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan
kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
a) Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang
(antara rendah dan tinggi)
b) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap
terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada
kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin
berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2
100% bila kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit
rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai ventilator
mekanik.
d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasanng
pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan
udara.
e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda
perbaikan.
f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekkuensi
nafas menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit
membaik), maka :
(1) Kurangi pemberian O2
Jangan meneruskan pemberian O2 bila tidak perlu
hentikan pemberian O2 bila bayi diletakkan pada udara
ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami
gangguan nafas dan tampak kemerahan.
(2) Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
(3) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai
dilatih dengn menggunakan salah satu alternafif cara
pemberian minum.
a. Refleks moro
b. Refleks menggenggam
c. Refleks menghisap
d. Refleks rooting
e. Refleks babynsky
4. Kepala
5. Mata
6. Telinga
7. Hidung
8. Mulut
Bentuk bibir simetris, bibir terdapat bercak putih membran
mukosa, stomatitis (-), refleks hisap (+), reflek rooting (-)
10. Jantung
11. Abdomen
12. Genitalia
13. Anus
14. Punggung
Punggung terdapat banyak rambut larugo, bentuk simetris,
tidak terdapat ruam kemerahan atau rush.
15. Ekstremitas
16. Kulit
17. Suhu
F. Pemeriksaan lanjutan
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan
cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh
berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas
mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara,
nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1. Frekuensi nafas
Takipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada
bayi. Takipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan
merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi
pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan
tanda memburuknya keadaan klinik.
2. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada
obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala
ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan
terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
3. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh
terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu,
pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
1. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya
stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan
fungsi jantung.
2. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat
dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya
aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah
tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat
dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.
Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
1. Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2. Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak
tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak
kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
3. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah
diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak
selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot,
kejang dan dilatasi pupil.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
Manajemen Asam
Basa (1910) :
Kelola pemeriksaan
laboratorium
Monitor nilai AGD
dan saturasi
oksigen dalam batas
normal
3 Setelah dilakukan
Hipotermia b.d berada Pengobatan
tindakan
di lingkungan yang keperawatan selama Hipotermi (3800) :
2x 24 jam hipotermia
dingin Pindahkan bayi dari
tidak terjadi dengan
kriteria : lingkungan yang
Batasan karakteristik dingin ke dalam
Termoregulasi
: Neonatus (0801) : lingkungan / tempat
Penurunan suhu tu-buh Suhu axila 36-37˚C yang hangat (didalam
RR : 30-60 X/menit
di bawah ren-tang Warna kulit merah inkubator atau lampu
normal muda soro)
Tidak ada distress
Pucat respirasi Segera ganti pakaian
Menggigil Tidak menggigil bayi yang dingin dan
Bayi tidak gelisah
Kulit dingin Bayi tidak letargi basah dengan
Dasar kuku sianosis pakaian yang hangat
dan kering, berikan
selimut.
Monitor gejala dari
hopotermia : fatigue,
lemah, apatis,
perubahan warna
kulit
Monitor status
pernafasan
Monitor intake dan
output
DAFTAR PUSTAKA
Ed. Egi Komara Yudha. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong/
Donna L. Wong. Ed. 6. Jakarta: EGC.
Suryadi dan Yuliani, R (2001). Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV.
Sagung Seto
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan
Anak Balita. Nuha Medika: Yogyakarta.
Saifuddin, Abdul Bari. Dkk. 2009. Buku Buku Acuhan Nasional Pelayanan
Kesehatan Internal dan Neonatal. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta.