Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA

TN. S DENGAN DX. ULKUS DIABETIKUM PEDIS DEXTRA


DILAKUKAN TINDAKAN DEBRIDEMENT DENGAN SPINAL ANESTESI
DI RUANG IBS RSUD dr. R. SOETRASNO REMBANG
Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Metodologi Keperawatan Anestesi
Dosen pengampu : Happy Nurhayati, S.Tr.Kes., S. Kep., MKM

Disusun Oleh :
Sigit Hadi Setyanto
NIM : 02202204037

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN PKU MUHAMMADIYAHPRODI D4


KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI ALIH JENJANG
2022 - 2023
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya
(smelzel dan Bare,2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik dengan
karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya
(ADA,2017).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak cukup dalam
memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah
hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang
tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa
sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan
ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
diabetes mellitus dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).

Ulkus diabetic merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan
penting untuk terjadinya ulkus diabetic melalui pembentukan plak atherosclerosis pada dinding
pembuluh darah (zaidah, 2005).
2. Anatomi Fisiologi

 Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai
dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis
1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di
dalam tubuh baik hewan maupun manusia.
Bagian kepala kelenjar pancreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh deodenum dan bagian
pylorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang kearah
limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pancreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk
usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekolompok kecil atau pulai langerhans yang bersama-sama membentuk organ
endokrin mesekresikan insulin.

Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :


1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

2) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.

3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat pelepasan
insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).
 Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan
adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta,
sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi
daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga
kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat.
Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam
beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi.
Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat.
Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang
dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila
cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang
diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari
keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :

1). Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu
glukosa darah masuk kedalam sel.

a) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.

b) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.


c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
e) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growthhormone membentuk suatu mekanisme
counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.
3. Klasifikasi Diabetes Militus
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group:
a. Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus
and Other
b. Categories of Glucosa Intolerance .
c. Klasifikasi KlinisDiabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas ,
dan DMTTI dengan obesitas)
3) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
4) Diabetes Kehamilan (GDM)

d. Klasifikasi risiko statistik


1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

4. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologiPada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkunganFaktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses 15 terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung
insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-
sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel.

Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapatdisebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995).

Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul
pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:

1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
c. Diabetes dengan Ulkus
1) Faktor endogen :
a) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak
terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler

b) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
c) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darahbesar
tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus
akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor: Adanya hormone aterogenik, Merokok,


Hiperlipidemia Manifestasi kaki diabetes iskemia: Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya
denyut nadi, Adanya pemucatan ekstrimitas inferior, Kulit mengkilap, Hilangnya rambut dari jari
kaki, Penebalan kuku, Gangrene kecil atau luas.
2) Faktor eksogen
a) Trauma
b) Infeksi

5. Patofisiologi
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak.
Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak
bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang
dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu
banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine
dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera
diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

6. Tanda Dan Gejala

a. Diabetes Tipe I
1) Hiperglikemia berpuasa
2) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) keletihan dan kelemahan
4) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

b. Diabetes Tipe II
1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
rangsangan nervus vagus/glosopharyng eal
2) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur

3) komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)


c.Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah
akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri
dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 yaitu :

1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (kesemutan)
4) Pulselessness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2) Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
3) Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
4) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus
Klasifikasi Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk
kakiseperti “ claw,callus “.
 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
 Derajat III : Absesdalam, denganatau tanpa osteomielitis.
 Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpaselulitis.
 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

7. Pemerikasaan Penunjang
 Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15%
daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi dari pada metode tanpa
deproteinisasi

 Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam
urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode
yang populer: carik celup memakai GOD.

 HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin yang berikatan dengan
glukosa di dalam darah nilai normal <6%, prediabetes 6,0-6,4% dan diabetes ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini
dilakukan tiap 3 bulan.

 Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi
aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi

 Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL,
Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (inlet cellantibody).
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA
TN. S DENGAN DX. ULKUS DIABETIKUM PEDIS DEXTRA
DILAKUKAN TINDAKAN DEBRIDEMENT DENGAN SPINAL ANESTESI
DI RUANG IBS RSUD dr. R. SOETRASNO REMBANG

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas Pasien:
Nama : TN. S
Umur : 55 Tahun
JenisKelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Ds. Jolotundo 3/1 Lasem, Rembang
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosa medis : Ulkus Diabetikum pedis dextra
Rencana Operasi : Debridement
No. Rekam Medis : 433xxx
Tanggal MRS : 29 November 2022
Rencana Anestesi : Spinal Anestesi
Status Fisik : ASA II
Identitas Penanggung jawab:
Nama : Ny. B
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Alamat : Ds. Jolotundo 3/1 lasem
Hubungan dengan pasien : istri pasie
TAHAP PRE ANESTESI

1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
Pasien mengeluh ada luka di telapak kaki kanan tidak kunjung sembuh, malah semakin melebar
dan berwarna kehitaman serta terasa nyeri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada hari senin 28 november 2022 pasien periksa ke poliklinik bedah, berdasarkan hasil
pemeriksaan dokter bedah didapatkan hasil ku: lemah, terdapat luka ganggren pada telapak kaki
kanan, bau (+), puss (+), nyeri skala sedang, kemudian pasien disarankan untuk dilakukan
tindakan operasi debridement untuk membersihkan luka. Kemudian pasien masuk opname di
RSUD dr. R. Soetrasno Rembang tanggal 28 november 2022. Sebelum dilakukan tindakan
operasi debridement pasien dilakukan observasi dahulu oleh dokter spesialis penyakit dalam guna
menstabilkan kadar GDS dulu. Dan baru tgl 30 November 2022 pasien direncanakan untuk
dilakukan tindakan operasi debridement.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan menderita penyakit DM sudah sejak 2 tahun yg lalu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan semasa hidup ibunya juga menderita penyakit DM sama seperti dirinya.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Ku : lemah, tampak cemas
b. Kesadaran : compos mentis
c. TTV : TD: 130/80 mmHg, N: 88x/mnt, S: 36,7 C, RR : 20x/mnt, spo2 : 100%
d. TB / BB : 170cm / 60kg
e. Skala nyeri : skala 4
f. Pemeriksaan 6B
1) B1 (breath)
- Wajah : normal
- Kumis / jenggot
- Kemampuan membuka mulut <3cm : tidak
- Jarak thyro-mental <6 cm : tidak
- Cuping hidung : tidak
- Mallampati skor : II
- Tonsil : T0
- Kelenjar tiroid : dbn
- Obstruksi jalan nafas : tidak ditemukan
- Thorax :
Bentuk : simetris
Pola nafas : teratur
Retraksi otot bantu nafas : tidak ada
Perkusi : sonor
Suara : vesikuler
- Bentuk leher : simetris
- Leher pendek : tidak
- Mobilitas leher :
Pasien dapat menggerakkan rahang kedepan
Pasien dapat melakukan ekstensi leher ke depan dan belakang
Pasien tidak menggunakan collar
2) B2 ( blood)
Konjungtiva : tidak anemis
Vena jugularis: tidak membesar
BJ I : tunggal, regular
BJ II : tunggal reguler
Bunyi jantung tambahan : tidak ada
3) B3 (brain)
Kesadaran : CM
GCS : 15
4) B4 (bladder)
Terpasang kateter : iya
Infeksi saluran kemih : tidak
Gagal ginjal : tidak
Retensi urine : tidak
5) B5 (bowel)
Frek peristaltik usus : 14 x/mnt
Borborygmi : tidak
Pembesaran hepar : tidak
Asites : tidak
Distensi : tidak
Titik mc burney : tidak ada nyeri tekan
6) B6 (bone)
Kelainan tulang belakang : tidak ada
Ekstremitas atas : terpasang IV line dg no.18 pada pergelangan tangan kiri
Ekstremitas bawah : terdapat luka ulkus diabetikum pada telapak kaki kanan, diameter luka 6-
8 cm, derajad II karena sudah menembus tendon, warna kulit sekitar luka berwarna merah
cenderung kehitaman, bengkak, bau khas gangren, ada puss, nyeri.
3. Pemeriksaan penunjang
 Laborat

 Ekg : terlampir (dbn)


 Radiologi : terlampir (dbn)
TAHAP INTRA ANESTESI

A. Persiapan Anestesi:

1. Alat mesin anestesi:

a. Mesin Anestesi yang berfungsi dengan baik

b. Gas terdiri dari Oksigen dan Nitro Oxide

c. Gas Volotile terdiri dari Sevofluren

d. Monitor TTV dan EKG

e. Set Spinal Anestesi dengan spinocain no. 25 dan 26, handscoon steril, betadin, kasa
steril, alkohol, spuit 5cc.

f. STATICS:

Stetoskop dan Laringoskop no blade 2,3 dan 4

Tube ( Selang endotrakeal tube) ETT Non Kin Kin no 7.0, 7.5,8.0 Cup
Air way ( Gudel / Mayo ) ukuran medium no 7,8,9
Tape ( Plester )

Introducer ( mandrin/stilet )

Conector yang sudah terhubung ke mesin anestesi dan sumber gas


Suction Yang berfungsi dengan baik
2. Persiapan obat anestesi

a. Premedikasi
Ondansetron 4Mg
b. Induksi

Quanocain Spinal 0,5% Hiperbaric

c. Obat tambahan :
Tramadol 100 mg
Dexketoprofen 50 mg
d. Obat Emergency

e. Maintenance :
Cairan Asering atau
kristaloid RL
B. Penatalaksanaan Anestesi

1. Ruang Persiapan

Pasien masuk ke kamar persiapan pada pukul 09.00 WIB, pasien langsung
diganti baju operasi, infus terpasang pada pergelangan tangan kiri dengan iv line
ukuran 18G dan lancer. Pengosongan urin bag untuk menghitung input dan
output cairan. Selama di ruang persiapan pasien kooperatif dengan tingkat
kesadaran compos mentis GCS 15. Sebelum tindakan anestesi diperlukan
informed concent.
Tanda –tanda vital pasien :

Tekanan darah : 130 / 80 mmHg, Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Berat badan : 60 Kg
2. Ruang operasi

a. Nyalakan mesin anestesi, monitor tanda-tanda vital dan melakukan

pengecekan mesin, gas dan kebocoran kuregatet dan balon.

b. Pasien masuk ke kamar operasi pada pukul 09.15 wib, Pasien di baringkan
dengan posisi supine di meja operasi dan atur kecepatan infus.

c. Pasien dilakukan pemasangan monitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen.

d. Melapor kepada dr.Anestesi dan operator Bedah bila sudah siap.

e. Menganjurkan pasien untuk berdoa

f. Memposisikan pasien duduk untuk dilakukan spinal anestesi

g. Mendampingi dr.Anestesi dalam melakukan tindakan spinal anestesi

h. Jam 09.30 pasien sudah dilaksanakan spinal anestesi teknik puncture median pada
space L3/4 dengan blok setinggi T10

i. Intra Operasi

Pasein sudah terblok motoric dan sensorik setinggi T10. Selama durante operasi
dilakukan Monitoring TTV, Intake dan output cairan, Perdarahan serta tanda-
tanda kegawatan
1. Perhitungan cairan pasien selama operasi :
BB : 60kg
JenisOperasi : sedang
Puasa : 6 jam
2. Kebutuhan cairan mentenaince untuk pasien BB 60Kg
Rumus 2xBB
Kebutuhana caira maintenance :

2x60

Jumah = 120 cc/jam

3. Kebutuhan cairan selamapuasa

Maintenace x lama puasa


120 ml/jam x 6 jam = 720 cc
4. Insensible Water Lose(IWL)

Stres Operasi : Ringan = 2 – 4 ml, sedang = 4 -6 ml, berat = 6 – 8 ml


IWL = Stress operasi x BB (Kg) pasien
= 4 x 60 kg

= 240 ml
5. Estimated blood lose
Estimated Blood Volume
EBV laki-laki dewasa 70 cc/kgbb EBV
perempuan dewasa 65 cc/kgbb
EBV = ( 70 x 60 kg )
EBV = 4200 cc
EBL (10 %, 15 %, 20 % )

Ringan = 10 % x 4550 cc = 390 cc


Seadng = 15 % x 4550 cc = 585 cc
Berat = 20 % x 4550 cc = 780 cc
6. Jumlah pendarahan 1 jam pertama :

Suction = 50cc
Kasa (1 kasa = 10 cc) = 50cc

Perdarahan di ganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan 1:3

= 100 cc darah : 300 cc Cairan kristaloid

7. Kebutuhan cairan selama operasi

Rumus : Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml Jam


1 = ½ Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
½ 720 + 120 + 240 + 300 = 1.020 cc

8. Total cairan yang keluar

Darah = 100 cc

9. Cairan yang sudah diberikan RL(Kristaloid)


Pre operasi = 500 cc
Intra operasi = 520 Total = 1.020 cc

10. Jumlah tetesan / menit 1 jam pertama = 520 x 15 tetes/menit

60 menit

= 130/menit

Jam Tekanan Darah Nadi RR SpO2 Obat yang dimasukan


(x/m) (x/m) (%)
(MmHG)
09.30 130/80 88 20 100 Ondansentron 4mg
(intravena)
Quanocain 10 mg
(Intratekal),
09.45 120/72 78 18 100

10.00 118/68 64 18 100 As. Traneksamat 1000mg (IV)

10.15 110/70 78 20 100

10.30 130/84 70 18 100 Tramadol 100 mg

(Drip didalam RL)


Dexketopropen 50mg (drip
didalam Cairan Rl)
3. Pengakhiran Anestesi

Pasien selesai dilakukan penjahitan kulit pukul 10.20 dengan tekanan darah
118/70 mmHg, Nadi 76x/m, RR 18x/m, SpO2 100% dengan udara ruangan,
jumlah perdarahan 100 ml dan cairan yang masuk 1020 ml, urin pasien selama
durante operasi adalah 100 ml. pada pukul 10.30pasien dipindahkan menuju ruang
pemulihan
4. Ruang Pemulihan

Pasien keluar dari kamar oparasi menuju ruang pemulihan pada jam10.30
wib. Pada saat masuk ke ruang pemulihan pasien tampak belum mampu
menggerakan ekstrimitas bagian bawah, Tanda tanda vital pasien TD 130/84
mmHg, Nadi 70 x/menit. Cairan infus RL+ Dexketopropen 50mg (drip) +
Tramadol 100mg (drip) 20T/M, injeksi intravena ketorolac 30 mg. Pada pukul
10.45 pasien sudah mampu menekuk lutut dan pasien dipindahkan ke ruang
perawatan pukul 11.00 WIB dengan Bromage score 1.
B. ANALISA DATA

I. PRE ANESTESI
No Symptom Etiologi Problem
1 DS: Tindakan Ansietas
-Pasien mengatakan pembedahan/anestesi
takut dilakukan ↓
operasi dan Kurang informasi
pembiusan ↓
DO: Kurang pengetahuan

- Diagnosa ulkus
Ansietas
diabetikum pedis
dextra, akandilakukan
tindakan operasi
debridement dengan
spinal anestesi
- Pasien tampak gelisah /
cemas
- Wajah pasien tampak tegang
- TTV: TD=130/80,
HR=88,RR=20, T=37o C
II. DURANTE ANESTESI
No Symptom Etiologi I. Proble
m
1 DS : Tindakan spinal anestesi Risiko Disfungsi
DO: ↓ Kardiovaskular
- Diagnosa ulkus diabetikum Efek obat anestesi (Hipotensi)
pedis dextra akan dilakukan ↓
Tindakan debridement Vasodilatasi pembuluh
- Terpasang infus Asering darah
pada manus sinistra, ↓
ukuranabocath 18 G Hipotensi
TD=120/72
2 DS : Tindakan spinal anestesi Risiko Nausea
↓ Vomitus
-DO:
Efek obat anestesi
- Pasien dilakukan spinal
anestesi ↓
- Pemberian obat anti emetik Vasodilatasi pembuluh
darah

Nausea Vomitus
III.POST ANESTESI
No Symptom Etiologi Problem

1 DS: Regional Anestesi Risiko disfungsi


- Pasien mengatakan ↓ termoregulasi
kedinginan Merangsang pusat
DO: reseptor panas
- Pasien dalam pengaruh obat ↓
anestesi Risiko disfungsi
- Mukosa bibir tampak kering termoregulasi
- Akral teraba dingin
- Pasien tampak menggigil
- S : 35,5°C

I. PROBLEM MASALAH
1. PRE ANESTESI
a. Ansietas
Alasan prioritas: Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)

2. INTRA ANESTESI
a. Risiko disfungsi kardiovaskuler (hipotensi)
b. Risiko nausea vomitus
Alasan prioritas: Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)

3. PASCA ANESTESI
a. Risiko disfungsi termoregulasi
Alasan prioritas: Prioritas sedang (mengancam status kesehatan)
II. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

A. Pra Anestesi
Nama : Tn. S No. RM : 433xxx
Umur : 55 th Dx : Ulkus diabetikum pedis dextra
Jenis kelamin : Laki - laki Ruang : IBS

No Problem Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama


(Masalah) Tujuan Intervensi &
Paraf
1 Ansietas Pasien tidak cemas 1. Lakukan S:Pasien mengatakan paham
1. Melakukan
setelah dilakukan asuhan komunikasi terhadap penyakit, prosedur Sigit
komunikasi
kepenataan anestesi terapeutik dan pembedahan dananestesi
terapeutik
Kaji tingkat Pasien mengatakan siap
selama 30 menit, dengan dalam
cemas pasien,
kriteria hasil: mengkaji dilakukan operasi dan
monitor ttv
1. Pasien paham terhadap tingkat cemas pembiusan
pasien.
penyakit dan prosedur pasien dan O:Pasien tenang, tidak gelisah
2. Jelaskan tindakan
pembedahan dan memonitor ttv TD 120/72 mm Hg, N :
pembedahan dan
anestesi pasien
pembiusan yang 78x/mnt, RR: 18x/mnt, suhu:
2. Pasien akan dilakukan 2. Menjelaskan 36.5°C
mengatakan siap 3. Jelaskan tentang tindakan
dilakukan A:Tujuan pasien paham terhadap
kamar operasi pembedahan
operasi dan penyakit dan prosedur
4. Orientasikan dan
pembiusan dengan tim bedah pembiusan pembedahan dan anestesi sudah
3. Pasien dan anestesi yang akan tercapai, tujuan pasien siap
kooperatif 5. Anjurkan untuk dilakukan dilakukan operasi sudah
4. Pasien tenang, berdoa tercapai, tujuan pasien tenang,
tidak gelisah mendekatkan diri 3. Menjelaskan
TTV dalam batas normal tentang kamar tidak gelisah sudah tercapai,
dengan tuhan
(TD operasi tujuan TTV dalam batas normal
6. Kolaborasi
: 120/80, N : 60- 80x/mnt, (TD : 120/70, N
S: dengan dokter 4. Mengorientasi
dalam pemberian kan dengan : 60- 80x/mnt, S:
36-37ºC, RR: 14-
20x/menit) obat penenang tim bedah dan 36-37ºC, RR: 14-20 x/menit)
anestesi tercapai.
5. Menganjurkan Masalah ansietas / cemas
untuk berdoa teratasi.
dan P: pertahankan kondisi pasien
mendekatkan
diri dengan
tuhan.
6. Berkolaborasi
dengan dokter
dalam
pemberian
obat penenang

ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE-


ASSESMEN
Tanggal: 29 november 2022
Kesadaran : Composmentis Pemasangan IV line : 1 buah tangan kiri
Tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi 88 x/mnt. Kesiapan mesin anestesi : Siap/baik
Siap/baik
RR : 20 x/mnt Suhu : 36,7 0C Kesiapan Sumber gas medik : Siap/baik
Siap/baik
Saturasi O2 : 100 % Kesiapan volatile agent : Siap/baik
Gambaran EKG : Sinus takikardi Kesiapan obat anestesi :
Ritme parenteral

Kesiapan obat emergensi :

Penyakit yang diderita : Tidak ada / Ada, sebutkan D M


Penggunaan obat : Tidak ada Ada, sebutkan ......................................
sebelumnya
Gigi palsu : Tidak ada / Ada , permanen / Ada,sudah dilepas
Alergi : Tidak ada Ada, sebutkan ......................................
Kontak lensa : Tidak ada / Ada , sudah dilepas.
Asesoris : Tidak ada Ada, sebutkan ......................................
CATATAN LAINNYA: -
B. Intra Anestesi

Nama : Tn. S No. RM : 433xxx


Umur : 55 Tahun Dx : Ulkus diabetikum pedis dextra
Jenis kelamin : laki - laki Ruang : IBS

Tencana Intervensi Nam


No Problem Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
a&
(Masalah
Paraf
)
1. Risiko disfungsi Pasien tidak 1. Cek dan pastikan 1. Memastikan S: - Sigit
kardiovaskular mengalami resiko tetesan infus lancar. kelancaran tetesan O:
(hipotensi) 2. Observasi jumlah infus. Perdarahan total ± 100 cc
disfungsi perdarahan. 2. Mengobservasi Intake : Asering 1000 cc
kardiovaskuler 3. Kolaborasi dengan jumlah perdarahan Output :
(hipotensi) setelah dokter anestesi
3. Berkolaborasi dengan jumlahperdarahan 100
dilakukan tindakan dalam pemberian
therapi cairan dokter anestesi dalam cc.
kepenataan anestesi 4. Monitor urin pemberian cairan TD : 110/80 , N: 71
selama proses 5. Monitor ttv dan ku 4. Memonitor urin x/mnt, Saturasi
pasien tiap 5 menit. 5. Memonitor ttv dan ku :100%
pembedahan, dengan
kriteria hasil :
6. Kolaborasi dengan pasien tiap 5 menit A: Tujuan tanda – tanda
dokter anestesi 6. Berkolaborasi dengan vital dalam batas normal
1. Tidak terjadinya dalam pemberian dokter anestesi dalam tercapai, Tujuan tidak
kehilangan darah > therapi obat untuk pemberian therapi adanya komplikasi
30% menaikkan tekanan obat untuk menaikkan hipotensi selama operasi
2. TTV dalam batas darah. tekanan darah berlangsung sudah tercapai.
normal , MAP tidak Masalah Hipotensi
<60 , TD tidak tidak terjadi
<20% dari TD awal, P: Pertahankan
saturasi normal. kondisi pasien

2 Risiko nausea Pasien tidak 1. observasi mual / 1. mengobservasi Sigit


vomitus mengalami mual / muntah pasien. mual / muntah S:
muntah setelah 2. kolaborasi dengan pasien O : pasien tidak
dilakukan tindakan dokter anestesi dalam mengalami mual /
pemberian therapi 2. berkolaborasi
kepenataan anestesi dengan dokter muntah selama
selama proses obat anti emetik roses operasi.
anestesi dalam
pembedahan , dengan pemberian therapi Tidak ada reasi
kriteria hasil : obat anti emetik alergi terhadap
1. tidak terjadi mual obat induksi.
muntah A : tujuan tidak
2. tidak terjadi aspirasi terjadi mual /
muntah selama
proses operasi
tercapai. masalah
resiko nausea
vomitus teratasi.
P : pertahankan
kondisi pasien
C. Pasca Anestesi

Nama : Tn. S No. RM : 433xxx


Umur : 55 Tahun Dx : Ulkus diabetikum pedis dextra
Jenis kelamin : laki - laki Ruang : IBS

Tencana Intervensi Nama


No Problem Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi &
(Masalah)
Paraf
1. Resiko disfungsi Tidak terjadi hipotermi 1. Monitor suhu 1. Memonitor suhu S : Pasien mengatan
termoregulasi selama dan setelah tubuh pasien tubuh pasien sudah tidak
dilakukan asuhan secara berkala secara berkala menggigil Sigit
kepenataan anestesi 2. Laakukan O:
2. Melakukan
selama 15 m3nit , dengan - Akral teraba hangat
kriteria hasil : monitoring suhu monitoring suhu - Mukosa bibir
1. suhu tubuh dalam batas lingkungan lingkungan sesuai pasien lembab
normal sesuai dengan dengan - Suhu tubuh pasien
2. Pasien tidak menggigil kebutuhan pasien kebutuhan pasien dalam batas
3. akral teraba hangat 3. Gunakan selimut 3. Menggunakan normal 36C
hangat / warm selimut hangat / A:
blanket - Tujuan tidak
warm blanket
terjadi
4. Lindungi area 4. Melindungi area hipotermi
kulit diluar kulit diluar pasca operasi
wilayah operasi wilayah operasi tercapai.
agar tetap hangat agar tetap - Masalah resiko
disfungsi
termoregulasi
teratasi

P:
- Pertahankan
kondisi pasien

Anda mungkin juga menyukai