Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPENATAN ANESTESI PADA PASIEN TN.

A 32 TAHUN
DENGAN APPENDISITIS AKUT YANG AKAN DILAKUKAN
TINDAKAN OPERASI APENDECTOMY DENGAN
TEKNIK ANESTESI SPINAL DI RUANG OK IBS
RSU NEGARA PADA TANGGAL
21 SEPTEMBER 2021

DISUSUN OLEH :

AMILDA MILAYATNI RIZKI MUHAMMAD YUNUS


ANYTHA AGGELS MUATAN MUSLIHADI
I NYOMAN SUWENTEN RASDIN
IKHLAS RUSLIANA
MUHAMAD IDRUS DENI SANJAYA PUTRA

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI ALIH JENJANG


DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI INSTITUT
TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2021/2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep teori penyakit


1. Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi
tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi
lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa
appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris
trichiura, dan Enterobius vermikularis(Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur
yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul
dan multiplikasi (Chang, 2010)
Appendictomy merupakan suatu pengangkatan appendiks terinflamasi,
dengan mengggunakan pendekatan endoscopy. (Marilynn, E Doengoes,2000)
2. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks(Nuzulul, 2009)
3. Tanda dan gejala
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2. Mual, muntah
3. Anoreksia, malaise
4. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
5. Spasme otot
6. Konstipasi (Brunner & Suddart, 1997)
4. Pemeriksaan diagnostik/ pemeriksaan penunjang terkait
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan
pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah
satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

5. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan terapi
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Penatalaksanaan operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

B. Pertimbangan anestesi
1. Definisi anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa
sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan
kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).

2. Jenis anestesi
a. General anestesi
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi
yang ideal terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot.
Anestesi umum ini digunakan apabila terjadi perforasi pada apendik yang
memerlukan tindakan cito dengan laparatomy.
b. Regional anestesi
Anestesi regional dapat mengahambat impuls nyeri suatu bagian
tubuh sementara terhadap impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri
dari satu bagian tubuh dibloki runtuk sementara (reversible),fungsi motoric
dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar.
Anestesi regional terdiri dari blok sentral (blokneuroaksial) dan blok
perifer (bloksaraf).
3. Teknik anestesi
Spinal Anestesi
1. Pre Block Preparations :
Karena induksi spinal anestesia seringkali menimbulkan perubahan
hemodinamik yang cukup bermakna, pasien harus dimonitor kontinyu, obat-
obat resusitasi dan peralatan harus dapat disediakan dengan segera.Sedasi
(analgetik dan anxiolitik) seringkali diberikan sebelum melakukan anestesi
spinal untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan anxietas.Obat-obat ini dapat
menyebabkan gangguan yang signifikan pada kardiorespirasi dan dapat
menutupi nyeri / parastesia akibat injeksi intraneural. Penting untuk
mengingat bahwa tidak semua spinal anestesia sukses dan spinal anestesia
itu sendiri bisa mengakibatkan gangguan respirasi.Sehingga, setiap anestesia
spinal potensial memerlukan perubahan yang cepat ke general
anestesia.Obat-obat dan peralatan untuk airway management yang tepat
harus bisa disediakan dengan cepat.
2. Patient Positioning
Lateral dekubitus, duduk dan prone posisi, semuanya dapat digunakan
untuk melakukan anestesia spinal. Tiap posisi memiliki kelebihan dan
kekurangan. Lateral dekubitus adalah posisi yang paling sering dipakai.
Pasien biasanya merasa nyaman dengan posisi ini dan lebih sedikit
menelungkup dalam bergerak, dibandingkan posisi duduk.Sinkop lebih
jarang terjadi daripada posisi duduk.Pasien diposisikan pada pinggir meja
operasi (gb. 10-6) dengan pinggul dan bahu diposisikan vertikal. Posisi
duduk, rutin dipilih oleh beberapa praktisi dan seringkali dipilih saat
dilakukan pada pasien obese.Pada populasi obese, palpasi dimidline
processus spinosus seringkali sulit / tidak memungkinkan.Pada kasus ini,
posisi midline dapat diperkirakan dengan menghubungkan garis imaginer
antara vertebra cervical yang paling menonjol (C7) dan cekungan
intergluteal dan hal ini lebih mudah dilakukan saat pasien duduk.
Posisi telungkup kadangkala dipilih untuk melakukan spinal anestesia
pada pasien yang akan dilakukan anal surgery dengan posis jack-knife (gb.
10-9). Pasien diposisikan sesuai pembedahan lalu dilakukan lumbal
punksi.Anestesi lokal hipobarik dipergunakan untuk membatasi efek
anestesi pada dermatom sakral dan lumbal bawah.
3. Puncture Site
Punksi dura biasanya dilakukan dibawah L2 untuk menghindari spinal
cord yang berakhir pada L1-L2. Meskipun terdapat variasi dari masing-
masing individu, sebuah garis yang melalui Krista iliaca biasanya akan
melalui ruang diantara L4-L5 (gb. 10-7). Teknik aseptik yang baik adalah
penting.Hal ini termasuk melapisi regio lumbal dengan iodine dan atau
larutan alkohol dan memakai penutup steril.
4. Midline Atau Paramedian Approach
Dua pendekatan ke ruang subarachnoid seringkali dipakai yaitu midline
dan paramedian (gb. 10-10).Keduanya simpel dan efektif.Praktisi harus
familiar dengan kedua pendekatan ini, sehingga mereka memiliki teknik
alternatif pada saat pendekatan pertama gagal dilakukan.

4. Rumatan anestesi
Hampir semua anestesia spinal melibatkan injeksi anestetik lokal, baik tanpa
maupun dengan kombinasi obat-obat adjuvant. Farmakologi dari obat ini
telah dibahas pada bab awal. Bagian ini memfokuskan pada pemakaian
spesifik dari obat-obat ini di ruangan subarachnoid (tabel 10-1).
a. Anestesi Lokal Lidokain & bupivakaine semuanya umum dipakai untuk
spinal anestesia.
1). Lidokain (durasi sedang spinal anestesia) dengan dosis 20 – 100 mg
seringkali dipilih untuk kasus-kasus yang diperkirakan memakan waktu
sekitar 90 – 200 menit. Lidokain sangat mudah larut dalam air dan sangat
stabil. Tidak iritatif terhadap jaringan walaupun diberikan dalam
konsentrasi larutan 88%. Toksisitasnya 1.5 kali prokain. Diperlukan
waktu 2 jam untuk hilang sama sekali dari tempat suntikan. Penambahan
epinephrine 0,2 mg memanjangkan anestesia 15 – 40 menit, tergantung
dosis anestesi lokal yang dipakai, tetapi berhubungan dengan blok motoris
yang memanjang secara signifikan dan miksi yang terlambat. Fentanyl 15
– 25 gr adalah aditif lain yang berguna. Menimbulkan reduksi
substansial pada dosis lidokain (untuk menimbulkan recovery lebih cepat
dan insiden transient neurologic simpton yang lebih rendah) dan efektif
memblok nyeri torniquet pada ekstremitas bawah.
2). Bupivakain (durasi panjang spinal anestesia) dengan dosis 5 – 15 mg
adalah sesuai untuk pembedahan selama 180 – 600 menit. Ikatan dengan
HCl mudah larut dalam air, sangat stabil. Potensinya 3-4 kali dari lidokain
dan lama kerjanya 2-5 kali dari lidokain. Sifat hambatan sensorisnya lebih
dominan dibandingkan dengan hambatan motorisnya. Jumlah obat yang
terikat pada saraf lebih banyak dibandingkan dengan yang bebas dalam
tubuh. Dikeluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal. Spinal anestesia
umumnya dilakukan dengan 0,75% bupivacaine dalam 8,25 % dekstrosa.
Larutan bupivakain 0,5 % tanpa dekstrosa adalah isobarik atau sedikit
hipobarik dan umumnya dipakai untuk pembedahan ekstremitas bawah.
Epinephrine memanjangkan blok sensoris dan motoris kira-kira 30 – 45
menit saat ditambahkan pada bupivakain dosis kecil (7,5 mg). Fentanyl
juga dipakai sebagai adjuvant untuk mengurangi dosis bupivakain
(sehingga hipotensi lebih sedikit) dan meningkatkan analgesia.
b. Aditif Pada Spinal Anestesia
1). Vasokontriktor
Vasokontriktor seringkali ditambahkan pada lokal anestetik intrathecal
untuk menghambat uptake vaskuler sehingga memanjangkan blok.
Epinephrine dan lebih jarang phenylephrine adalah agen yang dipakai
untuk tujuan ini. Selain vasokontriksi, epinephrine juga menimbulkan
analgesia lewat stimulasi, 2 receptor. Klonidine,2 agonis memperpanjang
blok motoris dan sensoris pada tetracaine, lebih besar daripada
epinephrine. Selain memanjangkan blok sensoris, penambahan
epinephrine pada spinal anestetik lokal juga memanjangkan blok motoris
dan memperlambat miksi. Dua faktor ini menghambat pulih dari anestesi
spinal. Untuk outpatient surgery, kebanyakan center menghindari
epinephrine intrathecal. Sesungguhnya, pemakaian opoid lipofilik
intratekal akan meningkatkan dan memanjangkan anestesia tanpa
menghambat pemulihan.
2). Opioids Analgesik
Opioid dapat ditambahkan pada spinal anestesia. Opioid nampaknya
menimbulkan supra-aditif (sinergistik) anestesia saat ditambahkan pada
intratekal lokal anestetik. Efek sinergis ini tampak menonjol terutama
pada nyeri visceral. Opioid spinal memblok pathway nyeri dengan
tambahan minimal pada blok serat motoris dan simpatis. Dua klas opioid
dipakai pada spinal anestesia dan analgesia. Opioid hidrofilik biasanya
ditambahkan untuk prolong postop analgesia. Morphine sulfat 0,1 – 0,3
mg adalah yang umum dipilih. Agen ini memiliki efek analgesik dalam 45
menit pada pemberian lumbal dan mengurangi kebutuhan tambahan
analgesia postop selama 12 – 24 jam. Morphin spinal memiliki beberapa
efek lain yang tidak diinginkan. Nausea dan vomiting tampaknya lebih
banyak daripada opioid sistemik. Pruritus yang umum (60 – 80 %) dan
yang parah (20 %). Miksi secara substansial dihambat, mungkin karena
hambatan pada mekanisme detrusor. Karena adanya sedikit resiko dari
depres nafas yang delayed dan gangguan fungsi kencing, obat ini tidak
sesuai untuk bedah pada outpatient. Opioid Lipofilik (fentanyl dan
sulfentanyl) populer pada spinal anestesia. Fentanyl 10-25 g atau
sulfentanyl 2,5 – 10 gr dapat ditambahkan pada anestesia spinal untuk
mencapai beberapa tujuan. Agen ini memiliki onset cepat terhadap sinergis
anestetik dan meningkatkan anestesia intraoperatif.

5. Resiko
Menurut Latief (2002), beberapa risiko yang mungkin terjadi pada
pasien apendiktomi dengan anestesi spinal adalah :
1) Reaksi alergi
2) Sakit kepala yang parah (PDPH)
3) Hipotensi berat akibat blok simpatis, terjadi ‘venous pooling’.
4) Bradikardi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat
kendali napas
5) Trauma pembuluh darah
6) Mual muntah
7) Blok spinal tinggi atau spinal total.
C. Web of Caution(WOC)

Appendicitis

ee mukosa
Erosi fecalith Striktur Tumor
apendiks

Obstruksi

Mukosa terbendung Tekanan intraluminal Aliran darah terganggu Ulserasi dan invasi
bakteri apendik

Masalah pre op:


Tanda dan Gejala :

1. Nyeri di kuadran perut 1. Nyeri akut


kanan bagian bawah 2. Resiko
2. Demam ringan kekurangan
3. Mual muntah
volume cairan
4. Anoreksia, malaise
3. Hiprtermi
4. Ansietas

Tindakan pembedahan
(appendictomy)

Masalah Intra Anestesi :

Anestesi regional (spinal) 1. Risiko perdarahan


2. Penurunan curah
jantung

Risiko anestesi :
Masalah Post Anestesi :
1. Hipotensi
2. Bradikardi 1. Risiko Infeksi
3. Sakit kepala 2. Hambatan
4. Blok spinal tinggi mobilitas fisik
D. Tinjauan teori askan pre intra pasca anestesi dan pembedahan umum
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebebutuhan
serta masalahnya. Pengkajian meliputi :
1) Pengumpulan Data
a. Data subyektif
- Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut bawah
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan
- Pasien mengatakan sering makan pedas
- Pasien mengeluh diare
- Pasien mengeluh mual dan muntah
- Pasien mengatakan khawatir tentang penyakitnya
- Pasien mengeluh demam
b. Data obyektif
- Skala nyeri sedang sampai berat
- Wajah pasien tampak grimace
- Mukosa bibir kering dan pucat
- Akral teraba dingin
- Suhu 38,5°C
2. Masalah Kesehatan Anestesi
Pre :
1. nyeri akut
2. Risiko kekurangan volume cairan
3. Hipertermi
4. ansietas

Intra :
5. risiko perdarahan
6. penurunan curah jantung
Post :
7.Resiko infeksi

8. Hambatan mobilitas fisik


3. Perencanaan intervensi
Pre :
1) Nyeri akut
a. Tujuannya adalah nyeri hilang atau terkontrol, klien tampak rileks.
b. Kriteria hasil : nyeri hilang atau terkontrol, klien tampak rileks,
klien mampu tidur atau istirahat.
c. Rencana tinadakan:
- Observasi tanda-tanda vital
- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
- Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas
dalam
- Delegasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
2) Resiko kekurangan volume cairan
a. Tujuannya adalah mempertahankan keseimbangan cairan.

b. Kriteria hasil : keseimbangan cairan terpenuhi, tanda-tanda vital dalam


batas normal, turgor kulit baik, intake dan output adekuat.
c. Rencana tindakan :
- observasi tanda-tanda vital dan awasi masukan dan keluaran cairan,
lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler,
- berikan sejumlah kecil minuman bila pemasukan per oral dimulai
dan dilanjutkan diet sesuai toleransi.
- Delegasi dalam terapi cairan
3) Hipertermi
a. Tujuan : suhu tubuh pasien menurun
b. Kriteria hasil : pasien tidak mengeluh demam dan suhu tubuh
pasien dalam batas normal
c. Recana tindakan:
- Monitoring suhu tubuh pasien
- Beri kompres hangat
- Pertahankan intake cairan
- Delegasi pemberian antipiretik
4) Ansietas
a. Tujuan: kecemasan pasien berkurang
b. kriteria hasil: Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat teratasi,
pasien tampak rileks
c. rencana tindakan:
- kaji tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
- Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
- Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
- Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
- Delegasi pemberian sedatif (midazolam)

Intra :

5) Risiko perdarahan
a. Tujuan : tidak terjadi perdarahan pada saat pembedahan
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda perdarahan, tekanan darah
dalam batas normal, tidak ada kehilngan darah yang terlihat
c. Rencana tindakan :
- Monitor ketat tanda tanda perdarahan
- Monitor TTV
- Monitor status cairan (intake dan output)
- Delegasi pemberian transfusi darah
6) Penurunan curah jantung
a. Tujuan : penurunan curah jantung teratasi
b. Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, CM=CK,tidak terjadi
cyanosis
c. Rencana tindakan :
- Observasi TTV
- Observasi kesadaran
- Monitoring cairan masuk dan cairan keluar
- Monitoring efek obat anestesi
- Delegasi dalam tindakan perioperatif maintenance cairan intravena
dan vasopresor.
Post :

7) Resiko infeksi
a. Tujuannya adalah meningkatkan penyembuhan luka dengan benar,
bebas tanda infeksi.
b. Kriteri hasil tanda-tanda infeksi tidak terjadi (kalor, dolor, rubor,
tumor, fungsiolesa), suhu tubuh normal (36-37 derajat Celcius).
c. Rencana tindakan :
- observasi tanda-tanda vital
- lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptic
- KIE pasien untuk menjaga lukanya agar tetap
- Delegasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.

6)Hambatan mobilitas fisik

b. Tujuannya adalah diharapkan hambatan mobilitas fisik teratasi


c. Kriteria hasil : Pasien dapat menggerakkan kaki berangsur-angsur
dan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
d. Rencana tindakan
- Pantau kemampuan pasien dalam ADL
- Lakukan mobilisasi progresif
- Ajarkan latihan kaki
- Kaji Aldrete Score

4. Evaluasi
Pre :
1) Nyeri akut
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : skala nyeri ringan, TTV dalam batas normal
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

2) Risiko kekurangan volume cairan

S : pasien mengatakan tidak diare lagi


O : mukosa bibir pasien tampak lembab dan tidak pucat

A: Masalah teratasi

P : pertahankan intervensi

3) Hipertermi
S : pasien mengatakan tidak demam lagi
O : suhu 36,5°C
A; masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
4) Ansietas
S : pasien mengatakan tidak cemas lagi
O : pasien tampak tidak gelisah lagi
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi

Intra :

5) Risiko perdarahan
S:-
O : tidak ada tanda tanda perdarahan
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi

6) Penurunan curah jantung


S: -
O : TTV dalam batas normal, tidak ada sianosis
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi

Post :

7) Risiko infeksi
S : pasien mengatakan badannya tidak panas
O: Tidak terjadi tanda tanda infeksi
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
8) Hambatan mobilitas fisik
S : pasien mengatakan kakinya sudah bisa digerakkan
O : bromage score 1
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN TN.A 38TAHUN DI
LAKUKAN OPERASI APENDEKTOMY DENGAN TINDAKAN ANESTESI
SPINAL DI RUANG IBS OK RSU NEGARA PADA TANGGAL 21
SEPTEMBER 2021.

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. A

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Suku Bangsa : Indonesia

Status perkawinan` : Kawin

Golongan darah :B

BB : 60 kg

TB : 160 cm

Alamat : jl. Kaliakah no. 3

No. CM : 217654

Ruang : Delima

Diagnosa medis : Apendisitis akut


Tindakan Operasi : Apendektomi

Tanggal MRS : 20 September 2021

Tanggal pengkajian : 21 September 2021 Jam Pengkajian: 8.25


WITA.

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. I

Umur : 29

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Suku Bangsa : Indonesia

Hubungan dg Klien : Istri

Alamat : jl. Kaliakah no. 3

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bagian bawah

b. Saat Pengkajian
Pasien mengatakan takut dilakukan operasi

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut kanan bawah sejak 4 hari yang
lalu Rasa nyeri berawal pada bagian umbilicus kemudian menjalar sampai
ke perut bagian bawah. pasien megatakan mengalami demam sejak 2 hari
yang lalu . pasien mengatakan bahwa nyeri akan semakin terasa jika pasien
bergerak . pasien terlihat tegang dan mengatakan belum pernah dioperasi
sebelumnya.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki Riwayat penyakit terdahulu

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien tidak memiliki Riwayat penyakit keluarga

5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? tidak
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a) Obat yang pernah dikonsumsi: tidak ada
b) Obat yang sedang dikonsumsi: tidak ada
7) Riwayat Alergi : tidak ada, jika ya, sebutkan :
8) Kebiasaan :
a) Merokok : tidak
b) Alkohol : tidak
c) Kopi/teh/soda : pasien mengonsumsi teh. Jumlah : 1 gelas sehari

c. Pola Kebutuhan Dasar


1) Udara atau oksigenasi
Sebelum Sakit
) Gangguan pernafasan : tidak ada
a) Alat bantu pernafasan : tidak ada
b) Sirkulasi udara : baik
c) Keluhan : tidak ada
Saat Ini
d) Gangguan pernafasan : tidak ada
e) Alat bantu pernafasan : tidak ada
f) Sirkulasi udara : baik
g) Keluhan : tidak ada

2) Air / Minum
Sebelum Sakit
(1) Frekuensi : 7- 8 gelas sehari
(2) Jenis : air mineral
(3) Cara : mandiri
(4) Minum Terakhir : teh
(5) Keluhan : tidak ada
Saat Ini
(6) Frekuensi : 4-5 gelas sehari
(7) Jenis : air mineral
(8) Cara : mandiri ( oral )
(9) Minum Terakhir : puasa jam 22.00 wita
(10) Keluhan : tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit

- Frekuensi : 2-3 x/ hari


- Jenis : Padat
- Porsi : 1 piring penuh
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : nasi goreng pedas
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : tidak ada
- Keluhan : tidak ada

Saat ini

- Frekuensi : 1-2 x/ hari


- Jenis : cair
- Porsi : ½ porsi
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : tidak ada
- Napsu makan : berkurang
- Keluhan : penurunan nafsu
- Makan terakhir : puasa dari jam 22.00 wita

4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit

- Frekuensi : 1 x / hari
- Konsistensi : padat
- Warna : normal feses
- Bau : bau khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada

Saat ini

- Frekuensi : 1x/ hari


- Konsistensi : encer
- Warna : coklat
- Bau : khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
b) BAK
Sebelum sakit

- Frekuensi : 5-6 x/hari


- Konsistensi : cair
- Warna : bening kekuningan
- Bau : khas urin ( amoniak )
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
Saat ini

- Frekuensi : 2-3 x/ hari


- Konsistensi : cair
- Warna : kuning pekat
- Bau : amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
5) Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri

Makan dan minum 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Berpindah 

0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total.
b) Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit

- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak


- Berapa jam anda tidur: malam 7 jam siang 2 jam
Saat ini

- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Iya


- Berapa jam anda tidur: malam 5 jam siang 1 jam
6) Psikososial
- Rasa aman dan nyaman : kurang nyaman
- Interaksi Sosial : berkurang
7) Pemeliharaan kesehatan
- Konsumsi vitamin : vitamin c
- Imunisasi : lengkap
- Olahraga : futsal
- Upaya keharmonisan keluarga : baik
- Stres dan adaptasi : baik

8) Peningkatan kesehatan dan peningkatan fungsi manusia


- Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman:
baik
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : sebelum sakit tidak pernah.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis / apatis / delirium/ somnolen / sopor/ koma

GCS : Mata 4, Verbal 5, Motorik 6

Penampilan : tampak sakit ringan/sedang/berat

Tanda-tanda Vital : Nadi = 90 x/menit, Suhu =380 C, TD =130/ 90 mmHg,

RR =20 x/menit, Skala Nyeri: 6

BB: 60 Kg, TB:160 Cm, BMI: 23,4 ( berat badan normal )

Pengkajian PQRST

P = agen cidera fisik menyebabkan infeksi

Q = nyeri kolik abdomen

R = nyeri terasa disekitar daerah umbilicus dan titik mcBurney

S = skala nyeri 6

T = nyeri hilang timbul, muncul saat bergerak ( batuk dan berjalan

2) Pemeriksaan Kepala
 Inspeksi :
Bentuk kepala (dolicephalus / lonjong, brakhiocephalus / bulat),
kesimetrisan (+ ), hidrochepalus ( - ), Luka ( - ), darah (-), trepanasi( - ).

 Palpasi :
Nyeri tekan (- ),
3) Pemeriksaan Wajah :
 Inspeksi :
Ekspresi wajah (tegang/meringis / rileks), dagu kecil (-), Edema (-),
kelumpuhan otot-otot fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-), rambut wajah
(-)
4) Pemeriksaan Mata
 Inspeksi :
Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( +)

Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( - )

Kelopak mata / palpebra : oedem ( - ), ptosis ( - ), peradangan ( - ) luka


( - ), benjolan ( - )

Bulu mata (tidak rontok)

Konjunctiva dan sclera : perubahan warna tidak ada

Reaksi pupil terhadap cahaya : (miosis ) isokor ( + )

Kornea : warna hitam

Nistagmus( - ), Strabismus (- )

Ketajaman Penglihatan ( Baik )

Penggunaan kontak lensa: tidak

Penggunaan kaca mata: tidak

 Palpasi
Pemeriksaan tekanan bola mata : tidak diukur
5) Pemeriksaan Telinga
 Inspeksi dan palpasi
- Amati bagian telinga luar : bentuk simetris
Lesi (- ), nyeri tekan (- ),peradangan (- ), penumpukan serumen (-).
- perdarahan (- ), perforasi (- ).
- Tes kepekaan telinga : baik

6) Pemeriksaan Hidung
 Inspeksi dan palpasi
(a) Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkakan atau tidak ) tidak
(b) Amati meatus : perdarahan (- ), Kotoran (- ), Pembengkakan (- ),
pembesaran/polip (- )
(c) pernafasan cuping hidung (- ).

7) Pemeriksaan Mulut dan Faring


 Inspeksi dan Palpasi
- Amati bibir : Kelainan konginetal (tidak ada), warna bibir sedikit pucat,
lesi (- ), bibir pecah (- ).
- Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries (- ), Kotoran ( - ), Gingivitis (- ), gigi
palsu (- ), gigi goyang (- ), gigi maju (- ).
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm : (tidak )
- Lidah : Warna lidah : merah muda, Perdarahan (- ), Abses (- )
- Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : tidak ada, uvula ( simetris),
Benda asing : (tidak )
- Tonsil : T 0 / T 1 / T 2 / T 3 / T 4
- Mallampati : I, II, III, IV
- Perhatikan suara klien : ( Tidak berubah )
8) Pemeriksaan Leher
 Inspeksi dan amati dan rasakan :
- Bentuk leher (simetris), peradangan (- ), jaringan parut (-), perubahan
warna (-), massa (- )
- Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
- Vena jugularis : pembesaran (- )
- Pembesaran kelenjar limfe (- ), posisi trakea (simetris)
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : (baik ), ekstensi : (baik),
fleksi : (baik ), menggunakan collar : (tidak)
- Leher pendek: tidak
 Palpasi
- Kelenjar tiroid: pembesaran
- Vena jugularis : tekanan : (tidak)
- Jarak thyro mentalis < 6 cm : ( tidak)
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( baik), ekstensi : (baik ),
fleksi : (baik), menggunakan collar : (tidak )
9) Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
 Inspeksi
(1) Bentuk (simetris), pembengkakan (- ).
(2) Kulit payudara : warna kulit lesi (- )
(3) Areola : perubahan warna (- )
(4) Putting : cairan yang keluar (- ), ulkus (- ), pembengkakan (- )
 Palpasi
(5) Nyri tekan (- ), dan kekenyalan (kenyal), benjolan massa (-), mobile (-)
(6) Lainnya:………………

10) Pemeriksaan Torak


a) Pemeriksaan Thorak dan Paru
 Inspeksi
(a) Bentuk torak (Normal chest / Pigeon chest / Funnel chest / Barrel
chest/ Simetris/ Asimetris), keadaan kulit Baik
(b) Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( - ), retraksi
suprasternal ( - ), Sternomastoid ( - )
(c) Pola nafas : (Eupnea / Takipneu / Bradipnea / Apnea / Chene Stokes /
Biot’s / Kusmaul)
(d) Batuk (- )
 Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
(sama / tidak sama).
 Perkusi
Area paru : ( sonor / hipersonor / dullnes )
 Auskultasi
(a) Suara nafas
 Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar ) ,
 Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar )
 Area Bronkovesikuler : ( bersih / halus / kasar )
(b) Suara Ucapan
 Terdengar : Bronkophoni (/-), Egophoni (-), Pectoriloqy (-)
(c) Suara tambahan
 Terdengar : Rales ( - ), Ronchi ( - ), Wheezing ( - ),
Pleural fricion rub ( - )
b) Pemeriksaan Jantung
 Inspeksi
Ictus cordis ( - ), pelebaran tidak
Lainnya: tidak
 Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah / Kuat / Tidak teraba )
Lainnya: tidak
 Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :

Batas atas : ICS II ( N = ICS II )

Batas bawah : ICS V. ( N = ICS V)

Batas Kiri : ICS V ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)

Batas Kanan : ICS IV ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)

 Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), ( reguler /
irreguler )

BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), ( reguler /


irreguler )

Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm (-), Murmur


(-)

11) Pemeriksaan Abdomen


 Inspeksi
- Bentuk abdomen : (cembung)
- Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( + ),
- Bayangan pembuluh darah vena (-)
 Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 4 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit, Borborygmi
(-)

 Perkusi : Tympani ( +), dullness (- )


 Palpasi
- Distensi ( +), Difans muskular ( -)
- Palpasi Hepar :
Nyeri tekan (- ), pembesaran (- ), perabaan (lunak), permukaan (), tepi
hepar = hepar tidak teraba.
- Palpasi Lien : Pembesaran lien : (- )
- Palpasi Appendik :
 Titik Mc. Burney . nyeri tekan ( +), nyeri lepas ( +), nyeri menjalar
kontralateral ( +).
 Acites atau tidak : Shiffing Dullnes (- ) Undulasi (- )
- Palpasi Ginjal :Nyeri tekan(- ), pembesaran (- ). (N = ginjal tidak teraba).
12) Pemeriksaan Tulang Belakang :
 Inspeksi:
- Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-)
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (leluasa) Palpasi:
Fibrosis (-), HNP (-)
13) Pemeriksaan Genetalia
a) Genetalia Pria
 Inspeksi :
Rambut pubis (bersih), lesi ( - ), benjolan (- )
Lubang uretra : penyumbatan (- ), Hipospadia (- ), Epispadia (- )
Terpasang kateter (-)
 Palpasi
Penis : nyeri tekan (- ), benjolan (- ), cairan
Scrotum dan testis : beniolan (- ), nyeri tekan (- ),
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :

Hidrochele ( - ), Scrotal Hernia (- ), Spermatochele (- ) Epididimal


Mass/Nodularyti ( - ) Epididimitis ( - ), Torsi pada saluran sperma
(-), Tumor testiscular (- )

 Inspeksi dan palpasi Hernia :


Inguinal hernia ( - ), femoral hernia ( - ), pembengkakan ( - )
Lainnya: tidak
b) Pada Wanita
 Inspeksi :
Kebersihan rambut pubis (bersih / kotor), lesi ( + / - ),eritema ( + / - ),
keputihan ( + / - ), peradangan ( + / - ).
Lubang uretra : stenosis /sumbatan ( + / - )
Terpasang kateter (+/-)
Lainnya…………………

14) Pemeriksaan Anus


 Inspeksi
Atresia ani (- ), tumor (- ), haemorroid (- ), perdarahan (- )

Perineum : jahitan (- ), benjolan (- )

 Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus ( +) pemeriksaan Rectal Toucher

15) Pemeriksaan Ekstremitas


a) Ekstremitas Atas
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)

Fraktur (-), lokasi fraktur tidak ada, jenis fraktur tidak ada
kebersihan luka tidak ada, terpasang gips (-), Traksi ( - ), atropi otot
( -)

IV line: terpasang di tangan kiri, ukuran abocatch 20G, tetesan:


20tts/mnt

ROM: aktif

 Palpasi
Perfusi: hangat, kering

CRT: < 2

Edema : tidak ada

Lakukan uji kekuatan otat : ( 1 – 5 )

Lainnya:

b) Ekstremitas Bawah :
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)

Fraktur (-), lokasi fraktur Tidak ada, jenis fraktur Tidak ada
kebersihan luka Tidak ada, terpasang gips (-), Traksi ( - ), atropi
otot ( -)

IV line: terpasang di...................., ukuran abocatch.............,


tetesan:..................

ROM: baik

Lainnya: tidak

 Palpasi
Perfusi: hangat, kering

CRT: < 3

Edema : (0 )

Lakukan uji kekuatan otot : ( 5 )

Lainnya:tidak

Kesimpulan palpasi ekstermitas :

- Edema : 0 0
0 0

- uji kekuatan otot : 555 555


555 555

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak


Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual –
muntah (-) riwayat kejang (-), penurunan tingkat kesadaran (-), riwayat
pingsan (-), tanda-tanda TIK tidak ada

2. Memeriksa nervus cranialis


Nervus I , Olfaktorius : dapat membedakan bau alkohol dan minyak telon

Nervus II, Opticus : dapat melihat dengan jelas

Nervus III, Ocumulatorius : dapat menggerakkan bola mata keatas

Nervus IV, Throclearis : dapat menggerakkan atau memutar bola mata

Nervus V, Thrigeminus :

(1) Cabang optalmicus : dapat merasakan rangsangan halus pada kornea

(2) Cabang maxilaris : dapat mengatupkan gigi dan menutup mulut

(3) Cabang Mandibularis : dapat mengunyah dan menutup mulut

Nervus VI, Abdusen : dapat menggerakkan mata ke sisi kiri dan kanan

Nervus VII, Facialis : dapat menggerakkan dan menjulurkan lidah

Nervus VIII, Auditorius : dapat mendengar dengan jelas

Nervus IX, Glosopharingeal : dapat membedakan rasa

Nervus X, Vagus : tidak kesulitan dalam menelan

Nervus XI, Accessorius : dapat mengangkat bahu dan melawan tahanan

Nervus XII, Hypoglosal : dapat menggerakkan lidah

3. Memeriksa fungsi sensorik


Kepekaan saraf perifer : benda tumpul ( + ) benda tajam ( + ) Menguji
sensasi panas / dingin normal ( + ) kapas halus ( + )

4. Memeriksa reflek kedalaman tendon


- Reflek fisiologis
a) Reflek bisep ( + )
b) Reflek trisep ( + )
c) Reflek brachiradialis ( +)
d) Reflek patella ( + )
e) Reflek achiles ( + )

- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.

a. Reflek babinski ( - )
b. Reflek chaddok ( - )
c. Reflek schaeffer ( - )
d. Reflek oppenheim ( - )
e. Reflek gordon ( - )
3. Data Penunjang Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
HB 11 11,0 -17,0 gr / dl
Leukosit 18,0 4.0 – 10,0 103ul
HCT 35 33 – 35 %
Trombosit 240 150-400 103/ul
Pemeriksaan rapid tes Non reaktif

Hasil: didapatkan leukosit meningkat lebih dari nilai normal

b. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil Pemeriksaan radiologi : tidak ada
c. USG : appendix tervisualisasikan
4. Therapi Saat ini :
a. Ketorolak 30 mg
b. Paracetamol 1 gram (iv)
c. Ceftriaxone 2 gram
d. IVFD RL 20tts/mnt

5. Kesimpulan status fisik (ASA): II

6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit:
b. Jenis Anestesi: Regional Anestesi
Indikasi: Pembedahan pada tubuh bagian bawah
c. Teknik Anestesi: SAB
Indikasi: Pembedahan pada tubuh bagian bawah
d. Persiapan Alat:
1) Aparatus Anestesi (set block : spinal needle no 27 G, spuit 5cc,
deppers, duk lubang steril, alcohol, betadin)
2) STATICS (Scope: Stetoscope, laryngoscope. Tubes : endotracheal
tube, Airway : guedel, nasotracheal airway, Tape : plester,
Introducer : stilet, conector, suction)
e. Obat2an Anestesi :
1) Pre-medikasi Ondansentron 4 mg

2) Obat antiemetik Ondansetron 4 mg( premedikasi)

3) Obat Analgetik Tidak

4) Induksi Bupivacain 0,5 % heavy Dosis 12,5 mg

5) Pelumpuh otot Tidak


6) Obat maintenance Midazolam 1,5 mg / iv

Petidine 25 mg / iv

7) Obat life saving : Efedrin 10 mg

Penjelasan obat-obatan anestesi yang digunakan:

1. Ondansetron 4 mg : pencegahan dan pengobatan mual,muntah


2. Efedrin 10 mg : merupakan simpatomimmetik non katekolamin, mencegah
terjadinya vasodiltasi pembuluh darah, menaikkan tekanan darah
3. Bupivacain 12,5mg : anestesi local golongan amida untuk memblok rangsangan
nyeri dari saraf menuju ke otak
4. Midazolam 1,5 mg : sebagai sedasi
5. Petidin 25 mg : mengobati shivering

f. Cairan
1) Kristaloid:
Jenis: NaCl 0,9% 100 ml, RL 500 ml

2) Koloid: -
Jenis:-
Jumlah:-
3) Produk Darah:-
Jenis:-
Jumlah:-
2. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
I. PRE ANESTESI
1 DS : Prosedur operasi yang akan Ansietas
- Klien mengatakan cemas dilakukan
- Klien mengatakan baru
pertama menjalani operasi Kurang pengetahuan tentang
- Klien menanyakan operasi
tentang prosedur anestesi
DO :
TTV
TD : 130/90mmHg
Nadi = 90 x/menit,:

2 DS : - Pembedahan

DO : Pembiusan Problem kolaboratif RK


1. Pasien akan dilakukan cedera anestesi
tindakan regional Obat anestesi
anestesi
2. Penggunaan needle
spinal no 27 G
3. Posisi pasien yang
akan dilakukan spinal
block setting position
II. INTRA ANESTESI

1 DS : - Risiko trauma fisik


DO : Pemindahan pasien ke meja pembedahan
1. pasien terpasang tali operasi
pengaman,
2. pasien terpasang Tindakan SAB
penyangga lengan
3. pasien terpasang bed side
monitor
4. pasien dilakukan tindakan
SAB
5. tidak ada aktifitas
fungsional motorik
2 DS : - Agen anestesi Problem kolaboratif RK
DO : ↓ disfungsi kardiovaskuler
- Diberikan anestesi Depresi miokard
regional SAB ↓
- TTV disfungsi jantung/vaskular
TD : 89/70 mmHg
MAP : 76,3 mmHg
Nadi = 59 x/menit,:
3 DS : mengantuk Sedasi/ regional anestesi Problem kolaboratif RK
DO : Mengantuk disfungsi respirasi

- Klien dalam pengaruh Pangkal lidah jatuh/ ketinggian


regional anestesi dan blok anestesi
sedasi Disfungsi respirasi
- Obat – obat
Bupivacain 0,5 %
Dosis 12,5 mg
Miloz : 1,5 mg
4 - Klien dalam pengaruh Obat anestesi regional memblok Problem kolaboratif RK
regional anestesi sensorik dan motorik disfungsi neuromuskuler

- Obat – obat
Bupivacain 0,5 %
Dosis 12,5 mg

5. DS : pasien mengeluh Regional anestesi menyebabkan Problem kolaboratif


kedinginan vasodilatasi perifer disfungsi termoregulasi

DO :
- Klien dalam pengaruh
regional anestesi dan
sedasi
Suhu kamar operasi
20oC

B. PASCA ANESTESI

6. DS : mengantuk Problem kolaboratif disfungi


respirasi

DO :
- Klien sedang
dimonitoring
Post regional anestesi
dan sedasi
7 DS : - Potensial kolaboratif
DO : disfungsi termoregulasi

- Klien sedang
dimonitoring
- Suhu ruang RR 24oC
- Post regional anestesi

II. Problem ( Masalah )


a. PRE ANESTESI
1. Ansietas
2. Problem kolaboratif cedera anestesi
b. INTRA ANESTESI
3. Resiko trauma fisik pembedahan
4. PK disfungsi kardiovaskuler
5. PK disfungsi respirasi
6. PK disfungsi termoregulasi
a. PASCA ANESTESI
7. PK disfungsi respirasi
8. PK disfungsi termoregulasi
II. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

1. Pra Anestesi
Nama : Tn A No. CM : 217654

Umur : 38 tahuan Dx : appendiksitis akut

Jenis kelamin : laki-laki Ruang : delima

No Problem Rencana Intervensi Tgl/ Implementasi Evaluasi Nama &


(Masalah) Paraf
Tujuan Intervensi Jam

1 Ansietas Setelah dilakukan 1. Observasi vital sign 21 Sep 1. Mengobservasi vital sign S : Pasien
2. Kaji tingkat kecemasan 2021 2. Mengkaji tingkat mengatakan
implementasi
3. Jelaskan jenis prosedur yang 09.00 kecemasan perasaan takutnya
diharapkan kecemasan akan dilakukan serta anestesi mulai berkurang
3. Menjelaskan jenis
pasien berkurang, yang dilakukan prosedur yang akan
O:
dengan kriteria hasil ; 4. Beri kesempatan pasien untuk dilakukan serta anestesi
mengungkapkan perasaan yang dilakukan TD : 120/80 mmhg
1. Tanda-tanda vital
dalam batas normal. kekhawatiran untuk mengurangi 4. Memberikan kesempatan N : 90x/menit
Pasien tidak gelisah kecemasan pasien untuk
dan tidak takut mengungkapkan perasaan RR : 20 x/menit
2. Pasien mengerti kekhawatiran untuk
tentang prosedur mengurangi kecemasan. Suhu : 36,6ºC
operasi dan anestesi.
A: masalah teratasi
3. Pasien siap dan
setuju untuk P: lanjutkan ke
dilakukan operasi tahap intra anestesi
2 Resiko Setelah dilakukan 1) Kaji adanya penyulit yang 21 Sep 1. Mengkaji adanya penyulit S: -
2021
cedera Implementasi dicurigai akan terjadi yang dicurigai akan terjadi O:
09.20
anestesi diharapkan pasien tidak - Penyakit kardiovaskular 2. Melakukan pengkajian 6B AMPLE
terjadi cidera selama - Penyakit pernapasan 3. Menanggalkan segala
- Alergi : Tidak
anestesi, dengan kriteri - Diabetes mellitus aksesoris pasien
ada
hasil; - Penyakit Hati 4. Melakukan pengkajian
- Medikasi :
1) Tidak terjadi - Penyakit ginjal ABCDE
tidak ada
aspirasi - Suhu tubuh 5. Melakukan pengkajian
- penggunaan
2) Tidak terjadi 2) Lakukan pengkajian 6B AMPLE
obat steroid
hipotensi akibat - Breathing 6. Menetapkan kriteria
dan
vasodilatasi - Blood mallampati dan pemeriksaan
kortikosteroid
pembuluh darah - Brain tiromentalis
- Past illness :
3) TTV dalam batas - Bowel 7. Menetapkan status fisik
tidak ada
normal: - Blader : terpasang DC pasien
penyakit
TD: 110/70 mmHg - Bone 8. melakukan tindakan
penyerta
Nadi: 60-100 delegatif pemberian obat
3) Tanggalkan segala aksesoris
x/menit - Last meal :
pasien premedikasi Ondansentron 4
22.00 wita
RR: 16-20 x/menit mg/IV
4) Lakukan pengkajian ABCDE - Exposure:
Suhu: 36,5oC-
- A (Alergi) tidak ada
37,5oC
- B (Bleeding tendencies)
SpO2: 95-100 % - Mallampati 1
- C (Cortison or steroid use)
4) Pasien tidak - Tyromentalis
- D (Diabetes melitus)
mengalami cedera >3 jari
- E (Emboli)
yang serius
5) Lakukan pengkajian AMPLE - Status fisik asa
- A (Alergi) II
- M (Medikasi) - TD: 120/80
- P (Past illness/penyakit mmHg
penyerta) - Nadi:90
- L (Last meal/Makan x/menit
terakhir) - RR: 20 x/menit
- E (event/lingkungan) - SpO2: 99 %
6) Lakukan persiapan pasien sebelum
A: Masalah teratasi
pembedahan
- Puasakan pasien (8jam) P: lanjutkan ke
- Pengosongan kandung tahap intra anestesi
kemih/pemasangan DC
- Status nutrisi pasien/timbang
BB/TB
- Keseimbangan cairan dan
elektrolit
- Informed consent (persetujuan
tindakan anestesi)
7) Tetapkan kriteria mallampati dan
pemeriksaan jarak tiromentalis
8) Tentukan status fisik pasien
9) Kolaboratif pemberian
premedikasi
ASSESMEN PRA INDUKSI / RE-ASSESMEN
Tanggal : 21 September 2021
Kesadaran : Komposmentis Pemasangan IV line : √ 1 buah □ 2 buah □ ……….
Tekanan darah: 120/67 mmHg, Nadi : 82/mnt. Kesiapan mesin anestesi : √ Siap/baik □ ………
RR : 20 x/mnt Suhu : 36,50C Sumber gas medik : √ Siap/baik □ ………
Saturasi O2 : 99%
Gambaran EKG : Sinus Rhythm
Penyakit yang diderita : √ Tidak ada □ Ada, sebutkan……………
Gigi palsu : √ Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi : √ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa : √ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Penggunaan obat sebelumnya: √ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
CATATAN LAINNYA :
2. Intra Anestesi

No Problem Rencana Intervensi Tgl/ Implementasi Evaluasi Nama &


(Masalah) Paraf
Tujuan Intervensi Jam

3 Risiko Setelah dilakukan 1. Pindahkan pasien ke meja oprasi 21 1) Memindahkan pasien ke meja DS : -
Sep
trauma fisik implementasi, trauma 2. Pasang bed side monitor oprasi
2021/ DO :
pembedahan fisik pembedahan 3. Pasang penyangga lengan 2) Memasang penyangga lengan
10.00
tidak terjadi , dengan 4. Beri oksigen nasal canul 3lpm dan tali pengaman
- Pasien terpasang
kriteria hasil : 5. Monitoring intra anestei 3) Memasang bed side monitor tali pengaman
1. pasien tidak 6. Lakukan terminasi anestesi 4) Memberikan oksigen nasal
- Pasien terpasang
mengalami kanul 2lpm
penyangga
trauma
lengan
pembedahan
- pasien terpasang
2. pasien terjaga
bed side monitor
dan aktivitas
TD: 120/70
fungsional
mmHg
motorik tidak
Nadi:85 x/menit
terjadi
RR: 19 x/menit
SpO2: 100 %
4 Resiko Setelah melakukan 1. Persiapkan alat monitoring tanda- 10.20 1) Melakukan monitoring intra DS : -
komplikasi implementasi, tanda vital anestesi
DO :
disfungsi diharapkan pasien tidak 2. Persiapkan alat dan obat anestesi - Tekanan darah, irama dan
1) EKG sinus
terjadi disfungsi sesuai dengan perencanaan teknik frekuensi nadi, MAP),
kardiovaskular ritme
jantung/kardiovaskular anestesi monitoring lead EKG
- TD
dengan kriteria hasil; 3. Kaji akral pasien 2) Delegatif dalam pemberian
87/50mmHg,
1. Pasien tenang 4. Hindari penggunaan agen anestesi cairan
- MAP 62
terjaga yang meningkatkan respon saraf 3) Delegatif dalam pemberian
- Nadi 56
2. EKG irama sinus simpatik obat vassopresor efedrin10
x/menit
normal/tidak ada 5. Lakukan monitoring intra anestesi mg/iv
distritmia yang - Tekanan darah, irama dan
mengancam nyawa frekuensi nadi, MAP), monitoring
3. TTV dalam batas lead EKG
normal - monitoring balance cairan
- TD >90/60 - 6. delegatif :
140/90 mmHg, - delegatif pemberian cairan
MAP >70 delegatif pemberian obat vassopresor
- Nadi teratur
frekuensi 60-100
kali/menit
- Palpasi nadi teraba
kuat.
5 Resiko Setelah dilakukan 1. Observasi TTV klien, khususnya 10.25 1. Mengobservasi TTV DS : -
komplikasi implementasi, diharapkan SpO2 klien, khususnya SpO2
DO :- pasien
disfungsi tidak terjadi disfungsi 2. Observasi ada tidaknya sianosis 2. Mengobservasi ada
respirasi, dengan kriteria 3. Pantau ekspansi dada klien bernafas spontan
respirasi tidaknya sianosis
hasil; selama durante anestesi
3. Memantau ekspansi dada - SpO2 : 100%
1. SpO2 pasien dalam 4. Pantau keluhan klien khususnya
klien selama durante - RR : 20x/mnt
rentang normal mengenai respirasi selama
anestesi - Tidak ada
2. Tidak ada tanda durante anestesi
4. Memantau keluhan klien sianosis
obtruksi jalan napas 5. Jaga airway klien agar tetap bebas
selama durante anestesi khususnya mengenai - Ekspansi dada
6. Pantau kebutuhan O2 klien respirasi selama durante baik dan
selama durante anestesi anestesi adekuat
7. Berikan O2 kanul 2-3 lpm 5. Menjaga airway klien agar
tetap bebas selama durante
anestesi
6. Memantau kebutuhan O2
klien selama durante
anestesi
7. Memberikan O2 kanul 2-3
lpm
6 Resiko Setelah dilakukan 1) Monitoring suhu tubuh secara rutin 10.30 1. Monitoring suhu tubuh secara DS :pasien
komplikasi implementasi, diharapkan sebelum pasien di pindahkan ke rutin selama pasien di kamar mengatakan
Disfungsi suhu tubuh pasien tetap kamar operasi operasi menggigil
dalam batas normal, 2) Selama proses persiapan 2. Delegatif dalam pemberian
termoregulasi
dengan kriteria hasil; pembedahan, tutupi seluas obat petidin 25 mg untuk DO :
(Hipotermia)
1) Suhu tubuh dalam mungkin permukaan tubuh pasien mencegah shivering. 1. Pasien tampak
o
batas normal 36,5 C- Delegatif dalam pemberian obat menggigil
o
37,5 C petidin untuk mencegah shivering. 2. Suhu : 35,4ºC
2) Pasien tidak 3. Seluruh tubuh
menggigil teraba dingin
3. Post Anestesi
No Problem Rencana Intervensi Tgl/ Implementasi Evaluasi Nama &
(Masalah) Paraf
Tujuan Intervensi Jam

7 Resiko Setelah dilakukan 1. Observasi TTV klien, khususnya 21 1. Mengobservasi TTV klien, DS : -
implementasi, SpO2 Sep khususnya SpO2
komplikasi
2021/ DO :
disfungsi diharapkan tidak 2. Observasi ada tidaknya sianosis 2. Mengobservasi ada tidaknya
13.10
terjadi disfungsi 3. Pantau ekspansi dada klien selama sianosis - pasien
respirasi
respirasi, dengan post anestesi 3. Memantau ekspansi dada bernafas
kriteria hasil; 4. Pantau keluhan klien khususnya klien selama di RR spontan
1. SpO2 pasien mengenai respirasi selama post 4. Memantau keluhan klien
- SpO2 : 100%
dalam rentang anestesi khususnya mengenai
- RR : 20x/mnt
normal 5. Jaga airway klien agar tetap bebas respirasi selama di RR
- Tidak ada
2. Tidak ada tanda selama post anestesi 5. Menjaga airway klien agar
sianosis
obtruksi jalan 6. Pantau kebutuhan O2 klien selama tetap bebas selama di RR
napas post anestesi 6. Memantau kebutuhan O2
- Ekspansi dada

7. Berikan O2 kanul 2-3 lpm klien selama di RR baik dan


7. Memberikan O2 kanul 3 lpm adekuat
8 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitoring suhu tubuh secara rutin 13.15 1) Monitoring suhu tubuh DS : pasien
komplikasi implementasi, sebelum pasien di pindahkan ke secara rutin selama di RR mengatakan
disfungsi diharapkan tidak kamar perawatan 2) Menutupi permukaan tubuh menggigil
terjadi disfungsi 2. Tutupi seluas mungkin permukaan pasien dengan selimut
termoregulasi
termoregulasi, tubuh pasien dengan selimut 3) Memberikan blanket DO :
dengan kriteria hasil; 3. Kolaborasi dalam pemberian petidin warmer 1. Suhu : 35,3ºC
1) Suhu tubuh untung mencegah kejadian shivering 2. Seluruh tubuh
dalam batas dingin
o
normal 36,5 C- 3. Pasien
o
37,5 C tampak
2) Pasien tidak menggigil
menggigil
III. Format Hand Over Kamar Operasi ke Ruang Recovery
Nama : TN. A No.CM : 217654
Umur :38 TH Diagnosa : Post Apendectomy
Jenis kelamin :LAKI-LAKI Ruang : Delima

S (Situation) - Pasien post operasi apendektomi dengan


tindakan anestesi regional SAB
- Keadaan umum pasien sadar
(komposmentis)
- Ekstremitas bagian bawah pasien belum
dapat digerakkan
- Tanda – tanda vital pasien
TD : 120/80 mmHg
MAP : 93
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 99%
Suhu : 36oC

B (Background) - Selama operasi berlangsung pasien diberikan


obat :
1. Ondansentron 4 mg/kgBB via IV
2. Ketorolac 30 mg/kgBB via IV
3. Tranexamic Acid 1g via IV
4. Dexketoprofen 50 mg via IV
5. Regivell 15 mg pada L3-L4

A (Assestment/Analisa) Pasien tampak kedinginan, akral pasien dingin,


Risiko komplikasi disfungsi kardiovaskular.

R (Recommendation) - Pantau keadaan umum pasien


- Monitoring TTV pasien
- Berikan selimut hangat
- Kaji bromage score

49
- Kolaborasi dengan dr.Sp.An dalam pemberian
obat anti piretik jika pasien menggigil

Nama dan paraf yang Nama : Paraf


menyerahkan pasien
Nama dan paraf yang Nama Paraf
menerima pasien

50
IV. Format Hand Over recovery Room ke Ruang Rawat Inap

Nama :TN.A No.CM : 217564

Umur :38 TAHUN Diagnosa : Post Apendektomy

Jenis kelamin :LAKI-LAKI Ruang : Delima

S (Situation) Pasien post operasi apendektomi dengan tindakan


anestesi regional SAB - Keadaan umum pasien sadar
(komposmentis) - Tanda – tanda vital pasien TD :
125/80 mmHg MAP : 93 N : 80 x/menit RR : 20
x/menit SpO2 : 99% Suhu : 36oC - Pasien sudah dapat
mengangkat tungkai bawah (Bromage Score 0)

B (Background) - Selama operasi berlangsung pasien diberikan obat :

1. Ondansentron 4 mg/kgBB via IV

2. Ketorolac 30 mg/kgBB via IV

3. Tranexamic Acid 1g via IV

4. Dexketoprofen 50 mg via IV

- Diberikan cairan RL 500 ml 20 tetes permenit

A (Assestment/Analisa) Masalah yang mungkin terjadi adalah pasien nyeri, mual,


muntah, pusing dan jatuh

51
R (Recommendation Pantau keadaan umum pasien

- Monitoring TTV pasien


- Bila kesakitan berikan analgesic Drip Pethidin 300 mg
dalam RL 500 mg. (14 tetes permenit mikro) Painloss
3x400 mg
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi 80 - Berikan
selimut hangat jika pasien mengigil
- Bila mual / muntah berikan ondansentron 4 mg
- Boleh makan dan minum setengah gelas

Nama dan Paraf Nama Paraf


yang menyerahkan
pasien

Nama dan paraf Nama Paraf


yang menerima
pasien

Daftar pustaka

52
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Carpenito, 2013, Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.

Latief,said,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi.Jakarta:Bagian Anestesiologi dan Terapi


Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua.

Medical Mini Notes. 2019. Anesthesia and Intensive Care. MMN.

Nagelhout,John And Plaus. 2010.Handbook Of Nurse Anesthesia.USA:Elsevier. ISBN :978-1-


4160-5024-7.

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses http://nuzulul.fkp09. .unair.ac.id/artikel_detail-


35840-Kep%20PencernaanAskep%20 Apendisitis.html tanggal 06 januari 2020.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

53

Anda mungkin juga menyukai