1. Abdul Rahman Ali 16. Ferry Perdiansyah Sutarya 31. Riandi Maulizar
(02202204085) (022022040100) (022022040115)
2. Ade Mulyadi 17. Fiki Rosadi 32. Richi Febrianto
(02202204086) (022022040101) (022022040116)
3. Aditya Sidarta 18. H. Abdul Aziz Muslim 33. Ryan Hidayat
(02202204087) (022022040102) Polhauspessy
4. Adly Hamdan Purba 19. Harizon Hasri (022022040117)
(02202204088) (022022040103) 34. Sahipuddin
5. Ahmad Nooryadi 20. Harry Marsen (022022040118)
(02202204089) (022022040104) 35. Saiful Rahman
6. Alfian 21. Imam Salman Al Farisyi (022022040119)
(02202204090) (022022040105 36. Saifullah
7. Ali Akbar Husen Ritonga 22. Ira Frieska (022022040120)
(02202204091) (022022040106) 37. Sarjito
8. Aprizal Sari 23. Iswanto Arifin (022022040121)
(02202204092) (022022040107) 38. Sopinal Agus
9. Aradi 24. Jefri Munawir (022022040122)
(02202204093) (022022040108) 39. Susi Susant
10. Desi Imat Nuryani 25. Muhammad Multazam (022022040123)
(02202204094) (022022040109) 40. Syaiful Alam
11. Dewi Setyowati 26. Muhammad Munir (022022040124)
(02202204095) (022022040110) 41. Urip Wuriono
12. Didi Suherman 27. Muksal mina (022022040125
(02202204096) (022022040111) 42. YuliusMario
13. Dwi Stastuti 28. Musmufazzal Fernandes
(02202204097) (022022040112) (022022040126)
14. Eka Putri Pratiwi 29. Nasrizal 43. Zul Azhari
(02202204098) (022022040113) (022022040127)
15. Embay Damanhuri 30. Nova Julita
(02202204099) (022022040114)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al, 2010). Beberapa
literatur menyebutkan bahwa tindakan apendiktomi ini dapat timbul berbagai masalah
jaringan disebabkan oleh luka operasi atau insisi yang menyebabkan rusaknya jaringan
tubuh dan putusnya ujungujung syaraf (Sjamsuhidajat & De Jong 2011). Apendisitis
merupakan kasus bedah gawat darurat pada bagian abdomen kerena adanya peradangan
apendiks vermiformis yang menjadi salah satu penyebab pasien mengalami abdomen akut.
Istilah apendisitis dikalangan masyarakat sering disebut sebagai usus buntu padahal
Insiden apendisitis pada tahun 2011 dinegara maju lebih tinggi penyerengannya
pada negara maju, tetapi dalam kurung waktu 3-4 tahun terakhir kejadiannya menurun.
yang kurang berserat pada menu kesehariannya. Apendisitis sama-sama bisa terjadi pada
laki-laki maupun perempuan, tetapi pada laki-laki umumnya lebih banyak dari perempuan
terutama pada usia 20-30 tahun (syamsuhidayat dan De joeng, 2011).Angka kejadian
apendisitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan WHO (2010) yang dikutip oleh Naulibasa
(2011) angka mortalitas akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa, dimana populasi laki-laki
lebih bnyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas apendisitis sekitar 12.000 jiwa
pada laki-laki dan sekitar 10.000 pada perempuan. Di amerika serikat terdapat 70.000
kasus apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis di amerika memiliki insiden 1-2
kasus per 10.000 anak pertahunnya diantaranya kelahiran sampai umur 4 tahun. Kejadian
apendisitis meningkat 25 kasus per 10.000 anak pertahunnya antara umur 10-17 tahun di
amerika serikat.
Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomi yang merupakan suatu tindakan
tentunya diperlukan proses pembiusan sebagai salah satu syarat dilakukannya pembedahan
pada pasien.
bervariasi, berkisar antara 100 hingga 300 prosedur per 100.000 orang dalam
satu tahun. Kasus hernia inguinalis di USA (United States America) sekitar
800.000 kasus setiap tahun dan negara Belanda sekitar 33.000 kasus setiap
keperawatan yang kuratif dan rehabilitatif. Upaya kuratif antara lain dengan
pembedahan dan terapi medis yaitu pemberian antibiotik dan analgesik. Upaya
mengangkat beban terlalu berat dan faktor resiko lain yang dapat menyebabkan
bergantung pada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi.
Monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi seperti:
kelainan organ, syok yang lama, dehidrasi berat, sepsis, dan gangguan organ penting,
seperti otak.
tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi
dengan petugas ruang operasi dan serah terima dengan petugas ruang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui asuhan kepenataan
anestesi pada pasien apendicitis dengan anestesi spinal pada ny. s di kamar operasi
2. Tujuan Khusus
apendicitis dengan anestesi spinal pada ny. s di kamar operasi RSUD dr zubir
mahmud
apendicitis dengan anestesi spinal pada ny. s di kamar operasi RSUD dr zubir
Mahmud apendicitis dengan anestesi spinal pada ny. s di kamar operasi RSUD dr
zubir mahmud
c. Merumuskan rencana intervensi kepenataan anestesi pada pasien dengan diagnosis
medis apendicitis dengan anestesi spinal pada ny. s di kamar operasi RSUD dr zubir
mahmud
medis apendicitis dengan anestesi spinal pada ny. s di kamar operasi RSUD dr zubir
mahmud
apendicitis dengan anestesi spinal pada ny. s di kamar operasi RSUD dr zubir
mahmud
C. Rumusan Masalah
mengetahui asuhan kepenataan anestesi pada pasien apendicitis dengan anestesi spinal
LANDASAN KONSEP
A. Konsep Appendicitis
1. Definisi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog
panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan
distal. Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah katup
usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a.Apendikularis (cabang
Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan
lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal,
menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor
dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara
mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis
collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding
dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer
longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan
caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari
apendiks.
yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah
dari medial menuju katup ileosekal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.
n.torakalisX. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
2. Etiologi
penyebab ersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan
limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus
termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan
inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat
adanya trauma atau stasis fekal. Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya
proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65%
merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan
mempermudah terjadinya apendisits akut. Faktor lain penyebab apendisitis akut yaitu
dari faktor biologi (usia, jenis kelamin, dan RAS), serta perilaku mengonsumsi
3. Patofisiologi
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi
normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
cmH20.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda
setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua
proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini
merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. Kecepatan rentetan
fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain,peritoneum parietale dan juga
organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir
proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai
tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
4. Manifestasi Klinis
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula
dari nyeri di daerah umbilikus atau peri umbilikus yang berhubungan dengan muntah.
Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhanabdomen
yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawahakan semakin
progresif.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jamnyeri
akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebihtajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidakada nyeri
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung
sekummaka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada
saatberjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. Apendiks
yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda
akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadimenempel ke kandung
ditanganipada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak
tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering
tidakbisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul
muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak
khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis
5. Pemeriksaan Diagnostik
- Indeks eritrosit
- Hemostasis
- CT-Scan
6. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Operatif
b. Penatalaksanaan Terapi
Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti
- Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-tanda
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan
(Sabiston, 2011).
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi
pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab itu, teknik ini tidak
3. Teknik Anestesi
meggunakan teknik regional anestesi yaitu spinal anestesi karena bias meminimalka
resiko.
4. Rumatan Anestesi
Rumatan anestesi untuk anestesi umum menggunakan inhalasi dan obat intravena dan
5. Resiko
c. Kerusakan gigi
e. Sakit kepala
f. Nyeri punggung
b. Hipotensi
d. Perdarahan
f. Reaksi alergi
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Agama :Islam
Pendidikan :SMA
Pekerjaan :IRT
Golongan darah :B
Alamat : Idi
No. CM :611990
Diagnosa medis :Apendicitis
Jaminan : BPJS
Agama :Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :Idi
b. Data Objektif
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Nyeri di perut bagian kanan bawah sejak 2 hari yang lalu , terasa nyeri saat
di tekan
b. Saat Pengkajian
Nyeri dirasakan terus menerus.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dirasakan sejak 2 hari yang lalu , nyeri hilang timbul sejak sebulan yll .
Nyericoba dihilangkan dengan makan analgetik panadol tapi cuma hilang
sebentar.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah menderita (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler,
perdarahan tidak normal, asma, anemia, pingsan, mengorok)
Semua disangkal.
5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Tidak pernah.
- Riwayat operasi sebelumnya :tidak pernah
- Riwayat anestesi sebelumnya :tidak pernah
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah : tidak pernah .
Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? Tidak pernah .
2) Air / Minum
Sebelum Sakit
(1) Frekuensi :5-6 x sehari
(2) Jenis :air putih
(3) Cara :biasa
(4) Minum Terakhir : pagi jam 7
(5) Keluhan :tidak ada
(6) Lainnya :-
Saat Ini
(7) Frekuensi :5-6 x sehari
(8) Jenis :air putih
(9) Cara :biasa
(10) Minum Terakhir :pagi jam 7
(11) Keluhan :tidak ada
(12) Lainnya :-
3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
- Frekuensi :3 x sehari
- Jenis :nasi ,lauk pauk , sayur .
- Porsi :1 piring biasa sekali makan
- Diet khusus :tidak ada
- Makanan yang disukai :ayam
- Napsu makan : biasa
- Puasa terakhir : bulan kemarin
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya :-
Saat ini
- Frekuensi :2 x sehari
- Jenis :nasi ,lauk pauk, buah , sayur.
- Porsi :sepiring biasa
- Diet khusus :tinggi kalori tinggi protein
- Makanan yang disukai : tempe .
- Napsu makan : menurun
- Puasa terakhir : sudah lama
- Keluhan : nafsu makan menurun
- Lainnya :-
4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi :1 x sehari
- Konsistensi :lunak
- Warna :kuning
- Bau :biasa
- Cara (spontan/dg alat) :spontan
- Keluhan :tidak ada
- Lainnya :-
Saat ini
- Frekuensi :1 x sehari
- Konsistensi :lunak
- Warna :kuning
- Bau :biasa
- Cara (spontan/dg alat) :spontan
- Keluhan :benjolan di lipat paha
bertambah nyeri jika mengedan
- Lainnya :-
b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi :5-6 kali sehari
- Konsistensi :cair
- Warna :kuning muda
- Bau :biasa
- Cara (spontan/dg alat) :spontan
- Keluhan :tidak ada
- Lainnya :-
Saat ini
- Frekuensi :5-6 x sehari
- Konsistensi :cair
- Warna :kuning muda
- Bau :biasa
- Cara (spontan/dg alat) :spontan
- Keluhan :tidak ada
- Lainnya :-
Toileting +
Berpakaian +
Berpindah +
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
Sebelum sakit
- Berapa jam anda tidur: malam 6-8 jam , siang 0,5 - 1 jam
Saat ini
6) Interaksi Sosial
baik
7) Pemeliharaan Kesehatan
- Imunisasi :tidak
1) Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis
2) Pemeriksaan Kepala
Inspeksi :
Palpasi :
3) Pemeriksaan Wajah :
Inspeksi :
kelumpuhan otot-otot fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-), rambut wajah (-)
4) Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
- Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( - )
( - ), benjolan ( - )
- Bulu mata ( tidak rontok)
- Nigtasmus ( - ), Strabismus ( - )
Palpasi
5) Pemeriksaan Telinga
- perdarahan ( - ), perforasi ( - ).
6) Pemeriksaan Hidung
(a) Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi ( tidak ada
pembengkakan)
pembesaran/polip ( - )
- Amati bibir : Kelainan konginetal (tidak ada ), warna bibir merah tua, lesi (
- ), bibir pecah (- ).
- Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut (+) uvula ( simetris ), Benda
asing : ( tidak )
- Tonsil : T 0
- Mallampati : I
8) Pemeriksaan Leher
warna ( - ), massa ( - )
Inspeksi
Palpasi
Inspeksi
suprasternal ( - ), Sternokleidomastoid ( - )
(e)Batuk (- )
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
(sama ).
perkusi
Auskultasi
fricion rub ( - )
b) Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
- Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( + ),
Auskultasi
Palpasi
- Palpasi Hepar :
- Palpasi Appendik :
kontralateral ( - ).
Acites( tidak ) Shiffing Dullnes ( - ) Undulasi ( - )
Inspeksi:
Palpasi:
a) Genetalia Pria
Inspeksi :
skrotum kanan
Palpasi
Tumor testiscular (- ).
Inspeksi
Palpasi
a) Ekstremitas Atas
Inspeksi
Fraktur (-), IV line: terpasang di manus dex ukuran abocatch. 18G tetesan
15 tts/menit
ROM: baik
Palpasi
Perfusi:
CRT 3 detik
Edema : (-)
Inspeksi
Fraktur (-)
Palpasi
Perfusi:…….
CRT 3 detik
Edema : (- )
- Edema :
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
riwayat kejang ( -), penurunan tingkat kesadaran (-), riwayat pingsan ( -), tanda-
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul ( + ), benda tajam ( +), Menguji sensasi
- Reflek fisiologis
a) Reflek patella ( + )
b) Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis
- Tidak dilakukan
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan Radiologi :Ronsen thorax A/p , ronsen lumbal A/P lateral, CT-
Scan lumbal
Hasil Pemeriksaan radiologi. Ro tx normal.
5. Pertimbangan Anestesi
e. Persiapan Alat:
2) STATICS : standar
f. Obat2an Anestesi :
1) Pre-medikasi Midazolam
2) Obat antiemetik ondansetron
3) Obat Analgetik Ketoprofen supp
4) Induksi/ anestetik Bupivakain hiperbarik
lokal
5) Pelumpuh otot -
6) Obat maintenance -
7) Antidotum ephedrine
8) Obat life saving Epinephrine , SA.
Penjelasan obat obat anestesi :
Dilakukan anestesi spinal single shot dengan bupivacain hiperbarik di level
L2-3 2,5 ml lalu pasien di posisikan supine untuk pembedahan . saat operasi
mulai berjalan diberikan sedasi midazolam 2,5 mg/iv .
g. Cairan
1) Kristaloid:
Jenis:asering
Jumlah:500 ml
2) Koloid:
Jenis: -
Jumlah: -
3) Produk Darah:
Jenis:-
Jumlah:-
2. Analisa Data
I. PRE ANESTESI
operasi
DO:
pasien terlihat
tegang .
160/90.
lainnya
I. Problem ( Masalah )
a. PRE ANESTESI
3. Prioritas rendah ( situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu
b. INTRA ANESTESI
3. Prioritas rendah ( situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu
Alasan prioritas:sesuai prioritas kegawatan dimulai dri blood (curah jantung), baru
cidera (bone)
c. PASCA ANESTESI
3. Prioritas rendah ( situasi yang tidak berhubungan langsung prognosis dari suatu
Perdarahan
selama
durante
operasi
termanajemen
dengan baik
2 Resiko infeksi Selama pre Selalu cuci tangan sebelum & sesudah Saiful
intra dan melakukan tindakan.
pasca anestesi
Pergunakan teknik aseptik dalam
tidak terjadi
melakukan prosedur anestesi .
infeksi yg
berhubungan Amankan semua akses invasip ditubuh
Dokumentasi
Implementassi
Memberikan
midazolam 1,5
mg/iv sebelum
pelaksanaan spinal
memonitor tanda2
gangguan curah
jantung .
memberikan terapi
cairan pengganti
puasa dan
Perdarahan 100ml ,
maintenance 900ml
11.00 RL/utk jam pertama
TD 110/60 p0ls
Memberikan cairan
70x/menit sao2 99%. .
hemaccel 500 ml
dilanjutkan
11.30
maintenance jam ke
2 RL 711ml
Mendokumentasikan
semua kejadian di
catatan anestesi
mengamankan
semua akses invasip
ditubuh pasien
pastikan bebas
resiko infeksi .
Mendokumentaskan
di catatan anestesi
III.Evaluasi
3.2 februari 13.00 Resiko infeksi S: pasien & keluarga mengatakan telah Saiful
2022 memiliki pemahaman tentang cara
menjaga dan merawat luka operasi.
O: luka operasi tertutup kasa steril
denagn baik , selang drain terfiksasi
dengan aman .
A: tujuan tercapai .
P : hentikan intervensi.
Daftar pustaka
Ikatan Penata Anestesi Indonesia. (2020). ASUHAN KEPENATAA N PRA, INTRA, DAN PASCA