Anda di halaman 1dari 4

ASKAN GADAR OBSTETRI

Sri sulami S kep, MM

Askan SC pada pasien perdarahan prepartum/ P4

A. Askan preoperasi .
Bedanya pada plasenta previa tidak adanya nyeri dan kontraksi uterus abnormal,membantu
membedakan plasenta previa dengan solusio plasenta.

Semua pasien dengan perdarahan antepartum pervaginam harus diperiksa oleh ahli anestesi/ tim
anestesi , perhatian khusus harus diberikan pada jalan napas dan penilaian volume intra vaskuler,
sedikitnya satu jalur intravena besar sudah terpasang. Pemeriksaan hematocrit dan golongan darah
serta pengambilan sampel darah harus dilakukan, resusitasi cairan dengan kristaloid dan koloid
segera dilakukan.

Adapun pemeriksaan pada sistim lainya sesuai SOP yang berlaku juga dilakukan, pemeriksaan USG
harus dilakukan di kamar operasi yang dihadiri oleh tim operasi SC yang terdiri dari ahli anestesi,
ahli kandungan dan ahli anak, dan dilengkapi dengan persiapan peralatan lengkap untuk operasi SC.

Masalah kesehatan yang muncul pada pasien solusio plasenta, diantaranya adalah :
1. Gangguan cairan kurang dari kebutuhan/ gangguan elektrolit, dan asam basa.
2. Gangguan perfusi jaringan/ oksigenasi maternal
3. Resiko aspirasi pada ibu
4. Resiko syok hipovolemik
5. Resiko aspirasi, kematian janin

Dalam perencanaan /implementasi kolaborasi dengan ahli anestesi, operasi SC dilakukan bila
terjadi perdarahan banyak , pada pasien dengan janin yang sudah matur, berkembangnya
komplikasi kehamilan lain, misalnya , preeklamsi dll

. Pemilihan tehnik anestesi tergantung pada indikasi dan urgensi seksio sesarea dan derajat
perdarahan maternal, jika pasien stabil , tidak mengalami perdarahan aktif, atau hipotensi, dan
resusitasi cairan sudah diberikan , anestesi regional lebih dianjurkan. Jika ada perdarahan aktif, atau
pasien tidak stabil, maka seksio sesarea segera dilakukan dibawah anestesi umum.

Akan tetapi beberapa pasien tetap beresiko tinggi untuk kehilangan darah intra operasi
berdasarkan tiga alasan . Pertama , ahli kandungan dapat memotong plasenta selama insisi
uterus. Kedua setelah kelahiran, uterus segmen bawah tempat implantasi plasenta tidak
berkontraksi dengan baik, seperti tempat implantasi dasar yang normal. Ketiga, pasien dengan
plasenta previa beresiko tinggi untuk mengalami plasenta akreta, terutama pada pasien dengan
riwayat seksio sesarea sebelumnya.

Berdasarkan alasan - alasan tersebut , sebaiknya dipasang sedikitnya 2 jalur intravena yang besar
sebelum memulai operasi SC elektif dan emergensi. Oleh karena minimnya waktu bagi ahli anestesi
untuk mengevaluasi pasien dengan plasenta previa yang tiba di rumah sakit dengan perdarahan ,
maka evaluasi pasien, resusitasi, persiapan untuk operasi dilakukan secara stimultan. Oleh karena
plasenta merupakan penyebab utama perdarahan, maka perdarahan akan tetap berlangsung
sampai plasenta lahir dan uterus mulai berkontraksi.

Tehnik Rapid –sequence induction pada anestesi umum adalah tehnik pilihan pada pasien dengan
perdarahan . Pilihan obat untuk induksi anestesi tergantung pada kestabilan keadaan
kardiovaskuler pasien . Pada pasien dengan syok hipovolemik, intubasi memerlukan pelumpuh
otot. Pada pasien dengan perdarahan banyak dan masih terus berlangsung , sebaiknya
menghindari penggunaan thiopental sodium dan profofol.

Ketamin dan etomidat adalah agen induksi anestesi yang terbaik untuk pasien dengan
perdarahan, ketamine dosis 0,5-1 mg/ kg memiliki angka efikasi dan keamanan yang baik pada
praktek anestesi obstetric. Halusinasi dan mimpi buruk paska operasi jarang terjadi pada dosis
yang tidak lebih dari 1 mg/ kg bb. Etomidat merupakan alternatif lain dari ketamine dan relative
aman pada pasien obstetric. Sebaiknya dosis etomidat dikuranggi dari dosis induksi biasa ( 0,3
MG/KG ) bila akan digunakan sebagai obat induksi pada pasien dengan perdarahan hebat.

Untuk pemeliharaan anestesi , agen pilihan bergantung pada stabilitas kardiovaskuler. Pada
pasien dngan perdarahan minimal tanpa adanya gawat janin, dapat diberikan 50% nitrous oxide
dan 50% oksigen dan gas anestesi dengan konsentrasi rendah untuk mencegah pasien bangun.
Konsentrasi nitrous oxide dapat dikuranggi atau tidak digunakan bila terdapat gawat janin.
Oksitosin (20 U/ L ) harus diinfuskan setelah bayi lahir. Segmen bawah uterus tempat plasenta
berinflant tidak berkontraksi dengan baik sebaik kontraksi fundus uterus.

Semua relaksan uterus harus dihentikan bila perdarahan berlanjut ,demikian pula gas anestesi
harus dihentikan bila bayi telah lahir, dan diganti dengan nitrous oxida 70 % oksigen 30% dan
opioid intravena dosis kecil yang tidak mendepresi fungsi kardiovaskuler.

Bila plasenta tidak dapat terpisah dengan mudah , kemungkinan terjadi plasenta akreta, pada
kasus ini, terjadi perdarahan massif dan perlu dilakukan histerektomi segera. Monitoring
hemodinamik invasive diperlukan pada pasien dengan tekanan darah yang tidak stabil dan pada
pasien yang membutuhkan pemeriksaan hematocrit dan analisa gas darah secara berkala.
Histerektomi uterus setelah setelah bayi lahir biasanya diperlukan untuk mengontrol perdarahan
yang hebat setelah terlepasnya plasenta . koagulopati sering terjadi dan membutuhkan koreksi
dengan komponen – komponen darah.

Pada solusio plasenta ahli anestesi harus menilai derajat solusio dan urgensi persalinan . pasien
yang mendapat induksi peesalinan dapat diepidural bila hasil pemeriksaan factor koagulasi
normal dan tidak ada penurunan volume intravaskuler. Pada kebanyakan kasus dimana terjadi
gawat janin akut atau solusio plasenta berat, maka lebih baik dilakukan anestesi umum.

Tiopental sodium dapat menyebabkan terjadinya hipotensi berat disertai hipovolemik yang
takterdeteksi. Ketamin dan etomidat merupakan pilihan yang baik untuk pasien dengan
penurunan volume intravaskuler yang tidak diketahui atau telah diketahui sebelumnya. Ketamin
dosis besar dapat meningkatkn tonus uterus yang akan memperberat keadaan janin . Hal tersebut
tidak terjadi pada pemberian dosis tunggal 1 mg/kg bb untuk induksi anetesi.

Hipotensi berat setelah pemberian thiopental sodium lebih berbahaya dibandingkan dengan
kemungkinan peningkatan tonus uterus setelah pemberian ketamine dosis tunggal

. Resusitasi cairan secara agresif sangat penting dilakukan. Kedua jenis cairan , baik kristaloid
maupun koloid dapat digunakan. Pemilihan jenis cairan tidaklah terlalu penting, bila dibandingkan
dengan restorasi adekuat volume intravaskuler. Pada kasus perdarahan hebat , Penanganan
resusitasi dilakukan dengan memasang kateter vena sentral dan kateter arteri, bila diduga atau
terbukti terdapat koagulopati maka kateter vena sentral dapat dipasang divena antecubiti.

Pasien tersebut berada pada resiko perdarahan persisten akibat atonio uteri atau koagulopati.
Setelah kelahiran bayi , oksitosin (20 U/L) harus diinfuskan untuk menstimulasi kontraksi uterus .
Pada kasus dengan koagulopati , pemberian factor pembekuan harus dipertimbangkan .

Kebanyakan pasien dengan solusio plasenta dapat sembuh dan membaik dengan cepat setelah
persalinan, namun sebagian kecil pasien dapat terjadi hipotensi lama, koagulopati. Transfusi
darah / produk darah massif sebaiknya dirawat dengan pengawasan monitor di unit perawatan
intensif.

Daftar pustaka ;
Tatang bisri dkk, anestesi obstetric, saga 2019.

Anda mungkin juga menyukai