Anda di halaman 1dari 91

ASKAN PADA ORTHOPEDI

EMANUEL I LEWAR
A. KONSEP MEDIS
• Dislokasi
• Fraktur
• Penatalaksanaan
• Komplikasi
DISLOKASI
• Dislokasi adalah cedera pada sendi yang
terjadi ketika tulang bergeser dan keluar dari
posisi normalnya. Seluruh sendi pada tubuh
dapat mengalami dislokasi, termasuk sendi
bahu, jari, lutut, pinggul, dan pergelangan kaki
( FKUI, 2013)
Penyebab
Cedera, terutama benturan keras yang dialami
oleh sendi, sep :
• Olahraga, seperti ketika bermain basket, sepak
bola, senam, atau gulat.
• Kecelakaan kendaraan bermotor.
• Keturunan : kondisi ligamen yang lebih lemah
• Orang lanjut usia : kecenderungan untuk jatuh
• Anak-anak: aktivitas fisik yang tinggi
Manifestasi Klinis
• Sendi bengkak dan memar.
• Bagian sendi yang terkena berwarna kemerahan atau
menghitam.
• Bentuk sendi menjadi tidak normal.
• Nyeri ketika bergerak.
• Mati rasa di sekitar area sendi.
• Foto Rontgen : menunjukkan adanya dislokasi atau
kerusakan lain di area sendi
• MRI: mendeteksi kerusakan pada jaringan lunak di
daerah yang mengalami trauma.
FRAKTUR
• Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa ( FKUI, 2013)

• Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar
jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ
tubuh, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress
yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer, 2014).
Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat;
1.Trauma; pukulan, tekukan, puntiran, tarikan
2.Fraktur patologik; kelemahan abnormal pada
tulang, seperti tumor dan osteoporosis.
3.Fraktur akibat beban :
1. Fraktur akibat trauma :
a. Trauma langsung;
Trauma langsung membentur tulang dan
mengakibatkan fraktur ditempat itu.
b. Trauma tak langsung;
Titik tumpuan benturan dengan terjadinya
fraktur ditempat berjauhan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah
tulang yang telah menjadi lemah oleh karena
tumor, kanker dan osteoporosis.
3.  Fraktur beban
Beban atau tekanan berulang yang menyebabkan
kelelahan terjadi pada orang- orang yang menambah
tingkat aktivitas
Deskripsi Fraktur
Fraktur dibedakan berdasarkan;
1. Site ( letak ) fraktur
2. Hubungan dengan dunia luar
3. Berdasarkan  jumlah garis
4. Berdasarkan luas garis fraktur
5. Berdasarkan bentuk fragmen
1. Site ( Posisi/Letak ) Fraktur;
Tulang terbagi menjadi tiga bagian
1. Fraktur 1/3 proximal (upper third)
2. Fraktur 1/3 medial (middle third)
3. Fraktur 1/3 distal (lower third)
4. Fraktur intraarticular
Cont..
1. Fraktur 1/3 proximal (upper third) : fraktur
subtrochantor adalah terputusnya tulang femur pada bagian
atas bila terjadi pada 1-2 cm dibawah trochanter minor.
2. Fraktur 1/3 medial adalah patah tulang yang terjadi pada
tulang agian kanan yang terletak pada 1/3 bagian tengah
tulang.
3. Fraktur 1/3 distal yaitu suatu patahan yang mengenai 1/3
bagian bawah tulang
4. Fraktur intraarticular adalah fraktur tulang di mana
pecahnya persilangan ke permukaan sendi, selalu
mengakibatkan kerusakan pada tulang rawan.
Cont..

2. Hubungan fraktur dgn dunia luar


a. Fraktur terbuka (open fraktur); terdapat luka yang
menghubungkan fraktur dengan permukaan kulit.
b. Fraktur tertutup (close fraktur); tidak ada luka yang
menghubungkan tulang dengan dunia luar.
c. Fraktur potensial komplikasi ; bila terdapat luka
melalui kulit dan subcutis, tetapi fascia masih utuh
Cont..
a. Fraktur tertutup
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau
tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau
memar kulit dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan
kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan
jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma
kompartement.
Cont..
b. Fraktur Terbuka
1) Derajat I : Luka <1 cm, kerusakan jaringan lunak
sedikit, tidak ada tanda luka remuk
2) Derajat II : Luka >1 cm, kerusakan jaringan lunak,
fraktur kominutif sedang, kontaminasi sedang
3) Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang
luas meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi

C. Fraktur  dengan komplikasi,missal malunion, delayed,


union. Nonunion, infeksi tulang.
Cont..
3. Berdasarkan  jumlah garis
a. Simple fraktur    : terdapat satu garis fraktur
b. Multiple fraktur : lebih dari satu garis fraktur
c. Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur
dan patah menjadi fragmen kecil
Cont..
4.  Berdasarkan luas garis fraktur
a. Fraktur inkomplit: tulang tidak terpotong secara
total
b. Fraktur komplit  : tulang terpotong secara total
c. Hair line fraktur : garis fraktur tidak tampak
5. Berdasarkan bentuk fragmen
a. Green stick : retak pada sebelah sisi tulang
b. Frakur transversal : fraktur fragmen melintang
c. Fraktur obligue  : fraktur fragmen miring
d. Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar
Cara Mendiagnosis Fraktur

Dx fraktur ditegakkan berdasarkan;


1. Anamnesa; ada riwayat trauma, tanyakan
mekanisme trauma.
2. Pemeriksaan umum; cari kemungkinan
komplikasi umum seperti shock, sepsis, dll.
3. Pemeriksaan status lokalis; look, feel, move.
Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Deformitas : Kelainan bentuk terlihat di area
cedera.
3. Krepitasi : bunyi kertak ketika cedera terjadi.
4. Bengkak, kemerahan, dan memar di area yang
terluka.
5. Angulation (area fraktur tertekuk pada sudut
yang tidak biasa), sehingga Pemendekan salah
satu bagian yang fraktur
6. Hilangnya fungsi
Pem. Diagnostik
• Radiologi :
 Jika perlu untuk melengkapi deskripsi fraktur dan
dasar untuk melakukan tindakan selanjutnya.
 Foto tulang harus memenuhi syarat;
- Minimal 2 proyeksi yaitu antero posterior dan
lateral
- Tampak dua sendi ; proximal dan distal.
Penatalaksanaan
a. Prinsip Penatalaksanaan
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, untuk
menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
• Reduksi adalah tindakan untuk memanipulasi
fragmen tulang yang patah agar dapat kembali
lagi seperti letak asalnya.
• Reduksi fraktur : reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka.
• Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
3.  Retensi (Immobilisasi)
 Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal.
 Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna.
 Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,
atau fiksator eksterna
 Fiksasi eksterna : meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator
eksterna
 Fiksasi intrerna : Implan logam sebagai bidai
interna untuk imobilisasi fraktur
4.  Rehabilitasi
 Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin untuk menghindari atropi atau
kontraktur.
 Bila keadaan memungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan
kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
b. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a) Proteksi
Misal : dengan mitela untuk fraktur clavikula.
b) Immobilisasi tanpa reposisi
Misal pemasangan gibs atau bidai pada fraktur
inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
c) Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gibs
Misal pada fraktur supra sendi dan fragmen distal di
kembalikan pada kedudukan semula terhadap
fragmen progsimal dan dipertahankan dalam
kedudukan yang lebih stabil dalam gibs.
d) Traksi
Jenis Traksi
1)Traksi kulit buck 3)Traksi jangka seimbang
 Paling sederhana dan tepat bila Dipakai untuk patah tulang pada
dipasang pada anak muda corpus femoralis dewasa, fraksi
untuk jangka waktu pendek. ini berupa satu pin rangka yang
 Indikasi : untuk ditempatkan transversal
mengistirahatkan lutut pasea (melintang melalui femur distal
trauma sebelum lutut tersebut dan tibia proksimal).
diperiksa dan diperbaiki lebih 4)Traksi Rusel
lanjut.
Untuk menangani semua fraktur
2)Tranksi Kulit Bryan femur fraksi longitudinal
 Digunakan untuk merawat anak diberikan dengan menempatkan
kecil yang mengalami patah pin dengan posisi transversal
tulang paha, melalui tibia dan fibula diatas
 Tidak dilakukan pada anak-anak lutut.
dari 3 tahun dan BB ≥ 30 kg
(dapat mengalami kerusakan
pada kulit).
Cont...Penatalaksanaan Medis
2. Pembedahan
a) Reposisi tertutup
Fiksasi eksterna : Setelah posisi baik, berdasarkan
kontrol mikro intra operasi maka dipasang alat fiksasi
eksterna. Fiksasi eksterna dapat model sederhana
seperti kongerademen juded, screw dengan bore
cement.
b) Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti
fiksasi eksterna. Misal reposisi tertutup diikuti
pemasangan parsel pins / pinning dan immobilisasi
gibs.
c) Reposisi terbuka dan fiksasi internal
Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur dibedakan atas;


1. Uncomplicated and remain uncomplicated; tidak
ada dan tidak akan terjadi komplikasi.
2. Complicated or become complicated; ada atau
akan terjadi komplikasi. berupa;
a. Komplikasi dini atau lambat
b. Komplikasi lokal atau sistemik
c. komplikasi karena trauma atau karena
pengobatan.
Cont..Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma
Tanda dan gejala :
- Tidak terabanya nadi,
- CRT menurun
- cyanosis bagian dista
- Hematoma yang luas
- Akral dingin disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting
- Perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
Cont.. Komplikasi

2) Kompartement Syndrom
Karena kerusakan otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut.
Disebabkan oleh:
- Edema atau perdarahan yang menekan
otot, saraf, dan pembuluh darah
- Tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
Cont.. Komplikasi

3) Fat Embolism Syndrom ( FES)/ Sindrom


Emboli Lemak
• sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.
• Disebabkan krn sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah
• Tanda dan gejala : sesak napas, takipnu ,
tachykardi, hypertensi, demam.
Cont.. Komplikasi
4) Infeksi
 Karena infeksi sekunder dan penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
 Sering terjadi pada kasus fraktur terbuka
5) Avaskuler Nekrosis(AVN )
Karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Karena kehilangan darah yang banyak
Cont..Komplikasi

b. Komplikasi lanjut
1. Kaku sendi
2. Disuse atropi otot
3. Mall union (sembuh dengan deformitas).
4. Non union (tidak menyambung setelah 20
minggu)
5. Delayed union (sembuh lebih lama dari normal)
6. Gangguan pertumbuhan
7. Osteoporosis.
Stadium Penyembuhan Fraktur
1. Stadium hematom (segera 3. Stadium soft kalus; gerakan
setelah trauma) : 72 jam, fragmen mulai berkurang dan
darah berada di sekitar tidak terasa sakit lagi.
fraktur. Darah tidak 3 – 10 hari, diameter lebih
diserap tetapi berubah besar dari tulang, tetapi
membentuk granulase. belum ada kekuatan.
2. Stadium Fibrocartilago : 4. Stadium konsolidasi /hard
peradangan dan kalus ; pematangan kalus
proliperasi. menjadi keras ( osifikasi )
Proliperasi sel 3-10 minggu.
subperiosteal dan
subendosteal. 5. Stadium remodelling; terjadi
resorpsi dan pembentukan
3 hari 2 minggu, kembali tulang seperti bentuk
osteogenensis dipercepat semula
dengan faktor osteoblast.
Faktor Yg Mempengaruhi Penyembuhan
Fraktur
1. Usia; makin muda usia makin cepat sembuh
2. Inisial displaced (pergeseran dini pada fraktur)
3. Garis fraktur; fraktur oblique lebih cepat sembuh.
4. Faktor aliran darah
5. Immobilisasi yang baik
6. Faktor nutrisi
B. METODE ASKAN
I. PENGKAJIAN
a. Anamnese :
- Manifestasi klinis dislokasi
- Manifestasi klinis fraktur
Cont.. Pengkajian
. Pengkajian Anestesi :
- Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya.
- Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi,
kardiovaskuler, tb, asma)
- Riwayat penyakit keluarga
- Pemakaian obat tertentu, seperti anti diabetik, antikoagulan,
kortikosteroid, antihipertensi secara teratur.
- Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. Jelaskan
perlunya puasa sebelum operasi)
- Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol
atau obat-obatan)
- Riwayat alergi
- Kehilangan cairan saat dikaji (perdarahan, muntah, diare)
Cont.. Pengkajian
. Status Kesehatan Saat ini :
- Hilangnya gigi - Pingsan
- - Kejang
Masalah leher pendek
- Stroke
- Batuk
- Sedang hamil
- Sesak napas
- Kelainan tulang belakang
- Gangguan saluran napas - Obesitas
atas - Tingkat kecemasan
- Nyeri dada
- Denyut jantung :
normal/tidak
- Muntah
b. Pengkajian Fisik
1. Inspeksi :
Pada inspeksi diperhatikan;
a. Kelainan bentuk
 Penonjolan yang abnormal
 Angulasi
 Rotasi
 Pemendekan
b. Functio laesa (gangguan fungsi); tidak
dapat menggerakkan organ yang
mengalami fraktur
2. Palpasi
Didaerah yang mengalami fraktur, hal yang yang
harus dinilai adalah;
a. Nyeri tekan
b. Nyeri sumbu/ tendernes,
c. Nilai sensorik dan motorik
d. Acral dingin atau hangat.
3. Move (gerakan)
a. Krepitasi; fraktur terasa bila digerakkan
b. Nyeri bila digerakkan pada gerakan aktif/ pasif.
 Gerakan aktif; dilakukan sendiri oleh pasien
 Gerakan pasif; dilakukan oleh orang lain
c. Gangguan fungsi.
 Gerakan yang tidak mampu dilakukan
 Range of motion dan kekuatan menurun
d. Gerakan abnormal
e. Sendi palsu /pseudo joint; seperti gerakan sendi.
4. Pem /pengukuran status presen, meliputi :
• Kesadaran
• KU : Sakit ringan, sedang, berat . Kesakitan
• Psikis : gelisah, takut
• TTV : RR, TD, N, S
• BB dan TB untuk menilai status gizi/B
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik 6 B :
1) Breath
2) Blood
3) Brain
4) Bowel
5) Bladder
6) Bone
1). Breath :
• Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu,
mulut dan gigi, lidah dan tonsil.
• Kaji frekuensi nafas, tipe napas apakah cuping
hidung, abdominal atau torakal. apakah
terdapat nafas dengan bantuan otot
pernapasan (retraksi kosta).
• Kaji keberadaan ronkhi, wheezing, dan suara
nafas tambahan (stridor).
2). Blood
Tekanan nadi, pengisian nadi, tekanan darah,
perfusi perifer. Nilai syok atau perdarahan.
Lakukan pemeriksaan jantung
3). Brain
Analisis GCS ( Glaslow Coma Scale ), adakah
kelumpuhan saraf atau kelainan neurologist
dan tanda-tanda TIK.
4). Bowel :
Pembesaran hepar bising usus dan peristaltik
usus, cairan bebas dalam perut atau massa
abdominal.
5). Bladder :
Produksi urin dan pemeriksaan faal ginjal
6). Bone :
kaku kuduk atau patah tulang, Periksa bentuk
leher dan tubuh, dan kelainan tulang belakang.
6. Pem diagnostik :
 Foto Rontgen : menunjukkan adanya dislokasi,
fraktur, atau kerusakan lain di area sendi
 Pemeriksaan radiologi lainnya : Sesuai indikasi, a.l:
radioisotope scanning tulang, tomografi,
artrografi, CT-scan, dan MRI, utk mengidentifikasi
fraktur dan kerusakan jaringan lunak
 Pem darah rutin dan gol darah
- Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan fraktur atau organ
jauh krn trauma multiple).
- Lekositosis : respon stress setelah trauma.
- Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal.
- Koagulasi : terjadi perubahan krn kehilangan
darah.
7. Menentukan prognosis pasien perioperatif ,
dengan ASA
8. Pertimbangan Anestesi
a. Premedikasi sesuai kebutuhan
b. Pilihan anestesi : GA : inhalasi, TIVA. RA
c. Pada kasus orthopedi, pilihan anestesi yang
sering dilakukan adalah dengan menggunakan
teknik GA-ETT dan Laringeal mask airway
II. MASALAH KES. ANEST YG SERING
MUNCUL
Masalah kes Anest ( sesuai Starkomnas PA):
A. Pre Anestesi :
1. Kecemasan
2. Nyeri
3. Risiko cedera anestesi
B. Intra Anestesi :
Masalah Intra Anest diperoleh Monitoring Capem Intra Anest
1. Risiko Trauma Pembedahan
2. RK Disfungsi Respirasi ( hipoksia, bronkospasme, edema laring)
3. Tidak efektif fungsi respirasi ( obstruksi jln napas, tidak efektif pola napas,
aspirasi, napas, henti napas )
4. RK Disfungsi KVS ( Penurunan CO, hipotensi, hipertensi, disritmia/aritmia, cardiac
arest )
5. Risiko ketidakseimbangan cairan ( kekurangan, kelebihan )
6. Predarahan
7. Syok
8. RK disfungsi termoregulasi ( hipotermi, hipertermi)
9. RK disfungsi Neuromuskuler ( Peningkatan TIK, Peningkatan TIO, kompresi
medulla spinalis, kejang, keruskan saraf perifer, tangan dan kaki )
10.Rsisko hipersensitifitas agen anestesi
11.Tersadar intra operasi
C. Pasca Anest
Masalah Pasca Anest diperoleh Dari Monitoring Capem Pasca Anest
1. RK Disfungsi Respirasi ( hipoksia, bronkospasme, edema laring)
2. Tidak efektif fungsi respirasi ( obstruksi jln napas, tidak efektif pola
napas, aspirasi, napas, henti napas )
3. RK Disfungsi KVS ( Penurunan CO, hipotensi, hipertensi,
disritmia/aritmia, cardiac arest )
4. Risiko ketidakseimbangan cairan ( kekurangan, kelebihan )
5. Predarahan
6. Syok
7. RK disfungsi termoregulasi ( hipotermi, hipertermi)
8. RK disfungsi
9. Nyeri pasca bedah
10.Risiko terlambatnya pemulihan
III. INTERVENSI

A. Praanestesi :
1. Koreksi gangguan yang mengancam jiwa :
– Pasang cairan  atasi kehilangan darah yang
tidak terlihat misalnya pada fraktur pelvis dan
fraktur tulang panjang
– Lakukan stabilisasi fraktur dengan spalk,
waspadai adanya tanda-tanda kompartemen
2. Penanggulangan nyeri
3. Donor darah
4. Periapan Pre operasi :
- Puasakan pasien selama 6- 8 jam
- Kosongkan kandung kemih
- Lepaskan asesoris yang ada di tubuh pasien :
gigi palsu,perhiasan, cat kuku
- Cek personal hygiene
- Kaji kesulitan intubasi dengan metode LEMON
- Tentukan ASA
- KIE pasien tentang prosedur operasi beserta
resiko operasi
5. Premedikasi : sesuai kebutuhan, sep
- Petidin : 1 – 2 mg/kg BB
- Midazolam : 0,04 – 0,10 mg/kgBB
- Atropin : 0,01 mg/ kg BB

Jika risiko aspirasi akibat regurgitasi gaster


- pemberian premedikasi sedatif dan narkotik
minimal diberikan pada korban trauma.
- Berikan : H2 antagonis, antasid, dan anti emetik
seperti ondansteron
b. Intraanestesi :
 GA
• Preoksigenasi :
- Preoksigenasi dengan 100% oksigen sebelum
induksi anestesi, merupakan manuver untuk
meningkatkan penyimpanan oksigen tubuh,
sehingga menunda onset desaturasi selama
periode apnea setelah induksi anestesi dan muscle
relaksan.
- Tujuan: menetralisir Nitrogen di FRC.
• Induksi anestesi
- adalah tindakan untuk membuat pasien
dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anestesi dan
pembedahan
- Ketamin, pethotal, propofol sesuai
kebutuhan
• Lakukan intubasi : ETT atau LMA
• Pilihan anestesi :
- Dewasa / lanjut usia tanpa ggn organ vital  RA
- Dewasa / lanjut usia dgn ggn organ vital  GA,
inhalsi imbang ( napas kendali)
- Dewasa : pekiraan op < 1 jam  inhalasi sungkup
muka atau TIVA
- Bayi/anak : GA sesuai dgn tata laksana anestesi
pediatri
- Jk pasien ODS : sesuai dgn tata laksana
ambulatory/ODS anestesi
• Monitoring :
Monitoring sesuai standar : airway, oksigenasi,
ventilasi, sirkulasi, suhu setiap 5 – 10 menit
- Pemantauan airway :
 Suara napas
 Gerakan dada
 Gerakan breathing bag
- Pemantauan Oksigenasi
 Kadar oksigen inspirasi : pulse oxymetri
 SaO2 : AGD
- Pemantauan Ventilasi :
 Suara napas, gerakan dada, gerakan breathing bag
 End tidan CO2
 Sistem alarm
 Kadar oksigen inspirasi : pulse oxymetri dan SaO2 : AGD
- Pemantauan Sirkulasi :
 Nadi
 TD non invasif
 Produksi urin
- Pemantauan Suhu :
 Pantau suhu secara kontinyu
 Monitoring cairan dan elektrolit.
- Monitoring terhadap intake dan haluran cairan
- Pembedahan akan menyebabkan cairan
berpindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum,
ke luar tubuh.
- Pelepasan cairan intra operasi
o Bedah besar : 6 – 8 ml/kgBB
o Bedah sedang : 4 – 6 ml/kgBB
o Bedah kecil : 2 – 4 ml/kgBB
• Monitoring Pelepasan Darah
- Perdarahan yang tertampung
- Botol penampung : suction pump
- Kasa 10-15 cc/lembar
- Ceceran dilapangan operasi : 25%
- Jumlah Volume Darah dan Persentase
Perdarahan (75-80 cc/kgBB)
• Terapi Cairan
• Terapi cairan optimal diawali dengan penilaian
klinis pasien untuk menentukan jumlah cairan
dan kecepatan cairan yang harus diberikan
• Perhitungan terapi cairan berdasarkan 3 aspek
yakni :
- Defisit cairan yang sudah hilang
- Kebutuhan cairan maintenance
- Kebutuhan cairan yang akan hilang.
Cont..terapi cairan

• Defisit cairan yang hilang:


Sesuai lama waktu puasa sebelum
pembedahan =
Kebutuhan cairan normal x jam puasa.
Cont..terapi cairan
 Terapi Cairan dan Transfusi Selama Operasi
Dewasa :
– Perdarahan <20%, berikan cairan pengganti
kristaloid atau koloid, 3 – 4 kali
– Perdarahan >20% , berikan transfusi darah

Anak :
– Perdarahan >10%, berikan transfusi
– Perdarahan <10%, berikan kristaloid sebanyak 2-3
kali
Cont..terapi cairan
• Kebutuhan cairan :
Rumus, sbb :
a) 10 kg pertama : 4ml/kg/jam
b) 11-20 kg : 40 ml/jam + 2 ml/jam untuk setiap kg
diatas 10
c) 21 kg dan >21 kg : 60 ml/jam + 1ml/jam untuk
setiap kg diatas 20 kg
d) Dewasa: 30 – 40 mm/kg BB/24 jam, kenaikan suhu
1 0C ditambah 10 – 15 %
Cont..terapi cairan

• Kebutuhan cairan pemeliharaan/maintanance.


Rumus :
- Dewasa : 1,5 – 2 ml/kg BB/jam
- Anak : 2 – 4 ml/kgBB/jam
- Bayi : 4 – 6 ml/kgBB/jam
- Neonatus : 3 ml/kgBB/jam
Cont..terapi cairan

• Kebutuhan cairan yg akan hilang/ Pelepasan


cairan intra operasi
o Bedah besar : 6 – 8 ml/kgBB
o Bedah sedang : 4 – 6 ml/kgBB
o Bedah kecil : 2 – 4 ml/kgBB
Cont..terapi cairan
• Pedoman koreksi cairan :
Setelah menghitung defisit puasa dan
kebutuhan cairan pemeliharaan, selanjutnya
diberikan dgn cara, sbb :
- Jam I : berikan 50 % dari defisit + cairan
pemeliharaan/jam.
- Jam II : berikan 25 % dari defisit+cairan
pemeliharaan/jam.
- Jam III : berikan 25 % dari defisit + cairan
pemeliharaan /jam.
Cont..terapi cairan

Transfusi :
o Rumus WBC :
Hb Normal - Hb sekarang x BB (kg) x Jenis Darah
(WBC) x 6
Ket :
- Wanita : 12-16 gr/dL
- Pria : 14-18 gr/dL
- Anak : 10-16 gr/dL
- Bayi baru lahir : 12-24gr/dL
o Rumus PRC :
Hb Normal - Hb sekarang x BB (kg) x Jenis Darah
(PRC) x 3
Ket :
- Wanita 12-16 gr/dL
- Pria 14-18 gr/dL
- Anak 10-16 gr/dL
- Bayi baru lahir 12-24gr/dL
 Monitoring fungsi renal
Mengetahui sirkulasi ginjal pantau produksi urine
 Monitoring Blokade Monitoring Blokade
Mengetahui relaksasi otot dan stelah anestesi apakah
tonus otot sudah kembali normal
 Monitoring sistem saraf
Monitoring refleks pupil, respon relaksasi otot cukup
atau tidak dan respon nyeri ditandai dengan
keluarnya air mata.
 Mengatasi penyulit yang timbul
 Pemeliharaan jalan napas
 Pemasangan alat nebulisasi
 Pengakhiran tindakan anestesi : reverse dan
ekstubasi
 RA
• Dampingi atau delegasi pelaksanaan anestesi sesuai
dgn program kolaboratif spesialis anestesi
- Rehidrasi : infus cairan elektrolit 1.000 – 1.500 ml
atau koloid 500 ml sebelum tindakan.
- Oksigenasi
• Pasang alat monitoring non invasif
• Dampingi pemasangan alat monitoring invasif
Pilihan Anestesi
1) Epidural : 3) Blok Pleksus
blokade saraf dengan • blok pada persarafan perifer
menempatkan obat di sehingga anestesi yang
ruang epidural (peridural, dihasilkan di lokasi tubuh
yang spesifik, bertahan lama
ekstradural).
dan efektif.
2) SAB • Kontraindikasi : asien tidak
blok regional yang kooperatif (anak2,
menyuntikkan obat demensia,, pasien
anestetik lokal ke dalam memberontak),
ruang subaraknoid melalui kecenderungan perdarahan
pungsi lumbal (antikoagulan,hemofilia, dan
koagulasi intravaskular
diseminata), infeksi di lokasi
blok, toksisitas anestesi
lokal, dan neuropati perifer
• Monitoring :
Pemantauan standar, meliputi : airway
oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu , setiap 5 –
10 menit
• Terapi cairan /darah : pemeliharaan dan defisit
selama pembedahan
c. Pascaanestesi
• Penilaian KU pasien dengan aldrete score atau
bromage score
• Mempertahankan jalan nafas : mengatur posisi,
suctioning dan pemasangan OPA
• Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan
bantuan nafas melalui ventilator mekanik atau
nasal kanul
• Monitoring airway, ventilasi dan oksigenasi secara
rutin 5 – 10 menit sampai stabil
• Mempertahankan sirkulasi darah
- Pemantauan akan balance cairan, TD, N, setiap 5 -
10 menit atau sampai stabil
- Pertahankan hidrasi cairan, sesuai dgn kebutuhan
tubuh
- Pantau Jumlah perdarahan
 Amati kondisi luka dan jahitannya, pastikan luka
tidak mengalami perdarahan abnormal,
 Amati jumlah perdarahan  berikan transfusi
• Mempertahankan kestabilan termoregulasi
- Pantau suhu px
- Pantau suhu lingkungan yang stabil
- Berikan selimut ekstra
• Pantau nausea dan vomitus
• Mempertahankan toleransi nyeri
Kolaborasi dengan medis terkait dengan agen blok
nyeri
Tujuan : untuk menurunkan respon stres dan
meredakan nyeri dengan mempertahankan stabilitas
kvs dan hemostasis jaringan.
• Mencegah resiko jatuh
Pasien post anastesi mengalami disorientasi dan
beresiko besar untuk jatuh, maka pasang side rail.
Obat-obatan yg digunakan utk Manajemen
Nyeri Post Op
1) Acetaminophen
– Relatif aman dibandingkan dengan obat anti-
inflamasi lainnya.
– Merupakan adjuvant penting terhadap opioid
karena dapat menurunkan jumlah opioid yang
dibutuhkan sehingga menurunkan efek samping
dari penggunaan dosisi opioid yang berlebihan.
Next.. Obat-obatan yg digunakan utk
Manajemen Nyeri Post Op
2) Opioid
– Pilihan utama untuk manajemen nyeri akut.
– Opioid yang sering digunakan adalah morfin,
meperidine, kodein, fentanyl,, oksikodon,
methadon dan buprenorphine.
– Opioid secara signifikan dapat menurunkan tingkat
nyeri yang dirasakan pasien.
– Pemberian opioid secara titrasi paling sering
digunakan pada kasus trauma.
IV. EVALUASI
Evaluasi akan masalah yang telah diatasi , a.l :
• Patensi jalan nafas efektif
• Ventilasi spontan
• Tidak terjadi aspirasi
• Sirkulasi adekuat
• Termoregulasi normal
• Hidrasi cairan terpenuhi
• Tidak terjadi perdarahan
• Nyeri ditoleransi
• Tidak terjadi alergi
• Tidak terjadinya bahaya jatuh
The End

Anda mungkin juga menyukai