A 32 TAHUN
DENGAN APPENDISITIS AKUT YANG AKAN DILAKUKAN
TINDAKAN OPERASI APENDECTOMY DENGAN
TEKNIK ANESTESI SPINAL DI RUANG OK IBS
RSU NEGARA PADA TANGGAL
21 SEPTEMBER 2021
DISUSUN OLEH :
PENDAHULUAN
5. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan terapi
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Penatalaksanaan operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
B. Pertimbangan anestesi
1. Definisi anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa
sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan
kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).
2. Jenis anestesi
a. General anestesi
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi
yang ideal terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot.
Anestesi umum ini digunakan apabila terjadi perforasi pada apendik yang
memerlukan tindakan cito dengan laparatomy.
b. Regional anestesi
Anestesi regional dapat mengahambat impuls nyeri suatu bagian
tubuh sementara terhadap impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri
dari satu bagian tubuh dibloki runtuk sementara (reversible),fungsi motoric
dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar.
Anestesi regional terdiri dari blok sentral (blokneuroaksial) dan blok
perifer (bloksaraf).
3. Teknik anestesi
Spinal Anestesi
1. Pre Block Preparations :
Karena induksi spinal anestesia seringkali menimbulkan perubahan
hemodinamik yang cukup bermakna, pasien harus dimonitor kontinyu, obat-
obat resusitasi dan peralatan harus dapat disediakan dengan segera.Sedasi
(analgetik dan anxiolitik) seringkali diberikan sebelum melakukan anestesi
spinal untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan anxietas.Obat-obat ini dapat
menyebabkan gangguan yang signifikan pada kardiorespirasi dan dapat
menutupi nyeri / parastesia akibat injeksi intraneural. Penting untuk
mengingat bahwa tidak semua spinal anestesia sukses dan spinal anestesia
itu sendiri bisa mengakibatkan gangguan respirasi.Sehingga, setiap anestesia
spinal potensial memerlukan perubahan yang cepat ke general
anestesia.Obat-obat dan peralatan untuk airway management yang tepat
harus bisa disediakan dengan cepat.
2. Patient Positioning
Lateral dekubitus, duduk dan prone posisi, semuanya dapat digunakan
untuk melakukan anestesia spinal. Tiap posisi memiliki kelebihan dan
kekurangan. Lateral dekubitus adalah posisi yang paling sering dipakai.
Pasien biasanya merasa nyaman dengan posisi ini dan lebih sedikit
menelungkup dalam bergerak, dibandingkan posisi duduk.Sinkop lebih
jarang terjadi daripada posisi duduk.Pasien diposisikan pada pinggir meja
operasi (gb. 10-6) dengan pinggul dan bahu diposisikan vertikal. Posisi
duduk, rutin dipilih oleh beberapa praktisi dan seringkali dipilih saat
dilakukan pada pasien obese.Pada populasi obese, palpasi dimidline
processus spinosus seringkali sulit / tidak memungkinkan.Pada kasus ini,
posisi midline dapat diperkirakan dengan menghubungkan garis imaginer
antara vertebra cervical yang paling menonjol (C7) dan cekungan
intergluteal dan hal ini lebih mudah dilakukan saat pasien duduk.
Posisi telungkup kadangkala dipilih untuk melakukan spinal anestesia
pada pasien yang akan dilakukan anal surgery dengan posis jack-knife (gb.
10-9). Pasien diposisikan sesuai pembedahan lalu dilakukan lumbal
punksi.Anestesi lokal hipobarik dipergunakan untuk membatasi efek
anestesi pada dermatom sakral dan lumbal bawah.
3. Puncture Site
Punksi dura biasanya dilakukan dibawah L2 untuk menghindari spinal
cord yang berakhir pada L1-L2. Meskipun terdapat variasi dari masing-
masing individu, sebuah garis yang melalui Krista iliaca biasanya akan
melalui ruang diantara L4-L5 (gb. 10-7). Teknik aseptik yang baik adalah
penting.Hal ini termasuk melapisi regio lumbal dengan iodine dan atau
larutan alkohol dan memakai penutup steril.
4. Midline Atau Paramedian Approach
Dua pendekatan ke ruang subarachnoid seringkali dipakai yaitu midline
dan paramedian (gb. 10-10).Keduanya simpel dan efektif.Praktisi harus
familiar dengan kedua pendekatan ini, sehingga mereka memiliki teknik
alternatif pada saat pendekatan pertama gagal dilakukan.
4. Rumatan anestesi
Hampir semua anestesia spinal melibatkan injeksi anestetik lokal, baik tanpa
maupun dengan kombinasi obat-obat adjuvant. Farmakologi dari obat ini
telah dibahas pada bab awal. Bagian ini memfokuskan pada pemakaian
spesifik dari obat-obat ini di ruangan subarachnoid (tabel 10-1).
a. Anestesi Lokal Lidokain & bupivakaine semuanya umum dipakai untuk
spinal anestesia.
1). Lidokain (durasi sedang spinal anestesia) dengan dosis 20 – 100 mg
seringkali dipilih untuk kasus-kasus yang diperkirakan memakan waktu
sekitar 90 – 200 menit. Lidokain sangat mudah larut dalam air dan sangat
stabil. Tidak iritatif terhadap jaringan walaupun diberikan dalam
konsentrasi larutan 88%. Toksisitasnya 1.5 kali prokain. Diperlukan
waktu 2 jam untuk hilang sama sekali dari tempat suntikan. Penambahan
epinephrine 0,2 mg memanjangkan anestesia 15 – 40 menit, tergantung
dosis anestesi lokal yang dipakai, tetapi berhubungan dengan blok motoris
yang memanjang secara signifikan dan miksi yang terlambat. Fentanyl 15
– 25 gr adalah aditif lain yang berguna. Menimbulkan reduksi
substansial pada dosis lidokain (untuk menimbulkan recovery lebih cepat
dan insiden transient neurologic simpton yang lebih rendah) dan efektif
memblok nyeri torniquet pada ekstremitas bawah.
2). Bupivakain (durasi panjang spinal anestesia) dengan dosis 5 – 15 mg
adalah sesuai untuk pembedahan selama 180 – 600 menit. Ikatan dengan
HCl mudah larut dalam air, sangat stabil. Potensinya 3-4 kali dari lidokain
dan lama kerjanya 2-5 kali dari lidokain. Sifat hambatan sensorisnya lebih
dominan dibandingkan dengan hambatan motorisnya. Jumlah obat yang
terikat pada saraf lebih banyak dibandingkan dengan yang bebas dalam
tubuh. Dikeluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal. Spinal anestesia
umumnya dilakukan dengan 0,75% bupivacaine dalam 8,25 % dekstrosa.
Larutan bupivakain 0,5 % tanpa dekstrosa adalah isobarik atau sedikit
hipobarik dan umumnya dipakai untuk pembedahan ekstremitas bawah.
Epinephrine memanjangkan blok sensoris dan motoris kira-kira 30 – 45
menit saat ditambahkan pada bupivakain dosis kecil (7,5 mg). Fentanyl
juga dipakai sebagai adjuvant untuk mengurangi dosis bupivakain
(sehingga hipotensi lebih sedikit) dan meningkatkan analgesia.
b. Aditif Pada Spinal Anestesia
1). Vasokontriktor
Vasokontriktor seringkali ditambahkan pada lokal anestetik intrathecal
untuk menghambat uptake vaskuler sehingga memanjangkan blok.
Epinephrine dan lebih jarang phenylephrine adalah agen yang dipakai
untuk tujuan ini. Selain vasokontriksi, epinephrine juga menimbulkan
analgesia lewat stimulasi, 2 receptor. Klonidine,2 agonis memperpanjang
blok motoris dan sensoris pada tetracaine, lebih besar daripada
epinephrine. Selain memanjangkan blok sensoris, penambahan
epinephrine pada spinal anestetik lokal juga memanjangkan blok motoris
dan memperlambat miksi. Dua faktor ini menghambat pulih dari anestesi
spinal. Untuk outpatient surgery, kebanyakan center menghindari
epinephrine intrathecal. Sesungguhnya, pemakaian opoid lipofilik
intratekal akan meningkatkan dan memanjangkan anestesia tanpa
menghambat pemulihan.
2). Opioids Analgesik
Opioid dapat ditambahkan pada spinal anestesia. Opioid nampaknya
menimbulkan supra-aditif (sinergistik) anestesia saat ditambahkan pada
intratekal lokal anestetik. Efek sinergis ini tampak menonjol terutama
pada nyeri visceral. Opioid spinal memblok pathway nyeri dengan
tambahan minimal pada blok serat motoris dan simpatis. Dua klas opioid
dipakai pada spinal anestesia dan analgesia. Opioid hidrofilik biasanya
ditambahkan untuk prolong postop analgesia. Morphine sulfat 0,1 – 0,3
mg adalah yang umum dipilih. Agen ini memiliki efek analgesik dalam 45
menit pada pemberian lumbal dan mengurangi kebutuhan tambahan
analgesia postop selama 12 – 24 jam. Morphin spinal memiliki beberapa
efek lain yang tidak diinginkan. Nausea dan vomiting tampaknya lebih
banyak daripada opioid sistemik. Pruritus yang umum (60 – 80 %) dan
yang parah (20 %). Miksi secara substansial dihambat, mungkin karena
hambatan pada mekanisme detrusor. Karena adanya sedikit resiko dari
depres nafas yang delayed dan gangguan fungsi kencing, obat ini tidak
sesuai untuk bedah pada outpatient. Opioid Lipofilik (fentanyl dan
sulfentanyl) populer pada spinal anestesia. Fentanyl 10-25 g atau
sulfentanyl 2,5 – 10 gr dapat ditambahkan pada anestesia spinal untuk
mencapai beberapa tujuan. Agen ini memiliki onset cepat terhadap sinergis
anestetik dan meningkatkan anestesia intraoperatif.
5. Resiko
Menurut Latief (2002), beberapa risiko yang mungkin terjadi pada
pasien apendiktomi dengan anestesi spinal adalah :
1) Reaksi alergi
2) Sakit kepala yang parah (PDPH)
3) Hipotensi berat akibat blok simpatis, terjadi ‘venous pooling’.
4) Bradikardi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat
kendali napas
5) Trauma pembuluh darah
6) Mual muntah
7) Blok spinal tinggi atau spinal total.
C. Web of Caution(WOC)
Appendicitis
ee mukosa
Erosi fecalith Striktur Tumor
apendiks
Obstruksi
Mukosa terbendung Tekanan intraluminal Aliran darah terganggu Ulserasi dan invasi
bakteri apendik
Tindakan pembedahan
(appendictomy)
Risiko anestesi :
Masalah Post Anestesi :
1. Hipotensi
2. Bradikardi 1. Risiko Infeksi
3. Sakit kepala 2. Hambatan
4. Blok spinal tinggi mobilitas fisik
D. Tinjauan teori askan pre intra pasca anestesi dan pembedahan umum
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebebutuhan
serta masalahnya. Pengkajian meliputi :
1) Pengumpulan Data
a. Data subyektif
- Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut bawah
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan
- Pasien mengatakan sering makan pedas
- Pasien mengeluh diare
- Pasien mengeluh mual dan muntah
- Pasien mengatakan khawatir tentang penyakitnya
- Pasien mengeluh demam
b. Data obyektif
- Skala nyeri sedang sampai berat
- Wajah pasien tampak grimace
- Mukosa bibir kering dan pucat
- Akral teraba dingin
- Suhu 38,5°C
2. Masalah Kesehatan Anestesi
Pre :
1. nyeri akut
2. Risiko kekurangan volume cairan
3. Hipertermi
4. ansietas
Intra :
5. risiko perdarahan
6. penurunan curah jantung
Post :
7.Resiko infeksi
Intra :
5) Risiko perdarahan
a. Tujuan : tidak terjadi perdarahan pada saat pembedahan
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda perdarahan, tekanan darah
dalam batas normal, tidak ada kehilngan darah yang terlihat
c. Rencana tindakan :
- Monitor ketat tanda tanda perdarahan
- Monitor TTV
- Monitor status cairan (intake dan output)
- Delegasi pemberian transfusi darah
6) Penurunan curah jantung
a. Tujuan : penurunan curah jantung teratasi
b. Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, CM=CK,tidak terjadi
cyanosis
c. Rencana tindakan :
- Observasi TTV
- Observasi kesadaran
- Monitoring cairan masuk dan cairan keluar
- Monitoring efek obat anestesi
- Delegasi dalam tindakan perioperatif maintenance cairan intravena
dan vasopresor.
Post :
7) Resiko infeksi
a. Tujuannya adalah meningkatkan penyembuhan luka dengan benar,
bebas tanda infeksi.
b. Kriteri hasil tanda-tanda infeksi tidak terjadi (kalor, dolor, rubor,
tumor, fungsiolesa), suhu tubuh normal (36-37 derajat Celcius).
c. Rencana tindakan :
- observasi tanda-tanda vital
- lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptic
- KIE pasien untuk menjaga lukanya agar tetap
- Delegasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4. Evaluasi
Pre :
1) Nyeri akut
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : skala nyeri ringan, TTV dalam batas normal
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
A: Masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
3) Hipertermi
S : pasien mengatakan tidak demam lagi
O : suhu 36,5°C
A; masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
4) Ansietas
S : pasien mengatakan tidak cemas lagi
O : pasien tampak tidak gelisah lagi
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
Intra :
5) Risiko perdarahan
S:-
O : tidak ada tanda tanda perdarahan
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
Post :
7) Risiko infeksi
S : pasien mengatakan badannya tidak panas
O: Tidak terjadi tanda tanda infeksi
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
8) Hambatan mobilitas fisik
S : pasien mengatakan kakinya sudah bisa digerakkan
O : bromage score 1
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN TN.A 38TAHUN DI
LAKUKAN OPERASI APENDEKTOMY DENGAN TINDAKAN ANESTESI
SPINAL DI RUANG IBS OK RSU NEGARA PADA TANGGAL 21
SEPTEMBER 2021.
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 38 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Golongan darah :B
BB : 60 kg
TB : 160 cm
No. CM : 217654
Ruang : Delima
Umur : 29
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bagian bawah
b. Saat Pengkajian
Pasien mengatakan takut dilakukan operasi
5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? tidak
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a) Obat yang pernah dikonsumsi: tidak ada
b) Obat yang sedang dikonsumsi: tidak ada
7) Riwayat Alergi : tidak ada, jika ya, sebutkan :
8) Kebiasaan :
a) Merokok : tidak
b) Alkohol : tidak
c) Kopi/teh/soda : pasien mengonsumsi teh. Jumlah : 1 gelas sehari
2) Air / Minum
Sebelum Sakit
(1) Frekuensi : 7- 8 gelas sehari
(2) Jenis : air mineral
(3) Cara : mandiri
(4) Minum Terakhir : teh
(5) Keluhan : tidak ada
Saat Ini
(6) Frekuensi : 4-5 gelas sehari
(7) Jenis : air mineral
(8) Cara : mandiri ( oral )
(9) Minum Terakhir : puasa jam 22.00 wita
(10) Keluhan : tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
Saat ini
4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : 1 x / hari
- Konsistensi : padat
- Warna : normal feses
- Bau : bau khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
Saat ini
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total.
b) Istirahat Dan Tidur
Sebelum sakit
Pengkajian PQRST
S = skala nyeri 6
2) Pemeriksaan Kepala
Inspeksi :
Bentuk kepala (dolicephalus / lonjong, brakhiocephalus / bulat),
kesimetrisan (+ ), hidrochepalus ( - ), Luka ( - ), darah (-), trepanasi( - ).
Palpasi :
Nyeri tekan (- ),
3) Pemeriksaan Wajah :
Inspeksi :
Ekspresi wajah (tegang/meringis / rileks), dagu kecil (-), Edema (-),
kelumpuhan otot-otot fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-), rambut wajah
(-)
4) Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( +)
Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( - )
Nistagmus( - ), Strabismus (- )
Palpasi
Pemeriksaan tekanan bola mata : tidak diukur
5) Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
- Amati bagian telinga luar : bentuk simetris
Lesi (- ), nyeri tekan (- ),peradangan (- ), penumpukan serumen (-).
- perdarahan (- ), perforasi (- ).
- Tes kepekaan telinga : baik
6) Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
(a) Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkakan atau tidak ) tidak
(b) Amati meatus : perdarahan (- ), Kotoran (- ), Pembengkakan (- ),
pembesaran/polip (- )
(c) pernafasan cuping hidung (- ).
Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), ( reguler /
irreguler )
Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus ( +) pemeriksaan Rectal Toucher
Fraktur (-), lokasi fraktur tidak ada, jenis fraktur tidak ada
kebersihan luka tidak ada, terpasang gips (-), Traksi ( - ), atropi otot
( -)
ROM: aktif
Palpasi
Perfusi: hangat, kering
CRT: < 2
Lainnya:
b) Ekstremitas Bawah :
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-), lokasi fraktur Tidak ada, jenis fraktur Tidak ada
kebersihan luka Tidak ada, terpasang gips (-), Traksi ( - ), atropi
otot ( -)
ROM: baik
Lainnya: tidak
Palpasi
Perfusi: hangat, kering
CRT: < 3
Edema : (0 )
Lainnya:tidak
- Edema : 0 0
0 0
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Nervus V, Thrigeminus :
Nervus VI, Abdusen : dapat menggerakkan mata ke sisi kiri dan kanan
- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
a. Reflek babinski ( - )
b. Reflek chaddok ( - )
c. Reflek schaeffer ( - )
d. Reflek oppenheim ( - )
e. Reflek gordon ( - )
3. Data Penunjang Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
HB 11 11,0 -17,0 gr / dl
Leukosit 18,0 4.0 – 10,0 103ul
HCT 35 33 – 35 %
Trombosit 240 150-400 103/ul
Pemeriksaan rapid tes Non reaktif
b. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil Pemeriksaan radiologi : tidak ada
c. USG : appendix tervisualisasikan
4. Therapi Saat ini :
a. Ketorolak 30 mg
b. Paracetamol 1 gram (iv)
c. Ceftriaxone 2 gram
d. IVFD RL 20tts/mnt
6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit:
b. Jenis Anestesi: Regional Anestesi
Indikasi: Pembedahan pada tubuh bagian bawah
c. Teknik Anestesi: SAB
Indikasi: Pembedahan pada tubuh bagian bawah
d. Persiapan Alat:
1) Aparatus Anestesi (set block : spinal needle no 27 G, spuit 5cc,
deppers, duk lubang steril, alcohol, betadin)
2) STATICS (Scope: Stetoscope, laryngoscope. Tubes : endotracheal
tube, Airway : guedel, nasotracheal airway, Tape : plester,
Introducer : stilet, conector, suction)
e. Obat2an Anestesi :
1) Pre-medikasi Ondansentron 4 mg
Petidine 25 mg / iv
f. Cairan
1) Kristaloid:
Jenis: NaCl 0,9% 100 ml, RL 500 ml
2) Koloid: -
Jenis:-
Jumlah:-
3) Produk Darah:-
Jenis:-
Jumlah:-
2. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
I. PRE ANESTESI
1 DS : Prosedur operasi yang akan Ansietas
- Klien mengatakan cemas dilakukan
- Klien mengatakan baru
pertama menjalani operasi Kurang pengetahuan tentang
- Klien menanyakan operasi
tentang prosedur anestesi
DO :
TTV
TD : 130/90mmHg
Nadi = 90 x/menit,:
2 DS : - Pembedahan
- Obat – obat
Bupivacain 0,5 %
Dosis 12,5 mg
DO :
- Klien dalam pengaruh
regional anestesi dan
sedasi
Suhu kamar operasi
20oC
B. PASCA ANESTESI
DO :
- Klien sedang
dimonitoring
Post regional anestesi
dan sedasi
7 DS : - Potensial kolaboratif
DO : disfungsi termoregulasi
- Klien sedang
dimonitoring
- Suhu ruang RR 24oC
- Post regional anestesi
1. Pra Anestesi
Nama : Tn A No. CM : 217654
1 Ansietas Setelah dilakukan 1. Observasi vital sign 21 Sep 1. Mengobservasi vital sign S : Pasien
2. Kaji tingkat kecemasan 2021 2. Mengkaji tingkat mengatakan
implementasi
3. Jelaskan jenis prosedur yang 09.00 kecemasan perasaan takutnya
diharapkan kecemasan akan dilakukan serta anestesi mulai berkurang
3. Menjelaskan jenis
pasien berkurang, yang dilakukan prosedur yang akan
O:
dengan kriteria hasil ; 4. Beri kesempatan pasien untuk dilakukan serta anestesi
mengungkapkan perasaan yang dilakukan TD : 120/80 mmhg
1. Tanda-tanda vital
dalam batas normal. kekhawatiran untuk mengurangi 4. Memberikan kesempatan N : 90x/menit
Pasien tidak gelisah kecemasan pasien untuk
dan tidak takut mengungkapkan perasaan RR : 20 x/menit
2. Pasien mengerti kekhawatiran untuk
tentang prosedur mengurangi kecemasan. Suhu : 36,6ºC
operasi dan anestesi.
A: masalah teratasi
3. Pasien siap dan
setuju untuk P: lanjutkan ke
dilakukan operasi tahap intra anestesi
2 Resiko Setelah dilakukan 1) Kaji adanya penyulit yang 21 Sep 1. Mengkaji adanya penyulit S: -
2021
cedera Implementasi dicurigai akan terjadi yang dicurigai akan terjadi O:
09.20
anestesi diharapkan pasien tidak - Penyakit kardiovaskular 2. Melakukan pengkajian 6B AMPLE
terjadi cidera selama - Penyakit pernapasan 3. Menanggalkan segala
- Alergi : Tidak
anestesi, dengan kriteri - Diabetes mellitus aksesoris pasien
ada
hasil; - Penyakit Hati 4. Melakukan pengkajian
- Medikasi :
1) Tidak terjadi - Penyakit ginjal ABCDE
tidak ada
aspirasi - Suhu tubuh 5. Melakukan pengkajian
- penggunaan
2) Tidak terjadi 2) Lakukan pengkajian 6B AMPLE
obat steroid
hipotensi akibat - Breathing 6. Menetapkan kriteria
dan
vasodilatasi - Blood mallampati dan pemeriksaan
kortikosteroid
pembuluh darah - Brain tiromentalis
- Past illness :
3) TTV dalam batas - Bowel 7. Menetapkan status fisik
tidak ada
normal: - Blader : terpasang DC pasien
penyakit
TD: 110/70 mmHg - Bone 8. melakukan tindakan
penyerta
Nadi: 60-100 delegatif pemberian obat
3) Tanggalkan segala aksesoris
x/menit - Last meal :
pasien premedikasi Ondansentron 4
22.00 wita
RR: 16-20 x/menit mg/IV
4) Lakukan pengkajian ABCDE - Exposure:
Suhu: 36,5oC-
- A (Alergi) tidak ada
37,5oC
- B (Bleeding tendencies)
SpO2: 95-100 % - Mallampati 1
- C (Cortison or steroid use)
4) Pasien tidak - Tyromentalis
- D (Diabetes melitus)
mengalami cedera >3 jari
- E (Emboli)
yang serius
5) Lakukan pengkajian AMPLE - Status fisik asa
- A (Alergi) II
- M (Medikasi) - TD: 120/80
- P (Past illness/penyakit mmHg
penyerta) - Nadi:90
- L (Last meal/Makan x/menit
terakhir) - RR: 20 x/menit
- E (event/lingkungan) - SpO2: 99 %
6) Lakukan persiapan pasien sebelum
A: Masalah teratasi
pembedahan
- Puasakan pasien (8jam) P: lanjutkan ke
- Pengosongan kandung tahap intra anestesi
kemih/pemasangan DC
- Status nutrisi pasien/timbang
BB/TB
- Keseimbangan cairan dan
elektrolit
- Informed consent (persetujuan
tindakan anestesi)
7) Tetapkan kriteria mallampati dan
pemeriksaan jarak tiromentalis
8) Tentukan status fisik pasien
9) Kolaboratif pemberian
premedikasi
ASSESMEN PRA INDUKSI / RE-ASSESMEN
Tanggal : 21 September 2021
Kesadaran : Komposmentis Pemasangan IV line : √ 1 buah □ 2 buah □ ……….
Tekanan darah: 120/67 mmHg, Nadi : 82/mnt. Kesiapan mesin anestesi : √ Siap/baik □ ………
RR : 20 x/mnt Suhu : 36,50C Sumber gas medik : √ Siap/baik □ ………
Saturasi O2 : 99%
Gambaran EKG : Sinus Rhythm
Penyakit yang diderita : √ Tidak ada □ Ada, sebutkan……………
Gigi palsu : √ Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi : √ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa : √ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Penggunaan obat sebelumnya: √ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
CATATAN LAINNYA :
2. Intra Anestesi
3 Risiko Setelah dilakukan 1. Pindahkan pasien ke meja oprasi 21 1) Memindahkan pasien ke meja DS : -
Sep
trauma fisik implementasi, trauma 2. Pasang bed side monitor oprasi
2021/ DO :
pembedahan fisik pembedahan 3. Pasang penyangga lengan 2) Memasang penyangga lengan
10.00
tidak terjadi , dengan 4. Beri oksigen nasal canul 3lpm dan tali pengaman
- Pasien terpasang
kriteria hasil : 5. Monitoring intra anestei 3) Memasang bed side monitor tali pengaman
1. pasien tidak 6. Lakukan terminasi anestesi 4) Memberikan oksigen nasal
- Pasien terpasang
mengalami kanul 2lpm
penyangga
trauma
lengan
pembedahan
- pasien terpasang
2. pasien terjaga
bed side monitor
dan aktivitas
TD: 120/70
fungsional
mmHg
motorik tidak
Nadi:85 x/menit
terjadi
RR: 19 x/menit
SpO2: 100 %
4 Resiko Setelah melakukan 1. Persiapkan alat monitoring tanda- 10.20 1) Melakukan monitoring intra DS : -
komplikasi implementasi, tanda vital anestesi
DO :
disfungsi diharapkan pasien tidak 2. Persiapkan alat dan obat anestesi - Tekanan darah, irama dan
1) EKG sinus
terjadi disfungsi sesuai dengan perencanaan teknik frekuensi nadi, MAP),
kardiovaskular ritme
jantung/kardiovaskular anestesi monitoring lead EKG
- TD
dengan kriteria hasil; 3. Kaji akral pasien 2) Delegatif dalam pemberian
87/50mmHg,
1. Pasien tenang 4. Hindari penggunaan agen anestesi cairan
- MAP 62
terjaga yang meningkatkan respon saraf 3) Delegatif dalam pemberian
- Nadi 56
2. EKG irama sinus simpatik obat vassopresor efedrin10
x/menit
normal/tidak ada 5. Lakukan monitoring intra anestesi mg/iv
distritmia yang - Tekanan darah, irama dan
mengancam nyawa frekuensi nadi, MAP), monitoring
3. TTV dalam batas lead EKG
normal - monitoring balance cairan
- TD >90/60 - 6. delegatif :
140/90 mmHg, - delegatif pemberian cairan
MAP >70 delegatif pemberian obat vassopresor
- Nadi teratur
frekuensi 60-100
kali/menit
- Palpasi nadi teraba
kuat.
5 Resiko Setelah dilakukan 1. Observasi TTV klien, khususnya 10.25 1. Mengobservasi TTV DS : -
komplikasi implementasi, diharapkan SpO2 klien, khususnya SpO2
DO :- pasien
disfungsi tidak terjadi disfungsi 2. Observasi ada tidaknya sianosis 2. Mengobservasi ada
respirasi, dengan kriteria 3. Pantau ekspansi dada klien bernafas spontan
respirasi tidaknya sianosis
hasil; selama durante anestesi
3. Memantau ekspansi dada - SpO2 : 100%
1. SpO2 pasien dalam 4. Pantau keluhan klien khususnya
klien selama durante - RR : 20x/mnt
rentang normal mengenai respirasi selama
anestesi - Tidak ada
2. Tidak ada tanda durante anestesi
4. Memantau keluhan klien sianosis
obtruksi jalan napas 5. Jaga airway klien agar tetap bebas
selama durante anestesi khususnya mengenai - Ekspansi dada
6. Pantau kebutuhan O2 klien respirasi selama durante baik dan
selama durante anestesi anestesi adekuat
7. Berikan O2 kanul 2-3 lpm 5. Menjaga airway klien agar
tetap bebas selama durante
anestesi
6. Memantau kebutuhan O2
klien selama durante
anestesi
7. Memberikan O2 kanul 2-3
lpm
6 Resiko Setelah dilakukan 1) Monitoring suhu tubuh secara rutin 10.30 1. Monitoring suhu tubuh secara DS :pasien
komplikasi implementasi, diharapkan sebelum pasien di pindahkan ke rutin selama pasien di kamar mengatakan
Disfungsi suhu tubuh pasien tetap kamar operasi operasi menggigil
dalam batas normal, 2) Selama proses persiapan 2. Delegatif dalam pemberian
termoregulasi
dengan kriteria hasil; pembedahan, tutupi seluas obat petidin 25 mg untuk DO :
(Hipotermia)
1) Suhu tubuh dalam mungkin permukaan tubuh pasien mencegah shivering. 1. Pasien tampak
o
batas normal 36,5 C- Delegatif dalam pemberian obat menggigil
o
37,5 C petidin untuk mencegah shivering. 2. Suhu : 35,4ºC
2) Pasien tidak 3. Seluruh tubuh
menggigil teraba dingin
3. Post Anestesi
No Problem Rencana Intervensi Tgl/ Implementasi Evaluasi Nama &
(Masalah) Paraf
Tujuan Intervensi Jam
7 Resiko Setelah dilakukan 1. Observasi TTV klien, khususnya 21 1. Mengobservasi TTV klien, DS : -
implementasi, SpO2 Sep khususnya SpO2
komplikasi
2021/ DO :
disfungsi diharapkan tidak 2. Observasi ada tidaknya sianosis 2. Mengobservasi ada tidaknya
13.10
terjadi disfungsi 3. Pantau ekspansi dada klien selama sianosis - pasien
respirasi
respirasi, dengan post anestesi 3. Memantau ekspansi dada bernafas
kriteria hasil; 4. Pantau keluhan klien khususnya klien selama di RR spontan
1. SpO2 pasien mengenai respirasi selama post 4. Memantau keluhan klien
- SpO2 : 100%
dalam rentang anestesi khususnya mengenai
- RR : 20x/mnt
normal 5. Jaga airway klien agar tetap bebas respirasi selama di RR
- Tidak ada
2. Tidak ada tanda selama post anestesi 5. Menjaga airway klien agar
sianosis
obtruksi jalan 6. Pantau kebutuhan O2 klien selama tetap bebas selama di RR
napas post anestesi 6. Memantau kebutuhan O2
- Ekspansi dada
49
- Kolaborasi dengan dr.Sp.An dalam pemberian
obat anti piretik jika pasien menggigil
50
IV. Format Hand Over recovery Room ke Ruang Rawat Inap
4. Dexketoprofen 50 mg via IV
51
R (Recommendation Pantau keadaan umum pasien
Daftar pustaka
52
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
53