N DENGAN
APENDISITIS KRONIS DILAKUKAN TINDAKAN ANESTESI
REGIONAL SUB ARACHNOID BLOK (SAB) DI IBS
RSUD PROF DR MARGONO SOEKARJO
Disusun Oleh:
Alfika Dewi Wijayanti (P07120213001)
Eka Sulistyowati (P07120213015)
Nur’aini Maghfuroh (P07120213028)
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Alfika Dewi Wijayanti (P07120213001)
Eka Sulistyowati (P07120213015)
Nur’aini Maghfuroh (P07120213028)
Mengetahui,
( ) ( )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan &
Rahayuningsih, 2010). Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan
resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi
dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu
memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis.
Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan
memberikan manifestasi nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian
juga akan memberikan respons peritonitis (Tzanakis, 2005).
Tindakan medis yang dilakukan untuk apendisitis salah satunya yaitu
apendiktomi. Apendiktomi ini memakai 2 jenis anestesi salah satunya
Subarachnoid Spinal Block, sebuah prosedur anestesi yang efektif dan bisa
digunakan sebagai alternatif dari anestesi umum. Umumnya digunakan pada
operasi bagian bawah tubuh seperti ekstremitas bawah, perineum, atau
abdomen bawah. Hasil survey pada tahun 2008 Angka kejadian appendiksitis
di sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di
Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis berjumlah
sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang.
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis
akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa
indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens
apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus
kegawatan abdomen lainya (Depkes, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka kami tertarik untuk memberikan
asuhan keperawatan anestesi pada pasien apendisitis kronis dengan teknik
anestesi regional subarachnoid blok dengan pendekatan proses keperawatan
di Ruang Instalasi Bedah Sentral RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan anestesi pada pasien apendisitis kronis
dengan teknik anestesi regional subarachnoid blok.
2. Tujuan Khusus
a.Mampu menguasai konsep dasar subarachnoid blok dan
apendisitis.
b. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa,
menentukan diagnosa keperawatan, dan membuat intervensi
keperawatan anestesi.
c. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang
diharapkan dapat mengatasi masalah keperawatan pada kasus
perioperatif dengan diagnosa apendisitis kronis.
d. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang
menghambat dan mendukung serta permasalahan yang muncul
dari asuhan keperawatan yang diberikan.
C. Waktu
Asuhan keperawatan anestesi dilakukan pada tanggal 6 April 2017.
D. Tempat Praktek
Asuhan keperawatan anestesi ini dilakukan pada tanggal 6 April 2017 di
Instalasi Bedah Sentral RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo.
E. Strategi Pelaksanaan
1. Wawancara
2. Pemeriksaan Fisik
3. Observasi
4. Studi dokumentasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Apendisitis
1. Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
2007). Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi
tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau
akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya (Corwin, 2009)
3. Klasifikasi Apendisitis
Sjamsuhidajat (2005) mengklasifikasi apendisitis menjadi dua, yaitu:
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal.
Gejala apendisitis akut adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah, nafsu makan
menurun dan dalam beberapa jam nyeri akan berpindahke titik
mcBurney.
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan
adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut
apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah
adanya pembentukan jaringan ikat.
4. Etiologi Apendisitis
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan
sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-
30 tahun (remaja dewasa), ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
5. Patofisiologi Apendisitis
Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis. Obstruksi
intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan
menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding
appendiks akan terganggu.
Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada
dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang
ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut,
kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah
dihilangkan.
Appendicitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub
mukosa, dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti
disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya
menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular membran. Pada
perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif
disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema dinding
appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi
ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur.
Pada semua dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding
menebal karena edema dan pembuluh darah kongesti.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan
sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini
menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut
kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan
kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
6. Gejala Apendisitis
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:
a. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh
abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala
pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan
kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri
itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran
bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat
apabila pasien bergerak.
b. Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan
merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.
c. Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan
konstipasi.
d. Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk,
dan terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada
wanita hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen
dibandingkan dengan biasanya.
e. Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin
ditemukan juga di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks
terletak retrocaecal. Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada
pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di pelvic. Letak
appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). 1. Anestesi
spinal dan tindakan pembedahan. Apendiktomi adalah suatu tindakan
pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin
untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat di lakukan
dengan anestesi general maupun anestesi spinal karena tindakan
pembedahan dilakukan pada abdomen bawah. (Smeltzer, 2002).
Rojas (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa orang dewasa
yang lebih tua juga dapat mengambil manfaat dari RA dengan
menghindari peningkatan risiko disfungsi kognitif pasca operasi dan
risiko teoritis demensia setelah paparan GA.
8. Komplikasi Apendisitis
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang
dapatberkembang menjadi peritonitis atau abses.Insidens perforasi adalah
10%sampai 32%.Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi
secaraumum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam
dengansuhu37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau
nyeri tekan abdomenyang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002). Adapun
jenis komplikasi diantaranya :
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut.Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5°C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oligouria.Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive
protein (CRP).Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat
melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan
spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan
kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut
bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu
mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
dan Colonoscopy pemeriksaan karsinoma colon.
f. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan
BAB III
PROSES KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
A. PENGKAJIAN
1. Pre Anestesi
a. Identitas Pasien
1) Nama : Ny. N
2) Jenis Kelamin : Perempuan
3) Umur : 48 tahun
4) BB/TB : 45 kg / 155 cm
5) Status Pernikahan : Menikah
6) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7) Agama : Islam
8) Pendidikan : SMP
9) Alamat : Banteran RT 04/06 Sumbang
10) Tanggal MRS : 3 April 2017
11) Tanggal Pengkajian : 6 April 2017
12) Diagnosa Medis : Apendisitis Kronis
13) Rencana Operasi : Apendiktomi
14) Nomer Medis : 002706xx
15) Dokter Bedah : dr Fridayati Dewi M, SpB
16) Dokter Anestesi : dr Shila Suryani, M.Sc., Sp.An
17) Rencana Anestesi : RA (Subarachnoid Block/ SAB)
b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan perut bagian kanan bawah sangat nyeri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan sakit dibagian kanan bawah ± 6 bulan yang
lalu. Sering diperiksa ke dokter tetapi sering kambuh.
Kemudian ± 10 hari yang lalu pasien mengeluhan nyeri perut
kanan bawah yang sangat, pasien datang ke IGD RS Margono
Soekardjo dengan semakin hari semakin nyeri. Nyeri
bertambah apabila bergerak. Skala nyeri 6. Pasien juga
mengeluhkan mual, muntah dan demam.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal menderita penyakit jantung, hipertensi,
diabetes melitus, maupun alergi obat dan asma bronkial.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan anggota keluarganya tidak memiliki
riwayat hipertensi, penyakit jantung, gangguan ginjal, asma,
maupun diabetes mellitus.
d. Kelengkapan Rekam Medis
Persetujuan bedah, persetujuan anestesi, hasil laboratorium, hasil
rontgen
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran Umum
Keadaan pasien lemah dengan kesadaran compos mentis.
Suhu = 36,5 oC BB = 45 kg
Nadi = 96 x / menit TB = 155 cm
TD = 150/85 mmHg IMT = 20,4 kg/m2
RR = 20 x/menit
2) Pemeriksaan Kepala
Tidak ada jejas pada kepala maupun wajah, tidak ada
perdarahan yang keluar pada mata, mulut maupun hidung.
Status malampati 1, pasien tidak menggunakan gigi palsu,
lipstik maupun bulu mata palsu.
3) Pemeriksaan dada (paru dan jantung)
Pemeriksaan paru
a) Inspeksi
Dada simetris, perbandingan anterior-posterior dan
transversal 1:2, tidak ada lesi, klavikula simetris,
penarikan nafas seimbang antara dada kiri dan kanan.
b) Palpasi
Tidak ada krepitasi, ekspansi dada kedepan dan
kesamping seimbang.
c) Perkusi
Interkosta 1-3 paru kiri terdengar suara resonan,
interkosta 4-6 paru kiri terdengar suara redup, interkosta
1-6 paru kanan terdengar suararesonan, interkosta 6 paru
kanan terdengar suara redup.
d) Auskultasi
Pada trakhea terdengar suara trakheal, bronkus
terdengar suara bronkheal, bronkeolus terdengar suara
bronkovesikuler.
4) Pemeriksaan jantung
a) Inspeksi
Tidak terlihat denyut pada intercosta 2 kanan (area
katup aorta), intercosta 2 kiri (area katup pulmonalis)
maupun intercosta 5 (ictus cordis).
b) Palpasi
Tidak teraba denyut pada intercosta 2 kanan (area
katup aorta), intercosta 2 kiri (area katup pulmonalis)
tetapi teraba denyut pada intercosta 5 (ictus cordis).
c) Perkusi
Suara redup dibagian intercosta kiri 2-5.
d) Auskultasi
Bunyi jantung reguler (BJ 1 dan BJ 2 tunggal), tidak
ada suara tambahan. Denyut jantung 96x/ menit.
5) Pemeriksaan Tulang Belakang
Bentuk tulang belakang normal, tidak ada luka maupun
benjolan
6) Abdomen
Lama puasa : pasien mulai puasa pukul 24.00 WIB, rencana
operasi pada pukul 10.30 WIB akan tetapi operasi dilakukan
pukul 13.30 sehingga terjadi perpanjangan puasa pasien
menjadi 13 jam
a) Inspeksi
Bentuk simetris, tidak terdapat bekas luka dan tidak ada
benjolan.
b) Auskultasi
Terdengar bunyi peristaltic lemah ± 12 kali/ menit
c) Palpasi
Terdapat nyeri tekan pada abdomen kanan, tidak terdapat
massa dan tidak acites.
d) Perkusi
Terdengar suara timpani pada kuadran kiri atas
7) Ekstremitas
a) Atas
Tangan simetris, tidak terlihat adanya lesi dan odem.
kapillary refill < 3 detik, turgor kulit elastis, nadi radialis
teraba kuat, teratur, terpasang infus RL pada tangan
sebelah kanan dengan kecepatan 20 tpm.
b) Bawah
Kaki simetris, tidak ada lesi kaki, turgor kulit elastis,
kapillary refill < 3 detik.
8) Neurologis
a) Status mental dan emosi :
Ekspresi wajah pasien tampak cemas, tidak tenang.
b) Kekuatan otot
kanan 5 5 kiri
5 5
Keterangan:
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Hasil Hematologi 3 April 2017
Nama Hasil Normal
Hematologi
Eritrosit 4,3 10ᴧ6/µL 3,3 – 5,2 10ᴧ6/µL
Leukosit 7050 mm3 3.600 – 11.000 mm3
Hemoglobin 12,9 g/dl 11,7 – 165,5
Hematokrit 37 % 35 – 47 %
Trombosit 303.000/ µL 150.000 – 440.000 mm3
MCV 85,5 fL 80 – 100
MCH 28,8 Pg/cell 26 – 34 PG
MCHC 33,7 % 32 – 36 g/DL
RDW 12,9% 11,5 – 14,5
MPV 9,5 fL 9,4-12,4
Hitung Jenis
Basofil 0,1 % 0-1
Eusinofil 1,6 % 2-4
Batang 0,4 % 3-5
Segmen 71,1 % 50-70
Limfosit 20,7 % 25-40
Monosit 6,1 % 2-6
PTT 8,9 detik 9,9 – 11,4 detik
APTT 22,7 detik 29,0-40,2 detik
Kimia Klinik
Ureum darah 9,1 Mg/dL 14,98-38,52
Kreatinin Darah 0,52 mg/dL 0,70-1,30
Glukosa Sewaktu 106 mg/dL ≤ 200
3) EKG
Tgl Jenis Diagnosa
pemeriksaan
4 April 2017 EKG a. HR 96 x/menit
b. Sinus Rhytme
4) Rontgen Thoraks
Tanggal 4 April 2017
Hasil :
a. Cor : bentuk dan letak jantung normal
b. Pulmo: corakan vaskuler tampak meningkat dan kasar, tak
tampak bercak pada kepua lapang paru
c. Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
d. Sinus costofrimus kanan kiri lancip
Kesan:
Cor tak membesar
3) Kesiapan Obat
a) Obat premedikasi berupa ondansetron telah
diberikan dengan dosis 4 mg
b) Obat anestesi marcaine dengan dosis 15 mg telah
disiapkan
2. Intra Anestesi
a. Prosedur Intra anestesi
1) Pasien dipindahkan ke meja operasi
2) Pasien dipasang tensimeter, pulse oksimeter, nasal kanule
dengan kecepatan 2 lpm
3) Hidupkan bed side monitor dan atur pengukuran tekanan
darah tiap 5 menit
4) Pasien dibantu duduk dengan kepala dan bahu ditekuk ke
bawah
5) Prosedur anestesi spinal dilakukan dokter spesialis anestesi
meliputi:
a) Desinfeksi area spinal dengan kasa betadin, alkohol dan
bersihkan dengan kasa kering
b) Menentukan lokasi penusukan L3-L4 dengan identifikasi
SIAS dekstra-sinistra
c) Penusukan jarum spinal dengan teknik penusukan meliputi
teknik midle, teknik paramedian dan teknik lumbosacral
sampai kedalaman ruang SAB
d) Waktu tepat untuk injeksi obat anestesi yaitu saat ujung
jarum spinal berada pada ruang SAB ditandai dengan cairan
CSS keluar jernih/tanpa darah maka jarum spuit dihubungkan
dengan jarum spinal: aspirasi CSS 0,1 ml, kecepatan injeksi 1
ml/3-5 detik dan masukan obat sesuai dosis kemudian jarum
spinal dicabut, tutup tempat suntikan dengan plester luka/kasa
kering steril
6) Posisikan pasien supinasi
7) Monitor tanda-tanda vital serta saturasi oksigen
8) Menanyakan keluhan pasien setelah penyuntikan spinal
meliputi sesak nafas (-), mual muntah (-), kesemutan pada kedua
kaki (+), kedinginan (-)
9) Monitor kebutuhan cairan selama intra operatif
a) Kebutuhan cairan pasien selama operasi:
Rumus Maintenance : 2 cc/kgBB/jam x BB
: 2 x 45 : 90 cc
Rumus Pengganti Puasa : lama puasa x maintenance
: 13 x 90 : 1170 cc
Rumus Stress operasi : jenis operasi x BB
: 6 x 45 : 270 cc
b) Pemberian cairan intra operasi
Jam I : ½ PP + M + SO
: 585 + 90 + 270
: 1530 cc
Jam II : ¼ PP + M + SO
: 292,5 + 90 + 270
: 652,5 cc = 653 cc
Jam III : ¼ PP + M + SO
: 292,5 + 90 + 270
: 652,5 cc = 653 cc
Jam IV : M + SO
: 90 + 270
: 360 cc
c) Pengganti perdarahan
Perdarahan < 20% dari EBV maka dapat diberikan
kristalod : koloid ( 3:1)
Perdarahan > 20% dari EBV maka cairan digantikan
dengan tranfusi darah
EBV Ny.N : BB x 65 : 45 x 65 : 2925 cc
Perdarahan intra operatif : 100 cc ( perdarahan 3,4 %)
10) Perawat anestesi mengobservasi keadaan pasien dan terus
memastikan apakah pasien sudah bernafas spontan atau belum
3. Post Anestesi
a. Pasien dipindahkan ke ruang PACU
b. Di ruang PACU pasien dipasang monitor oksigen nasal kanul 2
lpm, tensimeter dan saturasi oksigen
c. Pasien terpasang IVFD RL 500 ml dengan kecepatan 20 tpm
d. Pasien diberikan ketorolac 30 mg (1 ampul) rute IV
e. Melakukan observasi keadaan pasien hingga kesadaran penuh atau
bromage score > 2
f. Observasi hemodinamik pasien setiap 5 menit selama 15 menit
ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Pre Anestesi Kurang Cemas
DS:
pengetahuan
- Pasien mengatakan cemas
masalah
akan dibius
pembiusan /
- Pasien cemas jika setelah
operasi
dibius masih terasa sakit saat
di operasi
DO:
- Wajah tampak gelisah
- Data TTV:
TD: 150/85 mmHg
N : 96 x/menit
2. Intra Anestesi
a. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak
obat anestesi ditandai dengan pada menit ke 13.55 terjadi
penurunan tekanan darah menjadi 92/54 mmHg, perdarahan
100 cc
b. Gangguan rasa nyaman mual muntah berhubungan
dengan efek sekunder obat anestesi ditandai dengan pasien
mengatakan mual dan ingin muntah, TD pasien 96/75
mmHg pada pukul 14.11 WIB
c.Nyeri akut berhubungan dengan manipulasi saluran cerna
ditandai dengan pasien mengatakan sangat sakit dibagian
perut yang di operasi, pasien sering beristighfar, wajah
pasien meringis kesakitan, TD : 150/85 mmHg, nadi: 96
x/menit
3. Pasca Anestesi
a. Hambatan mobilitas ekstremitas bawah
berhubungan dengan pengaruh sekunder obat anestesi (RA)
ditandai dengan setelah pindah ke PACU, ketika diminta
menggerakkan kaki, kaki pasien belum bisa digerakkan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(tindakan operasi) ditandai dengan pasien mengatakan luka
operasi sudah terasa nyeri, wajah pasien tampak kesakitan,
TD : 148/92 mmHg, nadi: 94 x/menit
Dengan memberikan
Kolaborasi pemberian
terapi sesuai dengan
obat sedatif dengan
prosedur diharapkan rasa
dokter anestesi
cemas klien
berkurangklieberkurang/h
3. Hari, tanggal : Hari, tanggal : Kamis. 6 Kaji tingkat kekurangan Memberikan informasi Hari, tanggal : Kamis. 6 Hari, tanggal : Kamis.
Kamis. 6 April April 2017, pukul: 10.30 volume cairan untuk membantu dalam April 2017, pukul: 10.50 6 April 2017, pukul:
2017, pukul: WIB menentukan intervensi WIB 13.10 WIB
10.30 WIB Setelah dilakukan - Menanyakan lama S:
Risiko tindakan keperawatan puasa pasien - Pasien mengatakan
- Mengobservasi
gangguan selama 30 menit risiko sudah puasa sejak
kelancaran tetesan
keseimbangan gangguan keseimbangan Monitor masukan dan Memantau pukul 24.00 WIB
infus - Pasien mengatakan
cairan dan cairan dapat dihindari keluaran cairan keseimbangan cairan - Memonitor cairan pre
haus
elektrolit dengan kriteria hasil:
anestesi yang sudah - Pasien mengatakan
- Pasien menyatakan
berhubungan
masuk infus diganti tadi
tidak haus dan lemas
dengan - Mengukur tanda-
- Akral kulit hangat pagi
persiapan - Input dan Output tanda vital O:
- Memonitor - Bibir tampak kering
anestesi dan seimbang Monitor tanda-tanda Perubahan tanda-tanda - Pasien puasa selama
keadekuatan
operasi (puasa) vital vital dapat diakibatkan 13 jam
pemberian cairan
oleh respon tubuh - Infus RL 500 ml
infus RL 500 ml
terhadap dehidrasi. terpasang lancar
Kekurangan cairan A: Risiko gangguan
menyebabkan terlepasnya keseimbangan elektrolit
hormon renin yang teratasi sebagian
menimbulkan kenaikan P: Lanjutkan intervensi.
tekanan darah, nadi - Kelola pemberian
cairan infus sesuai
penghitungan
Kolaborasi pemberian Rehidrasi akan kebutuhan cairan
cairan infus dengan mengembalikan cairan
dokter yang hilang Iin
4. Hari, tanggal : Hari, tanggal : Kamis. Kaji tingkat kekurangan Memberikan informasi Hari, tanggal : Kamis. 6 Hari, tanggal : Kamis.
Kamis. 6 April 6 April 2017, pukul: volume cairan untuk membantu dalam April 2017, pukul: 14.10 6 April 2017, pukul:
2017, pukul: 13.45 WIB menentukan intervensi WIB 14.30 WIB
13.45 WIB Setelah dilakukan - Memonitor cairan pre S:
Intra Anestesi tindakan keperawatan anestesi yang sudah - Pasien mengatakan
selama 40 menit risiko masuk haus dan terasa
Risiko - Mengukur tanda-
gangguan keseimbangan dingin
gangguan tanda vital O:
cairan dapat dihindari
keseimbangan - Memonitor tetesan - Pasien puasa selama
dengan kriteria hasil:
cairan dan cairan infus RL 500 13 jam
- Pasien menyatakan
- Infus RL 500 ml
elektrolit tidak lemas Monitor masukan dan Memantau ml terpasang lancar
- Akral kulit hangat - Perdarahan 100 cc
berhubungan keluaran cairan keseimbangan cairan
- Input dan Output
A: Risiko gangguan
dengan
seimbang
Monitor tanda-tanda Perubahan tanda-tanda keseimbangan elektrolit
persiapan
vital vital dapat diakibatkan teratasi sebagian
anestesi dan
oleh respon tubuh P: Lanjutkan intervensi.
operasi (puasa)
terhadap dehidrasi. - Kelola pemberian
Kekurangan cairan cairan infus sesuai
menyebabkan terlepasnya penghitungan
hormon renin yang kebutuhan cairan
menimbulkan kenaikan
tekanan darah, nadi
Kolaborasi pemberian Rehidrasi akan Iin
cairan infus dengan mengembalikan cairan
dokter yang hilang
8. Hari, tanggal : Hari, tanggal : Kamis. Kaji rasa mual pasien Mengetahui masukan dan Hari, tanggal : Kamis. 6 Hari, tanggal : Kamis.
Kamis. 6 April 6 April 2017, pukul: keluaran cairan selama April 2017, pukul: 14.40 6 April 2017, pukul:
2017, pukul: 14.20 WIB intra anestesi WIB 14.40 WIB
14.20 WIB Setelah dilakukan - Menanyakan pasien S:
Gangguan rasa asuhan keperawatan Atur posisi kepala Posisi kepala lateral dapat keluhan mual dan - Pasien mengatakan
nyaman mual selama 10 menit, rasa pasien lateral mencegah terjadinya monitor tanda mual mual berkurang
- Mengatur posisi kepala - Pasien mengatakan
muntah mual muntah pasien aspirasi
miring masih pusing
berhubungan berkurang dengan
- Memonitor tanda-tanda
O:
dengan efek kriteria hasil:
vital
- Obat ondansetron dosis
sekunder obat - Pasien menyatakan Mengelola pemberian
Mual dapat terjadi karena 40 mg rute IV
anestesi mual berkurang obat antiemetik
Monitor gejala mual - TTD : 100/65 mmHg
- Pasien tidak muntah tekanan darah yang turun
ondansetron 4mg rute N: 89 x/mnt
Tanda-tanda vital stabil dan tekanan darah
- Posisi kepala pasien
IV
dalam batas normal
miring
(TD: Sistole 130-100/
A: Gangguan rasa nyaman
Diastole 90-70, N 60-
mual muntah teratasi
100 x/menit, RR
sebagian
20x/menit)
P: Lanjutkan intervensi.
Monitor tanda-tanda
Mengetahui dan vital
Kolaborasi pemberian Monitor gejala mual
mencegah terjadinya
obat analgetik dengan dan tekanan darah
kejadian hipotensi yang Kaji keluhan mual
dokter muntah di PACU
dapat menimbulkan mual
dan muntah
Eka
9. Hari, tanggal : Hari, tanggal : Kamis. Kaji karakteristik nyeri Memberikan informasi Hari, tanggal : Kamis. 6 Hari, tanggal : Kamis.
Kamis. 6 April 6 April 2017, pukul: (P,Q,R,S,T) untuk membantu dalam April 2017, pukul: 14.20 6 April 2017, pukul:
2017, pukul: 14.40 WIB menentukan WIB 14.40 WIB
14.40 WIB Setelah dilakukan pilihan/keefektifan - Mengkaji karakteristik S: -
Nyeri akut
tindakan keperawatan intervensi nyeri O:
berhubungan Ajarkan teknik relaksasi Menurunkan tegangan - Mengajarkan teknik
selama 10 menit, nyeri - Pasien diberikan
dengan nafas dalam otot, memfokuskan nafas dalam
pasien dapat berkurang isoflurant
- Memberikan posisi
manipulasi kembali perhatian dan
dengan kriteria hasil: menggunakan face
nyaman
saluran cerna - Menyatakan nyeri dapat meningkatkan
mask 2 vol %
hilang kemampuan koping. - Pasien tampak nyaman
- Pasien tampak Monitor tanda-tanda Dengan posisi nyaman tidak kesakitan
tenang vital dapat menghilangkan A: Nyeri akut teratasi
Tanda-tanda vital
tegangan otot P: Hentikan intervensi
pasien normal (TD:
Sistole 130-100/ Kelola pemberian obat Dengan memberikan
Fika
11. Hari, Hari, tanggal : Kamis. Atur posisi pasien Dengan posisi nyaman Hari, tanggal : Kamis. 6 Hari, tanggal : Kamis.
tanggal : 6 April 2017, pukul: dapat menghilangkan April 2017, pukul: 14.40 6 April 2017, pukul:
Kamis. 6 April 14.40 WIB tegangan otot WIB 14.40 WIB
2017, pukul: Setelah dilakukan asuhan - Mengatur posisi pasien S:
Kaji kemampuan Menentukan pemulihan - Menggerakkan
14.40 WIB keperawatan selama 20 - Pasien mengatakan
ekstremitas pasien motorik pasien akibat dari ekstremitas bagian
Hambatan menit pasien mampu sudah nyaman dengan
setiap 5 menit di PACU spinal anestesi bawah
mobilitas menggerakkan ekstremitas posisinya
- Mengukur bromage score
(bromage score) - Pasien mengatakan
ekstremitas bawah bawah
berhubungan , dengan kriteria hasil: Gerakkan dan ajarkan Memperlancar sirkulasi sudah bisa menekuk
dengan pengaruh - Tidak ada neurophati pergerakan ekstremitas pasien kakinya
- Skore Bromage > 2
sekunder obat bawah O:
anestesi (RA) - Posisi pasien semi
fowler
- Score Bromage yaitu 0
A: Hambatan mobilitas
ekstremitas bawah teratasi
P: Hentikan intervensi
Fika
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dunn, P. F., Jean, K., dan Carl, E. R. (2011). Clinical Anesthesia Procedures of
the Massachusetts General Hospital. Lippincot Williams & Wilkins.
Gwinnutt, Carl. L. (2011). Catatan Kuliah Anestesi Klinis 3rd ed. Jakarta: EGC
Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, MR. (2009). Petunjuk praktis anestesiologi
ed 2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI
Mansjoer, A., dkk. (2007).Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama.
Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Rojas, J. O. D., Peter, S., dan William, C. W. (2014). Regional anesthesia versus
general anesthesia for surgery on the lumbar spine: A review of the
modern literature. Clinical Neurology and Neurosurgery
Salinas, F.V., Michael, F.M., Christhoper M.B., Susan B.M. (2009). Spinal
Anesthesia In A Practical Approach To Regional Anesthesia 4th Edition,
New York: lippincontt Wiliams & Wilkins