Disusun Oleh :
Kelompok 5:
Suryanto
M.Aryadi A
Eka septian sukarman
Hidayati
I ketut wimawan wikantara
Lalu irwandi Mustakim
Mimil ratna mila
Sodik eko purwanto
Arlin aziz ahmad
Muhammad asma
Muhammad zulfahri sitompul
FAKULTAS KESEHATAN
PRODI DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM B
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah- Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Asuhan Kepenataan
Anestesi yang berjudul “Asuhan Kepenataan Anestesi pada pasien Hidrocel”
ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penyusun
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Penulisan 1
C. Metoda Penulisan 3
D. Sistematika Penulisan 3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Hidrocel 5
B. Pertimbangan Anestesi 11
C. WOC 16
D. Tinjauan Teori ASKAN 18
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan Anestesi 24
B. Analisa Data 38
C. Masalah Kesehatan Anestesi 40
D. Rencana Intervensi 41
E. Implementasi dan Evaluasi 45
F. Catatan Perkembangan 49
BAB IV PEMBAHASAN 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 55
B. Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 57
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang
membungkus testis, yang menyebabkan pembengkakan lunak pada
salah satu testis. Penyebabnya karena gangguan dalam pembentukan
alat genitalia eksternal, yaitu kegagalan penutupan saluran
tempat turunnya testis dari rongga perut ke dalam skrotum. Cairan
peritoneum mengalir melalui saluran yang terbuka tersebut dan
terperangkap di dalam skrotum sehingga skrotum
membengkak.
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dan memahami asuhan kepenataan anestesi
pada pasien Hidrocel dilakukan tindakan operasi Hidrokelektomi
dengan tindakan general anestesi.
C. Metode Penulisan
Penulisan laporan seminar ini menggunakan metode studi kasus
dengan pendekatan pemecahan masalah proses kepenataan anestesi
yang terdiri dari pengkajian, masalah kesehatan, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi. Adapun teknik penulisan bersifat deskriptif yaitu
4
memberikan gambaran tentang pengelolaan kasus pasien dengan
Hidrolektomi. Sedangkan teknik pengambilan data yang digunakan
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi partisipatif
Suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan kepenataan
anestesi pada klien selama di rumah sakit dan lebih bersifat
obyektif yaitu, dengan melihat respon klien setelah dilakukan
tindakan.
2. Interview
Suatu teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
mengadakan tanya jawab dengan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lain untuk mendapatkan keterangan.
3. Pemeriksaan Fisik
Suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan
mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk
mendapatkan data fisik klien secara keseluruhan.
4. Studi Dokumenter
Suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan
mempelajari catatan medik dan catatan perawatan serta hasil
pemeriksaan diagnosik yang ada. Dalam hal ini penulis
mempelajari buku laporan, catatan kepenataan dan catatan medik
serta hasil diagnostic.
5. Studi Pustaka
Mepelajari buku-buku referensi tentang penyakit yang
berhubungan dengan kepenataan anestesi.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan seminar ini, menggunakan sistematika
penulisan yang terdiri dari lima bab, yaitu:
BAB I : Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar
belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori, yang meliputi tinjauan teori (Hirocel),
pertimbangan anastesi, tinjauan teori askan pre intra
5
pasca anastesi dan pembedahan (pengkajian sampai
evaluasi)
BAB III : Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian kepenataan
anastesi, analisa data, masalah kesehatan anastesi,
rencana intervensi, implementasi, evaluasi dan catatan
perkembangan.
BAB IV : Pembahasan meliputi kesenjangan antara tinjauan teori
dengan tinjauan kasus (pengkajian, problem,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi)
BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
a. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis dan atau belum
sempurnanya sistim limfatik di daerah skrotum dalam melakukan resorbsi cairan hidrocel
( Purnomo, 2010 )
c. Bisa juga karena trauma, infeksi, atau proses neoplastik ( Park & Leung,
2013 )
3. Klasifikasi
Menurut ( Jenkins, 2008 ) Dalam Mahayani dan Darmajaya (2012) dikatakan bahwa
hidrocel diklasifikasikan menjadi lima yaiyu Hidrocel Komunikan, Hidrocel
7
Nonkomunikan, Hidrocel Reaktif, Hidocel pada cord, Hidocel pada canal of nuck, dan
Hidrocel abdominoskrotal.
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu:
1. Hidrokel primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi
kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan
terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan
diabsorpsi.
2. Hidrokel sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu
masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan
oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu
proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya
produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup
oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
4. Patofisiologi
Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir)
ataupun ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak
menutupnya rongga peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah
rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan
terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Cairan yanng
seharusnya seimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa.
Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan yang terus-
menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah
yang ada di daerah sekitar testis tersebut.
5. Pemeriksaan penunjang
1. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa
skrotum. Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi
pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak
8
dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga
yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel .
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan
membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel)
dan kemungkinan adanya tumor.
6. penatalaksanaan
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan jika
penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman atau jika
hidrokelnya sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis.
Pengobatannya bisa berupa aspirasi (pengisapan cairan) dengan bantuan sebuah
jarum atau pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan besar hidrokel akan
berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi, bisa disuntikkan zat
sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea) untuk menyumbat/menutup
lubang di kantung skrotum sehingga cairan tidak akan tertimbun kembali. Hidrokel yang
berhubungan dengan hernia inguinalis harus diatasi dengan pembedahan sesegera
mungkin. Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi
jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan
koreksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah :
(1) Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah,
(2) Indikasi kosmetik
(3) Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam
melakukan aktivitasnya sehari-hari.
9
• Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
• Insisi kulit pada raphe pada bagian skrotum yang paling menonjol lapis demi lapis
sampai tampak tunika vaginalis.
• Dilakukan preparasi tumpul untuk meluksir hidrokel, bila hidrokelnya besar sekali
dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu.
• Insisi bagian yang paling menonjol dari hidrokel, kemudian dilakukan:
• Teknik Jaboulay: tunika vaginalis parietalis dimarsupialisasi dan bila diperlukan
diplikasi dengan benang chromic cat gut.
• Teknik Lord: tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya diplikasi dengan benang
chromic cat gut.
• Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang chromic cat gut
B. PERTIMBANGAN ANESTESI
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam
hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi
pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).
Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannya dibagi
menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangakan anestesi regional
dan anestesi local menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa menghilangnya
kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh
(Morgan, 2011).
Dari beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
Anestesti merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan
atau melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit dengan cara
trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum melibatkan hilangnya kesadaran secara penuh. Anestesi umum
dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi intravena atau melalui inhalasi (Royal
College of Physicians (UK), 2011).
10
Anestesi umum meliputi:
b. Regional Anestesi
- Blokade saraf spinal tinggi, berupa lumpuhnya pernapasan dan memerlukan bantuan
napas dan jalan napas segera;
- Sakit kepala pasca pungsi spinal, sakit kepala ini bergantung pada besarnya diameter
dan bentuk jarum spinal yang digunakan.
11
12
4) Jenis – Jenis Obat Spinal Anestesi
Lidokain, Bupivakain, dan tetrakain adalah agen anestesi lokal yang utama
digunakan untuk blockade spinal. Lidokain efektif untuk 1 jam, dan bupivacaine serta
tetrakain efektif untuk 2 jam sampai 4 jam (Reeder, S., 2011).
3. Teknik Anestesi
Sebelum memilih teknik anestesi yang digunakan, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan diantaranya keselamatan dari ibu, keselamatan bayi, kenyamanan ibu serta
kemampuan operator di dalam melakukan operasi pada penggunaan anestesi tersebut.
Menurut Mangku G & Senapathi T tahun 2018 pada sectio caesarea terdapat dua kategori
umum anestesi diantaranya Generał Anesthesia (GA) dan Regional Anesthesia (RA)
dimana pada RA termasuk dua teknik yakni teknik spinal dan teknik epidural. Teknik
anestesi dengan GA biasanya digunakan untuk operasi yang emergensi dimana tindakan
tersebut memerlukan anestesi segera dan secepat mungkin. Teknik anestesi GA juga
diperlukan apabila terdapat kontraindikasi pada teknik anestesi RA, misalnya terdapat
peningkatan pada tekanan intrakranial dan adanya penyebaran infeksi di sekitar vertebra.
Terdapat beberapa resiko dari GA yang dapat dihindari dengan menggunakan
teknik RA, oleh karena itu lebih disarankan penggunaan teknik anestesi RA apabila
waktu bukan menupakan suatu prioritas. Penggunaan RA spinal dan RA epidural lebih
disarankan untuk digunakan dibandingkan dengan teknik GA pada sebagian kasus sectio
caesarea. Salah satu alasan utama pemilihan teknik anestesi RA dibandingkan dengan
GA adalah adanya resiko gagalnya intubasi trakea serta aspirasi dari isi lambung pada
teknik anestesi GA. Selain itu, GA juga meningkatkan kebutuhan resusitasi pada
neonatus (Fyneface, S. O 2thed).
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk teknik spinal anestesi, yaitu:
c. Puncture Site
Punksi dura biasanya dilakukan dibawah L2 untuk menghindari spinal cord yang
berakhir pada L1-L2. Meskipun terdapat variasi dari masing- masing individu, sebuah
garis yang melalui Krista iliaca biasanya akan melalui ruang diantara L4-L5. Teknik
aseptik sangat penting, termasuk melapisi regio lumbal dengan iodine dan atau larutan
alkohol dan memakai penutup steril.
4. Rumatan Anestesi
a. Regional Anestesi
b. General Anestesi
Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan
anestetika inhalasi (VIMA=Volatile Induction and Maintenance of Anesthesia);
14
1)Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena (TIVA=Total
Intravenous Anesthesia);
3)Obat Analgetik;
6)Obat Antiemetik.
5. Risiko
1) Gangguan kardiovaskuler : Penurunan curah jantung
15
C. WEB OF CAUTION (WOC)
HIDROKEL
Tindakan operasi
16
D. TINJAUAN TEORI ASKAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebebutuhan serta
masalahnya. Data pengkajian yang secara umum ditemukan pada pasien hidrokel dengan
regional anestesi meliputi:
a. Data Subjektif
b. Data obyektif
17
- Risiko cedera anestesi
- Cemas/ansietas
Intra Anestesi :
- RK disfungsi respirasi
- RK disfungsi kardiovaskuler
Post Anestesi :
- Risiko jatuh
3. Perencanaan Intervensi
Pre Anestesi :
Risiko Cedera Anestesi
Tujuan :
- Lepaskan aksesoris
Cemas/Ansietas
Tujuan :
- TTV dalam batas normal (TD: 100-120/70-80 mmHg, N: 60-100 x/mnt R: 16-24
x/mnt, S: 36,5-37,5oC)
Recana Intervensi:
Intra Anestesi :
- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
- Monitoring perianestesi
RK Disfungsi Respirasi
Tujuan :
20
- SaO2 normal : 95-100%
Rencana Intervensi :
- Monitoring TTV
- Berikan oksigen
RK Disfungsi Kardiovaskuler
Tujuan :
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan anestesi diharapkan tidak terjadi disfungsi
kardiovaskuler.
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
- CM = CK
- Observasi TTV
- Observasi kesadaran
21
Post Anestesi :
- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
- Observasi TTV
Risiko Jatuh
Tujuan :
- TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mnt R : 16-24
x/mnt, S : 36,5-37,5oC)
22
- Monitoring TTV
4. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan anestesi merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan anestesi yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
23
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI
HIDROKEL
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, status
perkawinan, dan penanggung biaya dll
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh ada cairan pada kantong zakar dan terasa nyeri.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh benjolan semakin membesar disertai rasa nyeri saat tersentuh. Keluhan
kantong zakar terdapat cairan dan terasa berat terutama saat posisi berdiri
3. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami Trauma, kecelakaan sehingga testis rusak, Konsumsi
obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis, Pernah menjalani operasi yang berefek
4. Riwayat penyakit keluarga
kaji apakah saudara / keluarga klien memiliki penyakit yang sama dengan penderita.
c. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : composmentis, adanya benjolan pada kantong zakar dan terasa nyeri.
- TTV :
- TD: meningkat
- Nadi: normal
- RR: normal
- Suhu: meningkat
Review of system
a. B1 (Breath)
Biasanya pasien dengan hidrokel tidak di temukan masalah pada sistem pernafaan. Kecuali
jika ada penyakit yang menyertai atau kemungkinan komplikasi.
b. B2 (Blood)
Biasanya pasien hidrokel terjadi takikardi
c. B3 (Brain)
Biasanya GCS Normal, Pendengaran, penciuman, perabaan dan penglihatan klien normal.
d. B4 (Bladder)
Biasanya pada hidrokel terjadi nyeri saat BAK karena ada benjolan berisi cairan pada
24
kantong zakar.
e. B5 (Bowel)
Biasanya pada hidrokel tidak terjadi penurunan nafsu makan.
f. B6 (Bone)
Biasanya terjadi kesulitan untuk beraktivitas karena adanya benjolan berisi cairan pada
kantong zakar yang menyebabkan nyeri.
g. Activity daily living
1) Aktivitas
Biasanya pada pasien dengan hidrokel terjadi kesulitan beraktivitas.
2) Sirkulasi
Biasanya pasien hidrokel terjadi takikardi
3) Eliminasi
Biasanya pasien dengan hidrokel akan terjadi nyeri saat BAK karena ada benjolan berisi
cairan pada kantong zakar.
4) Makanan dan cairan
Biasanya pasien hidrokel tidak terjadi penurunan nafsu makan
5) Neurosensori
Biasanya pasien dengan hidrokel peka terhadap rangsang
6) Nyeri/kenyamanan
Biasanya pasien dengan hidrokel mengalami gangguan rasa nyaman nyeri karena terdapat
benjolan berisi cairan pada kantong zakar
3. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit : (-)
b. Jenis anastesi : Regional Anestesi Indikasi : operasi pada daerah abdomen
c. Teknik anastesi : SAB
d. Indikasi : operasi daerah genetalia
e. Persiapan alat
1) Apparatus anestesi (+)
2) STATICS (+)
a) Scope : Stetoskop dan laringoskop
b) Tube : ETT ukuran 6.5, 7.0, dan 7.5
c) Airway : OPA 90 mm
d) Tapes : Plester
25
e) Introducer : Mandrin/stilet
f) Conector
g) Suction
3) Bed site monitor (+)
4) Set regional anestesi (SAB) terdiri :
a)Jarum spinal no 26 G (1 pcs)
b)Spuit 5 cc (1 pcs)
c) Handscoon steril no 7 (1 psg)
d)Betadine 50 cc
e) Alkohol 50 cc
f) Plester
g)Duk steril (2 pcs)
h)Kassa steril (4 pcs)
5) Obat-obatan anestesi:
- Pre-medikasi : Ondansetron 4 mg
- Obat antiemetik : Ondansetron 4 mg
- Obat analgetik : Kaltrofen supp 100 mg
- Induksi : Bunascan Spinal 0,5 % Heavy (Bupivacain HCl)
- Pelumpuh otot : (-)
- Obat maintenance:
Midazolam 2 mg IV, Pethidine 25 mg IV, Ephedrine 10
Antidotum : (-)
- Cairan : Kristaloid
26
A. Analisa Data
tampak tegang
TD : 102/66
mmHg N : 107
x/mnt
RR : 20 x/mnt
2 DS:
Pasien mengatakan Tindakan SC Risiko
takut dan cemas ↓ Cedera
dengan tindakan Tindakan anestesi Anestesi
operasi yang akan ↓
dijalani Risiko cedera anestesi
DO:
Pasien tiba di ruang
persiapan jam 10.00
WIB
Pasien tampak
masih
menggunakan
aksesoris
Persiapan
pasien
belum
dilakukan
keseluruhan
II. INTRA ANESTESI
1 DS:
Pasien mengatakan Efek agen anestesi Risiko
27
takut terasa nyeri ↓ Cedera
ketika operasi Farmakokinetik obat Trauma
dilakukan ↓ Pembedaha
n
tampak gemetaran
dan
menggigil
Akral pasien teraba
dingin
CRT >3dtk
TD: 107/54
mmHg N: 93
x/mnt
RR: 19 x/mnt
S: 35,10C
Suhu ruangan 190C
2 DS:
Pasien mengatakan Teknik pembiusan Risiko Jatuh
kakinya belum bisa ↓
bergerak Efek obat anestesi
Pasien mengatakan ↓
kakinya masih terasa Blok saraf motorik
berat ↓
DO: Kelemahan
Pasien tampak ↓
belum bisa Risiko jatuh
menggerakkan
kakinya
Pasien
tampak
menggunakan pin
berwarna kuning
pada gelang identitas
Pasien
tampak dilindungi
oleh bagian samping
brankar
Bromage score 3
Risiko jatuh 65
29
II. PROBLEM (MASALAH)
A. Pre Anestesi
- Risiko cedera anestesi
- Ansietas
Alasan prioritas : masalah disfungsi sirkulasi apabila tidak teratasi akan menimbulkan
komplikasi anestesi mulai dari ringan sampai berat. Sehingga perlu persiapan yang tepat.
B. Intra Anestesi
- Risiko cedera trauma pembedahan
- RK disfungsi kardiovaskuler
- RK disfungsi respirasi
Alasan prioritas : pembedahan adalah tindakan invasive melalui sayatan untuk
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan diakhiri dengan
penjahitan dan penutupan luka. Tindakan pembedahan menimbulkan rasa nyeri karena
sayatan pada kulit. Nyeri yang dirasakan saat operasi merupakan suatu komplikasi cedera
pembedahan yang apabila tidak diatasi akan menimbulkan masalah kesehatan lainnya.
Pemilihan teknik anestesi dan pencapaian efek obat anestesi yang tepat mempengaruhi
risiko terjadinya cedera trauma pembedahan.
C. Post Anestesi
- RK disfungsi termoregulasi
- Risiko jatuh
Alasan prioritas : termoregulasi merupakan proses yang melibatkan mekanisme
hemostatis yang mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal, yang dicapai dengan
mempertahankan keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh dan panas yang
dikeluarkan. Kedinginan dan menggigil merupakan bentuk dari kompensasi tubuh pasien
terhadap obat anestesi yang diberikan. Jika kedinginan dan menggigil tidak teratasi
maka akan menimbulkan masalah kesehatan lainnya.
30
III. Rencana Intervensi
obat pramedikasi
12. Kolaborasi penetapan
teknik anestesi
13. Lakukan informed consent
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan kunjungan pra
keperawatan operasi
2. Bantu pasien
anestesi diharapkan mengekspresikan perasaan
ansietas (cemas) teratasi 3. Berikan dukungan pada
dengan kriteria hasil : pasien
1. Pasien bersedia 4. Jelaskan tentang
menjalani operasi prosedur pembedahan dan
2. Pasien tampak tenang anestesi
dan tidak gelisah 5. Jelaskan tentang
3. Tanda-tanda vital latihan aktivitas pasca
normal (TD : 100- operasi
120/70-80 mmHg, N : 6. Kolaborasi dengan dokter
60-100 x/mnt R dalam
: 16-24 x/mnt, S : 36,5- pemberian premedikasi
37,5oC)
Intra Anestesi
31
1 Risiko Cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Siapkan peralatan dan
Trauma keperawatan obat- obatan sesuai dengan
Pembedahan perencanaan teknik
anestesi diharapkan tidak anestesi
terjadi sedera trauma 2. Bantu pelaksanaan anestesi
pembedahan dengan (spinal anestesi) sesuai
kriteria hasil : dengan program
1. Tidak ada tanda kolaboratif spesialis
tanda- tanda anestesi
trauma 3. Bantu pemasangan alat
pembedahan monitoring non invasiv
2. Pasien tampak rileks 4. Monitoring perianestesi
selama 5. Atasi penyulit yang timbul
operasi berlangsung
3. TTV dalam batas 6. Lakukan pemeliharaan
normal (TD : 100- jalan napas
120/70-80 mmHg, N : 7. Lakukan pemasangan
60-100 x/mnt R alat ventilaasi mekanik
: 16-24 x/mnt, S : 36,5- 8. Lakukan
37,5oC) pengakhiran tindakan
4. Saturasi oksigen >95% anestesi
5. Pasien telah teranestesi,
relaksasi otot cukup, dan
tidak menunjukkan
respon nyeri
6. Tidak adanya
komplikasi anestesi
selama operasi
berlangsung
2 RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
Kardiovaskuler keperawatan 2. Observasi kesadaran
3. Monitoring cairan masuk
anestesi diharapkan tidak dan cairan keluar
terjadi disfungsi 4. Monitoring efek obat
kardiovaskuler dengan anestesi
kriteria hasil : 5. Kolaborasi dengan dokter
1. TTV dalam batas anestesi dalam tindakan
normal (TD : 100- perioperative maintenance
120/70-80 mmHg, N : cairan intravena dan
60-100 x/mnt R vasopressor
: 16-24 x/mnt, S : 36,5-
37,5oC)
2. CM = CK
3. Tidak terjadi
edema/asites
4. Tidak terjadi sianosis
5. Tidak ada edema paru
3 RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring TTV
Respirasi keperawatan 2. Monitoring saturasi oksigen
3. Atur posisi pasien
anestesi diharapkan tidak 4. Berikan oksigen
terjadi disfungsi respirasi
32
dengan kriteria hasil : 5. Kolaborasi dengan dokter
1. Tidak terjadi high spinal anestesi dalam
2. Pasien dapat pemasangan alat ventilasi
bernapas dengan rileks mekanik
3. RR normal : 16-20
x/menit
4. SaO2 normal : 95-100%
Post Anestesi
RK Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring TTV
Termoregulasi keperawatan 2. Berikan selimut hangat
3. Berikan infus hangat
anestesi 4. Kolaborasi pemberian
diharapkan obat untuk
mencegah/mengurangi
pasien menunjukkan menggigil
termoregulasi dengan
kriteria hasil :
1. Akral hangat
2. Suhu tubuh dalam
batas normal (36,5-
37,5oC)
3. CRT <2 detik
4. Pasien mengatakan
tidak kedinginan
5. Pasien tampak
tidak menggigil
2 Risiko Jatuh Setelah dilakukan 1. Monitoring TTV
monitoring selama 2 jam 2. Lakukan penilaian
diharapkan pasien aman bromage score
setelah pembedahan 3. Berikan pengaman pada
dengan kriteria hasil : tempat tidur pasien
1. TTV dalam batas 4. Berikan gelang risiko jatuh
normal (TD : 100- 5. Latih angkat atau
120/70-80 mmHg, N : gerakkan ekstremitas
60-100 x/mnt R bawah
: 16-24 x/mnt, S : 36,5-
37,5oC)
2. Bromage score <1
3. Pasien mengatakan kaki
dapat digerakkan
4. Pasien tampak tidak
lemah
33
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokan data,
dan analisis data guna perumusan diagnosis keperawatan. Pengumpulan data merupakan aktivitas
perawat dalam mengumpulkan informasi yang sistemik tentang klien. Pengumpulan data ditujukan
untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang klien.
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat kesenjangan antara tinjauan
teori dan tinjauan kasus, yang mana pada pengkajian di tinjaun teori pada bagian pengumpulan data
hanya berfokus pada jenis data seperti data subjektif dan data objektif, tidak mengkaji secara
keseluruhan keadaan umum pasien seperti pada pengkajian di tinjauan kasus.
Pada post anestesi terdapat kesenjangan teori dan kasus. Masalah kesehatan anestesi nyeri
pasca operasi yang terdapat di tinjauan teori, tidak di temukan di tinjauan kasus. Saat post operasi,
pasien belum mengeluh nyeri karena masih terdapat efek dari regional anestesi (SAB). Pada
tinjauan kasus, muncul masalah kesehatan RK disfungsi termoregulasi yang tidak terdapat di
tinjauan teori. Pasien saat post operasi mengatakan kedinginan dan tampak gemetaran serta
menggigil, akral pasien dingin, CRT >3 detik, dan suhu tubuh pasien 35,1oC.
C. Perencanaan (Intervensi)
Tidak ada kesenjangan atara perencanaan pada tinjauan teori dan tinjauan kasus pada masalah
anestesi pre intra dan post.
D. Pelaksanaan (Implementasi)
Pada tahap implementasi ini ada tindakan keperawatan anestesi yang ada di perencanaan
(intervensi) tidak dilakukan, yaitu pada masalah ansietas tidak dilakukan kolaborasi dengan dokter
terhadap pemberian sedasi. Hal ini karena saat dijelaskan tentang prosedur pembedahan dan
pembiusan pasien merasa sudah tenang dan tidak cemas. Jadi untuk pemberian sedasi tidak
diperlukan lagi.
34
E. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi keperawatan anestesi pada pasien, maka kita harus melakukan
evaluasi. Pada tahap evaluasi dari semua masalah yang muncul pada pasien, masih ada
permasalahan yang belum teratasi, yaitu RK disfungsi kardiovaskuler. Saat di evaluasi setelah
pemberian implementasi, pasien masih mengeluh merasa mual dan pusing, tekanan darah 97/51
mmHg. Kemudian dilakukan intervensi dan implementasi kembali terhadap pasien dan didapatkan
evaluasi masalah kesehatan RK disfungsi kardiovaskuler teratasi dengan hasil pasien mengatakan
sudah tidak mual dan tidak pusing, tekanan darah 107/68 mmHg.
35
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anatomi sistem perkemihan pria adalah testis, saluran epididimis, saluran vasdeferen ssaluran
uretra (memiliki 2 fungsi), saluran vesicular seminalis, kelenjar prostet dan kelenjar cowper. Organ
genetelia eksterna terdiri dari penis (penis, akar, badan, glen penis, lubang uretra) Pengertian
hidrokel adalah penimbunan cairan dalam selaput yang membungkus testis, yang menyebabkan
pembengkakan lunak pada salah satu testis (Pramono, Budi. 2008)
Hidrokel dapat terjadi pada bayi dan pada orang dewasa, penyebab pada bayi dapat terjadi
karena belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum
ke prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik
(primer) dan sekunder.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas wawasan
mengenai hidrokel. Dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan
mampu mengembangkan diri dalam masyarakat dan memberikan pendidikan kesehatan bagi
masyarakat.
2. Bagi penata anestesi
Penata anestesi sebagai tim bedah di kamar operasi harus mempunyai pola pikir dan
langkah-langkah antisipatif untuk mencegah terjadinya komplikasi pada askan hidrokel.
Langkah- langkah tersebut adalah mulai dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
secara teliti dan komperhensif.
3. Bagi pembaca
Kami menyadari jika asuhan kepenataan anestesi di atas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karenanya kami sangat membutuhkan
banyak sumber serta kritikan yang bersifat membangun untuk sempurnanya makalah ini.
36
DAFTAR
PUSTAKA
Brunton, L. L., Lazo, J. S., & Parker, K. L. (2011). Goodman & Gillman's the
pharmacological basis of theurapeutics. New York: McGraw Hill
Mangku G. (2018). Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. Jakarta: Indeks.
Morgan GE., Mikhail MS., & Murray MJ. (2011). Clinical Anesthesiology, 4thed.
Lange Medical Books/McGraw-Hill
37