S
DENGAN GENERAL ANASTESI TEKNIK ENDOTRACHEAL TUBE (ETT)
ATAS INDIKASI CHOLELITIASIS DI IBS RS X
DISUSUN OLEH :
Oleh :
Mengetahui,
Pembimbing Pendidikan
TINJAUAN PUSTAKA
Kolellitasis adalah inflamasi akut dari kandung empedu. Ini biasanya mengiritasi
lapisan kandung empedu. Ini dapat menjadi padat dalam duktus sistik yang
menyebabkan obstruksi dan inflamasi dinding empedu, mencetuskan infeksi. Kolelitasis
disebut juga dengan pembentukan batu (kalkuli atau batu empedu) di dalam kandung
empedu atau sistem saluran empedu (Smeltzer, 2009).
2. Anatomi Empedu
Kandung empedu adalah kantung otot kecil yang melekat ke saluran empedu,
terletak di lekukan lobus bawah kanan hati. Pada orang dewasa kandung empedu sekitar
10 cm panjangnya dan 4 cm lebarnya(Smith & Morton, 2001). . Empedu terdiri air,
kolesterol, garam empedu, lemak dan bilirubin serta produk limbah dari sel darah merah
yang rusak (Kumar & Clark, 2005).
Normal Kolelitiasis
3. Fisiologi Empedu
Kandung empedu merupakan sakus (kantong) yang berbentuk buah pir dan
melekat pada permukaan posterior hati oleh jaringan ikat. Kandung empedu memiliki
fundus atau ujung yang memanjang badan atau bagian utama, dan leher yang
bersambung dengan duktus sistikus. Kandung empedu memiliki lapisan jaringan seperti
struktur dasar saluran cerna dengan beberapa modifikasi (Elly Nurachman, 2011).
Empedu dibentuk secara terus menurus oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam
kanalikulus serta saluran empedu. Empedu terutama tersususn dari air dan elektrilit,
seperti natrium, kalium, kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga mengandung dalam
jumlah yang berarti beberapa substansi seperti lesitin, kolesterol, bilirubin serta garam-
garam empedu. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam kandung empedu untuk
kemudian dialirkan ke dalam intestinum bila diperlukan bagi pencernaan (Arif
muttaqin, 2011).
Setelah terjadi konyugasi atau pengikatan dengan asam-asam amino (taurin dan
glisilin), garam empedu diekskresikan ke dalam empedu. Bersama dengan kolesterol
dan lesitin, garam empedu diperlukan untuk emulsifikasi lemak dalm intestinum. Proses
ini penting untuk proses pencernaan dan penyerapan yang efesien. Kemudian garam
empedu akan diserap kembali, terutama dalam ileum distal, ke dalam darah portal untuk
kembali ke hati dan sekali lagi diekresikan ke dalam empedu. Lintasan hepatosit-
empedu-intestinum dan kembali lagi kepada hepatosit dinamakan sirkulasi
enterohepatik (Arif Muttaqin, 2011).
Akibat adanya sirkulasi enterohepatik, maka dari seluruh garam empedu yang
masuk kedalam intestinum, hanya sebagian kecil yang akan diekskresikan ke dalam
fases. Keadaan ini menurunkan kebutuhan terhadap sintesis aktif garam empedu oleh
sel-sel hati (Arif Muttaqin, 2011).
4. Etiologi Cholelitiasis
a) Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar esterogen
juga meningkatkan risiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil dan kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b) Usia
d) Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Patofisiologi Cholelitiasis
Pada manifestasi klinik ada yang tidak menimbulkan gejala dan tidak
menyebabkan nyeri namun dapat juga menunjukkan gejala – gejala gastro intestinal
ringan.
a) Mungkin akut dan kronis dengan distres epigastrik (begah, distensi abdomen,
nyeri tak jelas pada kuadran kanan atas setelah makan makanan yang banyak
mengandung lemak.
b) Jika saluran empedu tersumbat, maka kandung empedu mengalami distensi dan
akhirnya terinfekasi: mungkin terjadi demam dan teraba masa pada abdomen.
Kolik bilier dengan nyeri abdomen kanan atas menjalar ke punggung atau bahu
kanan, mual dan muntah beberapa jam setelah makan banyak.
c) Ikterik terjadi dengan tersumbatnya duktus komunis empedu.
d) Urine berwarna sangat gelap; feces warna pucat.
e) Defisiensi vitamin A, D, E, dan K (vitamin – vitamin yang larut dalam lemak).
f) Abses nekrosis dan perforasi dengan peritonitis dapat terjadi jika batu empedu
terus menyumbat saluran empedu.
Mual dan muntah sering menyertai tingkat lebih parah. Rasa sakit dapat mereda
spontan setelah beberapa jam atau bisa membutuhkan analgesik opiat. Nyeri disertai
dengan Demam biasanya menunjukkan kolesistitis akut (Beckingham, 2001).
Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami gejala
asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami gejala: yang
disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat
obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut
atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang
samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila
individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng (Smeltzer &
Bare, 2002).
Kolesistitis akut disebabkan ketika sebuah obstruksi terjadi pada duktus sistikus
(Kumar & Clark, 2005). Gejala yang paling umum dari seseorang dengan batu empedu
adalah rasa sakit di bawah tulang rusuk pada sisi kanan atau bahkan nyeri perut bagian
atas, dengan rasa sakit yang dialami di bagian belakang dekat kanan belikat
(Beckingham, 2001). Kolik bilier adalah istilah yang digunakan untuk rasa sakit terkait
dengan obstruksi sementara yang kistik atau saluran empedu (CBD) dengan batu
biasanya bergerak dari kandung empedu (Kumar & Clark, 2005).
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG telah menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral karena
dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada penderita
disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi, mendeteksi
batu 90 – 95 % (Masahiko et al, 2007)
b. Pemeriksaan CT Scan Abdomen
Dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan
untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu
empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui
pemeriksaan sinar-x (Mashiko et al, 2007)
c. Pemeriksaan Pencitraan Radio Nuklida Atau Koleskintografi
Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara
intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat
diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran
empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography)
Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam
esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan
ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta
evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung
struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal
untuk mengambil empedu. (Masahiko et al,2007)
e. Kolangiografi Transhepatik Perkutan
Pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam
percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu
relatif besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus,
duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis
bentuknya dengan jelas.
f. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography)
Merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat
kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat
sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi,
sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah
yang dikrelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini
cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu (Lesmana, 2006).
2) Pemeriksaan laboratorium
a. Darah lengkap : leukositosis sedang (akut)
b. Bilirubin dan amylase serum : meningkat
c. Enzim hati serum : AST (SGOT) ; ALT (SGPT) ; LDH agak meningkat ; alkalin
fosfat dan 5-nukleotidase : ditandai peningkatan obstruksi bilier.
d. Kadar protrombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vitamin K.
e. Kalangopankreatografi retrograde endoskopik (ERCP) : memperlihatkan
percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
f. Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pankreas (bila ikterik
ada)
g. Scan CT : dapat menyatakan kista kandung empedu, diatasi duktus empedu, dan
membedakan antara ikterik obstruksi/ non obstruksi.
h. Scan hati (dengan zat radioaktif) : menunjukkan obstruksi percabangan bilier
i. Foto abdomen (multiposisi) : menyatakan gambaran radiologi (klarifikasi) batu
empedu, klarifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
j. Foto dada : menunjukkan pernapasan yang menyebabkan penyebaran nyeri
8. Penatalaksanaan Cholelitiasis
1) Penatalaksanaan Medik
Menurut Brunner dan Suddarth (2013) penatalaksanaan medis kolelitasis :
a. Terapi Nutrisi
Diet segera setelah operasi biasanya berupa cairan rendah lemak dengan protein
dan karbohidrat tinggi dilanjutkan dengan makanan padat yang lembut, hindari
telur, krim, babi, makanan gorengan, keju, sayuran pembentukan gas, dan
alkohol.
b. Terapi Farmakologi
Pemberian obat oral untuk melarutkan batu kolesterol empedu dengan
chenodeoxycholic acis (CDCA) atau senodial; dan ursodeoxycholic acis atau
ursodiol (UDCA). Dipakai pada klien yang menolak yang menolak
kolesistektomi atau klien yang tidak disarankan untuk pembedahan, terhitung <
10 % klien dengan gejala ini. Kedua obat bertindak untuk mengurangi jumlah
kolesterol di dalam empedu. Angka keberhasilan tertinggi terjadi pada klien
dengan batu empedu radiolusen, kecil mengambang. Batu cenderung terjadi
kembali 30 – 50 % dengan waktu tiga sampai lima tahun lagi.
Untuk menghancurkan batu : ursodiol/aktigal.
Efek samping : diare, bersifat hepatotoksik, pada fetus sehingga
kontraindikasi pada ibu hamil.
Mengurangi konten kolesterol dalam batu empedu : chenodiol/chenix.
Untuk mengurangi gatal-gatal : cholestyramine (Questran)
Menurunkan rasa nyeri : analgesik.
Mengobati infeksi : antibiotik.
2) Penatalaksanaan Non-Bedah
Anestesi umum dibagi menjadi tiga teknik yaitu teknik anestesi total intravena,
anestesi total inhalasi, dan anestesi kombinasi antara intravena dan inhalasi yang sering
disebut balance anestesia. Masing-masing dari teknik tersebut memiliki kekurangan dan
kelebihan. Pemilihan teknik seringkali ditentukan oleh karakteristik pasien sehingga
tepat penggunaan dan resiko efek samping yang paling minimal. Saat ini penggunaan
teknik ini sudah umum dan sering dikerjakan.
Klasifikasi ASA
Penyakit ginjal
Nutrisi abnormal
Diabetes Mellitus
5. Chest X-ray Penyakit respirasi
Penyakit kardiovaskuler
6. Arterial blood gases Pasien sepsis
Penyakit paru
Pasien obesitas
Pasien yang akan thorakotomi
7. Test fungsi paru Pasien yang akan operasi thorakotomi
Koagulopati
Hasil pemeriksaan normal adalah valid selama periode waktu, jarak dari yang 1 minggu
(FBC, ureum, creatinin, konsentrasi elektrolit, glukosa darah), 1 bulan (ECG), sampai 6
bulan (chest X-ray). Pemeriksaan sebaiknya diulang dalam keadaan berikut;
3) Persiapan Alat
Komponen STATICS
Komponen STATICS
S Scope Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan
jantung. Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade)
yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup
terang.
T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa
balon (cuffed) dan >5 tahun dengan balloon (cuffed).
A Airways Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau
pipa hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini
menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
mengelakkan sumbatan jalan napas.
T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic
(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu
supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anastesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
5. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain :
Blokade sentral pada area postrema (CTZ) dan nukleus traktus solitarius melalui
kompetitif selektif di reseptor 5-HT3
Memblok reseptor perifer pada ujung saraf vagus yaitu dengan menghambat
ikatan serotonin dengan reseptor pada ujung saraf vagus (White, 1999; Tong,
2003).
6. Intubasi Nasal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas
bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan.
Pada kasus ini digunakan obat induksi anestesi propofol 100 mg/i.v
Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam
pembedahan dan ventilasi kendali.
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah atracurium 20 mg/i.v
Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada
umumnya mulai kerja atracurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedang lama
kerja atracurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit. Pemulihan fungsi saraf otot
dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan
pemberian antikolinesterase. Nampaknya atracurium dapat menjadi obat terpilih
untuk pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung dan ginjal yang berat.
Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atracurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada
suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah
dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
a) Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
b) Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
1) Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan
isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif,
perdarahan, luka bakar dan lainlain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam
adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan
bertambah 10-15 %.
2) Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
Sedang = 6 ml/kgBB/jam
Berat = 8 ml/kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 %
EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid. Apabila perdarahan lebih dari 10
% maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran.
3) Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
11. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk
observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di
ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu
dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah anestesi dan pembedahan. Beberapa
cara skoring yang biasa dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete dan Steward,
dimana cara Steward mula-mula diterapkan untuk pasien anak-anak, tetapi sekarang
sangat luas pemakaiannya, termasuk untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional
anestesi digunakan skor Bromage.
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Lelaki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Yogyakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswsta
Diagnosis Medis : Cholelitiasis
Rencana Tindakan : Laparascopy
Dokter Bedah : dr. B, Sp.B.
Dokter Anestesi : dr. M, Sp.An.
No. Rekam Medis : 8742**
TAHAP PRE ANESTESI
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh perut nyeri, semakin nyeri untuk beraktivitas (P), nyeri
seperti diremas remas (Q), tidak menjalar (R), skala 6 (S), nyeri hilang
timbul (T). Pasien nampak menyeringai menahan nyeri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri perut sejak 1 hari yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi sebelumnya, memiliki
riwayat hipertensi dengan pengobatan rutin. Pasien juga memiliki riwayat
TB dengan pengobatan rutin 6 bulan di tahun 2019.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 146/77 mmHg
Heart Rate : 118 x/menit
Respiration Rate : 18 x/menit
Suhu : 36,6ºC
SpO2 : 100%
b. Antropometri
Berat Badan : 95 kg
Tinggi Badan : 158 cm
c. Status Generalis
1) Kepala : bentuk mesocepal, tidak ada benjolan
2) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
3) Telinga : pendengaran baik, tidak terdapat serumen
4) Hidung : tidak ada sekret
5) Mulut : tidak memakai gigi palsu, tidak ada gigi goyang, tidak
memakai kawat gigi, malampati I, dapat membuka mulut
6) Wajah : tidak ada lesi
7) Leher : gerak leher bebas, leher pendek dan berlemak, tidak
terdapat peningkatan vena jugularis, tidak terdapat pembesaran kelenjar
tiroid
8) Kulit : turgor kulit baik
9) Thoraks
(a) Paru-Paru
Inspeksi : pengembangan paru kanan dan kiri sama
Palpasi : Fremitus raba kanan kiri sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara napas vesicular +/+, wheezing -/-, ronckhi -/-
(b) Jantung
Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak ada kelainan
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi :Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, mur-mur (-)
10) Abdomen
Inspeksi : tidak ada benjolan, lesi, bentuk cembung
Auskultasi : bunyi usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (+)
11) Genitalia : terpasang DC
12) Ekstremitas
(a) Atas
Tidak ada edema, terpasang infus makro, cairan ringer laktat di
tangan kiri, tetesan lancar
(b) Bawah
Tidak ada edema
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
PROFIL CT/BT
9. Persiapan Alat :
a) S (Scope) : Laryngoscope dan stesoscope
b) T (Tube) : Endotracheal Tube (ETT) No. 6,5; 7,0; 7,5
c) A (Airway) : Oropharyngeal Airway, nasal kanul
d) T (Tape) : Plester/hepafix ± 20 cm 2 lembar
e) I (Introducer) : Mandril atau stilet
f) C (Conector)
g) S (Suction) : Mesin dan selang suction
h) Spuit 3 ml, 5ml, 10ml, 20 ml
i) Transfusi set
j) Abocath no 18
k) Elektroda EKG
10. Persiapan obat
a) Obat Premedikasi
-Dexketoprofen 50 mg/i.v
-Ondansentron 4 mg/i.v
b) Obat Induksi
Propofol 100 mg/i.v
c) Obat Analgetik
-Fentanyl 100 mcg/i.v
-Tramadol 100 mg/i.v
d) Obat Pelumpuh otot
Atracarium 20 mg/i.v
e) Obat Emegency
-
11. Persiapan Cairan
a) Cairan Kristaloid : Ringer Laktat 500 ml
b) Cairan Koloid :-
12. Pelaksanaan Anestesi
a. Pasien tiba di ruang penerimaan IBS pukul 09.30 WIB
b. Serah terima pasien dengan petugas ruangan, memeriksa status pasien
termasuk informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan di ruang
perawatan
c. Memindahkan pasien ke brankar IBS
d. Memperkenalkan diri kepada Pasien, mengecek ulang identitas pasien,
nama, alamat, dan menanyakan ulang puasa makan dan minum, dan alergi,
serta berat badan saat ini
e. Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada Pasien
f. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS
g. Melaporkan kepada dokter anestesi hasil pemeriksaan di ruang penerimaan
dari kolaborasi dengan dokter anestesi pasien dipindahkan ke meja operasi
ANALISIS DATA
No. Data Masalah Penyebab
DO :
TD :146/77 mmHg
Heart Rate : 118 x/menit
Respiration Rate : 18
x/menit
2. DS : Tn. S Belum pernah Ansietas Stressor Operasi
menjalani operasi
sebelumnya
DO : -
4. Tentukan Analgetikyang
tepat, cara pemberian
dandosisnya secara tepat.
5. Monitor tanda- tanda
vital sebelum dan setelah
pemberian analgetik
.
2. Cemas berdasarkan Setelah dilakukan - Kaji tingkat kecemasan
kurang pengetahuan keperawatan cemas - Orientasikan dengan tim
masalah berkurang/hilang anestesi/kamar operasi
pembiusan/operasi - Pasien menyatakan - Jelaskan jenis prosedur
tahu tentang proses tindakan anestesi yang
kerja obat akan dilakukan
- Pasien menyatakan - Beri dorongan pasien
siap dilakukan untuk menggungkapkan
pembiusan perasaan
-Pasien - Dampingi pasien untuk
mengkomunikasikan mengurangi rasa cemas
perasaan negative - Ajarkan teknik relaksasi
secara tepat - Kolaborasi untuk
- Pasien tampak pemberian obat penenang
tenang dan kooperatif
- Tanda-Tanda vital
normal
TAHAP INTRA ANESTESI
1. Jenis Pembedahan : Cholilestasis dengan laparoscopy
2. Jenis Anestesi : General anestesi
3. Teknik Anestesi : Intubasi Endotracheal Tube (ETT) No. 7,,5
4. Mulai Anestesi : Pukul 10.00 WIB
5. Mulai Operasi : Pukul 10.15 WIB
6. Posisi : Supine
7. Obat-Obatan
a. Premedikasi : Ondansetron 4 mg/i.v, Tramadol 100 mg/i.v,
Dexketoprofen 50 mg/i.v
b. Analgetik Narkotik : Fentanyl 100 mcg/i.v
c. Induksi : Propofol 130 mg/i.v
d. Pelumpuh Otot : Atracurium 20 mg/i.v
e. Medikasi Tambahan : Atracurium 10 mg/i.v/ 20 menit
9. Maintenance : sevoflurane 2 cc vol%, N2O : O2 (1 lpm : 1 lpm)
10. Respirasi : Kontrol Ventilator
11. Cairan Durante Operasi : Ringer Laktat 500 ml
12. Estimasi Perdarahan : ± 100 ml
Saturasi
Tekanan Heart
Oksigen RR
Pukul Tindakan Darah Rate
SpO2 (x/menit)
(mmHg) (x/menit)
(%)
09.50 Memindahkan pasien ke meja 141/78 83 100 16
operasi dan memposisikan
supine
Memasang manset, finger
sensor
09.55 Memberikan injeksi obat 144/76 87 100 16
premedikasi : Ondansentron 4
mg/i.v, Dexketoprofen 50
mg/i.v dan obat analgetik
Tramadol 100 mg/i.v, Fentanyl
100 mcg/i.v
10.00 Memberikan injeksi obat 151/84 83 100 16
induksi : Propofol 100 mg/i.v
dan obat pelumpuh otot :
Atracurium 20 mg/i.v
Mengganjal bahu pasien
Memberikan oksigenasi O2
100% 2 lpm melalui facemask
Memberikan agent anestesi :
sevoflurane 3 cc vol%
10.02 Pasien tersedasi, reflek bulu 151/84 81 95
mata -/-
Mengintubasi ETT No. 7,5
10.05 Memasang OPA 151/84 81 100 16
Mengubah N2O:O2 (1 lpm :
1lpm)
Mengatur pernapasan
menggunakan mesin anestesi
mode ventilator kontrol
10.10 Memantau tanda-tanda vital 144/81 82 100
10.15 Time out, Operasi dimulai 137/79 78 100 16
10.20 Maintenance agent anestesi 121/83 72 100 16
sevoflurane 2 cc vol%
10.25 Memantau tanda-tanda vital 127/82 76 100 16
10.30 Memantau tanda-tanda vital 125/80 79 100 16
10.35 Memantau tanda-tanda vital 122/83 81 100 16
10.40 Memantau tanda-tanda vital 118/76 83 100 16
10.45 Memantau tanda-tanda vital 118/81 87 100 16
10.50 Memantau tanda-tanda vital 116/73 87 100 16
10.55 Memberikan injeksi obat 110/68 74 98 16
pelumpuh otot : Atracurium 10
mg/i.v
11.00 Memantau tanda-tanda vital 112/65 77 99 16
11.05 Memantau tanda-tanda vital 117/74 81 99 16
11.10 Memantau tanda-tanda vital 118/78 80 99 16
11.15 Memberikan injeksi obat 110/68 80 98 16
pelumpuh otot : Atracurium 10
mg/i.v
11.20 Memantau tanda-tanda vital 117/71 81 99 16
11.25 Memantau tanda-tanda vital 114/68 85 99 16
11.30 Memantau tanda-tanda vital 119/77 82 99 16
11.35 Memberikan injeksi obat 113/72 79 98 16
pelumpuh otot : Atracurium 10
mg/i.v
11.40 Memantau tanda-tanda vital 116/82 80 99 16
11.45 Memantau tanda-tanda vital 119/86 78 99 16
11.50 Memantau tanda-tanda vital 118/83 82 100 16
11.55 Memantau tanda-tanda vital 122/86 87 100 16
12.00 Sign Out, dilakukan penutupan 121/82 84 100 16
area operasi
12.05 Memantau tanda-tanda vital 120/80 81 100 16
12.10 Memantau tanda-tanda vital 118/79 83 100 16
12.15 Operasi selesai 123/83 88 99 16
Mengubah mode ventilator
menjadi manual spontan
Menghentikan pemberian
saevofluran dan N2O
Memberikan oksigenasi 100 %
O2 3 lpm
12.20 Melakukan suction 122/84 86 95 16
12.25 Pernapasan spontan 127/81 89 98 16
Mengekstubasi ETT dalam
keadaan pengaruh anestesi
(dalam)
Memberikan oksigenasi O2
100 % 3 lpm menggunakan
facemask
12.30 Merangsang respon pasien : 131/87 84 99 16
pasien respon terhadap
rangsangan panggilan
Melepas OPA
Memindahkan pasien ke ruang
pemulihan
ANALISIS DATA
DO :
- Perdarahan ± 100 ml
- Penyakit penyerta
hipertensi
- Tekanan darah
dalam batas
normal sistol dan
diastole
- Plasma,PT,PTT
dalam batas
normal
ANALISIS DATA
No. Data Masalah Penyebab
Post Anestesi
1. DS : - Risiko Kecelakaan Efek Obat Anestesi
cedera Umum
DO :
DO :
- Pembedahan
Laparoscopy
- Terpasang ETT