Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN

ANESTESI DI LUAR KAMAR


BEDAH

By .SunitaSinaga.,S.Kep,Ners.,M.MRS
Pemilihan Teknik dan Obat anestetik
 Pemilihan teknik anestesia bergantung pada berbagai pertimbangan seperti
umur, kondisi, dan prosedur (posisi, lama, kemungkinan nyeri). Bantuan dari
Bagian Anestesia diperlukan bila tindakan pemberian sedasi oleh non-
anestetis gagal, dan anestetis harus memberikan kondisi ideal untuk
dilakukan prosedur tersebut. Teknik anestesia dapat dilakukan dengan MAC
(Monitored Anesthesia Care), sedasi ringan sampai dalam, anestesia umum,
atau analgesia regional.
 Premedikasi harus dipertimbangkan. Tujuan premedikasi adalah
menghilangkan kecemasan, sedasi dengan pasien mudah dibangunkan,
analgesia, amnesia, mengurangi saliva dan sekresi gaster, meningkatkan pH
gaster, menurunkan akivitas vagal. Pasien dengan gangguan neurologis
mungkin meningkatkan risiko karena gangguan menghandel sekresi, adanya
trakeostomi, atau berkurangnya atau hilangnya refleks menelan.
 Barbiturat mempunyai keuntungan sebagai sedatif dengan depresi nafas dan
sirkulasi minimal dan jarang menimbulkan mual dan muntah, akan tetapi,
tidak mempunyai efek analgesia, mempunyai efek antalgesik dan
disorientasi serta tidak ada antagonisnya. Pemberian tiopental dengan dosis
induksi 6 mg/kg telah dilaporkan dipakai sebagai obat tunggal untuk CT dan
MRI pada 200 anak dengan rentang umur 1 bulan sampai 12 tahun.
 Narkotik mengurangi keperluan total obat anestetik, analgetik pra dan pos-
prosedur, dan dapat direverse dengan nalokson. Walaupun narkotik tidak
diperlukan untuk prosedur yang tidak sakit, tetapi sangat berguna untuk
radiologi intervensi dan yang tidak toleran terhadap volatil anestetik,
seperti setelah kemoterapi dengan antrasiklin dengan adanya gangguan
miokardium. Narkotik mendrepresi pusat nafas, dan harus menjadi
pertimbangan pada apsin tumor otak yang mendapat terapi radiasi.
Narkotik juga dapat menimbulkan mual muntah.
 Diazepam menimbulkan rasa sangat sakit selama suntikan intravena dan
dapat menimbulkan terjadinya tromboplebitis. Midazolam larut dalam air,
karena lebih nyaman bila digunakan secara intravena atau intramuskular.
 Ketamin sangat populer lebih dari 20 tahun untuk sedasi dan anestesia di
luar kamar bedah disebabkan karena tidak menekan sirkulasi dan respirasi,
serta efek analgesia baik. Tidak diberikan pada pasien dengan peningkatan
ICP. Bisa terjadi toleransi setelah pemberian berulang, dan kemungkinan
terjadi obstruksi jalan nafas parsial atau total, hipersekresi, dan refleks jalan
nafas menjadi hiperaktif, menimbulkan mimpi buruk dan nyeri bila
disuntikan intramuskular.
 Propofol diberikan untuk sedasi dan anestesia untuk diagnostik, terapeutik
dan prosedur interventional.
Computed Tomografy (CT) Scan
 Selama dilakukan CT Scan, beberapa pasien dewasa dan anak-anak usia
sekolah memerlukan pemberian sedasi. Kadang-kadang, midazolam
intravena dititrasi dengan dosis 0,5 mg atau propofol dengan dosis 25-100
ug/kg/menit mungkin efektif. Pada pasien dengan tanda-tanda adanya
kenaikan tekanan intrakranial atau jalan nafas tidak bebas lebih baik
dilakukan dengan anestesia umum. Harus diingat temperatur di ruangan
CT yang dingin, karena harus menjaga temperatur pasien terutama anak
dan usia tua.
 Pada situasi di mana tekanan intrakranial merupakan faktor kritis yang
harus dipertimbangkan, pemasangan jalur vena harus didahului dengan
pemberian EMLA (lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%) krim dan induksi
anestesia dapat dilakukan secara intravena. Pada pasien dewasa, induksi
intravena dengan memakai tiopental (3-4 mg/kg), propofol 1-2 mg/kg, atau
etomidat 0,15-0,3 mg/kg, narkotik fentanil 50-100 ug (1-2 ug/kg), kemudian
untuk fasilitas intubasi diberikan suksinilkolin1 mg/kg yang sebelumnya
diberikan lidokain 1-1,5 mg/kg untuk menurunkan peningkatan tekanan
darah dan denyut jantung akibat laringoskopi-intubasi. Pemeliharaan
anestesia dapat dengan anestetik inhalasi sevofluran atau anestesia
intravena propofol, karena pasien harus segera bangun/pulih dari efek
anestesia segera setelah prosedur diagnostik selesai.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Ruangan MRI merupakan ruangan yang berlawanan dengan keinginan anestetis.
Anestetis terpaksa harus jauh dari pasien yang menyulitkan untuk melakukan
pertolongan segera pada pasien. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara
lain:
 Alat metal yang berada dalam tubuh pasien dapat mengalami pemanasan dan
berpindah tempat. Probe EKG dan temperatur yang biasa dipakai di kamar bedah
dapat menimbulkan luka bakar pada kulit, maka sudah tersedia alat-alat tersebut
yang khusus digunakan di ruangan MRI.
 Alat metal yang kecil dapat tersedot ke arah magnet. Alat yang lebih besar seperti
tabung oksigen dapat terdorong ke arah magnet, bisa jatuh dan melukai personil
medis dan pasien, maka secara umum semua alat metal harus jauh dari magnet dan
terfiksasi dengan kuat. Personil medis harus meninggalkan alat metal yang dimiliki
seperti jam tangan, kacamata, kartu kredit dsbnya dan disimpan di ruang persiapan.
 Baru-baru ini sudah tersedia alat monitor seperti tekanan darah, kapnograf, pulsa
oksimetri, doppler, mesin anestesia, ventilator yang kompatibel dengan mesin MRI.
Juga tersedia laringoskop plastik, akan tetapi batrei dalam handel laringoskop dapat
terisap ke pusat magnet. Problema lain adalah adanya kesulitan memantau pasien,
adanya hipotermia, serta pasien obesitas yang sulit masuk ke jalur MRI.
 Penatalaksanaan anestesia dengan pemberian sedasi dapat dipertanggung jawabkan,
juga untuk bayi. Akan tetapi, pada kasus di mana anestetis dipanggil untuk membantu
MRI pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, sakit kritis atau problem
jalan nafas, maka membebaskan jalan nafas dengan intubasi endotrakeal merupakan
pilihan utama, lalu dilakukan ventilasi kendali melalui sirkuit anestesia yang panjang
untuk menjamin adekuatnya ventilasi.
Serebral Angiografy
 Angiografi serebral penting untuk mengevaluasi
perdarahan subarahnoid dan penyakit arteri karotis.
Paling aman dan paling sering digunakan adalah melalui
arteri femoralis dan penggunaan transfemoral kateter
yang didorong sampai ke arteri karotis. Sayangnya,
problem neurologis akibat angiografi masih terjadi. Pada
penelitian prospektif pada 1002 angiogram, kejadian
iskemik pada 0-24 jam setelah prosedur sekitar 1,3% dan
2,5% pada pasien yang sedang diperiksa karena penyakit
serebrovaskular. Komplikasi kateterisasi yang lain adalah
amnesia global selintas, kebutaan kortikal, sindroma
emboluskolesterol multipel.
 Bila anestetis diminta untuk membantu prosedur
diagnostik angiografi harus diingat bahwa medium kontras
dapat menyebabkan vasodilatasi dan perasaan terbakar.
Sering dosis sedatif harus dinaikkan untuk melawan rasa
tidak enak tersebut.
Mielografi
 Mielografi dilakukan untuk melihat isi sakus tekalis
dan setiap penekanan intrinsik atau ekstrinsik.
Kontras media yang dimasukkan langsung ke
ruangan subarahnoid, akan membypass BBB. Obat
kontras mielografi terbaru bersifat osmolaritas
rendah, nonionik, dan tercampur baik dengan cairan
serebrospinal. Komplikasi utama dari mielografi
adalah sakit kepala, komplikasi akibat kontras,
suntikan subdural atau epidural, hematom kanalis
spinalis, meningitis, kejang, dan berbagai bentuk
defisit neurologis.
 Pertimbangan anestesia adalah posisi pasien
terutama bayi dan anak karena meja mielogram
berputar untuk mendapatkan aliran kontras yang
baik.
Obat untuk Kontras
 Iodinated agent digunakan untuk angiografi dan mielografi. HOCAs (High Osmolar
Contras Agents) adalah monomer ionik, mempunyai osmolaritas 5-8 kali osmolaritas
serum, sedangkan LOCAs (Low Osmolar Contras Agents) suatu nonionik monomer
mempunyai osmolaritas 2-3 kali osmolaritas serum. LOCAs bersifat lebih hidrofilik dan
sedikit diikat oleh jaringan. Walaupun LOCAs harganya lebih mahal, akan tetapi karena
lebih menguntungkan untuk pasien, maka LOCAs lebih banyak digunakan.
 Iodinated contrast agent bersifat nefrotoksik. Setelah efek vasodilatasi ringan, pembuluh
darah renal mengalami vasokonstriksi yang lama. Pasien dengan insufisiensi renal,
diabetes melitus, sindrom curah jantung rendah, berisiko untuk terjadinya
nefrotoksisitas akibat zat kontras ini.
 Respons terhadap zat kontras bervariasi dari perasaan panas sampai terjadinya syok
anafilaksis saat obat disuntikan. Penelitian multi institusi yang besar menunjukkan bahwa
pasien yang diberikan kontras nonionik mempunyai kemungkinan reaksi alergi berat 1
berbanding 10.000. Pasien yang kemungkinan mempunyai problema dengan pemakaian
zat kontras adalah yang sebelumnya ada riwayat alergi terhadap zat kontras, alergi obat,
makanan, asma, dan juga penyakit jantung. Penggunaan kortikosteroid metilprednisolon
2 kali 32 mg dosis oral, yang pertama diberikan 6-12 jam sebelum suntikan dan lainnya
2 jam sebelum suntikan, secara nyata mengurangi kemungkinan terjadi reaksi yang
berat. Beberapa pusat menambahkan pemakaian antihistamin pada regimen steroid
tersebut.
 Tidak jarang terjadi rasa gatal, merah dan bengkak di muka, leher, dada dan dapat
diterapi dengan pemberian antihistamin. Manifestasi reaksi yang berat dapat berupa
kesulitan bernafas, hipotensi, iritasi kulit yang luas memerlukan terapi epinefrin
intravena (100ug). Alat-alat harus siap di ruang radiologi untuk pengendalian jalan nafas
darurat dan penambahan beta-2 agonist mungkin berguna untuk terapi bronkospasme.
Kadang-kadang diperlukan penambahan cairan seperti juga diperlukannya obat vasoaktif
untuk memperbaiki tekanan darah.
ECT (Electrokonvulsive Therapy)
 ECT digunakan untuk terapi pasien dengan depresi berat yang
tidak respons terhadap terapi obat. Sasaran anestesia adalah
memberikan amnesia dengan pemulihan kesadaran yang cepat,
mencegah terjadinya cedera akibat tonic-clonic contracture misalnya
patahnya tulang panjang, mengendalikan respons hemodinamik,
dan menghindari terjadinya kejang. Indikasi-kontra absolut dari
ECT adalah pasien dengan hipertensi intrakranial. Indikasi-kontra
relatif adalah adanya massa intrakranial dengan tekanan intrakrnial
yang normal, aneurisma serebral, infark jantung yang baru terjadi,
abgina, gagal jantung kongestif, glaukoma yang tidak diobati, fraktur
tulang panjang, tromboplebitis, kehamilan, dan ablasio retina.
Pasien yang sedang diterapi dengan benzodiazepin atau litium,
obat tersebut harus dihentikan sebelum dilakukan ECT.
Benzodiazepin adalah antikonvulsan dan menghilangkan atau
mengurangi induced seizure akibat ECT. Litium dihubungkan
dengan delirium setelah ECT. Teknik anestesianya tidak
memerlukan premedikasi, pasien tetap dipuasakan. Sulfas atropin
hanya diberikan bila pasien sebelunnya bradikardia. Pasang kanula
intravena, standard monitor, berikan preoksigenasi dengan oksigen
100%. Anestesia diberikan dengan propofol dan suksinilkolin.

Anda mungkin juga menyukai