Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

PADA PASIEN HIDROKEL DENGAN TEHNIK REGIONAL ANESTESI SUB


ARACHNOID BLOCK

Disusun Oleh :
Kelompok 5:

Suryanto
M.Aryadi A
Eka septian sukarman
Hidayati
I ketut wimawan wikantara
Lalu irwandi Mustakim
Mimil ratna mila
Sodik eko purwanto
Arlin aziz ahmad
Muhammad asma
Muhammad zulfahri sitompul

FAKULTAS KESEHATAN
PRODI DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM B
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Asuhan Kepenataan
Anestesi yang berjudul “Asuhan Kepenataan Anestesi pada pasien Hidrocel”
ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan Asuhan Kepenataan Anestesi ini adalah


untuk memenuhi tugas dari Dosen kami Bapak Emanuel pada Mata Kuliah
Askan ODS Ambulatori. Selain itu, Asuhan Kepenataan Anestesi ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Pasien Hidrocel" bagi para
pembaca dan juga bagi penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Emanuel selaku Dosen


Kami pada Mata Kuliah Askan ODS Ambulatori. yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga Kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penyusun
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, April 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 1
C. Metoda Penulisan 3
D. Sistematika Penulisan 3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Hidrocel 5
B. Pertimbangan Anestesi 11
C. WOC 16
D. Tinjauan Teori ASKAN 18
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan Anestesi 24
B. Analisa Data 38
C. Masalah Kesehatan Anestesi 40
D. Rencana Intervensi 41
E. Implementasi dan Evaluasi 45
F. Catatan Perkembangan 49
BAB IV PEMBAHASAN 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 55
B. Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 57

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang
membungkus testis, yang menyebabkan pembengkakan lunak pada
salah satu testis. Penyebabnya karena gangguan dalam pembentukan
alat genitalia eksternal, yaitu kegagalan penutupan saluran
tempat turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Cairan
peritoneum mengalir melalui saluran yang terbuka tersebut dan
terperangkap di dalam skrotum sehingga skrotum
membengkak.

Sekitar 10% bayi baru lahir mengalami hidrokel, dan umumnya


akan hilang sendiri dalam tahun pertama kehidupan. Biasanya tidak
terasa nyeri dan jarang membahayakan sehingga tidak membutuhkan
pengobatan segera. Pada bayi hidrokel dapat terjadi mulai dari dalam
rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu , testis turun dari rongga perut
bayi kedalam skrotum, dimana setiap testis ada kantong yang
mengikutinya sehingga terisi cairan yang mengelilingi testis tersebut.
Pada orang dewasa, hidrokel bisa berasal dari proses radang atau
cedera pada skrotum. Radang yang terjadi bisa berupa epididimitis
(radang epididimis) atau orchitis (radang testis).

B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami asuhan kepenataan anestesi
pada pasien Hidrocel dilakukan tindakan operasi Hidrokelektomi
dengan tindakan general anestesi.

C. Metode Penulisan
Penulisan laporan seminar ini menggunakan metode studi kasus
dengan pendekatan pemecahan masalah proses kepenataan anestesi
yang terdiri dari pengkajian, masalah kesehatan, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi. Adapun teknik penulisan bersifat deskriptif yaitu

4
memberikan gambaran tentang pengelolaan kasus pasien dengan
Hidrolektomi. Sedangkan teknik pengambilan data yang digunakan
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi partisipatif
Suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan kepenataan
anestesi pada klien selama di rumah sakit dan lebih bersifat
obyektif yaitu, dengan melihat respon klien setelah dilakukan
tindakan.
2. Interview
Suatu teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengadakan tanya jawab dengan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lain untuk mendapatkan keterangan.
3. Pemeriksaan Fisik
Suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan
mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk
mendapatkan data fisik klien secara keseluruhan.
4. Studi Dokumenter
Suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan
mempelajari catatan medik dan catatan perawatan serta hasil
pemeriksaan diagnosik yang ada. Dalam hal ini penulis
mempelajari buku laporan, catatan kepenataan dan catatan medik
serta hasil diagnostic.
5. Studi Pustaka
Mepelajari buku-buku referensi tentang penyakit yang
berhubungan dengan kepenataan anestesi.

D. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan seminar ini, menggunakan sistematika
penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu:
BAB I : Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar
belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori, yang meliputi tinjauan teori (Hirocel),
pertimbangan anastesi, tinjauan teori askan pre intra
5
pasca anastesi dan pembedahan (pengkajian sampai
evaluasi)
BAB III : Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian kepenataan
anastesi, analisa data, masalah kesehatan anastesi,
rencana intervensi, implementasi, evaluasi dan catatan
perkembangan.
BAB IV : Pembahasan meliputi kesenjangan antara tinjauan teori
dengan tinjauan kasus (pengkajian, problem,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi)
BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA

6
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TEORI PENYAKIT


1. Definisi
Hidrocel adalah sesuatu yang tidak nyeri bila ditekan, massa berisi cairan yang
dihasilkan dari gangguan drainase limfatik dari skrotum dan pembekakan tunika
vaginalis yang mengelilingi testis (Lewis, 2014).
Hidrocel adalah penyebab umum dari pembekaan skrotum dan dikarenakan oleh
ruang paten di tunika vaginalis. Hidrocel terjadi ketika ada akumulasi abnormal cairan
serusa antara lapisan parietal dan viseral dari tunika vaginalis yang mengelilingintestis
(Parks & Leung, 2013).
Hidocel adalah pelebaran kantong buah zakar karena terkumpulnya cairan linfe
didalam tunika vaginalis testis. Hidrocel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah
zakar ( Kemenkes RI, 2013 )
Hidrocel adalah kumpulan cairan diantara lapisan viseralis dan parietal tunika
vaginalis testis di sepanjang funikulus spermatikus ( Kowalak dkk, 2011 )
Hidrocel adalah penumpukan cairan berlebihan di antara cairan lapisan parietalis
dan viseralis tunika vaginalis, yang dalam keadaan normal cairan ini berda dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorsi oleh sistim limfatik di sekitarnya ( Purnomo,
2010 )

2. Etiologi
a. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis dan atau belum
sempurnanya sistim limfatik di daerah skrotum dalam melakukan resorbsi cairan hidrocel
( Purnomo, 2010 )

b. Ketidakseimbangan antra produksi dan penyerapan cairan dalam membran


serosa dari tunika vaginalis(Borgman,2014;Parks&Leung,2013)

c. Bisa juga karena trauma, infeksi, atau proses neoplastik ( Park & Leung,
2013 )

3. Klasifikasi
Menurut ( Jenkins, 2008 ) Dalam Mahayani dan Darmajaya (2012) dikatakan bahwa
hidrocel diklasifikasikan menjadi lima yaiyu Hidrocel Komunikan, Hidrocel

7
Nonkomunikan, Hidrocel Reaktif, Hidocel pada cord, Hidocel pada canal of nuck, dan
Hidrocel abdominoskrotal.
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu:
1. Hidrokel primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi
kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan
terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan
diabsorpsi.
2. Hidrokel sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu
masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan
oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu
proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya
produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup
oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.

4. Patofisiologi
Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir)
ataupun ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak
menutupnya rongga peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah
rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan
terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Cairan yanng
seharusnya seimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa.
Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan yang terus-
menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah
yang ada di daerah sekitar testis tersebut.

5. Pemeriksaan penunjang
1. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa
skrotum. Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi
pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak

8
dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga
yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel .
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan
membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel)
dan kemungkinan adanya tumor.

6. penatalaksanaan
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan jika
penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika
hidrokelnya sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis.
Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan sebuah
jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan besar hidrokel akan
berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi, bisa disuntikkan zat
sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea) untuk menyumbat/menutup
lubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan tertimbun kembali. Hidrokel yang
berhubungan dengan hernia inguinalis harus diatasi dengan pembedahan sesegera
mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi
jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan
koreksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
(1) Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah,
(2) Indikasi kosmetik
(3) Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam
melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Tindakan pembedahan berupa hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa


dilakukan anestesi umum ataupun regional (spinal).
Teknik Operasi
Secara singkat tehnik dari hidrokelektomi dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Dengan pembiusan regional atau umum.
• Posisi pasien terlentang (supinasi).
• Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.

9
• Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
• Insisi kulit pada raphe pada bagian skrotum yang paling menonjol lapis demi lapis
sampai tampak tunika vaginalis.
• Dilakukan preparasi tumpul untuk meluksir hidrokel, bila hidrokelnya besar sekali
dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu.
• Insisi bagian yang paling menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan:
• Teknik Jaboulay: tunika vaginalis parietalis dimarsupialisasi dan bila diperlukan
diplikasi dengan benang chromic cat gut.
• Teknik Lord: tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya diplikasi dengan benang
chromic cat gut.
• Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic cat gut

B. PERTIMBANGAN ANESTESI
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam
hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi
pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).
Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannya dibagi
menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangakan anestesi regional
dan anestesi local menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya
kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh
(Morgan, 2011).
Dari beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
Anestesti merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan
atau melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit dengan cara
trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.

2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum melibatkan hilangnya kesadaran secara penuh. Anestesi umum
dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi intravena atau melalui inhalasi (Royal
College of Physicians (UK), 2011).

10
Anestesi umum meliputi:

1) Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan anestetika inhalasi (VIMA=Volatile


Induction and Maintenance of Anesthesia)

2) Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena (TIVA=Total


Intravenous Anesthesia)
Anestesi umum merupakan suatu cara menghilangkan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pembedahan
yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan
manipulasi jaringan yang luas.

b. Regional Anestesi

1) Pengertian Anestesi Spinal


Anestesi spinal adalah injeksi agen anestesi ke dalam ruang intratekal, secara
langsung ke dalam cairan serebrospinalis sekitar region lumbal di bawah level L1/2
dimana medulla spinalis berakhir (Keat, dkk, 2013). Spinal anestesi merupakan anestesia
yang dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar untuk meniadakan proses
konduktifitas pada ujung atau serabut saraf sensori di bagian tubuh tertentu (Rochimah,
dkk, 2011)

2) Tujuan Anestesi Spinal


Menurut Sjamsuhidayat & De Jong tahun 2010 anestesi spinal dapat digunakan
untuk prosedur pembedahan, persalinan, penanganan nyeri akut maupun kronik.

3) Kontraindikasi Anestesi Spinal


Menurut Sjamsuhidayat & De Jong tahun 2010 anestesi regional yang luas seperti
spinal anestesi tidak boleh diberikan pada kondisi hipovolemia yang belum terkontrol
karena dapat mengakibatkan hipotensi berat.
Komplikasi yang dapat terjadi pada spinal anestesi menurut Sjamsuhidayat & De
Jong tahun 2010, ialah:

- Hipotensi terutama jika pasien tidak prahidrasi yang cukup;

- Blokade saraf spinal tinggi, berupa lumpuhnya pernapasan dan memerlukan bantuan
napas dan jalan napas segera;

- Sakit kepala pasca pungsi spinal, sakit kepala ini bergantung pada besarnya diameter
dan bentuk jarum spinal yang digunakan.

11
12
4) Jenis – Jenis Obat Spinal Anestesi
Lidokain, Bupivakain, dan tetrakain adalah agen anestesi lokal yang utama
digunakan untuk blockade spinal. Lidokain efektif untuk 1 jam, dan bupivacaine serta
tetrakain efektif untuk 2 jam sampai 4 jam (Reeder, S., 2011).

3. Teknik Anestesi
Sebelum memilih teknik anestesi yang digunakan, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan diantaranya keselamatan dari ibu, keselamatan bayi, kenyamanan ibu serta
kemampuan operator di dalam melakukan operasi pada penggunaan anestesi tersebut.
Menurut Mangku G & Senapathi T tahun 2018 pada sectio caesarea terdapat dua kategori
umum anestesi diantaranya Generał Anesthesia (GA) dan Regional Anesthesia (RA)
dimana pada RA termasuk dua teknik yakni teknik spinal dan teknik epidural. Teknik
anestesi dengan GA biasanya digunakan untuk operasi yang emergensi dimana tindakan
tersebut memerlukan anestesi segera dan secepat mungkin. Teknik anestesi GA juga
diperlukan apabila terdapat kontraindikasi pada teknik anestesi RA, misalnya terdapat
peningkatan pada tekanan intrakranial dan adanya penyebaran infeksi di sekitar vertebra.
Terdapat beberapa resiko dari GA yang dapat dihindari dengan menggunakan
teknik RA, oleh karena itu lebih disarankan penggunaan teknik anestesi RA apabila
waktu bukan menupakan suatu prioritas. Penggunaan RA spinal dan RA epidural lebih
disarankan untuk digunakan dibandingkan dengan teknik GA pada sebagian kasus sectio
caesarea. Salah satu alasan utama pemilihan teknik anestesi RA dibandingkan dengan
GA adalah adanya resiko gagalnya intubasi trakea serta aspirasi dari isi lambung pada
teknik anestesi GA. Selain itu, GA juga meningkatkan kebutuhan resusitasi pada
neonatus (Fyneface, S. O 2thed).
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk teknik spinal anestesi, yaitu:

a. Pre Block Preparations


Induksi spinal anestesia seringkali menimbulkan perubahan hemodinamik, oleh
karena itu pasien harus dimonitor secara kontinyu, obat-obat resusitasi dan peralatan
harus dapat disediakan dengan segera. Sedasi (analgetik dan anxiolitik) seringkali
diberikan sebelum melakukan anestesi spinal untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan
kecemasan. Penting untuk mengingat bahwa tidak semua spinal anestesia sukses dan
spinal anestesia itu sendiri bisa mengakibatkan gangguan respirasi. Sehingga, setiap
anestesia spinal potensial memerlukan perubahan yang cepat ke general anestesia.Obat-
obat dan peralatan untuk airway management yang tepat harus bisa disediakan dengan
cepat.
13
b. Patient Positioning
Lateral dekubitus, duduk dan prone posisi, semuanya dapat digunakan untuk
melakukan anestesia spinal. Tiap posisi memiliki kelebihan dan kekurangan. Lateral
dekubitus adalah posisi yang paling sering dipakai. Pasien biasanya merasa nyaman
dengan posisi ini dan lebih sedikit menelungkup dalam bergerak, dibandingkan posisi
duduk. Sinkop lebih jarang terjadi daripada posisi duduk. Pasien diposisikan pada pinggir
meja operasi dengan pinggul dan bahu diposisikan vertikal.
Posisi duduk, rutin dipilih oleh beberapa praktisi dan seringkali dipilih saat
dilakukan pada pasien obese. Pada populasi obese, palpasi dimidline processus spinosus
seringkali sulit / tidak memungkinkan. Pada kasus ini, posisi midline dapat diperkirakan
dengan menghubungkan garis imaginer antara vertebra cervical yang paling menonjol
(C7) dan cekungan intergluteal dan hal ini lebih mudah dilakukan saat pasien duduk.
Posisi telungkup kadangkala dipilih untuk melakukan spinal anestesia pada pasien
yang akan dilakukan anal surgery dengan posis jack-knife. Pasien diposisikan sesuai
pembedahan lalu dilakukan lumbal punksi. Anestesi lokal hipobarik dipergunakan untuk
membatasi efek anestesi pada dermatom sakral dan lumbal bawah.

c. Puncture Site
Punksi dura biasanya dilakukan dibawah L2 untuk menghindari spinal cord yang
berakhir pada L1-L2. Meskipun terdapat variasi dari masing- masing individu, sebuah
garis yang melalui Krista iliaca biasanya akan melalui ruang diantara L4-L5. Teknik
aseptik sangat penting, termasuk melapisi regio lumbal dengan iodine dan atau larutan
alkohol dan memakai penutup steril.

d. Midline atau Paramedian Approach


Dua pendekatan ke ruang subarachnoid seringkali dipakai yaitu midline dan
paramedian. Keduanya simpel dan efektif. Praktisi harus familiar dengan kedua
pendekatan ini, sehingga mereka memiliki teknik alternatif pada saat pendekatan pertama
gagal dilakukan.

4. Rumatan Anestesi
a. Regional Anestesi

b. General Anestesi
Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan
anestetika inhalasi (VIMA=Volatile Induction and Maintenance of Anesthesia);

14
1)Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena (TIVA=Total
Intravenous Anesthesia);

2)Obat Pelumpuh Otot;

3)Obat Analgetik;

4)Obat Hipnotik Sedatif;

5)Obat untuk merangsang kontraksi uterus (Oxytocin dan


Metylergometrine)

6)Obat Antiemetik.

5. Risiko
1) Gangguan kardiovaskuler : Penurunan curah jantung

2) Gangguan respirasi : Pola nafas tidak efektif

3) Gangguan termoregulasi : Hipotermi

4) Gastrointestinal : Rasa mual dan muntah

5) Resiko infeksi : Luka insisi post operasi

6) Nyeri : Proses kontraksi, terputusnya kontinuitas jaringan kulit

7) Resiko Jatuh : Efek obat anestesi, Blok pada saraf motorik

8) Ansietas : Ketakutan akan tindakan pembedahan

15
C. WEB OF CAUTION (WOC)

HIDROKEL

Tindakan operasi

16
D. TINJAUAN TEORI ASKAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebebutuhan serta
masalahnya. Data pengkajian yang secara umum ditemukan pada pasien hidrokel dengan
regional anestesi meliputi:

a. Data Subjektif

1) Pasien mengatakan takut di operasi;

2) Pasien mengatakan sering kencing;

3) Pasien merasa tidak dapat rileks;

4) Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi;

5) Pasien mengeluh mual dan pusing;

6) Pasien mengatakan kedinginan;

7) Pasien merasa badan lemas;

8) Pasien mengatakan kaki sulit digerakkan.

b. Data obyektif

1) Pasien tampak gelisah;

2) Terdapat cairan pada kantong zakar;

3) Nadi, TD, RR meningkat; 4) SaO2 <95%

4) TD dibawah batas normal

5) Akral teraba dingin

6) Pasien tampak menggigil

7) Bromage score >1

2. Masalah Kesehatan Anestesi


Masalah kesehatan anestesi yang secara umum sering muncul pada pasien hidrokel
dengan spinal anestesi meliputi:
Pre Anestesi :

17
- Risiko cedera anestesi

- Cemas/ansietas

Intra Anestesi :

- Risiko cedera trauma pembedahan

- RK disfungsi respirasi

- RK disfungsi kardiovaskuler

Post Anestesi :

- Risiko jatuh

- Nyeri pasca operasi

3. Perencanaan Intervensi
Pre Anestesi :
Risiko Cedera Anestesi
Tujuan :

- Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi cedera


anestesi.
Kriteria Hasil :

- Pasien siap untuk dilakukan tindakan anestesi

- Pemilihan teknik anestesi yang tepat sesuai kondisi pasien


Rencana Intervensi :

- Lakukan persiapan sebelum pembedahan

- Kaji status nutrisi pasien (menimbang BB)

- Anjurkan pasien untuk berpuasa

- Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum operasi

- Lakukan balance cairan

- Lepaskan aksesoris

- Lakukan latihan pra anestesi


18
- Pantau penyulit yang akan terjadi

- Tentukan status fisik menurut ASA

- Kolaborasi dalam pemberian obat premedikasi

- Kolaborasi penetapan teknik anestesi

- Lakukan informed consent

Cemas/Ansietas
Tujuan :

- Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan ansietas (kecemasan)


teratasi
Kriteria Hasil :

- Pasien bersedia menjalani operasi

- Pasien tampak tenang dan tidak gelisah

- TTV dalam batas normal (TD: 100-120/70-80 mmHg, N: 60-100 x/mnt R: 16-24
x/mnt, S: 36,5-37,5oC)
Recana Intervensi:

- Lakukan kunjungan pra operasi

- Bantu pasien mengekspresikan perasaan

- Berikan dukungan pada pasien

- Jelaskan tentang prosedur pembedahan dan anestesi

- Jelaskan tentang Latihan aktivitas pasca operasi

- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian premedikasi

Intra Anestesi :

Risiko Cedera Trauma Pembedahan


Tujuan :

- Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi cedera


trauma pembedahan.
19
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda tanda-tanda trauma pembedahan

- Pasien tampak rileks selama operasi berlangsung

- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)

- Saturasi oksigen >95%

- Pasien telah teranestesi, relaksasi otot cukup, dan tidak


menunjukkan respon nyeri

- Tidak adanya komplikasi anestesi selama operasi berlangsung


Rencana Intervensi :

- Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan teknik anestesi

- Bantu pelaksanaan anestesi (spinal anestesi) sesuai dengan program kolaboratif


spesialis anestesi

- Bantu pemasangan alat monitoring non invasif

- Monitoring perianestesi

- Atasi penyulit yang timbul

- Lakukan pemeliharaan jalan napas

- Lakukan pemasangan alat ventilaasi mekanik

- Lakukan pengakhiran tindakan anestesi

RK Disfungsi Respirasi
Tujuan :

- Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi disfungsi


respirasi.
Kriteria Hasil :

- Tidak terjadi high spinal

- Pasien dapat bernapas dengan rileks

- RR normal : 16-20 x/menit

20
- SaO2 normal : 95-100%
Rencana Intervensi :

- Monitoring TTV

- Monitoring saturasi oksigen

- Atur posisi pasien

- Berikan oksigen

- Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam pemasangan alat ventilasi mekanik

RK Disfungsi Kardiovaskuler
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi disfungsi
kardiovaskuler.
Kriteria Hasil :

- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)

- CM = CK

- Tidak terjadi edema/asites

- Tidak terjadi sianosis

- Tidak ada edema paru


Rencana Intervensi :

- Observasi TTV

- Observasi kesadaran

- Monitoring cairan masuk dan cairan keluar

- Monitoring efek obat anestesi

- Kolaborasi dengan dokter anestesi dalam tindakan perioperative

- maintenance cairan intravena dan vasopressor

21
Post Anestesi :

Nyeri Pasca Anestesi


Tujuan :

- Setelah dilakukannya tindakan keperawatan anestesi diharapkan nyeri pasca operasi


teratasi.
Kriteri Hasil :

- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)

- Skala nyeri berkurang 0-3

- Pasien tampak tenang


Rencana Intervensi :

- Observasi TTV

- Lakukan pengkajian PQRST

- Anjurkan pasien mengatur napas

- Ajarkan teknik distraksi relaksasi

- Kolaborasi dalam pemberian analgetic

Risiko Jatuh
Tujuan :

- Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan pasien aman setelah


pembedahan.
Kriteria Hasil :

- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)

- Bromage score <1

- Pasien mengatakan kaki dapat digerakkan

- Pasien tampak tidak lemah


Rencana Intervensi :

22
- Monitoring TTV

- Lakukan penilaian bromage score

- Berikan pengaman pada tempat tidur pasien

- Berikan gelang resiko jatuh

- Latih angkat atau gerakkan ekstremitas bawah

4. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan anestesi merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan anestesi yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

23
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI
HIDROKEL

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, status
perkawinan, dan penanggung biaya dll
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh ada cairan pada kantong zakar dan terasa nyeri.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh benjolan semakin membesar disertai rasa nyeri saat tersentuh. Keluhan
kantong zakar terdapat cairan dan terasa berat terutama saat posisi berdiri
3. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami Trauma, kecelakaan sehingga testis rusak, Konsumsi
obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis, Pernah menjalani operasi yang berefek
4. Riwayat penyakit keluarga
kaji apakah saudara / keluarga klien memiliki penyakit yang sama dengan penderita.

c. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : composmentis, adanya benjolan pada kantong zakar dan terasa nyeri.
- TTV :
- TD: meningkat
- Nadi: normal
- RR: normal
- Suhu: meningkat
 Review of system
a. B1 (Breath)
Biasanya pasien dengan hidrokel tidak di temukan masalah pada sistem pernafaan. Kecuali
jika ada penyakit yang menyertai atau kemungkinan komplikasi.
b. B2 (Blood)
Biasanya pasien hidrokel terjadi takikardi
c. B3 (Brain)
Biasanya GCS Normal, Pendengaran, penciuman, perabaan dan penglihatan klien normal.
d. B4 (Bladder)
Biasanya pada hidrokel terjadi nyeri saat BAK karena ada benjolan berisi cairan pada
24
kantong zakar.
e. B5 (Bowel)
Biasanya pada hidrokel tidak terjadi penurunan nafsu makan.
f. B6 (Bone)
Biasanya terjadi kesulitan untuk beraktivitas karena adanya benjolan berisi cairan pada
kantong zakar yang menyebabkan nyeri.
g. Activity daily living
1) Aktivitas
Biasanya pada pasien dengan hidrokel terjadi kesulitan beraktivitas.
2) Sirkulasi
Biasanya pasien hidrokel terjadi takikardi
3) Eliminasi
Biasanya pasien dengan hidrokel akan terjadi nyeri saat BAK karena ada benjolan berisi
cairan pada kantong zakar.
4) Makanan dan cairan
Biasanya pasien hidrokel tidak terjadi penurunan nafsu makan
5) Neurosensori
Biasanya pasien dengan hidrokel peka terhadap rangsang
6) Nyeri/kenyamanan
Biasanya pasien dengan hidrokel mengalami gangguan rasa nyaman nyeri karena terdapat
benjolan berisi cairan pada kantong zakar

2. Kesimpulan Status Fisik (ASA)


Dari hasil pemeriksaan diatas disimpulkan bahwa pasien dengan ASA I.

3. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit : (-)
b. Jenis anastesi : Regional Anestesi Indikasi : operasi pada daerah abdomen
c. Teknik anastesi : SAB
d. Indikasi : operasi daerah genetalia
e. Persiapan alat
1) Apparatus anestesi (+)
2) STATICS (+)
a) Scope : Stetoskop dan laringoskop
b) Tube : ETT ukuran 6.5, 7.0, dan 7.5
c) Airway : OPA 90 mm
d) Tapes : Plester
25
e) Introducer : Mandrin/stilet
f) Conector
g) Suction
3) Bed site monitor (+)
4) Set regional anestesi (SAB) terdiri :
a)Jarum spinal no 26 G (1 pcs)
b)Spuit 5 cc (1 pcs)
c) Handscoon steril no 7 (1 psg)
d)Betadine 50 cc
e) Alkohol 50 cc
f) Plester
g)Duk steril (2 pcs)
h)Kassa steril (4 pcs)
5) Obat-obatan anestesi:
- Pre-medikasi : Ondansetron 4 mg
- Obat antiemetik : Ondansetron 4 mg
- Obat analgetik : Kaltrofen supp 100 mg
- Induksi : Bunascan Spinal 0,5 % Heavy (Bupivacain HCl)
- Pelumpuh otot : (-)
- Obat maintenance:
Midazolam 2 mg IV, Pethidine 25 mg IV, Ephedrine 10
Antidotum : (-)
- Cairan : Kristaloid

26
A. Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


I. PRE ANESTESI
1 DS:
 Pasien mengatakan Tindakan pembedahan dan Ansietas
takut dan cemas anestesi
dengan tindakan ↓
operasi yang akan Kurangnya pengetahuan
dijalani tentang tujuan dan prosedur
 Pasien mengatakan tindakan
belum pernah ↓
dirawat di rumah Cemas
sakit sebelumnya
 Pasien mengatakan
merasa gelisah
DO:
 Pasien

tampak tegang
 TD : 102/66
mmHg N : 107
x/mnt
RR : 20 x/mnt
2 DS:
Pasien mengatakan Tindakan SC Risiko
takut dan cemas ↓ Cedera
dengan tindakan Tindakan anestesi Anestesi
operasi yang akan ↓
dijalani Risiko cedera anestesi
DO:
 Pasien tiba di ruang
persiapan jam 10.00
WIB
 Pasien tampak
masih
menggunakan
aksesoris
 Persiapan

pasien
belum

dilakukan
keseluruhan
II. INTRA ANESTESI
1 DS:
Pasien mengatakan Efek agen anestesi Risiko
27
takut terasa nyeri ↓ Cedera
ketika operasi Farmakokinetik obat Trauma
dilakukan ↓ Pembedaha
n

DO: Risiko cedera


 Pasien tampak trauma
sedikit tegang pembedahan
 TD : 100/61
mmHg N : 112
x/mnt
RR : 20 x/mnt
SaO2 : 97%
2 DS:
- Tindakan anestesi (SAB) RK
DO: ↓ Disfungsi
 Pasien akan Posisi pasien tidak sesuai Respirasi
dilakukan tindakan ↓
SC dengan teknik Risiko high spinal
RA (SAB) ↓
 Pasien teranestesi Oksigenasi tidak adekuat
blok spinal setinggi ↓
thoracal 6 RK disfungsi respirasi
 TD : 103/60
mmHg N : 106
x/mnt
RR : 20 x/mnt
SaO2 : 97%
3 DS:
Pasien Tindakan anestesi (SAB) RK
↓ Disfungsi
mengatakan mual, Vasodilatasi pembuluh Kardiovaskul
pusing dan lemas DO: darah er
 Pasien tampak ↓
pucat Intake cairan tidak
 Pasien tampak mencukupi
lemas ↓
 TD : 88/42 RK disfungsi
mmHg N : 115 kardiovaskuler
x/mnt
RR : 20 x/mnt
SaO2 : 99%
III. POST ANESTESI
1 DS:
 Pasien Suhu ruangan dan agent RK Disfungsi
anestesi Termoregulasi
mengatakan ↓
kedinginan Menggigil
 Pasien ↓
RK Disfungsi
28
meminta perawat Termoregulasi
menyelimutinya
DO:
 Pasien

tampak gemetaran

dan
menggigil
 Akral pasien teraba
dingin
 CRT >3dtk
 TD: 107/54
mmHg N: 93
x/mnt
RR: 19 x/mnt
S: 35,10C
 Suhu ruangan 190C

2 DS:
 Pasien mengatakan Teknik pembiusan Risiko Jatuh
kakinya belum bisa ↓
bergerak Efek obat anestesi
 Pasien mengatakan ↓
kakinya masih terasa Blok saraf motorik
berat ↓
DO: Kelemahan
 Pasien tampak ↓
belum bisa Risiko jatuh
menggerakkan
kakinya
 Pasien
tampak
menggunakan pin
berwarna kuning
pada gelang identitas
 Pasien
tampak dilindungi
oleh bagian samping
brankar
 Bromage score 3
 Risiko jatuh 65

29
II. PROBLEM (MASALAH)
A. Pre Anestesi
- Risiko cedera anestesi
- Ansietas
Alasan prioritas : masalah disfungsi sirkulasi apabila tidak teratasi akan menimbulkan
komplikasi anestesi mulai dari ringan sampai berat. Sehingga perlu persiapan yang tepat.
B. Intra Anestesi
- Risiko cedera trauma pembedahan
- RK disfungsi kardiovaskuler
- RK disfungsi respirasi
Alasan prioritas : pembedahan adalah tindakan invasive melalui sayatan untuk
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan diakhiri dengan
penjahitan dan penutupan luka. Tindakan pembedahan menimbulkan rasa nyeri karena
sayatan pada kulit. Nyeri yang dirasakan saat operasi merupakan suatu komplikasi cedera
pembedahan yang apabila tidak diatasi akan menimbulkan masalah kesehatan lainnya.
Pemilihan teknik anestesi dan pencapaian efek obat anestesi yang tepat mempengaruhi
risiko terjadinya cedera trauma pembedahan.

C. Post Anestesi
- RK disfungsi termoregulasi
- Risiko jatuh
Alasan prioritas : termoregulasi merupakan proses yang melibatkan mekanisme
hemostatis yang mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai dengan
mempertahankan keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas yang
dikeluarkan. Kedinginan dan menggigil merupakan bentuk dari kompensasi tubuh pasien
terhadap obat anestesi yang diberikan. Jika kedinginan dan menggigil tidak teratasi
maka akan menimbulkan masalah kesehatan lainnya.

30
III. Rencana Intervensi

N Problem Rencana Intervensi


o (Masalah) Tujuan Intervensi
Pre Anestesi
1 Risiko Cedera Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan persiapan
Anestesi keperawatan sebelum pembedahan
2. Kaji status nutrisi pasien
anestesi diharapkan tidak (menimbang BB)
terjadi cedera anestesi 3. Anjurkan pasien untuk
dengan kriteria hasil : berpuasa
1. Pasien siap untuk 4. Anjurkan pasien untuk
dilakukan mengosongkan kadung
tindakan anestesi kemih sebelum operasi
2. Pemilihan teknik 5. Lakukan balance cairan
anestesi yang tepat 6. Lepaskan aksesoris
sesuai kondisi pasien 7. Lakukan latihan pra
anestesi
8. Pantau penyulit yang
akan terjadi
9. Tetapkan
kriteria mallampati
10. Tentukan status
fisik menurut ASA
11. Kolaborasi dalam
pemberian

obat pramedikasi
12. Kolaborasi penetapan
teknik anestesi
13. Lakukan informed consent
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan kunjungan pra
keperawatan operasi
2. Bantu pasien
anestesi diharapkan mengekspresikan perasaan
ansietas (cemas) teratasi 3. Berikan dukungan pada
dengan kriteria hasil : pasien
1. Pasien bersedia 4. Jelaskan tentang
menjalani operasi prosedur pembedahan dan
2. Pasien tampak tenang anestesi
dan tidak gelisah 5. Jelaskan tentang
3. Tanda-tanda vital latihan aktivitas pasca
normal (TD : 100- operasi
120/70-80 mmHg, N : 6. Kolaborasi dengan dokter
60-100 x/mnt R dalam
: 16-24 x/mnt, S : 36,5- pemberian premedikasi
37,5oC)
Intra Anestesi

31
1 Risiko Cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Siapkan peralatan dan
Trauma keperawatan obat- obatan sesuai dengan
Pembedahan perencanaan teknik
anestesi diharapkan tidak anestesi
terjadi sedera trauma 2. Bantu pelaksanaan anestesi
pembedahan dengan (spinal anestesi) sesuai
kriteria hasil : dengan program
1. Tidak ada tanda kolaboratif spesialis
tanda- tanda anestesi
trauma 3. Bantu pemasangan alat
pembedahan monitoring non invasiv
2. Pasien tampak rileks 4. Monitoring perianestesi
selama 5. Atasi penyulit yang timbul
operasi berlangsung
3. TTV dalam batas 6. Lakukan pemeliharaan
normal (TD : 100- jalan napas
120/70-80 mmHg, N : 7. Lakukan pemasangan
60-100 x/mnt R alat ventilaasi mekanik
: 16-24 x/mnt, S : 36,5- 8. Lakukan
37,5oC) pengakhiran tindakan
4. Saturasi oksigen >95% anestesi
5. Pasien telah teranestesi,
relaksasi otot cukup, dan
tidak menunjukkan
respon nyeri
6. Tidak adanya
komplikasi anestesi
selama operasi
berlangsung
2 RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
Kardiovaskuler keperawatan 2. Observasi kesadaran
3. Monitoring cairan masuk
anestesi diharapkan tidak dan cairan keluar
terjadi disfungsi 4. Monitoring efek obat
kardiovaskuler dengan anestesi
kriteria hasil : 5. Kolaborasi dengan dokter
1. TTV dalam batas anestesi dalam tindakan
normal (TD : 100- perioperative maintenance
120/70-80 mmHg, N : cairan intravena dan
60-100 x/mnt R vasopressor
: 16-24 x/mnt, S : 36,5-
37,5oC)
2. CM = CK
3. Tidak terjadi
edema/asites
4. Tidak terjadi sianosis
5. Tidak ada edema paru
3 RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring TTV
Respirasi keperawatan 2. Monitoring saturasi oksigen
3. Atur posisi pasien
anestesi diharapkan tidak 4. Berikan oksigen
terjadi disfungsi respirasi
32
dengan kriteria hasil : 5. Kolaborasi dengan dokter
1. Tidak terjadi high spinal anestesi dalam
2. Pasien dapat pemasangan alat ventilasi
bernapas dengan rileks mekanik
3. RR normal : 16-20
x/menit
4. SaO2 normal : 95-100%
Post Anestesi
RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring TTV
Termoregulasi keperawatan 2. Berikan selimut hangat
3. Berikan infus hangat
anestesi 4. Kolaborasi pemberian
diharapkan obat untuk
mencegah/mengurangi
pasien menunjukkan menggigil
termoregulasi dengan
kriteria hasil :
1. Akral hangat
2. Suhu tubuh dalam
batas normal (36,5-
37,5oC)
3. CRT <2 detik
4. Pasien mengatakan
tidak kedinginan
5. Pasien tampak
tidak menggigil
2 Risiko Jatuh Setelah dilakukan 1. Monitoring TTV
monitoring selama 2 jam 2. Lakukan penilaian
diharapkan pasien aman bromage score
setelah pembedahan 3. Berikan pengaman pada
dengan kriteria hasil : tempat tidur pasien
1. TTV dalam batas 4. Berikan gelang risiko jatuh
normal (TD : 100- 5. Latih angkat atau
120/70-80 mmHg, N : gerakkan ekstremitas
60-100 x/mnt R bawah
: 16-24 x/mnt, S : 36,5-
37,5oC)
2. Bromage score <1
3. Pasien mengatakan kaki
dapat digerakkan
4. Pasien tampak tidak
lemah

33
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokan data,
dan analisis data guna perumusan diagnosis keperawatan. Pengumpulan data merupakan aktivitas
perawat dalam mengumpulkan informasi yang sistemik tentang klien. Pengumpulan data ditujukan
untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang klien.

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat kesenjangan antara tinjauan
teori dan tinjauan kasus, yang mana pada pengkajian di tinjaun teori pada bagian pengumpulan data
hanya berfokus pada jenis data seperti data subjektif dan data objektif, tidak mengkaji secara
keseluruhan keadaan umum pasien seperti pada pengkajian di tinjauan kasus.

B. Problem (Masalah Kesehatan Anestesi)


Pada intra anestesi masalah kesehatan yang ditemukan di tinjauan kasus sama dengan yang ada
di tinjauan teori, sehingga tidak terdapat perbedaan.

Pada post anestesi terdapat kesenjangan teori dan kasus. Masalah kesehatan anestesi nyeri
pasca operasi yang terdapat di tinjauan teori, tidak di temukan di tinjauan kasus. Saat post operasi,
pasien belum mengeluh nyeri karena masih terdapat efek dari regional anestesi (SAB). Pada
tinjauan kasus, muncul masalah kesehatan RK disfungsi termoregulasi yang tidak terdapat di
tinjauan teori. Pasien saat post operasi mengatakan kedinginan dan tampak gemetaran serta
menggigil, akral pasien dingin, CRT >3 detik, dan suhu tubuh pasien 35,1oC.

C. Perencanaan (Intervensi)
Tidak ada kesenjangan atara perencanaan pada tinjauan teori dan tinjauan kasus pada masalah
anestesi pre intra dan post.

D. Pelaksanaan (Implementasi)
Pada tahap implementasi ini ada tindakan keperawatan anestesi yang ada di perencanaan
(intervensi) tidak dilakukan, yaitu pada masalah ansietas tidak dilakukan kolaborasi dengan dokter
terhadap pemberian sedasi. Hal ini karena saat dijelaskan tentang prosedur pembedahan dan
pembiusan pasien merasa sudah tenang dan tidak cemas. Jadi untuk pemberian sedasi tidak
diperlukan lagi.

34
E. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi keperawatan anestesi pada pasien, maka kita harus melakukan
evaluasi. Pada tahap evaluasi dari semua masalah yang muncul pada pasien, masih ada
permasalahan yang belum teratasi, yaitu RK disfungsi kardiovaskuler. Saat di evaluasi setelah
pemberian implementasi, pasien masih mengeluh merasa mual dan pusing, tekanan darah 97/51
mmHg. Kemudian dilakukan intervensi dan implementasi kembali terhadap pasien dan didapatkan
evaluasi masalah kesehatan RK disfungsi kardiovaskuler teratasi dengan hasil pasien mengatakan
sudah tidak mual dan tidak pusing, tekanan darah 107/68 mmHg.

35
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anatomi sistem perkemihan pria adalah testis, saluran epididimis, saluran vasdeferen ssaluran
uretra (memiliki 2 fungsi), saluran vesicular seminalis, kelenjar prostet dan kelenjar cowper. Organ
genetelia eksterna terdiri dari penis (penis, akar, badan, glen penis, lubang uretra) Pengertian
hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang membungkus testis, yang menyebabkan
pembengkakan lunak pada salah satu testis (Pramono, Budi. 2008)

Hidrokel dapat terjadi pada bayi dan pada orang dewasa, penyebab pada bayi dapat terjadi
karena belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum
ke prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik
(primer) dan sekunder.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas wawasan
mengenai hidrokel. Dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan
mampu mengembangkan diri dalam masyarakat dan memberikan pendidikan kesehatan bagi
masyarakat.
2. Bagi penata anestesi
Penata anestesi sebagai tim bedah di kamar operasi harus mempunyai pola pikir dan
langkah-langkah antisipatif untuk mencegah terjadinya komplikasi pada askan hidrokel.
Langkah- langkah tersebut adalah mulai dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
secara teliti dan komperhensif.
3. Bagi pembaca
Kami menyadari jika asuhan kepenataan anestesi di atas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karenanya kami sangat membutuhkan
banyak sumber serta kritikan yang bersifat membangun untuk sempurnanya makalah ini.

36
DAFTAR
PUSTAKA

Brunton, L. L., Lazo, J. S., & Parker, K. L. (2011). Goodman & Gillman's the
pharmacological basis of theurapeutics. New York: McGraw Hill

Carpenito. (2013). “Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi”.

Keat, Sally.(2013). Anaesthesia on the move. Jakarta: indeks

Maesaroh. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan Kejadian Plasenta Previa.


Kesehatan, 1(1).

Mangku G. (2018). Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. Jakarta: Indeks.

Miller, D Ronald. 2015. Miller’s Anesthesia eigth edition. San Fransisco


California: Elsevier Saunders.

Morgan GE., Mikhail MS., & Murray MJ. (2011). Clinical Anesthesiology, 4thed.
Lange Medical Books/McGraw-Hill

Sabiston, D. C. (2011). Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.


Sjamsuhidajat, R., & Wim de Jong. (2010). BukuAjar Ilmu Beda ( Edisi 3).
Jakarta: EGC

37

Anda mungkin juga menyukai