Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASKAN PEMBEDAHAN KHUSUS

“Askan Pada Sirkumsisi Di Luar Kamar Operasi”

Disusun oleh:

Ni Wayan Nova Pebriyanti (18D10154)


Mohamad Kurniawan Alinti (18D10140) Ni Wayan Sri Inten Putriani (18D10155)
Muliyaty Yusuf (18D10141) Norlailiyah (18D10156)
Musfira (18D10142) Novita Dwi Harsrikristuti P. (18D10157)
Ni Komang Diva Oktyana (18D10143) Novy Natalia Latuihamallo (18D10158)
Ni Luh Putu Ega Riyana P. (18D10144) Okix Fridafauzi Susila (18D10159)
Ni Luh Putu Indah Sari (18D10145) Pingki Gultom (18D10160)
Ni Luh Putu Nila Anggreni (18D10146) Putu Ade Diah Savitri (18D10161)
Ni Luh Putu Sri Wahyuni (18D10147) Putu Devi Anggreni (18D10162)
Ni Putu Anggreni Kerisniawati (18D10148) Raynaldi Rizki Ramadhan (18D10163)
Ni Putu Mela Setiasih (18D10149) Septi Try Rahmawaty (18D10165)
Ni Putu Wanda Kartika Dewi (18D10150) Sri Yusuf (18D10166)
Ni Putu Wulan Ratnadi Asih (18D10151) Tosca Sandi (18D10167)
Ni Wayan Eni Sukmawati (18D10152)\ Zoya Krisnandari (18D10168)
Ni Wayan Meliandani (18D10153)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas limpahan Rahmat dan Karunian-Nya lah
kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan makalah dengan
judul “Tugas Makalah ASKAN Pada Sirkumsisi Di Luar Kamar Operasi”.
Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari sisi materi maupun penulisannya. Kami dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima sebagai masukan maupun saran yang bersifat membangun yang diharapkan berguna bagi seluruh pembaca.

Denpasar, 20 November 2020

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sirkumsisi adalah operasi pengangkatan sebagian preputium dari penis. Sirkumsisi merupakan salah satu prosedur paling
umum di dunia (AAP 2012). Menurut American Medical Association tahun 1999, orang tua di AS memilih untuk
melakukan sunat pada anaknya terutama disebabkan alasan sosial atau budaya dibandingkan karena alasan kesehatan. Akan
tetapi, survey tahun 2001 menunjukkan bahwa 23,5% orang tua melakukannya dengan alasan kesehatan. Sirkumsisi
selain untuk pelaksanaan ibadah dan agama, juga untuk alasan medis yang dimaksudkan untuk menjaga hygiene penis
dari smegma dan sisa-sisa urine serta menjaga terjadinya infeksi pada glands atau preputium penis.
Apapun yang melatar belakanginya, dari sudut pandang medis sangat bermanfaat. Pengorbanan yang dialami oleh anak
dan orang tua saat sirkumsisi atau sunat sama sekali tidak sia - sia di kemudian hari. Sirkumsisi atau sunat tidak hanya
bermanfaat untuk individu yang melakukannya tapi juga bagi orang lain dan komunitas masyarakat secara
keseluruhan. Resiko untuk terjadinya infeksi traktur urinarius (ISK) pada anak-anak umur 1 tahun yang belum disirkumsisi 10
kali lipat dari yang sudah dilakukan sirkumsisi.
Peningkatan resiko ini terjadi akibat kolonisasi kuman-kuman pathogen dari urine diantara glans penis dan lapisan kulit
preputium bagian (Hutcheson, 2004). The American Academy of Pediatrics (AAP) mengakui bahwa sirkumsisi atau sunat
dapat mencegah terjadinya infeksi saluran kencing pada anak - anak (Rabinowitz & hullbert,1995). Sirkumsisi atau sunat
mencegah terjadinya tumor (mencegah menumpuknya smegma yang diduga kuat bersifat karsinogenik)
(Ferguson DG.Kapita Selekta 2014). Bahkan pada beberapa keadaan tertentu yang berkaitan dengan penyakit dan
kelainan bawaan pada alat kelamin, sirkumsisi atau sunat merupakan solusi tindakan yang sangat dianjurkan.
Tindakan sirkumsisi selain dilakukan di kamar operasi dapat juga dilakukan di luar kamar operasi, contohnya seperti
dirumah. Tindakan ini dapat dilakukan dengan tetap menjalankan SOP rumah sakit agar meminimalisir terjadinya resiko -
resiko yang tidak kita inginkan. Sirkumsisi diluar kamar operasi biasa dilakukan pada acara kegiatan-kegiatan agama. Pada
saat ini dimasa  pandemi COVID-19 ini lebih disarankan untuk sunat di rumah agar mengurangi risiko paparan virus corona.
Preputium atau kulit penutup depan penis yang menjadi tempat berkumpulnya sisa-sisa air seni dan kotoran lain yang
membentuk zat warna putih disebut smegma, ini sangat potensial sebagai sumber infeksi. Tindakan membuang kulit atau
preputiummaka resiko terkena infeksi dan penyakit lain menjadi lebih kecil (BKKBN, 2006). Namun, masih banyak juga orang
tua yang belum mengetahui apasaja yang harus dilakukan setelah anak mereka menjalani sikumsisi, terutama tentang
perawatan untuk penyembuhan luka. Keluarga khususnya di daerah pedesaan belum mengerti pentingnya nutrisi untuk
penyembuhan luka. Mereka beranggapan bahwa makan makanan seperti tahu, tempe, telur dan makanan yang mengandung
protein akan membuat luka khitan menjadi gatal. Sehingga tarak makan membudaya dikalangan masyarakat. Apabila dalam
suatu wilayah mempunyai budaya tertentu, maka sangat mungkin masyarakat disekitarnya melakukan budaya
tersebut(Mubarak, 2007:30).Angka kejadian pascasirkumsisi yang melakukan tarak (pantang) terhadap makanan di Inggris dan
Kanada dari jumlah penduduk 227,65 juta jiwa tahun 2008 dengan luas wilayah 9.970.610 Km persegi ditemukan sebanyak 5-
15% (Hapsari, 2010). Negara Indonesia tahun 2006 angka kejadian tarak (pantang) terhadap makanan 35-45%
(Suprabowo,2006). Provinsi Jawa Timur tahun 2000 angka kejadian post sirkumsisi 39,6% yang tarak (pantang) terhadap
makanan (Depkes RI, 2008). Data inimenunjukkan bahwa pantang makanan masih banyak dilakukan oleh
masyarakat.Kepercayaan untuk berpantang makan setelah proses sirkumsisi atau khitan dengan tujuan luka khitan menjadi
cepat sembuh masih banyak dianut oleh masyarakat terutama oleh para orang tua(Kopertis, 2012).Tarak (Pantang) terhadap
makanan sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh anak pascasirkumsisi karena dapat memperlambat proses penyembuhan luka
sirkumsisi, dan dalam proses penyembuhan luka sangat membutuhkan protein, maka setelah disirkumsisi dianjurkan untuk
makan dalam pola yang benar sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya(Iskandar, 2010).Kejadian ini disebabkan karena kuatnya
pengaruh sosial budaya terhadap kebiasaan sehari-hari. Adat dan tradisi tersebut yang mendasari masyarakat pedesaan dalam
memilih dan menyajikan makanan(Marin, 2009). Selain tarak, sebagian orang tua di desa menyuruh anaknya yang sudah
dikhitan untuk memakai pakaian yang erat, mereka beranggapan agar alat kelamin tidak berubah posisi selama di perban.
Kondisi ini bertentangan dengan teori bahwa disebutkan setelah dikhitan hendaknya memakai pakaian yang longgar agar tidak
terjadi gesekandan mempercepat luka kithan kering.Ada juga orang tua yang beranggapan ketika ingin membuka luka perban,
anaknya disuruh untuk berendam terlebih dahulu agar perban mudah dilepas. Anggapan tentang perawatan khitan itu masih
banyak muncul dikalangan masyarakat desa.
Secara teori proses penyembuhan luka justru membutuhkan nutrisi ekstra untuk menumbuhkan jaringan baru.
Dalamproses penyembuhan luka memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe,
Zn(Ismail, 2005). Begitu juga dengan luka pascasirkumsisi. Persepsi keluarga dalam arti orang tua sangat berpengaruh pada
proses penyembuhan luka sirkumsisi anaknya. Anak biasanya menuruti apa yang di katakan oleh orang tuanya. Hendaknya
orang tua mengetahui hal-hal yang harus dilakukan setelah anaknya disirkumsisi, baik perawatan maupun nutrisi yang
dibutuhkan untuk penyembuhan luka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sirkumsisi?
2. Apa macam metode yang digunakan pada sirkumsisi?
3. Apa manifestasi klinik dari sirkumsisi?
4. Bagaimana penurunan komplikasi dan penanggulangan pada sirkumsisi di luar kamar operasi ?
5. Bagaimana penatalaksaan dari sirkumsisi di luar kamar operasi?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada tindakan sirkumsisi di luar kamar operasi?

1.3 Tujuan
a. untuk mengetahui pengertian sirkumsisi
b. untuk mengetahui macam metode yang digunakan pada sirkumsisi
c. untuk mengetahui manifestasi klinik dari sirkumsisi
d. untuk mengetahui penurunan komplikasi dan penanggulangan pada sirkumsisi di luar kamar operasi
e. untuk mengetahui penatalaksanaan dari sirkumsisi di luar kamar oprasi
f. untuk mengetahui asuhan keperawatan pada tindakan sirkumsisi di luar kamar oprasi
1.4 Manfaat
Memahami apa yang di maksud dari sirkumsisi ,mengetahui apasaja metode yang digunakan pada sirkumsisi,
mengetahui cara penurunan komplikasi dan penanggulangan pada sirkumsisi di luar kamar operasi , memahami tatalaksaan
dari sirkumsisi di luar kamar operasi, dan mengerti bagaimana asuhan keperawatan pada tindakan sirkumsisi di luar kamar
operasi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sirkumsisi
Sirkumsisi adalah tindakan operatif yang ditujukan untuk mengangkat sebagian, maupun seluruh bagian, dari kulup
atau prepusium dari penis. Sirkumsisi termasuk dalam prosedur bedah minor. Prosedur ini merupakan yang paling umum
dilakukan di dunia (WHO, 2010). Di Indonesia sirkumsisi lebih dikenal dengan istilah khitan atau masyarakat sering
menyebutnya sunat (Purnomo, 2011).
2.2 Metode Sirkumsisi
1. Tradisional
Teknik ini mungkin sudah sangat jarang ditemui di daerah perkotaan. Teknik sunat tradisional biasanya dilakukan
oleh bong supit (juru khitan), bengkong (dukun sunat dalam masyarakat Betawi), menggunakan pisau, silet, atau pun
bambu yang telah ditajamkan. Peralatan yang akan dipakai tersebut disterilkan dengan alkohol sebelum penggunaan.
Tanpa pembiusan, kulit penis yang akan dipotong diregangkan dengan semacam alat penjepit, baru kemudian dipotong
dengan sekali iris. Setelah itu, bekas luka ditaburi semacam obat antiinfeksi dan dibalut tanpa melalui proses dijahit.
Kelebihan:
a. Prosesnya cepat.
Kekurangan :
a. Berisiko terjadi perdarahan dan infeksi, jika dilakukan dengan tidak benar dan tidak steril.
b. Berisiko terpotongnya saraf di sekitar penis yang bisa memengaruhi hubungan seksual kelak.
2. Konvensional
Metode sunat ini paling banyak digunakan hingga kini oleh banyak tenaga dokter maupun mantri sunat. Alat yang
digunakan telah sesuai dengan standar medis. Sebelum kulit penis dipotong, akan dilakukan pembiusan terlebih dahulu.
Setelah itu, barulah kulit penis diiris melingkar menggunakan gunting atau pisau khusus bedah. Setelah dipotong, kulit
penis disatukan kembali dengan cara dijahit sehingga hasilnya relatif lebih baik.
Kelebihan:
a. Rasa sakit minimal karena menggunakan bius lokal.
b. Risiko infeksi kecil karena menggunakan peralatan yang sudah sesuai dengan standar medis.
c. Biaya cukup terjangkau.
d. Bisa diterapkan pada pasien hiperaktif, autisme, dan anak yang berpenis kecil.
Kekurangan:
a. Proses pengerjaan cukup lama, sekitar 30 - 50 menit.
b. Proses penyembuhan relatif lama.
c. Luka tidak boleh terkena air selama beberapa hari agar proses penyembuhan lebih cepat.
3. Electric cauter
Metode ini menggunakan alat cauter untuk memotong kulit penis. Alat itu berbentuk seperti pistol dengan dua buah
lempeng kawat di ujungnya yang saling berhubungan. Jika dialiri listrik, ujung logam akan panas dan memerah. Elemen
yang memerah itu yang digunakan untuk memotong kulit penis. Alat cauter akan memotong kulit tanpa berdarah, karena
bersifat panas dan langsung membekukan darah di kulit tersebut. Cara ini tergolong aman, selama cauter tidak mengenai
kepala penis. Itu sebabnya, sunat ini harus dilakukan oleh dokter yang sudah berpengalaman melakukan. Banyak yang
berpikir bahwa sunat dengan metode ini tidak memerlukan jahitan. Padahal, tidak demikian. Sunat dengan electro cauter
tetap membutuhkan jahitan untuk merapikan hasil sunat. Dengan dijahit, luka sunat juga akan lebih cepat sembuh.
Kesimpulannya, metode sunat ini sebenarnya serupa dengan sunat konvensional. hanya berbeda di penggunaan alatnya
saja..
Kelebihan:
a. Risiko perdarahan minimal karena menggunakan elemen yang dipanaskan.
b. Cocok untuk anak di bawah usia 3 tahun yang pembuluh darahnya sangat kecil.
c. Waktu penyembuhan relatif lebih cepat dibandingkan metode konvensional.
d. Waktu pengerjaan lebih cepat dibandingkan metode konvensional.
Kekurangan :
a. Menimbulkan bau yang menyengat, seperti daging terbakar, serta dapat menyebabkan luka bakar.
b. Prosedur harus dilakukan oleh dokter ahli karena jika tidak dilakukan dengan benar, kulit penis dikhawatirkan dapat
menutup kembali.
c. Pada anak yang sudah lebih besar, dokter biasanya menyarankan bius total.
4. Klem
Klem adalah tabung plastik khusus yang memiliki ukuran bervariasi sesuai ukuran penis. Metode klem memilik
banyak variasi alat dan nama, walaupun prinsip dan cara kerjanya sama: Kulit penis (kulup) dijepit dengan suatu alat
sekali pakai, kemudian dipotong dengan pisau bedah, tanpa harus dilakukan penjahitan. Setelah itu, klem akan dipasang
pada penis hingga luka mengering sekitar 3-6 hari.
Kelebihan:
a. Perdarahan minimal, tanpa jahitan maupun perban.
b. Luka boleh kena air.
c. Proses cepat, hanya sekitar 7 - 10 menit.
d. Rasa sakit minimal, bisa langsung beraktivitas seperti biasa pasca tindakan.
Kekurangan:
a. Biaya lebih mahal dibandingkan metode konvensional.
b. Klem yang menempel pada penis dapat membuat si kecil merasa tak nyaman.
5. Laser CO2
Meski masih sangat jarang dilakukan, metode sunat laser sudah tersedia di Indonesia, terutama di kota besar, seperti
Jakarta. Laser yang digunakan adalah laser CO2. Setelah dibius lokal, kulit penis yang hendak dipotong ditarik dan dijepit
dengan klem. Laser CO2 kemudian memotong kulit penis tanpa mengeluarkan setetes darah pun. Meski begitu, kulit tetap
harus dijahit agar proses penyembuhan sempurna.
Kelebihan:
a. Relatif cepat, dalam waktu 10 - 15 menit sudah selesai.
b. Tidak ada perdarahan, kalaupun ada, sangat sedikit.
c. Proses penyembuhan cepat.
d. Rasa sakit minimal.
e. Hasil secara estetika lebih baik.
Kekurangan:
a. Harga relatif mahal dan hanya tersedia di rumah sakit besar.

2.3 Manifestasi Klinik


1) Cemas
2) Gelisah
3) Sulit Tidur
4) Kesulitan Berkemih
5) Nyeri
2.4 Penurunan Komplikasi dan Penanggulangan Pada Sirkumsisi di Luar Kamar Operasi
a. Nyeri
Sebelum dilakukan tindakan sirkumsisi pasien dapat diberikan analgetika agar diharapkan obat dapat mulai bekerja. Kalau
pasien merasa sakit sekali dapat diberikan analgetika per injeksi seperti xylomidon
b. Edema
Hal ini biasa terjadi pada hari kedua dan seterusnya. Bila balutan terlalu ketat dapat dilonggarkan. Dan yakinkan pada
penderita/keluarga pasien kalau edema biasa terjadi dan tidak membahayakan, karena penderita/keluarganya merasa
cemas.
c. Perdarahan
Bila hanya meliputi balutan tidak apa-apa tapi kalau balutan basah harus diganti karena merupakan media bagi kuman
untuk tumbuh. Dan kalau perdarahan sampai banyak dan menetes keluar maka sumber perdarahan harus dicari, bila perlu
penjahitan dibuka kembali. Bila perlu dapat diberikan obat hemostatik seperti karbazokrom (Adona) atau asam
traneksamat (Transamine) dan sebagainya.
d. Hematoma kecil
Tidak apa-apa karena akan diserap kembali oleh tubuh.
e. Hematoma besar
Bila terjadi saat melakukan sirkumsisi, sebaiknya hematoma tersebut dikeluarkan, karena dapat memperlambat
penyembuhan.
f. Infeksi
Tanda-tanda terjadnya infeksi :
1. Penis merah, bengkak
2. Nyeri dan terdapat nanah
3. Pada keadaan berat, penderita mengalami demam.
Pengobatan dapat diberikan antibiotika dan pengobatan simptomatis lainnya serta dapat ditambahkan kompres pada penis
dengan Betadine atau rivanol. Kalau keadaan tenang dapat diberikan salep yang sesuai.
g. Penyakit Peyronie
Merupakan komplikasi lambat dari infeksi. Terjadi karena adanya jaringan fibrosis (parut) pada salah satu korpus
kavernosum. Bila ereksi maka penis akan miring kea rah yang sakit dan terasa sangat nyeri. Pengobatannya sukar antara
lain dapat di coba pengobatan radiasi, pemberian vitamin E dosis tinggi, operasi menghilangkan jaringan parut, tetapi
hasilnya tidak memuaskan.
2.5 Pentalaksanaan Dari Sirkumsisi di Luar Kamar Operasi
A. Teknik sirkumsisi
Dalam melakukan sirkumisi biasanya dilakukan dengan 2 teknik yaitu :
1. Teknik Dorsumsisi
a. Batasan Teknik ini dilakukan dengan memotong prepusium pada jam 12, sejajar dengan sumbu panjang penis kea rah
proksimal (dorsal slit) kemudian dilakukan potongan melingkar ke kiri dan ke kanan sepanjang sulkus koronarius glandis.
b. Keuntungan Kelebihan mukosa-kulit dapat diatur Tidak terdapat insisi mukosa yang berlebihan seperti pada cara
guillotine Kemungkinan melukai glans penis dan merusak frenulum prepusium lebih kecil Perdarahan mudah diatasi,
karena insisi dilakukan bertahap
c. Kerugian Tekniknya lebih rumit dibandingkan cara guillotine Bila tidak terbiasa, insisi tidak rata Memerlukan waktu
relative lebih lama dibandingkan cara guillotine
2. Teknik Klasik (Guillotine)
a. Batasan Teknik ini dilakukan dengan cara menjepit prepusium secara melintang pada sumbu panjang penis, kemudian
memotongnya. Insisi dapat dilakukan di bagian proksimal atau distal dari klem tersebut.
b. Keuntungan Tekniknya relative lebih sederhana Hasil insisi lebih rata waktu pelaksanaan lebih cepat c. Kerugian Pada
operator yang tidak terbiasa, mukosa dapat berlebihan, sehingga memerlukan insisi ulang Ukuran mukosa-kulit tidak dapat
dipastikan Kemungkinan melukai glans penis dan insisi frenulum yang berlebihan lebih besar dibandingkan dengan teknik
dorsumsisi Perdarahan biasanya lebih banyak G.
B. Perawatan
1. Medikamentosa
a. Antibiotika yang diberikan yang berspektrum luas seperti tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin dan sebagainya.
b. Analgetika diberikan analgesic non narkotik, misalnya antalgin, asam mefenamat (Ponstan) asam asetilsalisilat (Aspirin)
dan sebagainya.
c. Anti inflamasi, seperti serapeptase (Danzen), pankreatin + proktase (Proctase), tripsin + kimotripsin (Chymomed) dan
sebagainya.
d. Roboransia, dapat diberikan vitamin seperti vitamin B kompleks ditambah vitamin C dosis tinggi untuk membantu
penyembuhan.
e. Anti tetanus yang biasanya dipakai Purified Tetanus Toksoid dengan dosis diberikan sebanyak 0,5-1 cc/ injeksi IM
2. Pembalut Bila tidak ada penyulit maka pembalut diganti setiap tiga hari. Penggantian pembalut harus dikerjakan secara
steril. Bila pembalut basah misalnya oleh perdarahan maka harus segera diganti. Balutan tidak boleh terlalu ketat atau
terlalu longgar.
3. Lain-lain
a. Makanan Tidak ada pantangan makanan tapi sebaiknya nasehat kepada penderita makan makanan yang kaya protein
untuk mempercepat penyembuhan.
b. Hal lain Penderita dapat mengenakan celana yang longgar dan tidak terlalu menekan penis. Dan sebaiknya hari pertama
penderita beristirahat untuk mencegah terjadi perdarahan atau kemungkinan terkena trauma (senggolan dan sebagainya).
Penis tidak boleh dibasahi hingga luka kering dan balutan dilepaskan.
C. Indikasi dan Kontra Indikasi
1. Indikasi Sirkumsisi
a) Agama
Sirkumsisi merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan disyariatkan baik untuk laki-laki. Mayoritas
ulama Muslim berpendapat bahwa hukum sirkumsisi bagi laki-laki adalah wajib. Hadist Rasulullah s.a.w. bersabda,
“Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan
memotong kuku” (H.R. Bukhari Muslim).

b) Sosial dan Budaya


Orang tua memilih melakukan khitan pada anaknya dengan alasan sosial atau budaya seperti anak
merasa malu jika belum melakukan khitan, sehingga ingin segera melakukannya. Anak melakukan khitan di usia 6-12
tahun atau ketika duduk dibangku kelas 3-6 Sekolah Dasar. Selain itu, khitan dilakukan sebagai alasan motivasi menuju
kedewasaan pada anak (Miller, 2007)
c) Medis
Selain dilakukan karena alasan agama, budaya, dan tradisi. Sirkumsisi juga dilakukan untuk meningkatkan higienis dan
kesehatan seseorang, karena penis yang sudah di sirkumsisi lebih mudah dibersihkan. Indikasi medis sirkumsisi antara
lain (Hutcheson JC., 2004) :
1) Fimosis
Dimana preputium tidak dapat ditarik ke proximal karena lengket dengan gland penis diakibatkan oleh smegma
yang terkumpul diantaranya.
2) Parafimosis
Dimana preputium yang telah ditarik ke proximal, tidak dapat dikembalikan lagi ke distal. Akibatnya dapat terjadi
udem pada kulit preputium yang menjepit, kemudian terjadi iskemi pada glands penis akibat jepitan itu. Lama
kelamaan glands penis dapat nekrosis. Pada kasus parafimosis, tindakan sirkumsisi harus segera dilakukan.
3) Balanitis
Balanitis merupakan penyakit peradangan pada ujung penis. Kebanyakan kasus balanitis terjadi pada pria yang
tidak melakukan sirkumsisi dan mereka yang tidak menjaga kebersihan alat vital.
4) Kondiloma Akuminata
Kondiloma akuminata merupakan suatu lesi pre kanker pada penis yang diakibatkan oleh HPV (human papiloma
virus). Karsinoma sel squamosa pada preputium penis, namun dilaporkan terjadi rekurensi local pada 22-50%
kasus.
2. Kontra Indikasi
a) Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan konginetal muara uretra eksterna. Kelainan berada di ventral penis mulai
dari glans penis sampai perineum. Hipospadia terjadi karena kegagalan atau kelambatan penyatuan lipatan uretra di
garis tengah selama perkembangan embriologi (Baskin LS.& Ebbers MB., 2006).
b) Epispadia
Epispadia adalah kelainan kongenital dimana meatus uretra terletak pada permukaan dorsal penis.
Normalnya, meatus terletak di ujung penis, namun nak laki-laki dengan epispadia, meatus terletak di atas
penis.Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki. Perbaikan dengan pembedahan dilakukan
untuk memperluas uretra ke arah glans penis. Preputium digunakan dalam proses rekonstruksi, sehingga bayi baru
lahir dengan epispadia tidak boleh di sirkumsisi (Price, SA & Wilson, LM., 2006)
c) Kelainan Hemostasis
Kelainan hemostasis merupakan kelainan yang berhubungan dengan jumlah dan fungsi
trombosit, faktor-faktor pembekuan, dan vaskuler. Jika salah satu terdapat kelainan dikhawatirkan akan terjadi
perdarahan yang sulit diatasi selama atau setelah sirkumsisi. Kelinan tersebut adalah hemophilia, trombositopenia
dan penyakit kelainan hemostasis lainnya (Seno, 2012).
2.6 Asuhan Keperawatan pada tindakan sirkumsisi di luar kamar operasi
Pengkajian
Identitas

a. IdentitasKlien

Meliputi nama, jenis kelamin ( Laki-laki ), umur , alamat, agama(islam), bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Identitas penanggung Jawab

Meliputi nama, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan,

 pekerjaan, dan alamat.

3.1.2. RiwayatKesehatan

a. Keluhan Utama: cemas/ gelisah, dannyeri.

 b. Riwayat PenyakitSekarang

Biasanya klien datang dalam keadaan cemas, gelisah dan takut dan

 biasanya orang tua klien mengatakan penis anaknya membesar dan menggelembung
akibat tumpukan urin dan anaknya menaggis terus menerus. Setelah operasi biasanya
klien akan mengeluh nyeri dan takut untuk berkemih.
c. Riwayat PenyakitDahulu

Tanyakan pada klien atau orang tua klien apakah klien memiliki penyakit hemofilia
(gangguan pembekuan darah), penyakit diabetes mellitus,
 penyakit menular seperti hepatitis dan HIV, dan riwayat ISK/kesulitan

 buang air kecil dan retensi urine dan tanyakan apakah klien memiliki riwayat alergi.
d. Riwayat Penyakitkeluarga
Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang memiliki
 penyakit hemofilia, DM, dan penyakit menular seperti HIV dan hepatitis dan
tanyakan pada keluarga apakah ada yang memiliki riwayat alergi.
3.1.3. PemeriksaanFisik 

a. Keadaan Umum:Composmentis

 b. TTV:

TD : 80/45-95/65 mmHg T
: 36,5-37,5 x/menit RR
: 30-40x/menit
 N :> 110 x/menit (normal :110-120x/menit)

c. Pemeriksaan Head totoe:

1. Kepala : biasanya tidak ada kelainan (monosepal, rambut hitam,tipis,

 bersih)

2. Mata : biasanya tidak ada kelainan padamata

3. Hidung :biasanya normal, cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), tidak
terpasangNGT
4. Leher : tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid danJVP

5. Paru-paru:

Inspeksi: tidak terdapat tarikan intercostae, bentuk dada simetris, tidak ada
lesi, tidak adasesak.
Palpasi : vokal fremitus dada kanan dan kiri sama
Perkusi : Suara paru sonor pada semua lapangparu
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan ronci (-),
wheezing (-).
6. Jantung

Inspeksi : tidak ada pembesaran jantung


Palpasi : tidak teraba ictus kordis Perkusi
: bunyi jantung pekak Auskultasi : BJ
I dan IInormal
7. Abdomen:

Inspeksi : bulatdatar 

Auskultasi : bising usus normal 5-35 x/menit

Palpasi : hepar dan lien tak teraba, distensi abdomen


Perkusi : suara peruttimpani
8. Genetalia
 Inspeksi: Kulit prepusium berfungsi sebagai kerudungbagi

 penis, nampak menguncup dan fungsi estetika penis menjadi

 berkurang sedangkan pada pasien sirkumsisi yang normal genetalia tidak


ada kelainan.
 Palpasi: Saat Prepusium ditarik/ diretraksi kebelakang tidak bisa
ditarikkebelakang(padapasiendenganfimosis),untuk beberapa kasus secara
klinis bisa menjadiparafimosissehingga prepusium tidak bisa kembali atau
diretraksi kedepan sedangkan pada pasien yang normal tidak ada gangguan
pada prepusium.

9. Ekstremitas: tidak terdapat kelainan pada daerahekstremitas.

d. PolaFungsional

1. Pola persepsi dan tata laksana hidupsehat

Biasanya orang tua mengatakan kesehatan merupakan halyang  penting, jika


ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawake pelayanan kesehatan.

2. PolaNutrisi

Biasanya tidak terdapat gangguan pada nutrisi klien.

3. Polaeliminasi

Biasanya pada pasien sirkumsisi yang normal biasanya tidak ada kelainan pada
eliminasinya (kecuali pada abnormalitas) namun setalah operasi biasanya klien
takut untukberkemih.
4. Pola aktivitas danlatihan

Pada bayi biasanya pola aktivitas tidak terganggu, tapi  pada klien sirkumsisi
dengan usia anak-anak akan terjadi gangguan pada pola aktivitasnya, klien akan
cenderung malas melakukan aktivitas karena setelah pembedahan mungkin
agak sedikit sakit untuk dibuat
 berjalan.

5. Pola tidur danistirahat


Pola tidur dan istirahat klien biasanya tidak terganggu pada klien yang akan
disirkumsisi normal (kecuali pada pasien yang abnormalitas), tapi apabila
setelah dilakukan tindakanpembedahan
kemungkinan akan terjadi gangguan pola tidur akibat rasa nyeri yang dialami.
6. Pola hubungan danperan

Klien belum bisa berkomunikasi dengan orang lain sehingga t erjadi gangguan
pada pola hubungan dan peran, namun apabila terjadi pada usia anak-
anak biasanya akanterganggu.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Tidak terdapatkelainan

8. Pola sensori tidak terganggu.


9. Pola reproduksiseksual

Biasanya nyeri jika ereksi untuk klien anak-anak/remaja ada

 pembatasan fungsi alat genital, smegma yang menumpuk


dibalik 
 preputium pada klien yang abnormalitas

10. Pola penanggulanganstres

Biasanya klien anggota keluarga jika mengalami kecemasan selalu

 bertanya pada perawat atau tenaga medis lainnya, selain itu menagis jika
merasakan sakit.
11. Pola tata nilai dankepercayaan

Pasien dan keluarga beragama islam. Biasanya orang tua menganggap bahwa
semua penyakit pasti ada obatnya dan semuanya sudah diatur oleh
AllahSWT
e. PemeriksaanPenunjang

 Pemeriksaaan darahlengkap

 Pemeriksaan pembekuandarah

 BilamenungkinkanperiksatiterASO:meningkatseminggusetelah infeksi

 USG penis untuk mendeteksi kemungkinan adanya sumbatan atau


obstruksipadasalurankemihakibatpajananbakteri

3.2 Masalah Keperawatan di Luar kamar Operasi

Analisa data

No. DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Ds : biasanya klien/keluarga pasien khawatir Kurangnya informasi Ansietas
tentang proses sirkumsisi tentang
Do :  proses sirkumsisi

Biasanya dibuktikan:

- Cemas

- Pasien/keluarga pasien sering

 bertanya-tanya tentang proses sirkumsisi


- Pasien/keluarga

 binggung dan gelisah

- Wajah tegang
2. Gngguan rasa nyaman nyeri
Ds : biasanya klien mengatakan nyeri pada Bekas luka insisi
luka bekas insisi  prepusium

Do :

P: nyeri bertambah jika melakukan aktivitas


Q: nyeri terlokalisir 

R: nyeri pada bekas luka insisi S: skala


nyeri 5
T: nyeri muncul sejak ada bekas luka insisi
- Psien tampak menyeringai
kesakitan/menangis

- Peningkatan nadi >110 x/menit

3. Ds:- Resiko infeksi


Personal hygien yang
Do: kurang

- TTV:

TD : 80/45-95/65 mmHg
T : >37,5 x/menit
RR : 30-40 x/menit
 N :> 110 x/menit (normal)

Diagnosa keperawatan:

1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses sirkumsisi

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan bekas lukainsisi

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan personal hygien yangkurang

4. Intoleransi aktivitas berubungan dengankelemahan

5. Ganggauan eliminasi urine (retensi Urine) berhubungan dengan penurunanhaluaranurine

Perencanaan
implementasi
Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai