Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI NY S DENGAN CA MAMAE PADA

TINDAKAN MASTEKTOMY DENGAN ANESTESI REGIONAL


DI IBS RSUD MARGONO SOEKARJO
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah: Asuhan Keperawatan Anestesi dengan
Penyakit Penyerta
Dosen Pengampu: Agus Triyanto, SST,. S.Kep., Ns.

Disusun Oleh:

Azzah Azaria Wulandari 180106014

Dwi Atika Safitri 180106003

Farah Fildzah Rosadi 180106013

Fitrainingsih 180106004

Harnita 180106005

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh (Majid dkk, 2011). Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi
pada suatu operasi terdapat beberapa tahap harus dilaksanakan yaitu pra anestesi
yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,
menentukan prognosis dan persiapan pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan
anestesi yang terdiri dari Premedikasi, masa anestesi, dan pemeliharaan, Serta
tahap pemulihan dan perawatan post anestesi. Penatalaksanaan pada pasien
dengan penyakit penyerta tentunya akan berbeda dari pasien tanpa penyakit
penyerta. Pasien dengan penyakit penyerta asma akan menjalani pemeriksaan
tambahan dan perbedaan perlakuan.
Salah satu konsep pelayanan kesehatan modern yang berkembang saat ini
adalah bentuk pelayanan di bidang medis, yang mempunyai kaitan erat dengan
penggunaan peralatan dan pemanfaatan teknologi dalam pelaksanaannya,
misalnya Anestesia. Pemberian anestesi dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan nyeri dengan sadar (regional anestesi) atau tanpa sadar (general
anestesi) guna menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan
(Soenarjo & Jatmiko, 2010; Sabiston, 2011). Penggunaan teknik regional anestesi
masih menjadi pilihan untuk bedah sesar, operasi daerah abdomen, dan
ekstermitas bagian bawah karena teknik ini membuat pasien tetap dalam keadaan
sadar sehingga masa pulih lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih cepat
(Marwoto & Primatika, 2013).
Pelayanan kesehatan merupakan indikator yang sangat penting untuk
pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang menyeluruh dan optimal. Salah
satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara adalah Angka Kematian Ibu
(AKI). Angka Kematian Ibu adalah jumlah wanita yang meninggal mulai dari saat
hamil hingga 6 minggu setelah persalinan per 100.000 persalinan. Kematian
Maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian target MDGs-5,
yaitu penurunan 75 % rasio kematian maternal. Di negara-negara sedang
berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3% – 0,7 %, sedangkan di
negara – negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05 % – 0,1 %. (Adriaansz.
G. 2006).
Kanker payudara adalah keganasan yang bermula dari sel-sel di payudara.
Kanker payudara terutama menyerang wanita, tetapi tidak menutup kemungkinan
terjadi pada pria. Sebagian besar kanker payudara bermula pada sel-sel yang
melapisi duktus (kanker duktal). Beberapa kasus bermula di lobulu (kanker
lobular) dan sebagian kecil bermula di jaringan lain (Cancer Helps, 2012).
Mastektomi merupakan pengangkatan ke seluruh tubuh payudara dan
beberapa nodus limfe. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor payudara
dengan membuang payudara dan jaringan yang mendasari.
B. Rumusan Masalah
Pada bagian ini, penulis mengambil kasus pada pasien Ny. W dengan
diagnosa medis ca mammae yang akan di lakukan tindakan mastectomy di
Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSU Margono Sukarjo.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan anestesi ini adalah untuk
mendapatkan pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
anestesi pada anak mulai dari pre operasi, intra operasi atau durante operasi
dan post operasi, pada klien yang akan dilakukan mastectomy dengan penyakit
penyerta asma dengan general anestesi.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran mengenai pengkajian asuhan keperawatan
perianestesia pada pasien yang akan dilakukan mastectomy dengan general
anestesi.
b. Memberikan gambaran mengenai diagnosa keperawatan yang timbul pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien yang akan dilakukan
mastectomy dengan penyakit penyerta asma dengan general anestesi.
c. Memberikan gambaran mengenai perencanaan keperawatan pada asuhan
keperawatan perianestesia pada pasien yang dilakukan mastectomy dengan
penyakit penyerta asma dengan general anestesi.
d. Memberikan gambaran mengenai implementasi keperawatan pada asuhan
keperawatan perianestesia pada pasien yang dilakukan mastectomy dengan
penyakit penyerta asma dengan general anestesi.
e. Memberikan gambaran mengenai evaluasi keperawatan pada asuhan
keperawatan perianestesia pada pasien yang dilakukan mastectomy dengan
penyakit penyerta asma dengan general anestesi.
D. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan perianestesi dilakukan pada
tanggal 17 Oktober 2021, tempat pelaksanaan asuhan keperawatan
perianestesi di lakukan di Instalasi bedah sentral (IBS) RSU Margono Sukarjo.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Teori General Anestesi


1. Pengertian
Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen menurut
Mangku & Senapathi (2010) yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = “mati
ingatan’), analgesi (bebas nyeri = “mati rasa”), dan relaksasi otot rangka
(“mati gerak”). Ketiga target anestesia tersebut populer disebut dengan “Trias
anestesi”. General anestesi adalah suatu keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh akibat
pemberian obat anestesia.
2. Indikasi
a. Infant dan anak usia muda
b. Dewasa yang memilih anestesi umum
c. Pembedahannya luas / eskstensif
d. Penderita sakit mental
e. Pembedahan lama
f. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
g. Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi lokal
h. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia dan bedah anak biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
3. Kontra Indikasi
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada
organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis
terhadap hepar atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan
aliran darah koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes
karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
4. Teknik
General anestesi menurut Mangku & Senapathi (2010) membagi
anestesi menjadi 3 komponen yang disebut trias anestesi dengan teknik
general anestesi antara lain:
a. General Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik general anestesi yang dilakukan dengan
jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung kedalam pembuluh
darah vena. Obat induksi bolus disuntikkan dengan kecepatan antara 30-
60 detik. Selama induksi anestesi hemodinamik harus selalu diawasi dan
diberikan oksigen.
b. General Anestesi Inhalasi
Merupakan teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan
yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi.
Menurut Mangku & Senapathi (2010) ada beberapa teknik general
anestesi inhalasi antara lain:
1) Inhalasi sungkup muka
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang
dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh,
berlangsung singkat dan posisi terlentang.
2) Inhalasi Sungkup Laryngeal Mask Airway (LMA)
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang
dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh,
berlangsung singkat dan posisi terlentang.
3) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas spontan
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang
dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan.
Dilakukan pada operasi didaerah kepala-leher dengan posisi terlentang,
berlangsung singkat dan tidak memerlukan relaksasi otot yang
maksimal.
4) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas kendali
Inhalasi ini menggunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi,
selanjutnya dilakukan nafas kendali. Komponen anestesi yang dipenuhi
adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot. Teknik ini digunakan
pada operasi yang berlangsung lama >1jam (kraniotomi, torakotomi,
laparatomi, operasi dengan posisi lateral dan pronasi).
c. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggabungkan kombinasi obat-
obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik general anestesi dengan anestesi regional untuk
mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang
5. Komplikasi (Miller, 2010)
a. Trauma pada jaringan lunak gigi dan mulut
b. Hipertensi sistemik dan takikardi
c. Aspirasi cairan lambung
d. Barotrauma paru
e. Spasme laring
f. Edema laring
B. Konsep anestesi pada pasien dengan penyakit penyerta asma
1. Konsep Asma
Asma adalah suatu peradangan kronis saluran nafas yang melibatkan
berbagai sel radang dan mengakibatkan heiperaktvitas bronkus dengan
berbagai tingkat. Masalah yang diperhitungkan meliputi:
a. Perubahan patofisiologis
1) Edema mukosa bronkus
2) Bronco kontriksi
3) Mucus bronkus kental dan produktif
4) Penyempitan ductus alveolus
b. Seringkali pasien telah mendapatkan terapi kortikosteroid
2. Penatalaksanaan anestesi
a. Persiapan pra anestesi
ASSESMENT
1) Riwayat penyakit
Meliputi lama penyakit, frekuensi serangan, hebat/lamanya
serangan, keluhan/gejala penyakit, factor-faktor yang mempengaruhi
serangan, riwayat penggunaan obat-obatan dan hasilnya. Riwayat
perawatan di rumah sakit, riwayat serangan terakhir.
2) Pemeriksaan fisik
Tanda- tanda serangan asma tergantung dari derajat obstruksi jalan
napas yang terjadi.
a) Inspeksi: Penderita dalam keadaan sesak, wheezing, sianosis,
ekspirasi memanjang, berkeringat.
b) Palpasi: Takikardi.
c) Perkusi: Hipersonor.
d) Auskultasi: Wheezing, ronki basah.
Tanda-tanda serangan asma yang berat meliputi:
a) Penggunaan otot- otot pernapasan tambahan
b) Tidak mampu berhenti napas yang panjang saat bicara
c) Sianosis.
d) Sedikit atau tidak ada wheezing (jalan napas tertutup, sedikit gerakan
udara, dan penurunan wheezing).
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pada asma pemeriksaan darah akan tampak eosinofil
meningkat, leukositosis, kadar immunoglobulin meningkat ( ig G, ig
E)
4) Pemeriksaan Rontgen Thorax
 Pada umumnya hasilnya normal atau hiperinflasi.
5) Pemeriksaan fungsi paru (Spirometri)
Nilai normal arus puncak ekspirasi (PEFR) adalah lebih dari
200 lt/ mnt (pada laki- laki dewasa muda bisa lebih dari 500 lt/mnt).
Nilai PEFR kurang dari 200 lt/mnt pada pria (< 150 lt/mnt pada
wanita) menunjukkan gangguan efektifitas batuk dan akan
meningkatkan komplikasi pasca bedah.
6) Pemeriksaan analisa gas darah
PERSIAPAN PASIEN
Pada pasien asma, persiapan pre operative bertujuan untuk
meningkatkan kondisi pasien agar gangguan paru yang ada bisa reversible.
Premedikasi:
1) Terapi bronchodilator  Loading dose aminophylline adalah 5-6 mg/kg
BB lebih dari 30 menit diikuti infus kontinyu 0,4-0,9 mg/kg BB (Sering
menyebabkan tanda-tanda toxic berupa mual, muntah, headache, cemas,
takikardia, arithmia dan kejang).
2) Korikosteriod  Mekanisme kerja obat ini melalui pengurangan oedem
mukosa, stabilisasi membrane mast sel,sebagai anti inflamasi.
Kortikosteroid parenteral yang biasa digunakan adalah (1-2 mg/kg)
hydrocortisone 100 mg IV per 8 jam dan methyl prednisolone 40-80 mg
IV per 4-6 jam, atau 80 mg IV per 8 jam, atau 0,8 mg/kg.
3) Sedatif, benzodiazepine adalah efektif sebagai anxiolitik, tetapi pada
pasien yang berat bisa menyebabkan depresi respirasi.
4) Narcotic, memberikan analgesia, namun perlu waspada pada dosis besar
bisa menyebabkan depresi respirasi. Penggunaan analgesia ini dipilih
yang non histamin release.
5) Antikholinegik, umumnya tidak diberikan kecuali ada sekresi lendir
yang banyak atau jika ketamine mau digunakan untuk induksi anestesi.
b. Penanganan intra operatif
Pilihan teknik anestesi bisa regional atau general anestesi atau
kombinasi keduanya. Pada suatu situasi dapat digunakan regional anestesi
saja, dengan pasien tetap sadar, mampu mengontrol sistem nafasnya
sendiri, dan pada situasi lain diperlukan kombinasi general anestesi dengan
regional anestesi, karena pertimbangan pembedahannya atau untuk
mengendalikan nyeri post operasi.
Propofol dan etomidate adalah pilihan yang cocok, dan banyak disukai
selain Ketamine dengan sifat bronkodilatasi adalah pilihan yang bagus
untuk pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil. Untuk mencegah
refleks bronkospasme, maka sebelum intubasi perlu diberikan suntikan
lidocaine intravena 1-2 mg/kgbb.
Pasien asma dengan serangan asma berat sebaiknya diberikan ventilasi
bantuan untuk mempertahankan PaO2 dan PCO2 pada level normal,
kecepatan ventilasi yang rendah (6-10 nafas/menit), volume tidal yang
rendah dan waktu ekshalasi yang panjang. Ekstubasi dalam perlu
dilakukan sebelum terjadi pulihnya refleks jalan nafas normal untuk
mencegah bronchospasme atau setelah pasien asma telah sadar penuh.
Agent inhalasi yang dapat diberikan pada pasien dengan penyakit
penyerta asma:
1) Halotan
a) Menimbulkan pelebaran bronkus sebagai akibat dari blokade pada
reflex bronkokonstruksi bronkodilator yang poten
b) Halotan tidak ideal pada pasien yang menderita kelainan jantung
karena halotan dapat mengakibatkan disaritmia karena efek
katekolamin release. MAC :0,72%
2) Isofluran dan Desfluran
Dapat menimbulkan bronkodilator dengan derajat yang setara
tetapi harus dinaikkan secara lambat karena sifatrnya iritasi ringan di
jalan napas. (Iso mac :1.12 %)
3) Sevofluran
Tidak terlalu berbau (tidak menusuk) dan memiliki efek
bronkodilator serta sifatnya tidak iritasi di jalan napas. (Mac: 2.05%)
c. Penanganan post anestesi
1) Kontrol nyeri post operasi yang bagus adalah epidural analgesia.
NSAID harus dihindari karena dapat mencetus terjadinya
bronkospasme
2) Oksigenasi harus tetap diberikan
3) Pasien asma yang selesai menjalani operasi pemberian bronkodilator
dilanjutkan lagi sesegera mungkin pada pasca pembedahan
4) Pemberian bronkodilator melalui nebulator atau sungkup muka.
Sampai pasien mampu menggunakan MDI (meteroid dose inheler)
sendiri.

C. Konsep Teori Ca Mammae


1. Pengertian
Kanker payudara adalah keganasan yang bermula dari sel-sel di
payudara. Kanker payudara terutama menyerang wanita, tetapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada pria. Sebagian besar kanker payudara
bermula pada sel-sel yang melapisi duktus (kanker duktal). Beberapa kasus
bermula di lobulu (kanker lobular) dan sebagian kecil bermula di jaringan
lain (Cancer Helps, 2012).
Ca mammae merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan
payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan
lemak, maupun jaringan ikat pada payudara (Wijaya, 2005).
Ca mammae (carcinoma mammae) adalah keganasan yang berasal dari
sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak
termasuk kulit payudara. Ca mammae adalah tumor ganas yang tumbuh di
dalam jaringan payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu,
saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara
(Medicastore, 2011).
2. Klasifikasi
Adapun stadium dan klasifikasi kanker payudara menururt Smeltzer &
Bare (2002), adalah sebagai berikut:
a. Stadium I (stadium dini)
Besarnya tumor tidak lebih dari 2-2,25 cm dan tidak terdapat
penyebaran (metastase) pada kelenjar getah bening ketiak.
b. Stadium II
Tumor sudah lebih besar dari 2,25 cm dan sudah terjadi
metastase pada kelenjar getah bening di ketiak.
c. Stadium III
Tumor sudah cukup besar, sel kanker telah menyebar ke seluruh
tubuh, dan kemungkinan untuk sembuh tinggal sedikit. Pengobatan
payudara sudah tidak ada artinya lagi. Biasanya pengobatan hanya
dilakukan penyinaran dan kemoterapi (pemberian obat yang dapat
membunuh sel kanker). Kadang-kadang juga dilakukan operasi untuk
mengangkat bagian payudara yang sudah parah. Usaha ini hanya untuk
menghambat proses perkembangan sel kanker dalam tubuh serta untuk
meringankan penderitaan penderita semaksimal mungkin.
3. Etiologi
Faktor-faktor yang memiliki resiko dan berhubungan dengan
terjadinya kanker payudara di antaranya adalah:
a. Umur
Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun mempuyai resiko kanker
payudara lebih besar dibandingkan umur kurang dari 40 tahun.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh untuk terjadinya kanker payudara.
Wanita mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan dengan pria
c. Makanan
Terutama makanan yang banyak mengandung lemak
d. Radiasi daerah dada
Radiasi pada daerah dada dapat menyebaban mutagen/mutasi sel
e. Umur Menarche
Pada wanita yang riwayat menarchenya lambat, insidensinya lebih
rendah akan tetapi menarche awal (dibawah 12 tahun) termasuk dalam
faktor resiko terjadinya kanker payudara (Luwia, 2003).
f. Umur Menopause
Wanita yang umur menopausenya terlambat atau lebih dari 50 tahun
mempunyai resiko terkena kanker payudara lebih besar dibandingkan
wanita yang umur menopausenya normal, yaitu umur kurang dari 50
tahun (Luwia, 2003).

g. Riwayat keluarga dengan kanker payudara (genetik)


Resiko terkena kanker payudara meningkat pada wanita yang
mempunyai ibu atau saudara perempuan yang terkena kanker payudara.
Semua saudara dari penderita kanker payudara memiliki peningkatan
resiko mengalami kanker payudara (Wilensky dan Lincoln, 2008)
h. Paritas
Paritas merupakan keadaan yang menunjukan jumlah anak yang
pernah dilahirkan. Wanita yang tidak mempunyai anak (nullipara)
mempuyai resiko insiden 1,5 kali lebih tinggi dari pada wanita yang
mempunyai anak (multipara) (Wilensky dan Lincoln, 2008).
i. Tidak menyusui anak
Menyusui merupakan salah satu faktor penting yang memberikan
proteksi terhadap resiko kanker payudara. Wanita yang tidak menyusui
bayinya mempunyai resiko yang tinggi terkena kanker payudara
dibandingkan dengan wanita yang menyusui bayinya (Bustan, 2007).
4. Anatomi, Fisiologi dan Patofisiologi 
a. Anatomi Payudara
Menurut (Reksoprodjo, Soelarto dalam Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah), payudara terletak pada hemitoraks kanan dan kiri dengan batas-
batas sebagai berikut:
Batas-batas payudara yang tampak dari luar
1) Superior: iga II atau III
2) Inferior: iga VI atau VII
3) Medial: pinggir sternum
4) Lateral: garis aksilaris anterior
Batas-batas payudara yang sesungguhnya
1) Superior: hampir sampai ke klavikula
2) Medial: garis tengah
3) Lateral: m. Latissimus dorsi
Secara anatomi fisologi payudara terdiri dari alveolusi, duktus
laktiferus, sinus laktiferus, ampulla, pori pailla, dan tepi alveolan.
Pengaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksila. Sebagian
lagi ke kelenjar parasternal terutama dari bagian yang sentral dan medial,
dan ada pula pengaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Setiap
payudara terdiri dari 15-20 lobulus dari jaringan kelenjar. Jumlah
lobulus tidak berhubungan dengan ukuran payudara. Setiap lobulus
terbuat dari ribuan kelenjar kecil yang disebut alveoli. Kelenjar ini
bersama-sama membentuk sejumlah gumpalan mirip buah anggur yang
merambat. Alveoli (alveoli dan acinus singular) menghasilkan susu dan
subtansi lainnya selama menyusui. Setiap bola memberikan makanan ke
dalam pembuluh darah tunggal lactiferous yang mengalirkannya keluar
melalui putting susu. Sebagai hasilnya terdapat 15-20 saluran putting
susu, mengakibatkan banyak lubang pada putting susu. Di belakang
putting susu, pembuluh lactiferous agak membesar sampai membentuk
penyimpangan kecil yang disebut lubang-lubang lactiferous (lactiferous
sinuses). Lemak dan jaringan penghubung mengelingi bola-bola jaringan
kelenjar (dunstall, 2007).
Gambar 1. lobulus dan duktus Payudara
(Zuiedema, 1999)

Keterangan: Pada pembesaran:


1) Duktus 1) Sel-sel normal
2) Lobulus 2) Membrane sel
3) Bagin ductus yang 3) Lumen
dilatassi menekana susu
4) Putting susu
5) Jarungan lemak
6) Otot pektoralis mayor
7) Dinding dada

Sejumlah jaringan lemak tergantung pada banyaknya faktor termasuk


usia, presentase lemak tubuh, dan keturunan. Sendi tulang cooper
menghubungkan dinding dada pada kulit payudara dan memberikan bentuk
payudara dan keelastisannya (Long, 2000).
Gambar 2 payudara
(Zuidema, 1999)
5. Fisiologi 
Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon.
Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas,
masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas
pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon
hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan ke dua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi.
Sekitar hari ke delapan menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada
beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal.
Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa
hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pada
pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu,
pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu
besar. Begitu menstruasi mulai semuanya berkurang.
Perubahan ke tiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus
berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dari
hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus,
mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu
(Sjamsuhidajat, 2004).
6. Patofisiologi 
Proses terjadinya kanker payudara dan masing-masing etiologi, antara
lain obesitas, radiasi, hiperplasia, optik, riwayat keluarga dengan
mengkonsumsi zat-zat karsinogen sehingga merangsang pertumbuhan epitel
payudara dan dapat menyebabkan kanker payudara. Kanker payudara berasal
dari jaringan epithelial dan paling sering terjadi pada sistem duktal. Mula-
mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini
akan berlanjut menjadi karsinoma in-situ dan menginvasi stroma. Kanker
membutuhkan waktu 7 tahun untuk tumbuh dari sebuah sel tunggal sampai
menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1
cm). Pada ukuran itu, kira-kira seperempat dari kanker payudara telah
bermetastase. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika sudah teraba, biasanya
oleh wanita itu sendiri. Gejala ke dua yang paling sering terjadi, adalah cairan
yang keluar dari muara duktus satu payudara, dan mungkin berdarah. Jika
penyakit telah berkembang lanjut, dapat pecahnya benjolan-benjolan pada
kulit ulserasi (Price, 2006).
Kanker payudara tersebut menimbulkan metastase, baik ke organ yang
dekat maupun yang jauh, antara lain limfogen yang menjalar ke kelenjar limfe
aksilasis dan terjadi benjolan, atau dari sel epidermis penting menjadi invasi
menyebabkan timbulnya krusta pada organ pulmo yang mengakibatkan
ekspansi paru tidak optimal (Mansjoer, 2000).
7. Manifestasi Klinis
Penemuan dini kanker payudara masih sulit, kebanyakan ditemukan
jika sudah teraba oleh pasien atau sudah stadium lanjut (Wilensky dan
Lincoln, 2008). Berikut ini tanda dan gejala pada kanker payudara stadium
lanjut:
Tanda dan gejala kanker payudara
a. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kuadran atas bagian dalam, di bawah
ketiak, bentuknya tak beraturan, terfiksasi dan sakit jika digerakkan
b. Nyeri di daerah massa
c. Adanya lekukan ke dalam, tarikan pada area mammae
d. Edema dengan peau d’orange (keriput seperti kulit jeruk)
e. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting, keluar cairan spontan,
kadang disertai darah
f. Pengelupasan papilla mammae
g. Ditemukan lesi pada pemeriksaan mamografi
8. Komplikasi 
Menurut Sjamsuhidayat (2004), komplikasi kanker payudara adalah:
a. Gangguan Neurovaskuler
b. Metastasis: otak, paru, hati, tulang tengkorak, vertebra, iga, tulang
panjang
c. Fraktur patologi
d. Fibrosis payudara
e. Kematian
9. Pemeriksaan Penunjang 
a. Sadari (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
Cara pemeriksaan Sadari menurut Bustan (2007) adalah sebagai berikut:
2) Pada saat mandi
Angkat sebelah tangan, dengan menggunakan satu jari
gerakkan secara mendatar perlahan-lahan ke semua tempat bagi setiap
payudara. Gunakan tangan kanan untuk memeriksa payudara kiri, dan
tangan kiri untuk payudara kanan. Periksa dan cari apabila terdapat
gumpalan atau benjolan keras, menebal di payudara.
b. Mammagrafi, yaitu pemeriksaan yang dapat melihat struktur internal dari
payudara, hal ini mendeteksi secara dini tumor atau kanker.
c. Ultrasonografi, biasanya digunakan untuk membedakan tumor sulit
dengan kista.
d. CT-Scan, dipergunakan untuk diagnosis metastasis carcinoma payudara
pada organ lain.
e. Pemeriksaan hematologi, yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel
tumor pada peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah
(Michael D, dkk, 2005, hal: 15-66).
10. Penatalaksanaan Medis 
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2002) penatalaksanaan kanker payudara adalah
a. Mastektomi
Mastektomi merupakan pengangkatan ke seluruh tubuh payudara dan
beberapa nodus limfe. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor
payudara dengan membuang payudara dan jaringan yang mendasari.
b. Terapi radiasi
Terapi radiasi biasanya di lakukan sel infuse massa tumor untuk
mengurangi kecenderungan kambuh dan menyingkirkan kanker resudial.
c. Rekontruksi/pembedahan
Rekontruksi/pembedahan ini dilakukan tindakan pembedahan
tergantung pada stadium. Pada stadium I dan II dilakukan mastektomi
radikal, bila ada metastasis dilanjutkan dengan radiasi regional dan
kemoterapi ajuvan. Dapat juga dilakukan mastektomi simplek yang harus
diikuti radisi tumor bed untuk setiap tumor yang terletak pada kuadran
sentral.
d. Terapi Hormonal
Tujuan dari terapi hormonal adalah untuk menekan sekresi hormon
estrogen.
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsung tulang pada tahap ini prosedur yang di lakukan
adalah pengangkatan sumsum tulang dan memberikan kemoterapi dosis
tinggi, sumsum tulang pasien yang dipisahkan dari efek samping
kemoterapi, kemudian infuskan ke IV.
11. Pencegahan
Pencegahan kanker payudara ada tiga macam antara lain sebagai berikut :
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah langkah yang dilakukan untuk menghindarkan
diri dari setiap faktor yang dapat menimbulkan kanker payudara.
Penyuluhan tentang kanker payudara perlu dilakukan terutama mor-faktor
risiko dan bagaimana melaksanakan pola hidup sehat dengan menghindari
makanan berlemak, banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan
serta giat berolah raga (Luwia, 2003).
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki resiko
untuk terkena kanker payudara. Setiap wanita yang normal dan memiliki
siklus haid normal merupakan populasi at risk dari kanker payudara.
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini. Beberapa
metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining melalui
mamografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita kanker
payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mamografi pada wanita
yang sehat merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker payudara.
Skrining dengan mamografi tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa
pertimbangan antara lain wanita yang sudah mencapai usia 40 tahun
dianjurkan melakukan cancer risk assement survey. Wanita dengan faktor
risiko mendapat rujukan untuk melakukan mamografi setiap tahun.
Wanita normal mendapat rujukan mamografi setiap 2 tahun sampai
mencapai usia 50 tahun. Kematian oleh kanker payudara lebih sedikit
pada wanita yang melakukan pemeriksaan Sadari dibandingkan yang tidak
Sadari. Sensitivitas Sadari untuk mendeteksi kanker payudara hanya 26%,
bila dikombinasikan dengan mamografi maka sensitivitas mendeteksi
secara dini menjadi 75% (Bustan, 2007).
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker
payudara sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tersier ini penting
untuk kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit, dan
meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi
walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita.
Tindakan kemoterapi dengan sitostatika pada penderita kanker perlu
dilakukan apabila telah bermetastasis jauh. Pengobatan pada stadium ini
akan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk mencari
pengobatan alternatif (Luwia, 2003).
D. Asuhan Keperawatan Perianestesi
1. Pre Anestesi
a. Pengkajian Pre Anestesi dilakukan sejak pasien dinyatakan akan dilakukan
tindakan pembedahan baik elektif maupun emergensi. Pengkajian pre
anestesi meliputi :
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan pasien dan riwayat alergi
3) Pemeriksaan fisik pasien meliputi: Tanda-tanda vital pasien,
pemeriksaan sistem pernapasan (breathing), sistem kardiovaskuler
(bleeding),sistem persyarafan (brain), sistem perkemihan dan
eliminasi (bowel), sistem tulang, otot dan integument (bone).
4) Pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, rontgen, CT-scan, USG,
dll.
5) Kelengkapan berkas informed consent.
6) Menetapkan penilaian penampakan faring
7) Menetapkan status fisik pasien
b. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat menilai
klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan untuk
menentukan diagnosa keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan
evaluasi pre anestesi.
c. Analisa Data
Data hasil pengkajian dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat menilai
klasifikasi ASA pasien. Data yang telah di analisa digunakan untuk
menentukan diagnosa keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan
evaluasi pre anestesi.
d. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre Anestesi
1) Dx : Cemas
Tujuan : Cemas berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan siap dilakukan pembiusan
 Pasien tampak tenang dan tidak gelisah
 Pasien tampak asertif
 Pasien memahami tentang prosedure tentang pembedahan

Rencana tindakan :
 Kaji tingkat kecemasan.
 Orientasikan dengan tim anestesi/kamar operasi
 Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
 Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.
 Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.
 Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam.
 Kolaborasi untuk memberikan obat penenang
2) Dx : nyeri akut
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan nyeri berkurang
 Pasien tampak tenang dan kooperatif
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Pasien terlihat rileks
Rencana tindakan :
 Kaji skala nyeri pasien
 Ajarkan manajemen nyeri, misalnya. teknik relaksasi napas
dalam
 Kaji tanda-tanda vital (TD, N, RR, T)
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan pasien.
2. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian Intra anestesi
meliputi:
2) Persiapan pasien, alat anestesi spinal dan obat-obat anestesi spinal
3) Persiapan obat obat emergency
4) Pelaksanaan anestesi
5) Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap 5
menit sampai 10 menit.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra
anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
1) Dx : Resiko aspirasi
Tujuan : agar tidak terjadi aspirasi
Kriteria hasil:
 Pasien mampu menelan.
 Bunyi paru bersih
 Tonus otot yang adekuat
Rencana tindakan :
 Atur posisi pasien.
 Pantau tanda-tanda aspirasi
 Pantau tingkat kesadaran: reflek batuk, reflek muntah,
kemampuan menelan.
 Pantau bersihan jalan napas dan status paru.
 Kolaborasi pemberian sesuai terapi dokter
Evaluasi :
 Tidak ada tanda-tanda aspirasi seperti batuk, muntah, ataupun
saturasi turun
 Pasien intra operasi tidak sadar
 Resiko aspirasi teratasi
 Pantau bersihan jalan nafas
3. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan tindakan
pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Pengkajian
Post anestesi meliputi :
1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untukgeneral anestesi) dan skala
Bromage (untuk anestesi regional)
4) Instruksi post operasi.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnosa
keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi
1) Dx : resiko kecelakaan cedera
Tujuan : meminimalisir kejadian cedera pada pasien
Kriteria hasil :
 Selama operasi pasien tidak bangun/tenang
 Pasien sadar setelah anestesi selesai
 Kemampuan untuk melakukan gerakan yang bertujuan
 Kemampuan untuk bergerak atau berkomunikasi.
 Pasien aman tidak jatuh
Rencana tindakan:
 Atur posisi pasien, tingkatkan keamanan bila perlu gunakan tali
pengikat.
 Jaga posisi pasien immobile
 Atur meja operasi atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi
fisiologis dan psikologis
 Cegah resiko injuri jatuh
 Pasang pengaman tempat tidur ketika melakukan transportasi
pasien.
Evaluasi :
 Tali pengikat saat intra operasi di meja operasi terpasang
 Pengaman tempat tidur saat memindahkan pasien telah terapasang
 Resiko kecelakaan cidera teratasi
 Aldrete score 9
 Pindahkan pasien ke ruangan
2) Dx : bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan : secret/lendir tidak berlebihan
Kriteria hasil :
 Pola napas normal : frekuensi dan kedalaman, irama.
 Suara napas bersih
 Tidak sianosis.
Rencana tindakan :
 Atur posisi pasien
 Pantau tanda-tanda ketidak efektifan dan pola napas.
 Ajarkan dan anjurkan batuk efektif.
 Pantau respirasi dan status oksigenasi
 Buka jalan napas dan bersihkan sekresi.
 Beri oksigenasi dan ajarkan napas dalam.
Evaluasi :
 Posisi supine
 Suara nafas bersih setelah dilakukan suction
 Pasien terpasang OPA dan O2 3 lpm
 Bersihan jalan nafas efektif
 Pantau oksigenasi dan respirasi
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 47 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Purwokerto
No RM : 0205 xx
Diagosa pre operasi : Ca Mamae Dextra
Tindakan operasi : Mastektomy
Tanggal operasi : 15 Mei 2018
Dokter bedah : dr. Johny, Sp.B
Dokter anestesi : dr. Shila, Sp. An.
2. Anamnesa
a. Keluhan utama : Pasien mengatakan terdapat benjolan pada payudara
sebelah kanan sejak ±1 tahun yang lalu.
b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan sudah ±2-3 bulan yang lalu
benjolan di payudaranya semakin besar seperti bola pingpong dan
mengeras. Pasien mengatakan nyeri bila posisi duduk, nyeri menjalar
hingga lengan dan perut, skala nyeri 6, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan
terus menerus.
c. Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengatakan belum pernah melakukan
operasi sebelumnya dan pasien memiliki riwayat penyakit asma bronchial.
d. Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga
yang mempunyai penyakit seperti dirinya. Pasien mengatakan ada anggota
keluarga yang mempunyai penyakit darah tinggi.
3. Pemerikasaan Fisik
a. Kesadaran umum dan tanda vital
Kesadaran : Compos Mentis BB : 60 kg
GCS : E4.V5.M6 TB : 158 cm
RR: 22 x/mnt N : 91 x/mnt
b. Status Generalis
 Kepala : Mesocephal, tidak ada hematoma
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
3/3, reaksi +/+
 Hidung : Patensi +/+, simetris, deviasi (-), secret (-), nafas cuping
hidung (-)
 Mulut : Sianosis (-), gigi goyang (-), gigi tinggal (-)
 Telinga : Pendengaran baik, secret (-)
 Leher : JVP tidak meningkat, gerak leher bebas.
 Thoraks : Terdapat benjolan pada pauudara kanan, berwarna biru
kehitaman
 Pulmo
Inspeksi : pengembangan paru kanan dan kiri sama
Palpasi : Fremitus raba kanan kiri sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesicular +/+, wheezing -/-, ronckhi -/-,
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, mur-mur
(-)
 Abdomen
Inspeksi : Dinding perut cembung, tidak ada jejas.
Auskultasi : Bising usus (+) 14x/menit
Palpasi : Hepar tidak teraba, ada nyeri tekan yang menjalar
Perkusi : Timpani pada kuadran kiri atas
 Ekstremitas
 Atas : tidak ada kelemahan otot atau kontraktur dan kekuatan
kanan sama dengan kiri, tangan kiri terpasang cairan infus
RL 20 tpm.
 Bawah : tak ada kelemahan otot, odema (-)
 Genetalia : Terpasang kateter

4. Psikologis
Pasien mengatakan belum pernah dilakukan tindakan operasi sebelumnya,
pasien mengatakan merasa takut menjalani operasi. Pasien tampak gelisah dan
terus menerus mengulangi pertanyaan yang sama.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: tanggal 8 Mei 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 13.6 13-17 g/dl
Hematokrit 44 40 - 50%
Leukosit 9800 4 - 11 ribu/ul
Trombosit 283 150-440 ribu/ul
Eritrosit 5,5 4,5 -6 juta/ul
MCH 27 25- 33 pg
MCHC 34 32 – 36 g/dL
MCV 79 75 - 91 fL
Hitung Jenis
Eosinofil 2,2 2-4%
Basofil 0.40 0–1%
Netrofil 72,90 50 - 72 %
Limfosit 15,60 25- 40 %
Monosit 8,90 2–8%
Masa Perdarahan (BT) Pending 1- 3 menit
Masa Pembekuan (CT) Pending 5 - 8 menit
Kimia Klinik
Ureum 20.5 10 - 50 mg/dl
GDS 112 80-140 g/dl
Creatinin 0.7 0.6 – 1.2 mg/dl
Imunologi
HBSAg Non reaktif Non reaktif

6. Diagnosis Anestesi
Pasien perempuan 47 tahun, diagnosa medis ca mamae dextra
direncanakan dilakukan mastektomy status fisik ASA II direncanakan general
anestesi dengan teknik General Anestesi Laringeal Mask Airway.

B. Persiapan penatalaksanaan anestesi


1. Persiapan Alat
a. Persiapan alat general anestesi dengan teknik LMA dengan ukuran 2.5, 3
dan 4. Siapkan juga laringoscope, stetoscope, ETT non kingking ukuran 6,5
dan 7,0, OPA, Plester, Introducer, Connector, Suction, Spuit, Jelly, obat-
obat premedikasi dan induksi.
b. Persiapan bedside monitor yaitu pulse oxymetri
c. O2, N2O, sevoflurane
d. Siapkan lembar laporan durante anestesi dan balance cairan
2. Persiapan obat
a. Obat untuk Premedikasi Ondansentron 4 mg Fentanyl 50 microgram
b. Obat Induksi Propofol 100+30 mg
c. Obat pelumpuh otot Roculax 20 mg
d. Obat Analgetik Ketorolac 30 mg Tramadol 100 mg
e. Anti perdarahan Kalnex 500 mg Vit K 10 mg
f. Cairan infuse Kristaloid : RL 500 ml Koloid : Hes 500 ml

3. Persiapan pasien
a. Pasien tiba di IBS pukul 10.00 WIB
b. Serah terima pasien dengan petugas ruangan, periksa status pasien termasuk
informed consent, dan obat-obatan yang telah diberikan diruang perawatan.
c. Memindahkan pasien ke brankar IBS
d. Memperkenalkan diri kepada pasien, mengecek ulang identitas pasien,
nama, alamat dan menanyakan ulang puasa makan dan minum, dan alergi
makanan atau obat, riwayat penyakit sebelumnya serta berat badan saat ini.
e. Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada pasien.
f. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien
mengatakan takut dan cemas menjalani operasi.
g. Melakukan pemeriksaan pulmo pasien
Inspeksi : dada simetris, pasien dalam bernapas menggunakan pernapasan
abdomen.
Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+
h. Melaporkan kepada dokter anestesi hasil pemeriksaan di ruang penerimaan
dari kolaborasi dengan dokter anestesi pasien dipindahkan ke meja operasi.

4. Penatalaksanaan anestesi
Penatalaksanaan anestesi di mulai dari memasang alat pelindung diri
(APD), alat monitor, finger sensor, memberitahu pasien akan di bius,
menganjurkan pasien untuk berdoa, memulai persiapan dengan menyuntikkan
obat premedikasi, menyuntikan obat induksi, pengakhiran anestesi dan
oksigenasi sampai dengan perawatan di recovery room.
Pasien dipindahkan di meja operasi dilakukan pemasangan monitor
pulse oxymetri, saturasi oksigen , hasil pengukuran monitor :
TD: 140/90 mmHg, N: 90 x/mnt; SpO2: 99%; RR : 22 x/mnt, pernapasan
spontan.
a. Pemberian obat premedikasi
Pasien dilakukan pemberian obat premedikasi pukul 10.30 yaitu
Ondansentron 4 mg dan Fentanyl 50 mcg. Setelah pemberian obat
premedikasi dilakukan observasi tanda-tanda vital:
TD: 131/87 mmHg, N : 88 x/mnt; SpO2: 99%; RR : 20x/mnt, pernapasan
spontan
b. Melakukan induksi
Kemudian induksi dengan obat Propofol 130 mg pada pukul 10.35 WIB.
TD: 110/72 mmHg, N : 85 x/mnt; SpO2: 99 %; RR : 20x/mnt, dilakukan
pre oksigenasi 100%, dilakukan pengecekan rangsang bulu mata
kemudian diberikan hiperventilasi dan dilakukan pemasangan LMA lalu
disambungkan ke mesin anestesi dengan O2 2 liter/menit, N2O 2
liter/menit dan agen Sevoflurance 2%.
c. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 10.40 WIB yang sebelumnya
dilakukan time out.
d. Pasien selesai operasi dilakukan sign out
e. Pukul 13.00 WIB pasien dipindahkan ke recovery room.

C. Maintenance
 O2 : 2 lt/mnt, N2O 2 lt/menit dan sevoflurance 2%
 Balance cairan:
 Maintenance (M) = 2cc x BB = 120 cc
 Pengganti Puasa (PP) = 8 jam x 120 = 960 cc
 Stress operasi (SO) = 8 x 60 = 480 cc (operasi besar)
 Kebutuhan Cairan : Jam 1 : M + 1/2PP + SO = 1080 cc
Jam 2 : M + 1/4PP + SO = 840 cc
Jam 3 : M + 1/4PP + SO = 840 cc
Jam 4 : M + SO = 600 cc
D. Monitoring Selama Operasi
TD N2O+O2 Sevo
JAM N SpO2 RR Tindakan
(mmHg)
0 lt/mnt+6 - Memberikan obat
premedikasi fentanyl 50
10.30 88 99% 131/187 lt/menit 20
mcg dan ondansentron 4
mg
- Melakukan induksi
propofol 130 mg,
0 lt/mnt+6
kemudian hiperventilasi
10.35 82 99% 110/72 20
lt/menit setelah itu intubasi dengan
LMA no 3 dan dihubungan
dengan mesin anestesi
2 lt/mnt + 2 vol%
10.40 85 99% 149/80 20 Operator melakukan insisi
2 lt/mnt
2 lt/mnt + 2 vol%
10.45 82 99% 120/78 14
2 lt/mnt
2 lt/mnt+ 2 vol% Memberikan analgetik
11.00 84 99% 122/81 12
2 lt/mnt ketorolac 30 mg IV
2 lt/mnt+ 2 vol% Membrikan antiperdarahan
11.20 85 99% 120/79 12 kalnex 500 mg dan Vit K
2 lt/mnt
10 mg.
2 lt/mnt+ 2 vol%
11.40 80 99% 117/68 12
2 lt/mnt
2 lt/mnt+ 2 vol%
12.00 88 99% 111/77 12
2 lt/mnt
2 lt/mnt+ 2 vol%
12.20 82 99% 103/70 12
2 lt/mnt
2 lt/mnt+ 2 vol% Memberikan analgetik
12.40 80 99% 110/82 12 tramadol 100 mg drip
2 lt/mnt
infus RL
2 lt/mnt+ 2 vol%
12.45 78 99% 110/78 18 Melakukan suction
2 lt/mnt
0lt/mnt+6 2 vol%
12.50 81 99% 112/81 18 Ekstubasi LMA
lt/menit
0lt/mnt+6 -
13.00 80 99% 108/77 18 Pasien dipindahkan ke RR
lt/menit

E. Pengakhiran Anestesi
1. Operasi selesai pukul 13.00 WIB, napas spontan
2. Monitor tanda vital sebelum pasien di bawa ke ruang pemulihan TD:
108/77 mmHg, N: 80 x/mnt; SpO2 : 99 %; RR: 18 x/mnt.
3. Pasien dipindahkan ke recovery room dan dilakukan monitor selama ± 20
menit lalu dipindahkan ke ruangan.

F. Pemantauan di Recovery Room


Pasien di RR dilakukan pemantauan tanda vital dan pengawasan post operasi
apakah ada tanda-tanda perdarahan, perubahan hemodinamik akibat operasi dan
anestesi, keluhan pasien post operasi.
JAM N SPO2 TD RR Tindakan
123/76 Pasien tiba di RR dilakukan monitor
13.05 90 98% 18
tanda-tanda vital
13.10 82 99% 118/78 20
13.15 80 99% 121/75 20
13.20 82 99% 117/80 20 Pasien di pindahkan ke ruangan
BAB IV
Masalah Keperawatan Anestesi
A. Analisa Data
No Tgl/Jam Data Masalah Etiologi

Pre Anestesi
1 09/05/2018 DS : Nyeri Akut Agen Cidera
- Pasien mengatakan nyeri
10.15 Biologi
bila posisi duduk.
- P : Tampak benjolan
pada payudara kanan
sebesar bola pimpong
- Q : seperti ditusuk tusuk
- R : menjalar hingga
lengan kanan dan perut
- S : skala 6
- T : terus menerus

DO:
- Pasien tampak sesekali
meringis.
- Pasien nampak
memegangi bagian
tubuhnya yang sakit.
- TD: 135/89 mmHg.
- Nadi : 91x/mnt
- RR : 22x/mnt

2 09/05/2018 DS : Cemas Kurang


10.15 - Pasien mengatakan pengetahuan
belum pernah mendapat akan
Tindakan pembiusan pembiusan
sebelumnya.
- Pasien mengatakan
belum pernah melakukan
operasi sebelumnya.
- Pasien mengatakan
merasa takut dibius dan
menjalani operasi.
DO :
- Pasien tampak gelisah
- Pasien terus bertanya
dengan kalimat yang
sama
- TD: 135/89 mmHg
- Nadi : 91x/mnt
- RR : 22x/mnt
Intra Anestesi
3 09/05/2018 DS : - Resiko aspirasi Penurunan
12.00 DO : tingkat
- Pasien terpasang LMA kesadaran
No. 3
- Tedapat secret pada
mulut
- Pasien belum sadar
- TD : 103/70 mmHg
- N : 82 x/menit
- RR : 12 x/menit

4 09/05/2018 DS : - Resiko Dehidrasi


12.20 DO : gangguan
- Pasien puasa sejak 8 jam keseimbangan
sebelum operasi cairan
- Perdarahan : 450 cc elektrolit
- TD : 103/70 mmHg
- N : 82 x/menit
- RR : 12 x/menit
- Akral dingin
- Cairan masuk
Kristaloid : 1500 cc
Koloid : 500 cc
Post Operasi
6 09/05/2018 DS : - Bersihan jalan Sekresi
13.00 DO : nafas tidak tertahan
- Terdapat penumpukan efektif efek general
sekret saat dilakukan anestesi
ekstubasi
- RR : 30x/mnt
- Terpasang OPA
- TD : 118/71 mmHg
- N : 79 x/menit
- RR : 14 x/menit

5 09/05/2018 DS :- Resiko Efek general


13.00 DO : kecelakaan anestesi
- Pasien masih dalam cedera
pengaruh obat anestesi.
- Pasien bergerak tak
beraturan.
- Pasien belum sadar
penuh.
- TD : 118/71 mmHg
- N : 79 x/menit
- RR : 14 x/menit
B. Masalah Keperawatan Anestesi
1. Pre Anestesi
Nyeri Akut yang ditandai dengan Pasien mengatakan nyeri bila posisi duduk,
Tampak benjolan pada payudara kanan sebesar bola pimpong, seperti ditusuk
tusuk, menjalar hingga lengan kanan dan perut, skala 6, nyeri terus menerus,
TD: 135/89 mmHg, Nadi : 91x/mnt, RR : 22x/mnt

Cemas yang ditandai dengan Pasien menyatakan belum pernah melakukan


operasi sebelumnya, Pasien menyatakan merasa takut menjalani operasi,
Pasien tampak gelisah, Pasien terus bertanya dengan kalimat yang sama, TD:
135/89, Nadi : 91x/mnt, RR : 22x/mnt

2. Intra Anestesi
Resiko aspirasi ditandai dengan Pasien terpasang LMA No. 3, Tedapat secret
pada mulut, pasien tidak sadar, TD : 103/70 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 12
x/menit

Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ditandai dengan Pasien


puasa sejak 8 jam sebelum operasi, Perdarahan : 450 cc, TD : 103/70 mmHg,
N : 82 x/menit, RR : 12 x/menit, akral dingin. Cairan masuk Kristaloid :
1500 cc Koloid : 500 cc.

3. Post Anestesi
Resiko kecelakaan cedera ditandai dengan pasien dalam pembiusan, pasien
bergerak tak beraturan, pasien belum sadar penuh, TD : 118/71 mmHg, N : 79
x/menit, RR : 14 x/menit

Bersihan jalan nafas tidak efektif ditandai dengan Tampak terdapat secret saat
dilakukan ekstubasi, TD : 118/71 mmHg, N : 79 x/menit, RR : 14 x/menit,
terpasang OPA
C. Rencana dan Implementasi Keperawatan

N RENCANA INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN RASIONAL
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Kaji tanda-tanda vital (TD, N, RR,  Tanda-tanda vital sebagai
keperawatan selama 15 menit
berhubungan dengan T) indikator perkembangan status
nyeri pasien berkurang/hilang
agen cedera biologis dengan kriteria : pasien
 Pasien menyatakan nyeri
 Pantau keluhan nyeri seperti :  Nyeri hebat yang tidak hilang
berkurang dari skala 8
menjadi 4 frekuensi, skala, region, kualitas dengan tindakan rutin dapat
 Pasien tampak tenang dan
dan ada tidaknya pembengkakan menunjukkan terjadinya
kooperatif
 Tanda-tanda vital dalam pada area luka. komplikasi / kebutuhan
batas normal
terhadap intervensi lebih lanjut.
 Pasien terlihat rileks.
N : 80-100x/menit, TD :  Observasi reaksi nonverbal dari  Lingkungan yang nyaman
120/80 mmHg, RR : 20-24
ketidak nyamanan pasien. meningkatkan relaksasi dan
x/menit, T : 36,5-37,5 OC.
fokus pasien.
 Ajarkan manajemen nyeri,  Distraksi dapat menurunkan
misalnya. teknik relaksasi napas stimulus internal dengan adanya
dalam peningkatan produksi endorfin
dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri agar
tidak dikimkan ke korteks
 Kelola pemberian terapi medis serebri.
ketorolac 30 mg dan tramadol 100  Analgetik menekan rasa nyeri
mg atau rasa ketidaknyamanan

2. Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Kaji tingkat kecemasan  Mengetahui tingkat kecemasan
dengan Kurang keperawatan selama 15 menit dapat menentukan tindakan
pengetahuan masalah cemas pasien berkurang/hilang keperawatan.
pembiusan dan dengan kriteria :  Jelaskan tindakan jenis tindakan  Pengetahuan yang cukup
operasi  Pasien menyatakan tahu anestesi yanga akan dilakukan tentang tindakan pembiusan
tentang proses kerja obat mengurangi kecemasan
anestesi  Dampingi pasien dalam  Pendampingan kepada pasien
 Pasien menyatakan siap mengurangi rasa cemas. meningkatkan rasa nyaman dan
dilakukan pembiusan aman.
 Pasien tampak tenang dan  Kolaborasi dalam pemberian obat  Pemberian obat sedatif yang
kooperatif sedatif. tepat mengurangi kecemasan
 Tanda-tanda vital dalam pasien
batas normal

3. Resiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan  Atur posisi pasien.  Mencegah aspirasi
berhubungan dengan keperawatan selama intra  Pantau tanda-tanda aspirasi.  Mengetahui tanda-tanda aspirasi
Penurunan tingkat operasi tidak terjadi resiko  Pantau tingkat kesadaran : reflek  Indikator keadaan umum pasien
kesadaran aspirasi kriteria : batuk, reflek muntah, kemampuan
 Pasien mampu menelan. menelan.  Mengetahui ada atau tidaknya
 Bunyi paru bersih.  Pantau bersihan jalan napas dan sekret dalam saluran nafas
 Tonus otot yang adekuat. status paru.  Terapi membantu
 Kolaborasi pemberian sesuai mengencerkan secret
terapi dokter.
4 Resiko gangguan Setelah dilakukan tindakan  Kaji tingkat kekurangan volume  Untuk mengganti cairan yang
keseimbangan cairan keperawatan, gangguan cairan. hilang sesuai kebutuhan pasien
elektrolit berhubungan keseimbangan cairan elektrolit  Kolaborasi dalam pemberian  Memenuhi kebutuhan cairan
dengan Dehidrasi berhubungan dengan Dehidrasi cairan dan elektrolit. dan elektrolit pasien dalam
berkurang/hilang dengan kriteria tubuh
:  Monitor masukan dan keluaran  Mengetahui intake dan output
 Akral kulit hangat. cairan dan elektrolit. selama operasi
 Haemodinamik normal.  Monitor hemodinamik pasien.  Indikator keadaan umum pasien
 Masukan dan keluaran  Monitor perdarahan.  Mengethaui jumlah perdarahan
cairan seimbang.
 Urine output 1-2
cc/kgBB/jam.
 Hasil laborat elektrolit darah
normal

5 Resiko kecelakaan Setelah dilakukan tindakan  Atur posisi pasien, tingkatkan  Agar pasien immobile
cedera berhubungan keperawatan pasien aman saat keamanan bila perlu gunakan tali
dengan Efek general dilakukan operasi dengan pengikat.  Mencegah gerakan untuk jatuh
anestesi kriteria :  Jaga posisi pasien immobile.  Posisi yang tepat mencegah
 Selama operasi pasien tidak  Atur meja operasi atau tubuh pasiaen jatuh
bangun/tenang. pasien untuk meningkatkan fungsi
 Pasien sadar setelah fisiologis dan psikologis.  Mencegah injuri
anestesi selesai.  Cegah resiko injuri jatuh.  Melindungi pasien di tempat
 Kemampuan untuk  Pasang pengaman tempat tidur tidur
melakukan gerakan yang ketika melakukan transportasi
bertujuan. pasien.  Efek obat anesti membuat
 Kemampuan untuk  Pantau penggunaan obat anestesi pasien tidak sadar dan bergerak
bergerak atau dan efek yang timbul. tak beraturan
berkomunikasi.
 Pasien aman tidak jatuh

6 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan  Atur posisi pasien.  Posisi pasien yang tepat dapat
tidak efektif keperawatan bersihan jalan membuka jalan nafas
berhubungan dengan nafas efektif dengan kriteria :  Pantau tanda-tanda ketidak  Mengetahui tanda-tanda
Sekresi tertahan efek  Pola napas normal : efektifan dan pola napas. ketidakefektifan pola nafas
general anestesi frekuensi dan kedalaman,  Ajarkan dan anjurkan batuk  Batuk efektif membantu
irama. efektif. mengeluarkan secret
 Suara napas bersih.  Pantau respirasi dan status  Respirasi dan sturasi indicator
 Tidak sianosis. oksigenasi. keadaan umum dalam menjaga
airway
 Buka jalan napas dan bersihkan  Menjaga jalan nafas tetap efektif
sekresi.
 Beri oksigenasi dan ajarkan napas  Nafas dalam membuat pasien
dalam. lebih rileks
 Auskultasi suara napas dan pantau  Mengetahui suara nafas
status oksigenasi dan abnormal pada pasien
hemodinamik.

D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI


PRE OPERASI
18/11/2021  Mengukur TTV pasien 18/11/2021 pukul 09.00 WIB
09.00  Memantau keluhan nyeri pasien S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
 Mengobservasi reaksi nonverbal pasien
 Mengajarkan nafas dalam O:
TD: 140/85 mmHg; N: 91x/mnt; RR: 20x/mnt
P : nyeri berkurang
Q : seperti ditusuk
R : menjalar ke lengan hingga perut
S : skala nyeri 4
T : Nyeri terus menerus

A : Nyeri akut
P : Memberikan terapi medis ketorolac 30 mg dan
tramadol 100 mg

18/11/2021  Mengkaji tingkat kecemasan 18/11/2021 pukul 09.00 WIB


09.00 S:
- Pasien menyatakan paham dan siap untuk
 Menjelaskan tindakan jenis tindakan anestesi yang akan
dioperasi
dilakukan
O:
- KU sedang kesadaran CM
 Mendampingi pasien dalam mengurangi rasa cemas.
- Pasien kooperatif
- TD: 135/89 mmHg, Nadi: 91x/mnt, RR:
22x/mnt
A : Cemas teratasi
P : Dampingi pasien di meja operasi

INTRA OPERASI
18/11/2021  Mengatur posisi pasien. 18/11/2021 pukul 09.35 WIB
09.35  Memantau tanda-tanda aspirasi S:-
 Memantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek
muntah, kemampuan menelan O:
 Memantau bersihan jalan napas dan status paru - Posisi pasien intra operasi supinasi.
- Tidak ada tanda-tanda aspirasi seperti batuk,
muntah, ataupun saturasi turun.
- Pasien intra operasi tidak sadar.
- TD : 103/70 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 12
x/menit

A : Resiko aspirasi teratasi


P : Pantau bersihan jalan nafas

18/11/2021  Mengkaji tingkat kekurangan volume cairan. 18/11/2021 pukul 09.35 WIB
09.35  Memberikan cairan infus RL dan Terastarch S:-
 Memonitor hemodinamik pasien. O:
 Memonitor perdarahan. - Turgor kulit baik, tidak kering dan pucat
- Cairan infus RL dan terastarch 30 tpm
- Intake intra kristaloid 1500 cc, koloid 500 cc selama
operasi
- N : 86x/mnt, RR : 20x/mnt
- Perdarahan : 450 cc
A : Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit teratasi
P : Kelola pemberian cairan elektrolit post operasi
POST OPERASI
18/11/2021  Memberi tanda resiko injuri jatuh bila perlu 18/11/2021 pukul 11.50 WIB
11.50  Memasang pengaman tempat tidur ketika melakukan S : -
transportasi pasien maupun tidak O:
 Memantau penggunaan obat anestesi dan efek yang - Tali pengikat saat intra operasi di meja operasi
timbul. terpasang
 Memasang tali pengikat saat pasien di atas meja operasi - Pengaman tempat tidur saat memindahkan pasien
 Menilai/mengevaluasi aldrete score telah terapasang
- KU sedang, kesadaran CM
- Aldrete score 9
- TD : 118/71 mmHg, N : 79 x/menit, RR : 14
x/menit
A : Resiko kecelakaan cidera teratasi
P : Pindahkan pasien ke ruangan

18/11/2021  Mengatur posisi pasien. 18/11/2021 pukul 11.50 WIB


11.50  Memantau tanda-tanda ketidak efektifan dan pola S : -
napas. O:
 Memantau respirasi dan status oksigenasi. - Posisi supine
 Membuka jalan napas dan bersihkan sekresi dengan - TD : 118/71 mmHg, N : 79 x/menit, RR : 14
melakukan suction x/menit, SPO2 : 99%
 Memberikan oksigenasi - Suara nafas bersih setelah dilakukan suction
 Mengauskultasi suara napas dan pantau status - Pasien terpasang OPA dan O2 3 lpm
oksigenasi dan hemodinamik. A : Bersihan jalan nafas efektif
P : Pantau oksigenasi dan respirasi
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Asuhan keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau proses keperawatan yang
diberikan kepada seorang pasien pada sebuah pelayanan kesehatan dengan cara
mengikuti aturan dan kaidah keperawatan dan berdasarkan pada masalah kesehatan
pasien.Asuhan keperawatan peri anestesi meliputi pra anestesi, intra anestesi dan post
anestesi. peran dari seorang perawat anestesi dalam asuhan keperawatan anestesi adalah
sebagai pelaksana atau pemberi asuhan keperawatan.
Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan General Anestesi Pediatrik Pada Ny. W
Dengan Ca Mamae Dextra Di IBS RSUD Margono Soekarjo didapatkan 6 diagnosa
keperawatan anestesi yaitu :
4. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Biologi
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan akan pembiusan
6. Resiko aspirasi berhubungan dengan Penurunan tingkat kesadaran
7. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan dehidrasi
8. Resiko kecelakaan cedera berhubungan dengan Efek general anestesi
9. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Sekresi tertahan efek general
anestesi

B. Saran
1. Seorang perawat anestesi harus bisa mengidentifikasi dari proses pengkajian di setiap
tahap pelaksanaan anestesi untuk mengetahui permasalahan yang ada pada pasien,
selain itu juga sebagai acuan dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Karena proses pelaksanaan tindakan dan evaluasi keperawatan dilakukan dalam
waktu yang singkat maka seorang perawat anestesi harus bisa dengan cepat
menanggapi respon perubahan yang terjadi pada pasien.
3. Proses dokumentasi yang lengkap juga harus diperhatikan, karena merupakan aspek
legal seorang perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
4. Sebagai bagian dari tim anestesi perawat harus bisa berkolaborasi dengan dokter
anestesi secara efektif.
5. Keselamatan pasien menjadi prioritas utama dalam menentukan pilihan tindakan
yang akan diberikan kepada pasien.

Anda mungkin juga menyukai