Anda di halaman 1dari 68

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ANESTESI PADA NY.

E
DENGAN DIAGNOSA COLIC ABDOMEN SUSP ILLEUS OBSTRUKSI
DILAKUKAN TINDAKAN LAPARATOMI EKSPLORASI DENGAN
GENERAL ANESTESI-ETT DI IBS RSUD KOTA BANDUNG

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok PK-IV

Dosen Pembimbing :Muhammas Abdul Aziz S. Tr.Kep.


Pembimbing Lapangan : H Ahmad Hidayat S.Kep Ners

Disusun Oleh :

1. Moch. Akmal Fajar (P07120319006)


2. Syaneu Silviana Dewi (P07120319023)
3. Yehuda Gelar Pamungkas (P07120319037)
4. Nikhen Yulseptiani Puspita Ningrum (P07120319045)

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ANESTESI PADA NY. E


DENGAN DIAGNOSA COLIC ABDOMEN SUSP ILLEUS OBSTRUKSI
DILAKUKAN TINDAKAN LAPARATOMI EKSPLORASI DENGAN GENERAL
ANESTESI-ETT DI IBS RSUD KOTA BANDUNG

Diajukan untuk disetujui pada,


Hari :
Tanggal :
Tempat :

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

(Muhammad Abdul Aziz S.Tr.Kep.) (H Ahmad Hidayat S.Kep Ners)

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan laporan pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Anestesi Pada Ny. E Dengan Diagnosa Colic
Abdomen Susp Illeus Obstruksi Dilakukan Tindakan Laparatomi Eksplorasi Dengan
General Anestesi-ETT di IBS RSUD Kota Bandung.
Penulisan asuhan keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik
Klinik Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Anestesiologi semester tujuh (VII).
Penulis menyadari bahwa penulisan asuhan keperawatan ini tidak lepas dari
dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bondan Palestin, SKM, M.Kep, Sp.Kom, selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2. Dr. Catur Budi Susilo, S.Pd.,S.Kp.,M.Kes. selaku Ketua Prodi Sarjana
Terapan Keperawatan Anestesiologi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
3. Muhammad Abdul Aziz S.Tr.Kep selaku pembimbing Praktik Klinik Anestesi
Lanjut (PK-VI) kelompok 7 prodi Sarjana Terapan Keperawatan
Anestesiologi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
4. dr. Yudhi Sp.An, dr. Jonathan Sp.An dan dr. Surya Sp.An selaku Dokter
Anestesi di instalasi bedah sentral RSUD Kota Bandung.
5. H Ahmad Hidayat S.Kep Ners selaku pembimbing klinik di instalasi bedah
sentral RSUD Prembun.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Pendahuluan
dan Asuhan Keperawatan Anestesiologi ini.

Dalam penulisan asuhan keperawatan ini penulis menyadari bahwa masih


terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan asuhan keperawatan anestesiologi ini. Semoga penulisan asuhan
keperawatan anestesiologi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bandung, 2 September 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
DAFTAR ISI.................................................................................................................4
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................5
C. Tujuan Penulisan................................................................................................5
D. Manfaat Penulisan..............................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................7
BAB III........................................................................................................................49
TINJAUAN KASUS...................................................................................................49
A. Pengkajian Pre Anestesi...................................................................................49
B. Persiapan Penatalaksanaan Anestesi................................................................55
C. Pengkajian Durante Anestesi............................................................................56
D. Pengkajian Post Anestesi..................................................................................59
E. Analisa data......................................................................................................59
F. Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah Keperawatan...........................62
G. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi...........................................................63
BAB IV........................................................................................................................66
PENUTUP...................................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................68

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Colic abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang
timbul dan bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen atau perut,
yang disebabkan oleh infeksi didalam organ perut. Banyak juga para ahli yang
mendefinisikan colic abdomen sebagai sebuah kondisi yang ditandai dengan
krama tau nyeri kolik hebat yang mungkin disertai dengan mual muntah
(Barbara, 2011).
Pravalensi penyakit colic abdomen berdasarkan kelompok umur 55-64
tahun (1,3%), menurun sedikit kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan umur
≥75 tahun (1,1%) berusia 18 tahun atau lebih menderita nyeri minimal sekali
sebulan (42%). Studi yang dilakukan Colin Crooks dari university of
Nottingham menemukan bahwa orang dewasa yang mengidap penyakit colif
lebih rentan terserang infeksi pneumonia. Resiko lebih besar bahkan dimiliki
oleh orang dewasa yang sudah berusia lebih dari 65 tahun. Penelitian
dilakuakn dengan melihat data pasien ruamh sakit di INggris sejak tahun 1997
hingga 2011. Ditemukan bahwa prevalesni orang dnegan penyakit Colic
Abdomen akhirnya pneumonia ada dia ngka 3,42 kasus per 1000 penduduk
(Crooks,2016).
Berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki(68,4%) lebih tinggi
dibandingkan perempuan (31,6%). Kelompok usia banyak adalah 10-19 tahun
(24,5%). Sebagian besar pasien Colic abdomen mendapatkan tatalaksana
bedah berupa laparatomi eksplorasi dan appendiktomi (63,5%).
Faktor penyebab colic abdomen adalah konstipasi yang tidak dapat
terobati dan gejala klinis colic abdomen adalah kram pada abdomen distensi
muntah dan nyeri pada abdomen. Akhir-akhir ini peningkatan Colic abdomen
meningkat sangan pesat. Kejadian penyakit colic abdomen terjadi karena pola
hidup yang tidak sehat sehingga berdampak pada Kesehatan tubuh (Bare,
2011).

5
Laparotomi ini juga akan memunculkan dampak psikologis yang lebih
mendalam seperti depresi, stres, kecemasan, dan masalah-masalah psikologis
lainnya yang akan menyertai pasien pasca operasi. (Agung, 2016). Selain
masalah psikologis masalah fisik yang paling sering muncul adalah nyeri akut
pasca operasi yang merupakan permasalahan yang komplek, dimana bila tidak
memperoleh penanganan yang adekuat dapat menimbulkan konsekuensi
negatif terhadap psikologis, fungsi fisiologis sistem respirasi, kardiovaskuler
dan sistem saraf otonom, gastrointestinal, renal dan hepatik, neuroendokrin,
serta fungsi imunologis pasien. Adanya perubahan ini menyebabkan
terjadinya prolong imobilisasi, terhambatnya penyembuhan luka,
meningkatnya pembiayaan dan lama tinggal di rumah sakit, serta berpotensi
untuk berkembang menjadi nyeri kronik (Pujiastusi, Endang, 2020).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Anestesi Pada Ny. E
Dengan Diagnosa Colic Abdomen Susp Illeus Obstruksi Dilakukan Tindakan
Laparatomi Eksplorasi Dengan General Anestesi-ETT di IBS RSUD Kota
Bandung ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan gawat darurat
anestesi yang mencakup pre, intra, dan post untuk Ny. E sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendekatan proses keperawatan perianestesi
terhadap Ny. E diharapkan mahasiswa dapat:
a. Melakukan pengkajian data pre, intra, dan post anestesi
b. Menentukan diagnosis keperawatan perianestesi yang sesuai
c. Merencanakan suatu tindakan gawat darurat yang komprehensif

6
d. Melakukan implementasi keperawatan gawat darurat perianestesi
sesuai rencana
e. Mengevaluasi hasil pelaksanaan asuhan keperawatan gawat darurat
perianestesi
f. Melakukan dokumentasi pelaksanaan asuhan keperawatan gawat
darurat perianestesi

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Klien
Klien mendapatkan asuhan keperawatan gawat darurat perianestesi yang
berkualitas sesuai dengan prosedur tindakan dan mendapatkan terapi yang
komprehensif sesuai dengan keluhan yang dirasakan.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mendapatkan tambahan ilmu dan pengetahuan terkait dengan
penatalaksanaan asuhan keperawatan gawat darurat perianestesi pada
kasus colic abdomen susp ileus obstruksi dengan general anestesi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan tentang asuhan keperawatan gawat darurat
perianestesi pada Ny. E Laparatomy Eksplorasi Colic Abdomen susp
ileus obstruksi dengan general anestesi.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Anestesi Umum
1. Definisi

General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit


secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general
anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah general
anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan
inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik
intubasi yaitu pemasangan ETT atau gabungan keduanya inhalasi dan
intravena (Latief, 2010).
2. Indikasi dan Kontraindikasi

General anestesi biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi


besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan bedah
yang lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan
batu empedu, bedah rekonstruksi tulang dan lain-lain. Selain itu, anestesi
umum biasanya dilakukan pada pembedahan yang luas.
Sementara itu, kontraindikasi general anestesi tergantung dari efek
farmakologi obat anestetika terhadap organ tubuh, misalnya pada
kelainan:
a. Jantung, dengan menghindari pemakaian obat-obat yang
mendepresi miokard atau menurunkan aliran darah koroner.
b. Hepar, dengan menghindari obat hepatotoksik, obat yang
toksis terhadap hepar atau dosis obat diturunkan.
c. Ginjal, dengan menghindari atau seminim mungkin pemakaian
obat yang diekskresikan melalui ginjal.
d. Paru-paru, dengan menghindari obat-obat yang dapat
menaikkan sekresi dalam paru-paru.

8
Endokrin, dengan menghindari pemakaian obat yang merangsang
susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bisa
menyebabkan peningkatan gula darah.

3. Teknik General Anestesi


General anestesi dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu (Mangku
& Senapathi, 2010):
a. General Anestesi Intravena

Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan


obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
b. General Anestesi Inhalasi

Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan


kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang
mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi.
c. Anestesi Imbang

Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi


obatobatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi
atau kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional
untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang, yaitu:
1. Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum
atau obat anestesi umum yang lain.
2. Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik
opiat atau obat general anestesi atau dengan cara analgesia
regional.
3. Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh
otot atau general anestesi, atau dengan cara analgesia regional
4. Komplikasi

a. Pernapasan

9
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena
hipoksia sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera diatasi.
Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah sisa
anestesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum
dimetabolisme dengan sempurna. Selain itu adanya lidah jatuh ke
belakang menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.
b. Sirkulasi

Hal yang sering dijumpai adalah hipotensi, syok dan aritmia yang
disebabkan oleh kekurangan cairan akibat perdarahan yang tidak cukup
diganti. Sebab lainnya adalah sisa anestesi yang masih tertinggal dalam
sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan.
c. Regurgitasi dan Muntah

Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.


Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi dan
dapat berakibat fatal.
d. Hipotermi

Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain


itu juga karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga
memengaruhi ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen input
aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat dan juga respons eferen, selain
itu dapat juga menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu
mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas
ambang untuk respons proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan
juga berkeringat
e. Gangguan Faal Lain

Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh


kerja anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena

10
penderita syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan
anestesi lambat dikeluarkan dari dalam darah
5. Stadium Anestesi

Kedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus supaya anestesi


yang diberikan tidak terlalu dalam sehingga tidak membahayakan jiwa
penderita, tetapi cukup adekuat untuk melakukan operasi. Kedalam
anestesi dinilai berdasarkan tanda klinik yang didapat. Guedel membagi
kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan melihat pernapasan,
gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot, dan reflek pada penderita
yang mendapat ether. Tanda-tanda klinis anestesia umum adalah:
a. Stadium I yaitu analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga
hilangnya kesadaran.
b. Stadium II yaitu excitement, dari hilangnya kesadaran hingga
mulainya respirasi teratur sampai hilangnya reflek menelan dan
kelopak mata. Dalam stadium ini penderita bisa meronta-ronta,
pernapasan irreguler, pupil melebar, reflek cahaya positif gerakan
bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi, reflek
fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah, kadang-kadang
kencing atau defekasi. Stadium ini membahayakan penderita, karena
itu perlu diakhiri segera. Keadaan ini dapat dikurangi dengen
memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan psikologi
penderita dan induksi yang halus dan tepat.
c. Stadium III (stadium operasi) yaitu dari mulai respirasi teratur hingga
berhentinya respirasi. Dibagi menjadi 4 plana:
- Plana 1 yakni dari timbulnya pernafasan teratur hingga
berhentinya pergerakan bola mata.
- Plana 2 yakni dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga
mulainya paralisis interkostal.

11
- Plana 3 yakni dari mulainya paralisis interkostal hingga total
paralisis interkostal.
- Plana 4 yakni dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis
diafragma.
d. Stadium IV yaitu overdosis, dari timbulnya parlaisis diafragma
hingga cardiac arrest. Stadium ini ditandai dengan hilangnya semua
reflek, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan diikuti dengan
circulatory failure.
6. Obat-Obat General Anestesi

a. Premedikasi

1) Ondansetron

Ondansetron berfungsi sebagai obat antiemetik yaitu untuk


mengobati mual dan muntah pasca operasi. Ondansetron bekerja
dengan cara menghambat serotonin yang bereaksi pada reseptor
5HT3 sehingga membuat tidak mual dan berhenti muntah.
2) Fentanyl

Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik


opioid dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis
100- 150 mcg/kgBB, termasuk sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB).
Dosis fentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai
premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi
inhalasi maupun intravena untuk memberikan efek analgesi
perioperatif.
Fentanyl memiliki potensi yang diperkirakan 80 kali lebih kuat
daripada morfin. Lamanya efek depresi nafas fentanil lebih pendek
dibanding meperidin. Dosis tinggi fentanil menimbulkan kekakuan
yang jelas pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh efek opioid
pada tranmisi dopaminergik di striatum. Efek ini di antagonis oleh

12
nalokson. Fentanil biasanya digunakan hanya untuk anestesi, meski
juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca operasi.
b. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai
tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan
tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau
memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
1) Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1%
obat dalam air dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2%
phosphatide telur dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan
2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi. Propofol
memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat
intravena lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien
dapat diambulasi lebih cepat setelah anestesi umum. Selain itu,
secara subjektif, pasien merasa lebih baik setelah post operasi
karena propofol mengurangi mual dan muntah postoperasi.
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi
anestesi secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di
tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis.
Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang
berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik
inhalasi lain. Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan
darah yang cukup berarti selama induksi anestesi karena
menurunnya resitensi arteri perifer dan venodilatasi. Propofol
menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek
ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan
intubasi trakea.

13
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat
ini didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi
terjadi sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan
menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak
mempunyai efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental
waktu pulih sadar lebih cepat dan jarang terdapat mual dan
muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek
antiemetik. Efek samping propofol pada sistem pernafasan
adanya depresi pernafasan, apnea, bronkospasme, dan
laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi,
aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada susunan syaraf
pusat adanya sakit kepala, pusing, euforia, kebingungan, dll.
Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri sehingga saat
pemberian dapat dicampurkan lidokain (20-50 mg).
c. Muscle Relaxan
Obat ini akan menghambat transmisi neuromuskular sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme
kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat
secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat
penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal kurarin. Dalam
anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang
dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi
1) Roculax
Obat yang digunakan untuk memfasilitasi intubasi
endotrakeal, relaksan otot pada anestesi umum, dan
memfasilitasi ventilasi mekanis dalam perawatan intensif.
Dosis 0,45 – 0,9 mg / kg IV untuk intubasi dan 0,15 mg/kg
bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25

14
menit setelah intubasi. Dapat memanjang pada pasien orang
tua.

d. Maintenance
1) Nitrous Oksida (N2O)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis
dan tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak
mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime
absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang
kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan
cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak
mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi
abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi
otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang berarti.
Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi
karena Nitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-
ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum
anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan
atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan dalam anestesi
umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai
berikut 60% : 40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.
2) Sevoflurane
Sevofluran, mempunyai efek neuroprotektif. Tidak berbau
dan paling sedikit menyebabkan iritasi jalan nafas sehingga
cocok digunakan sebagai induksi anestesi umum. Karena
sifatnya mudah larut, waktu induksiya lebih pendek dan pulih
sadar segera terjadi setelah pemberian dihentikan.

15
Biodegradasi sevofluran menghasilkan metabolit yang bersifat
toksik dalam konsentrasi tinggi.
e. Antidotum
1) Neostigmin

Neostigmin merupakan obat yang digunakan untuk


mengatasi kelumpuhan akibat pelemas otot non-depolarisasi.
Dosis 1-2,5 mg dengan interval yang sesuai dengan kebutuhan;
dosis total sehari 5-20 mg.
2) Nokoba

Nokoba merupakan obat golongan antidotum dengan


kandungan Naloxone HCl. Produk ini dapat digunakan untuk
pemulihan total atau sebagian dari depresi opiat dan overdosis
opiat akut, termasuk depresi pernafasan, yang diinduksi oleh
opiat alami dan sintetik, termasuk propoksifen, metadon, dan
analgesik campuran agonis-antagonis: nalbufin, pentazosin,
dan butorfanol.
7. Intubasi Endotracheal Tube (ETT)
a. Definisi
Intubasi endotrakheal atau endotracheal tube (ETT) adalah
tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glottis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung distalnya berada
kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan biurkasio trakea
(Latief, 2007). Tindakan intubasi trakhea merupakan salah satu teknik
anestesi umum inhalasi, yaitu memberikan kombinasi obat anestesi
inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui
alat/mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
b. Indikasi
Indikasi intubasi trakhea sangat bervariasi dan umumnya
digolongkan sebagai berikut (Latief, 2007):

16
1) Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun (kelainan anatomi,
bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan nafas
dan lain-lain).
2) Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya saat
resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien dan
ventilasi jangka panjang.
3) Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. Klasifikasi
tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah
dijulurkan maksimal menurut Mallampati yang dibagi menjadi 4
gradasi.
c. Kontraindikasi
Terdapat beberapa kondisi yang diperkirakan akan mengalami
kesulitan pada saat dilakukan intubasi, antara lain (Morgan, 2006):
1) Tumor: Higroma kistik, hemangioma, hematom
2) Infeksi: Abses mandibula, peritonsiler abces, epiglotitis
3) Kelainan kongenital: Piere Robin Syndrome, Syndrom Collin
teacher, atresi laring, Syndrom Goldenhar, disostosis kraniofasial
4) Benda asing
5) Trauma: Fraktur laring, fraktur maxila/ mandibula, trauma tulang
leher
6) Obesitas
7) Extensi leher yang tidask maksimal: Artritis rematik, spondilosis
arkilosing, halo traction
8) Variasi anatomi: Mikrognatia, prognatisme, lidah besar, leher
pendek, gigi moncong.
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada intubasi antara lain trauma
jalan nafas, salah letak dari ETT, dan tidak berfungsinya ETT.

Komplikasi yang biasa terjadi yaitu sebagai berikut.

17
1) Saat Intubasi

a. Salah letak: intubasi esofagus, intubasi endobronkhial, posisi


balon di laring.
b. Trauma jalan nafas: kerusakan gigi, laserasi mukosa bibir dan
lidah, dislokasi mandibula, luka daerah retrofaring.
c. Reflek fisiologi: hipertensi, takikardi, hipertensi intrakranial
dan intraokuler, laringospasme.
d. Kebocoran balon.

2) Saat ETT ditempatkan

a. Malposisi (kesalahan letak)

b. Trauma jalan nafas: inflamasi dan laserasi mukosa, luka lecet


mukosa hidung.
c. Kelainan fungsi: sumbatan ETT

3) Setelah ekstubasi

a. Trauma jalan nafas: udema dan stenosis (glotis, subglotis dan


trakhea), sesak, aspirasi, nyeri tenggorokan.
b. Laringospasme

B. Konsep Dasar Colic Abdomen


1. Pengertian
Kolik abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal 1(nettina,2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan
yang terhambatnya aliran usus ke depan tetapi peristaltic normal
(Reeves,2011)
Kolik abdomen adalah nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan
seperti perasan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena
hambatan baik persial atatupun total baik organ tubuh beronga atau organ
yang terlibat tersebut dipengaruhi peristatik. Beberapa yang menjadi

18
penyebab kolik abdomen adalah kolik bilier, kolik renal dan karena
sumbatan usus halus (Gilroy,2009).
Kolik abdomen adalah nyeri yang kadang timbul secara tiba-tiba dan
kadang hilang dan merupakan variasi kondisi dari yang sangat rumit
sampai yang bersifat fatal (ilmu penyakit dalam,2001:92).
Kolik abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang bersifat hilang
timbul dan bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen (perut).
Hal yang mendasari hal ini adalah infeksi pada organ di dalam perut
(radang kandung empedu, radang kandungan kemih), sumbatan dari organ
perut (batu empedu, batu ginjal). Pengobatan yang di berikan adalah
penghilangan rasa sakit dan penyebab utama dari organ yang terlibat. Bila
infeksi dari kandungan kemih atau empedu maka pemberian antibotik, bila
ada batu di kandugan empedu maka oprasi untuk angkat kandungan
empedu (Reeves,2011).
2. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi,
menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

19
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air
pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan
bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana,
terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-
bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan (Faring)

20
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut,
hidung, faring, dan laring Didalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit
dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut
dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang, Keatas bagian depan
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama
koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan
perantaraan lubang yang disebut ismus fausium
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk
seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu: Kardia, Fundus,
Antrum
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-
enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting Lendir,
Asam klorida (HCl), Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).

21
e. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta.
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz.
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah
bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
3) Usus Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-
4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan
oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
f. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
a) Kolon asendens (kanan)

22
b) Kolon transversum
c) Kolon desendens (kiri)
d) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
g. Usus Buntu (Sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
h. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
i. Rektum dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di
mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi
untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

23
j. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa
hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior
perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri
dari 2 jaringan dasar yaitu asini yang berfungsi menghasilkan enzim-
enzim pencernaan dan pulau pankreas yang berfungsi menghasilkan
hormon. Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh
pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik
memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan
dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah
mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar
sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara
menetralkan asam lambung.
k. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia
dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,
sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile,
yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk
hati, hepar.
l. Kandung Empedu

24
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ
berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan
karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu.
3. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab dari kolik abdomen :
a. Mekanis
 Adhesi (Pertumbuhan Bersatu bagian-bagian tubuh yang
berdekatan karena radang)
 Karsinoma
 Volvulus (Penyumbatan isi usus karena terbelitnya Sebagian
usus di dalam usus).
 Intususepsi
 Obstipasi (Konstipasi yang tidak terobati)
 Polip (Perubahan pada mukosa lambung)
 Striktur (penyumbatan yang abnormal pada ductus atau
saluran)
b. Fungsional (non mekanik)
 Ileus paralitik (Keadaan abdomen akut berupa kembung)
 Lesi medulla spinalis
 Enteritis regional
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Uremia
c. Etiologi yang lain yaitu :
 Inflamasi peritoneum pariel : perforasi, peritonitis, opendisitis,
diverti,kulitis,pankreanitis, kolesititis.

25
 Kelainan mukosa visceral : tukak peptic, inflammatory bowel
disase, kulitis infeksi, esofagitis.
 Obstruksi visceral : ilues obstruksi, kolik bilier atau renal
karena bau
 Reganggan kapsula organ : hepatitis kista ovarium,
pilelonefritis
 Gangguan vaskuler : iskemia atau infark intestinal
 Gangguan motilitas : irritable bowel syndrome, dyspepsia
fungsional
 Ekstra abdominal : hespes trauma musculoskeletal, infark
miokard dan paru dan lainya.
4. Manisfestasi Klinis
a) Mekanika sederhana – usus halus atas.
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi,
muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing
bernada tinggi denger pada interval singkat), nyeri tekan difus
minimal.
b) Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, muntah sedikit
atau tidak ada kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi
“hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.
c) Mekanika sederhana – kolon Kram (abdomen tengah sampai bawah),
distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadmuntah (fekulen),
peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
d) Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.
Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e) Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan
terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus

26
menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
5. Patofisiologi
Kolik abdomen adalah gangguan pada aliran normal usus seoanjang
traktus intestinal. Rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan
bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen. Hal yang mendasari
adalah infeksi dalam organ perut (diare, radang kandung empedu, radang
kandung kemih). Sumbatan dari organ perut (batu empedu, batu ginjal).
Akut abdomen yaitu suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena
masalah nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang
daari 24 jam. kolic abdomen terkait pada nyeri perut serta gejala seperti
muntah, konstipasi, diare, dan gejala gastrointestinal yang spesifik. Pada
kolik abdomen nyeri dapat berasal dari organ dalam abdomen, termasuk
nyeri viseral. Dari otot lapisan dinding perut. Lokasi nyeri perut abdomen
biasanya mengarah pada lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri
tersebut. Walupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan perjalanan
dari tempat lain. Oleh karena itu, nyeri yang dirasakan bisa merupakan
lokasi dari nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.(Gilroy: 2013).

27
6. Pathway

7. Komplikasi
a. Kolik ureter ( tersumbatnya aliran-aliran dari ginjal ke usus )
b. Kolik biliaris
c. Kolik intestinal (obstruksi usus, lewatnya isi usus yang terhalang)
d. Gangren

28
Gangren adalah borok yang disebabkan karena kematian sel/jaringan.
Gangren kandung empedu, saluran empedu dan pankreas diawali oleh
infeksi pada organ-organ tersebut.
e. Sepsis
Sepsis adalah menyebarnya agen infeksi (misalnya bakteri) ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Sepsis berat dapat menimbulkan syok,
dimana tekanan darah turun.
f. Fistula
Fistula adalah saluran abnormal yang terbentuk antara dua organ.Batu
empedu mengerosi dinding kandung empedu atau salurang empedu,
menimbulkan saluran baru ke lambung, usus dan rongga perut.
g. Peritonitis
Peritonitis adalah radang rongga perut, disebabkan karena rongga
perut yang steril terkontaminasi oleh cairan empedu melalui suatu
fistula ke rongga perut.
h. Ileus
Ilues dapat terjadi karena batu menyumbat isi usus. Dapat terjadi bila
batu berukuran cukup besar.(Amin huda: 2015).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus.
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah;
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis
dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh
lipatan usus. 20
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis
metabolik. (Amin huda: 2015)
9. Penatalaksanaan
a. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

29
b. Terapi Na+, K+, komponen darah
c. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
d. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
e. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke
area penyumbatan selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif
dengan pasien berbaring miring ke kanan.
f. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
g. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi
kronik, ileus paralitik atau infeksi.
h. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
i. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu
beresiko.
j. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan
mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai
prosedur kedua. (Amin huda: 2015)

C. Konsep Dasar Ileus Obstruktif


1. Pengertian
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis
yang sering dijumpai, merupakan 60 - 70% dari seluruh kasus akut
abdomen yang bukan appendicitisakuta. Penyebab yang paling sering dari
obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi
abdominalis dan operasi obstetriginekologik makin sering dilaksanakan
yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainanan
abdominalis.
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus interstinal (Nettina, 2001).Obstruksi usus dapat diartikan sebagai
kegagalan usus untuk melakukan propulsi (pendorongan) isi dari saluran
cerna. kondisi tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk baik yang

30
terjadi pada usus halus maupun usus besar (kolon). Obstruksi usus dapat
akut dengan kronik, partial atau total.
Ileus obstrukti adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk
dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya
(Jeekel, 2001). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.042 pasien rawat jalan
pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
2. Klasifikasi
1. Ileus Mekanik
a. Lokasi
 Obstruksia.Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum 
 Letak Tengah : Ileum Terminal 
 Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
b. stadiuma 

 Parsial : menyumbat lumen Sebagian 


 Simple/Komplit: menyumbat lumen total 
 Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa 62.
2. Ileus Neurogenik
a. Adinamik : Ileus Paralitik
b. Dinamik : Ileus Spastik
3. Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia 6
3. Etiologi
Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi setelah
pembedahanabdomen karena adanya refleks penghambatan peristaltik
akibat /isera abdomen yang tersentuh tangan. Refleks penghambatan
peristaltik ini sering disebut sebagai ileus paralitik,walaupun paralisis

31
peristaltik ini tidak terjadi secara total. Keadaan lain yang sering
menyebabkan terjadinya ileus adinamik adalah peritonitis. Atoni usus dan
peregangan gassering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik,
terutama setelah Fraktur iga, trauma medula spinalis, dan fraktur tulang
belakang.
Penyebab obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang
terserang dan letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi pada
kelompok usia pertengahan dan tua, danterjadi akibat perlekatan yang
disebabkan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus
merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan
danorang tua. kanker kolon merupakan penyebab 50% obstruksi yang
terjadi. Bolulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria
usia tua dan biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus
pada hernia inguinalis atau femoralis sangat seringmenyebabkan
terjadinya obstruksi usus halus. Intususepsi adalah in/aginasi salah satu
bagianusus ke dalam bagian berikutnya dan merupakan penyebab
obstruksi yang hampir selaluditemukan pada bayi dan balita. Intususepsi
sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda
asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksiyang
terjadi pada anak dan bayi.
a. Mekanis
- Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)
- Karsinoma
- Bol/ulus
- Intususepsi
- Obstipasi
- Polip
b. Fungsional (non mekanik)
- Ileus paralitik
- Lesi medula spinalis

32
- Enteritis regional
- Ketidakseimbangan elektrolit
- Uremia
4. Patofisiologi
Proses Perjalanan Penyakit Peristiwa patofisiologik yang terjadi
setelahobstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi
tersebutdiakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan
utama padaobstruksi paralitik adalah di mana peristaltik dihambat dari
permulaan,sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula
diperkuat, kemudianintermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan
patofisiologi utama padaobstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat
secara progresif akanteregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang
ditelan) akibat peningkatantekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumenke darah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan diekskresikan ke dalam salurancerna setiap hari ke sepuluh. Tidak
adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan danelektrolit. Pengaruh atas
kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairanekstrasel yang
mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yangterus
menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus
adalahiskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat
nekrosis, disertaiabsorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Pada
obstruksi mekanik simple,hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik.Makanan dan cairan yang ditelan,
sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika
obstruksinya komplit. Bagian usus proksimaldistensi, dan bagian distal

33
kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membranemukosa usus menurun, dan
dinding usus menjadi edema dan kongesti.Distensi intestinal yang berat,
dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan
peristaltik dan fungsi sekresi mukosa danmeningkatkan resiko dehidrasi,
iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
5. Manisfestasi Klinis
a. Obstruksi Usus Halus
- Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah
sepertikram yang cenderung bertambah berat sejalan
dengan beratnyaobstruksi dan bersifat hilang timbul.
- Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan
materifekal dan tidak terdapat flatus.
- Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada
awalnya menjadisangat keras dan akhirnya berbalik arah
dan isi usus terdorongkedepan mulut.
- Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal
dapat terjadi.Semakin kebawah obstruksi di area
gastrointestinal yang terjadi,semakin jelas adanya distensi
abdomen.
- -Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma
b. Obstruksi Usus Besar
- Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama
denganobstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh
lebih rendah.
- Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal
kompeten.

34
- Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum,
konstipasi dapatmenjadi gejala satu-satunya selama
beberapa hari.
- Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus
besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding
abdomen, dan pasienmenderita kram akibat nyeri abdomen
bawah.
6. Komplikasi
- gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi
dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin
- toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi - perforasi
tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan peritoneum
yangmulai di epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat
peritonitisgeneralisata
- Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang
demamkurang lebih dua minggu disertai nyeri kepala, batuk, dan
malaise yangdisusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans
muskuler, dan keadaan umumyang merosot dan berakhir pada
kematian
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Amilase-lipase
b. Kadar gula darah.
c. Kalium serum.
d. Analisis gas darah.
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam
menegakkandiagnosis, tetapi sangat membantu memberikan
penilaian berat ringannyadan membantu dalam resusitasi. Pada
tahap awal, ditemukan hasillaboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanyahemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit

35
yang abnormal.Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis. Menunjukkan. adanya iskemik atau strangulasi,
tetapi hanya terjadi pada 38% - 50%obstruksi strangulasi
dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi nonstrangulata.
Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi.Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darahmungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah
berat, danmetabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock,
dehidrasi dan ketosis
e. oto abdomen 3 posisi
Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum.
Penebalandinding usus halus yang dilatasi memberikan gambaran
herring boneappearance (gambaran seperti tulang ikan), karena dua
dinding usus halusyang menebal dan menempel membentuk
gambaran vertebra danmuskulus yang sirkuler menyerupai kosta
dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di
tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek
berbentuk seperti tangga yang disebut stepladder appearance di
usus halus dan air fluid level panjang-panjang dikolon.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Konservatif
- Penderita dirawat di rumah sakit.
- Penderita dipuasakan
- Kontrol status airway, breathing and circulation.
- Dekompresi dengan nasogastric tube.
- Intravenous fluids and electrolyte
- Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
b. Farmakologis
- Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
- Analgesik apabila nyeri.

36
c. Operatif
- Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai
dengan peritonitis.
- Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric
untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
- Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui
laparotomi.

D. Konsep Dasar Laparatomy


1. Pengertian
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat
dan Jong, 2010). Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan
pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan
obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan
tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi,
kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah
obgyn yang sering dilakukan dengan Tindakan laoparatomi adalah
berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi
ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total, radikal,
eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral (Smeltzer, 2014).
2. Indikasi
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan
oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

37
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane
serosa rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder
dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis
sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan
penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon
sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab
peritonitis tersier (Ignativicus & Workman, 2006).
c. Sumbatan pada Usus Halus dan Besar
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh
secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),
Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain
yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus
besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan
usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area
yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor

38
(tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus) (Ignativicus &
Workman, 2006)
d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
1. Tumor abdomen
2. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
3. Abscesses (a localized area of infection)
4. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
5. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
6. Intestinal perforation
7. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
8. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
9. Internal bleeding (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010)

3. Komplikasi
Menurut Smeltzer (2013), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang
dilakukan tindakan laparatomi yaitu:
1. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang
disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk
metabolisme. Manifestasi Klinis:
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah

39
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat
2. Hemoragi
a. Hemoragi primer: terjadi pada waktu pembedahan.
b. Hemoragi intermediari: beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan
yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang
tidak terikat.
c. Hemoragi sekunder: beberapa waktu setelah pembedahan bila
ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau
menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi: Gelisah, terus bergerak, merasa
haus, kulit dingin-basahpucat, nadi meningkat, suhu turun,
pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan
pasien melemah.
3. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis
4. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati, dan otak.
5. Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
6. Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus,
mikroorganisme; gram positif. Buruknya integritas kulit sehubungan
dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan
terbukanya tepitepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ
dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah
infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang
berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

40
E. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anestesi
1. Pra Anestesi
Pasien yang akan menjalani anestesi dan
pembedahan (elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra
anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan pada bedah
darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan
menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus
dilakukan untuk keberhasilan tindakan dan juga untuk menghindari kejadian
salah identitas dan salah operasi. Evaluasi pre operasi meliputi history taking
(AMPLE), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang
berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi klasifikasi status fisik
pasien berdasarkan skala ASA.

Adapun tujuan pra anestesi adalah:

a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai


dengan fisik dan kehendak pasien.
c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology)
1) ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi,dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
2) ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.
Angka mortalitas 16%.
3) ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
4) ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misalnya insufisiensi fungsi
organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.

41
5) ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa
operasi/dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
6) ASA VI: Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil
(didonorkan).
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari
kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.
Sementara itu, pemeriksaan yang dilakukan saat pra operasi anestesi yaitu
sebagai berikut.
a. Anamnesis
1) Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.

2) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.

3) Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi


penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis
(asma bronkhial, pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi,
dan penyakit ginjal.
4) Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan
obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan
obat anestetik seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik,
antibiotik, golongan aminoglikosid, dan lain lain.
5) Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal,
jenis pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif
pasca bedah.
6) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan
anestesi seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik.
7) Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi maligna.
8) Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum,
pernafasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi,
neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi dan dermatologi.

42
b. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan psikis: gelisah, takut, kesakitan


2) Keadaan gizi: malnutrisi atau obesitas
3) Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi
cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah
pembedahan.
4) Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta
suhu tubuh.
5) Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk mengetahui adanya
trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi
leher, deviasi ortopedi dan dermatologi. Ada pula pemeriksaan
mallampati, yang dinilai dari visualisasi pembukaan mulut maksimal dan
posisi protusi lidah. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk
menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan intubasi.
Penilaiannya yaitu:

a) Mallampati I: akan terlihat palatum molle, uvula, dinding


posterior oropharyng, tonsilla palatina dan tonsilla pharyngeal.
b) Mallampati II: akan terlihat palatum molle, sebagian uvula,
dinding posterior uvula
c) Mallampati III: akan terlihat palatum molle, dasar uvula

d) Mallampati IV: akan terlihat palatum durum saja

Gambar 5. Klasifikasi Mallampati


6) Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung.

43
7) Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan
wheezing.
8) Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites,
hernia, atau tanda regurgitasi.
9) Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal,
sianosis, adanya jari tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di tempat-
tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regiona.

44
c. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain

1) Laboratorium rutin, yang terdiri atas pemeriksaan lab. darah, urine


(protein, sedimen, reduksi), foto rontgen (thoraks), EKG.
2) Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada indikasi. Misalnya EKG
pada anak, spirometri pada tumor paru, tes fungsi hati pada ikterus,
fungsi ginjal pada hipertensi, AGD, elektrolit.
2. Intra Anestesi

Tahap intra anestesi dilakukan induksi, yakni memasukkan zat anestesi


sampai tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan
tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam
stadium anestesi setelah induksi. Pada tahap ini dilakukan monitoring yang
meliputi frekuensi nadi; tekanan darah; banyaknya pendarahan; SpO2; dan
intake dan output cairan, serta EKG. Monitor tekanan darah setiap 5 menit
sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang bermakna. Hipotensi
terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 2030% atau sistole kurang
dari 100 mmHg.
a. Terapi Cairan

Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid,


atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan dengan ion low
molecular weight (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan
koloid juga mengandung zat-zat high molecular weight seperti protein
atau glukosa polimer besar. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik
koloid plasma dan untuk sebagian besar intravaskular, sedangkan cairan
kristaloid cepat menyeimbangkan dengan dan mendistribusikan seluruh
ruang cairan ekstraseluler. Karena kebanyakan kehilangan cairan
intraoperatif adalah isotonik, cairan jenis replacement yang umumnya
digunakan. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan Ringer
Laktat. Meskipun sedikit hipotonik, menyediakan sekitar 100 mL free
water per liter dan cenderung untuk menurunkan natrium serum 130

45
mEq/L, Ringer Laktat umumnya memiliki efek yang paling sedikit pada
komposisi cairan ekstraseluler dan menjadi cairan yang paling fisiologis
ketika volume besar diperlukan. Kehilangan darah durante operasi
biasanya digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 hingga 4 kali
jumlah volume darah yang hilang.

46
3. Post Anestesi

Post anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dari


anestesi anestesi umum yang secara rutin dikelola di kamar pulih (Recovery
Room), yaitu ruangan untuk observasi pasien atau anestesi. Ruang pulih sadar
merupakan batu loncatan sebelum pasien dipindahkan kebangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Recovery Room yaitu :

a. Gangguan pernafasan, ada atau tidaknya obstruksi jalan nafas baik parsial
atau pun total.
b. Gangguan kardiovaskuler, setelah di pindahkan ke kamar pulih tekanan
darah pasien selalu dipantau (hipotensi/hipertensi).
c. Gelisah, gelisah pasca operasi dapat disebabkan karena hipoksia,
asidosis, hipotensi, kesakitan, efek samping obat (ketamin)
d. Mual-muntah, apabila pasien mengalami mual-muntah segera berikan
obat antiemetic.
e. Menggigil (shivering), apabila pasien menggigil segera beri cairan hangat
dan selimuti pasien.
Selama pasien berada di ruang pemulihan, pasien dinilai tingkat pulih
sadarnya untuk kriteria pemindahan ke ruang biasa (bangsal). Dikarenakan
jenis anestesi yang digunakan adalah general anestesi dan pasien usia dewasa
maka skor pemulihan yang dipakai adalah

47
Aldrete Score
(AS). Jika Aldrete Score ≥ 9, maka pasien dapat dipindah ke ruang perawatan.
Tabel 1. Aldrete Scoring System

48
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Pre Anestesi


Hari/Tanggal : Rabu, 31 Agustus 2022
Waktu : 13.00 WIB
Tempat : IBS RSUD Kota Bandung
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi
dokumentasi
Sumber Data : Klien, tim kesehatan, status kesehatan klien
Oleh : Kelompok 7
Rencana tindakan : Laparatomi Explorasi
1. Identitas pasien
Nama : Ny. E
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Ciputang Rt 01/09.
No. Rekam Medis : 64xxxx
Diagnosa : Collic Abdomen susp Illeus obstruktif
Tindakan operasi : Laparatomi Explorasi
Tanggal operasi : 31 Agustus 2022
Dokter Bedah : dr. Richard, Sp.B
Dokter Anestesi : dr. Surya, Sp.An
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. T
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : IRT
Hubungan Dengan Pasien : Anak
3. Anamesa

49
a. Keluhan Utama
Ny. D mengeluh nyeri perut dan benjolan di perut sudah 6 bulan
b. Riwayat penyakit sekarang
Ny. D merasakan nyeri perut dan ada benjolan di perut selama 6 bulan
sebelum masuk Rumah sakit.
c. Riwayat penyakit dahulu
Terdapat Riwayat Sirosis Hepatis dan Hernia Umbilikal
d. Riwayat penyakit keluarga
Ny. D mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit seperti
hipertensi, jantung, diabetes mellitus, kejang, batuk pilek, maupun
penyakit menular lainnya, serta tidak ada yang sedang mengonsumsi
obat-obatan rutin.
4. Status Gizi
a. BB : 55 kg
b. TB : 160 cm
c. IMT : 21,48 kg/m2 (normal)
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran umum dan tanda vital
Kesadaran : Composmentis
Airway : Bebas
GCS : 15 (E4V5M6)
TD : 137/71 mmHg
N : 94 x/menit
T : 36,5 o C
b. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk : Simetris
- Kulit kepala : bersih
- Warna dan bentuk rambut : Hitam dan lurus
2) Wajah

50
- Bentuk simetris
- Tidak terdapat oedema
3) Mata
- Pupil : bulat isokr (2 mm kiri sama dengan kanan)
- Reflex cahaya : +/+
- Konjungtiva : tidak anemis
- Sklera : tidak ikterik
- Pemakasian alat bantu : tidak ada
4) Telinga
- Bentuk peradangan : tidak ada
- Pendarahan : tidak ada
- Cairan : tidak ada
- Fungsi pendengaran : baik
- Pemakian alat bantu : tidak ada
5) Hidung
- Bentuk : simetris
- Pendarahan : tidak ada
- Polip : tidak ada
- Sinusitis : tidak ada
6) Mulut
- Bentuk : simetris
- Warna : merah
- Kelembapan : lembab
- Peradangan : tidak ada
- Perdarahan : tidak ada
- Kebersihan : bersih
- Mukosa gigi : normal
- Lidah : bersih
- Gigi : tidak ada gigi palsu dan gigi goyang
7) Leher

51
- Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada
- Peningkatan JVP : tidak ada
- Kekakuan : tidak ada
8) Thoraks
- Inspeksi : bentuk dan gerak dada simetris serta tidak
tampak lesi atau luka
- Palpasi : fremitus raba normal, tidak terdapat retraksi
dada
- Perkusi : resonan
- Auskultasi : vesikuler
9) Kardiovaskuler
- Inspeksi : arteri carotis normal, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : tidak terdapat pembesaran jantung
- Perkusi : redup
- Auskultasi : S1S2 murni
10) Abdomen
- Inspeksi : ada benjolan/massa
- Auskultasi : peristaltik (+) normal, BU 15x/mnt
- Perkusi : timpani
- Palpasi : hepar/lien tidak teraba
11) Genetalia
- Tidak ada luka, tidak kemerahan, bersih
12) Kulit
- Tampak kering
- Tidak terdapat sianosis
13) Ekstremitas
- Ektremitas atas: tidak ada oedema, tidak ada pembesaran
kelenjar pada aksila, akral dingin, CRT < 2 detik
- Ekstremitas bawah: tidak ada oedema, akral dingin, CRT < 2
detik

52
6. Status Psikologis
- Klien merasa tidak nyaman dengan kondisi saat ini
- Klien mengatakan deg degan akan operasi
- Wajah tampak tegang
- Gelisah

53
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi
Hemoglobin 11.2 (L) g/dl 11.7-15.5
Hematokrit 33.7 (L) % 35.0-47.0
Eritrosit 3.62 10^6/uL 3.8-5.2
MCV 93.1 (L) um^3 80-100
MCH 39.9 (L) Pg/cell 32-36
MCHC 33.2 g/dL 26-34
Leukosit 7.36 10^3/uL 3.6-11.0
Trombosit 110 10^3/uL 150-440
IPF 0.5 % 0.8-6.2
Hitung Jenis Lekosit
Basofil 0.5 % 0-1
Eosinofil 0.8 (L) % 2-4
Neutrofil 67.9 % 40.0-71.0
Limfosit 26.2 % 25-40
Monosit 4.8 % 2-8
Total Basofil 0.04 10^3/uL 0.01-0.09
Total Eosinofil 0.06 10^3/uL 0.01-0.40
Total Neutrofil 4.98 10^3/uL 2.10-8.89
Total Limfosit 1.93 10^3/uL 1.26-3.35
Total Monosit 0.35 10^3/uL 0.29-0.95
Neutrofil Limfosit 2.58
Ratio
Kimia
Albumin 2.2 (L) g/dL 3.97-4.94
Kreatinin 0.56 mg/dL 0.51-0.95

54
8. Diagnosa Anestesi
Pasien usia 60 tahun dengan diagnosa medis Colic Abdomen + Sups
Illius Obstruktif akan dilakukan tindakan Laparatomy Explorasi dengan
status fisik ASA IVE direncanakan dengan general anestesi-ETT No 7.

B. Persiapan Penatalaksanaan Anestesi


1. Persiapan
Perlengkapan yang harus dipersiapkan sebelum melakukan general
anestesi yaitu meliputi:
a. Persiapan alat general anestesi dengan teknik ETT meliputi STATICS:
Stetoskop, Laringoskop, ETT non kinking (6,5 dan 7), OPA, Plester,
Connector, Magil forceps, Suction, Spuit, Jelly, obat- obat premedikasi
dan induksi.
b. Persiapan bedside monitor meliputi: tekanan darah, nadi, pulse
oxymetri, serta EKG.
c. Lembar laporan durante anestesi
2. Persiapan Obat
a. Obat untuk Induksi: Propofol 100 mg dan Ketamin 100 mg
b. Obat Muscle Relaxant : Roculax : 30 mg atau Atracurrium : 25 mg
c. Obat Analgetik: Fentanyl 100 mcg dan Ketorolac 30 mg
d. Obat Antiemetik: Ondansetron 4 mg
e. Cairan infus: NACL dan SANBE
f. Antidotum Muscle Relaxan : Neostigmin 1 mg dan Sulfas Atropin 0,5
mg
3. Persiapan Pasien
a. Pasien tiba di IBS pukul: 13.00 WIB

55
b. Serah terima pasien dari petugas ruangan dengan petugas penerimaan
ruang IBS, periksa status pasien termasuk informed consent, surat
persetujuan operasi, surat persetujuan anestesi, hasil
pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan penunjang, dan obat-
obatan yang telah diberikan di ruang perawatan.
c. Memindahkan pasien ke brankar IBS
Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang identitas pasien
yang meliputi nama, alamat dan menanyakan ulang terakhir makan
dan minum, riwayat penyakit dan alergi, riwayat operasi, serta berat
badan saat ini. Ny. E telah berpuasa dari jam 02.00 WIB, memiliki
riwayat penyakit Sirosis Hepatis dan Hernia Umbilikal, tidak memiliki
riwayat alergi pada obat-obatan/dingin/makanan, dan berat badan saat
ini yaitu 55 kg.
d. Memasang monitor tanda vital (tekanan darah dan pulse oxymeter)
TD: 137/71 mmHg; N: 97x/mnt; SpO2: 99%; RR: 20x/mnt, suhu
36.5oC
e. Memeriksa kelancaran infus
f. Melaporkan kepada penata anestesi hasil pemeriksaan di ruang
penerimaan
g. Pada jam 14.00 WIB pasien dipindahkan ke meja operasi.

C. Pengkajian Durante Anestesi


1. Anestesi mulai: pukul 14.00 WIB
2. Anestesi selesai: pukul 15.45 WIB
3. Operasi mulai: 14.30 WIB
4. Operasi selesai: 15.30 WIB

Maintanance

- O2:N2O = 3:2
- Analgetik: Ketorolac 30 mg IV

56
Pemeriksaan Cairan

a. Kebutuhan cairan basal (Mo) = 2 x kgBB


= 2 x 55 kg
= 110 cc
b. Pengganti puasa (PP) = Jam puasa x Mo
= 6 jam x 110
= 660 cc
c. Stress Operasi (SO) = Jenis operasi (b/s/k) x Mo
= 8 x 110 kg
= 880 cc
d. Kebutuhan Cairan
1) Jam I = M + ½ PP + SO
= 110 cc + ½ 660 cc + 880 cc
= 1.320cc
2) Jam II = M + ¼ PP + SO
= 110 cc + ¼ 660 cc + 880 cc
= 1.155 cc
3) Jam III = M + ¼ PP + SO
= 110 cc + ¼ 660 cc + 880 cc
= 1.155 cc
4) Jam IV = M + SO
= 110 cc + 880 cc
= 1.980 cc

57
Tabel Pengkajian Intra Anestesi

No Waktu TD HR RR SpO2 Tindakan


1. 14.00 110/60 100 18 99% Injeksi Obat
Premedikasi :
Ondansetron 4 mg
Sulfat Atrofin 0,25 mg
Methylprednisolone 125
mg
Induksi :
Propofol 100 mg
Fentanyl 100 mcg
Atracurrium 25 mg

Intubasi ETT no. 7.0


2. 14.10 115/65 105 18 99% Monitoring hemodinamik
3. 14.20 108/60 95 18 99% Ganti cairan infus
RL 500 ml
4. 14.30 115/70 99 18 99% Monitoring hemodinamik
5. 14.40 112/69 95 18 99% Ganti cairan infus
Manitol 250 ml
6. 14.50 105/60 95 18 99% Mengganti RL dengan
Nacl
7. 15.00 110/79 98 18 99% Monitoring hemodinamik
8. 15.10 110/60 95 18 99% Mengganti Nacl dengan
PRC / sel darah merah
9. 15.20 110/65 98 18 99% Mengganti Manitol dengan
FFP/ plasma darah
10. 15.30 105/60 95 18 99% Monitoring Hemodinamik

58
11. 15.40 110/70 98 18 99% Monitoring Hemodinamik

12. 15.45 110/73 99 18 99% Pasien pindah ke ICU

D. Pengkajian Post Anestesi


- Transfer ICU pukul 15.45 WIB
- Tingkat kesadaran: Sopor
- Status oksigenasi: terpasang ETT
- Refleks protektif: (-)
- Status fisiologis: TD 110/73 mmHg, HR 99x/mnt, RR 18x/mnt, SpO2 99%

E. Analisa data
No. Data Masalah Etiologi
Pre Anestesi
1. DS : Ansietas Berhubungan
- Klien Mengatajan dengan kurang
deg deg an akan paham tentang
operasi pembiusan/operasi,
DO : takut menjalani
- Pasien Tampak tindakan operasi.
tegang
- Gelisah
- TD : 137/71 mmHg
- N : 83 x/menit
- R : 18 x/menit
- SpO2 : 99%
- Suhu : 36.5 oC
2. DS : Nyeri Akut Berhubungan
- Pasien mengatakan dengan Agen

59
nyeri perut Cedera Fisik
DO :
- Monitoring Tanda-
tanda Vital :
TD : 137/71 mmHg
N : 84 x/menit
R : 18 x/menit
SPO2 : 99%
Suhu : 36.5 oC
- Pengkajian Nyeri :
P : Nyeri akut saat
digunakan aktivitas
Q : Nyeri terasa
seperti tertusuk tusuk
hilang timbul
R : Nyeri terasa di
bagian perut
S : Skala 6
T : Nyeri terasa terus
menerus
Intra Anestesi
1. DS : Risiko Berhubungan
- Tersedasi Aspirasi dengan penurunan
DO: tingkat kesadaran,
- Monitoring vital sign adanya sumbatan
- SPO2 = 99% jalan napas, ada
- Pernapasan belum sekret, pasien
spontan belum sadar,
- Pasien dilakukan terpasang ETT
operasi Laparatomy

60
Explorasi dengan
general anestesi
teknik ETT
- Pasien terpasang
infus NaCl 25 tpm
pada tangan kiri dan
terpasang infus RL di
tangan kanan.
2. DS : Hipotermi Berhubungan
- Tersedasi dengan terpapar di
DO : lingkungan yang
- Pasien menggigil dingin.
- Kulit Terasa dingin
- Monitoring vital sign
post operasi
TD : 117/75 mmHg,
N : 99 x/mnt,
R : 18 x/menit,
SpO2 : 99%,
S : 36,50c
Post Anestesi
1. DS : - Risiko Jatuh Berhubungan
DO: dengan
- Monitoring vital sign pemindahan pasien
post operasi ke ICU
TD : 127/69 mmHg,
N : 98 x/mnt,
R : 18 x/menit,
SpO2 : 99%,

61
S : 350c

F. Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah Keperawatan


a. Pre-Anestesi
1. Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan /operasi
2. Nyeri Akut b/d Agen Cedera Fisik
b. Intra-Anestesi
1. Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
2. Hipotermi b/d berada atau terpapar di lingkungan dingin
c. Post-Anestesi
1. Resiko kecelakaan Cedera b/d efek anestesi umum dan pemindahan ke
ruang ICU

62
G. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan/ Evaluasi


Keperawatan Implementasi
Pre-Anestesi
1. Cemas b/d kurang Setelah dilakukan keperawatan - Kaji tingkat kecemasan S:-
pengetahuan masalah cemas berkurang/hilang - Orientasikan dengan tim
pembiusan /operasi - Pasien mengatakn tahu anestesi/kamar operasi O:
tentang proses kerja obat - Jelaskan jenis tindakan - Pasien lebih tenang
DS : anestesi/ pembiusan anestesi yang akan - Ekspresi wajah cerah
- Klien - Pasien mengatakan siap dilakukan - Pasien tidak menangis
Mengatajan dilakukan pembiusan - Beri dorongan pasien untuk - Monitoring vital sign
deg deg an - Pasien mengungkapkan perasaan TD : 110/70 mmHg
akan operasi mengkomunikasikan - Damping pasien untuk N : 98 x/menit
DO : perasaan negative secara mengurangi rasa cemas R : 20 x/menit
- Pasien Tampak tepat - Ajarkan teknik relaksasi SpO2 : 100%
tegang - Pasien tampak tenang - Kolaborasi untuk pemberian
- Gelisah dan kooperatif obat penenang A : Masalah anxietas
- TD : 128/83 - TTV normal teratasi
mmHg
- N : 100 x/menit P : Hentikan intervensi
- R : 20 x/menit
- SpO2 : 99%
- Suhu : 36.5 oC
2. Nyeri Akut b/d S : Klien mampu mengontrol - Mengobservasi tanda-tanda vital S:-
Agen cedera fisik nyeri klien
M : Skala Nyeri 2 - Mengkaji tingkatan nyeri dengan O:
DS : Pasien A : Vital sign pasien dalam menggunakan pengkajian PQRST - Monitoring vital sign
mengatakan nyeri batas normal : Tekanan darah - Mengajarkan klien teknik Pereda Pre Anestesi
dibagian perut dalam batas normal Diastol nyeri non-invasif dengan relaksasi TD : 120/78 mmHg
110-140 mmHg Sistole 60-90 nafas dalam N : 100 x/menit

63
DO : - Monitoring mmHg Nadi dalam batas - Menjelaskan penyebab nyeri R : 20 x/menit
Tanda-tanda Vital : normal 60-80 x/menit kepada klien dan keluarga SpO2 : 99%
TD : 134/90 mmHg pernafasan normal 18-30 - Mengatur posisi senyaman - Pengkajian Nyeri :
N : 100 x/menit x/menit mungkin bagi klien P : Nyeri akut saat
R : 20 x/menit R : Klien merasa nyeri telah - Berkolaborasi dengan dokter digunakan aktivitas
SPO2 : 99% berkurang, ekspresi wajah ceria dalam pemberian analgetik sesuai Q : Nyeri terasa
Suhu : 36.5 oC T : Setelah dilakukan perawatan indikasi seperti tertusuk tusuk
1x24 jam nyeri berkurang atau hilang timbul
hilang R : Nyeri terasa di
bagian perut
S : Skala 6
T : Nyeri terasa terus
menerus
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

Intra-Anestesi
1. Resiko aspirasi b/d Setelah dilakukan keperawatan - Atur posisi pasien S:-
penurunan tingkat tidak akan terjadi aspirasi yang - Pantau tanda-tanda aspirasi
kesadaran. dibuktikan dengan kemampuan - Pantau tingkat kesadaran, O:
- Terpasang ETT kognitif dan status neurologis reflek batuk, reflek muntah, - Tidak ada muntah
- Banyak yang tidak berbahaya kemampuan menelan - Mampu menelan
- Mampu menelan - Pantau status paru - Nafas normal
sekret/salivasi
- Bunyi paru yang bersih - Bersihkan jalan napas - Tidak ada suara paru
di oral tambahan
- Tonus otot yang adekuat Kolaborasi dengan dokter
- Pasien belum
sadar A : Resiko aspirasi teratasi

P : Hentikan intervensi
Post-Anestesi
1.Risiko kecelakaan Pasien aman selama dan setelah - Tingkat keamanan dan S:-
cedera b/d efek pembiusan : ketajaman O : - pasien belum sadar
anestesi umum dan - Selama operasi tidak - aman sampai di ICU

64
pemindahan pasien ke bangun/tenang - Jaga posisi mobilisasi A : Masalah Teratasi
ICU - Pasien dipindahkan ke - Cegah risiko injuri jatuh P : Hentikan Intervensi
DO: ruangICU - Pasang pengaman tempat
- Pasien dalam - Pasien aman tidak jatuh
tidur
pembiusan
- Pantau penggunaan obat
anestesi dan efek yang
timbul

65
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Colic abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan
bersumber dari organ yang terdapat dalam abdomen atau perut, yang disebabkan oleh
infeksi didalam organ perut. Banyak juga para ahli yang mendefinisikan colic
abdomen sebagai sebuah kondisi yang ditandai dengan krama tau nyeri kolik hebat
yang mungkin disertai dengan mual muntah (Barbara, 2011).
Pada pasien Ny. E yang dengan diagnose colic abdomen susp ileus obstruksi
maka dilakukan tindakan general anestesi dengan menggunakan teknik intubasi.
Sebelum dilakukan tindakan kepada Ny. E sudah dilakukan tindakan pengkajian
terlebih dahulu dimulai dari pengkajian identitas dari pasien sampai pengkajian status
ASA. Dalam persiapan pelaksanaan tindakan anestesi juga dimulai dari persiapan
pasien, alat sampai pelaksanaan tindakan anestesinya. Pengkajian intra dan post
operasi juga sudah dilakukan untuk dapat memahami diagnosa dan implementasi
yang harus dilakukan agar dapat mengatasi masalah yang ada.
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penyusun dapat menarik
kesimpulan yaitu setelah melakukan pengkajian terhadap Ny. E penyusun
memperoleh hasil atau data yang mengarah pada masalah Ny. E dengan diagnosa
colic abdomen susp ileus obstruksi diperoleh diagnosis kepenataan anestesi yang
ditemukan pada Ny. E adalah sebagai berikut:
1. Ansietas berhubungan dengan kurang paham mengenai pembiusan/operasi takut
menjalani tindakan operasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
3. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, adanya
sumbatan jalan napas, ada sekret, pasien belum sadar, terpasang ETT.
4. Hipotermi berhubungan dengan terpapar di lingkungan yang dingin.
5. Risiko jatuh berhubungan dengan pemindahan pasien ke ICU.
Pada pasien Ny. E sudah dilaksanakan persiapan general anestesi dengan
benar dan baik, pemantauan selama operasi dilakukan dengan baik, dan juga

66
pemantauan di recovery room. Pasien mendapatkan pilihan jenis anestesi yang tepat
dengan dosis obat yang sesuai kebutuhan pada pasien.

B. Saran
1. Mahasiswa
Lebih meningkatkan wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak
lagi sehingga dapat menerapkan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
kegawat daruratan anestesi pada pasien perforasi usus dengan ilmu-ilmu terkini.
2. Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bagi pendidikan keperawatan anestesi tentang pengetahuan
penyakit colic abdomen susp ileus obstruksi.
3. Bagi Rumah Sakit
Meningkatkan mutu dan kualitas layanan yang prima melalui perawat yang
profesional, trampil dan bermutu.

67
DAFTAR PUSTAKA

Reeves, Charlene J et al. 2001Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed.
I. Jakarta : Salemba Medika Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Volume 3.J akarta : EGC Suyono, Slamet. 2001
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Reeves, Charlene J. et al. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medik
Nening, N. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN DIAGNOSA
KOLIK ABDOMEN TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN KENYAMANAN
DI RUANG PERAWATAN RSU ALIYAH 2 KOTA KENDARI (Doctoral
dissertation, Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari).
Pramono, Ardi.(2017).Buku kuliah anestesi. Jakarta: EGC
Jong, De dan Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran.
Amin H.N & Hardhi K . (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC edisi Revisi Jilid 1, Yogyakarta, Med Action
Publishing
Arief Muhammad, Made Wirka, Tri Setyawati. 2020. Ileus Obstruktif Case Report.
Jurnal Medikal Profesion. Vol. 2 No. 1
Indrayani M. Diagnosis dan Tata laksana Ileus Obstruktif. Universitas Udayana, Bagian
Ilmu Bedah. 2017;3–10
Susanti, D. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ANESTESI
PADA NY. E . Jurnal Keperawatan, 1-28.

68

Anda mungkin juga menyukai