Disusun Oleh:
Marisah (P07120319047)
Mengetahui
Pembimbing Lapangan
Pembimbing Pendidikan
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan asuhan keperawatan perianestesi dengan judul “Asuhan Keperawatan
Perianestesi Pada Tn.S Diagnosa Pra Operasi Hernia Scrotalis Dilakukan
Tindakan Hernioraphy Dengan Regional Anestesi Di IBS RSUD Dr.
Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi”. Laporan ini disusun untuk memenuhi
tugas individu Praktik Klinik Anestesi Lanjut (PK-V). Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada:
1. Bondan Palestin, SKM, M.Kep, Sp.Kom, selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kementerian Kesehatan Yogyakarta dan Pembimbing Pendidikan.
2. Dr. Catur Budi Susilo, S.Pd, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua Prodi S. Tr.
Keperawatan Anestesiologi Poltekkes Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
3. Muhammad Abdul Aziz S. Tr.Kep., selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan dukungan dan bimbingan demi terselesainya laporan ini.
4. Erdi Rosadi SST. An, selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan
masukan serta bimbingan demi terselesainya laporan ini.
Penulis berharap semoga laporan ini dapat membantu pembaca untuk lebih
mengetahui tentang asuhan keperawatan perianestesi pada pasien Tn.E dengan
diagnose medis Hernia Scrotalis dan dilakukan tindakan Hernioraphy. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharap dan saran dari berbagai pihak agar laporan ini
lebih sempurna.
Marisah
DAFTAR ISI
LAPORAN KELOMPOK.....................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................4
BAB I........................................................................................................................6
PENDAHULUAN....................................................................................................6
A. Latar Belakang........................................................................................6
B. Rumusan Masalah...................................................................................7
C. Tujuan......................................................................................................7
D. Manfaat....................................................................................................8
E. Cara Pengumpulan Data........................................................................8
F. Waktu dan Tempat.................................................................................8
BAB II.....................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................9
A. Konsep Dasar Penyakit...........................................................................9
B. Pertimbangan Anestesi.........................................................................23
C. Diagnosa Yang Mungkin Muncul........................................................28
D. Rencana Keperawatan..........................................................................29
E. Persiapan Tindakan Anestesi Umum..................................................33
F. Web Of Caution.....................................................................................47
BAB III..................................................................................................................48
TINJAUAN KASUS.............................................................................................48
A. Pengkajian..............................................................................................48
B. Persiapan penatalaksanaan anestesi....................................................56
C. Pengkajian Intra-Anestesi....................................................................57
D. Pengkajian Post Anestesi......................................................................59
E. Analisa Data...........................................................................................60
F. Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah..................................64
G. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi............................................65
BAB IV..................................................................................................................79
ANALISA JURNAL............................................................................................79
A. Identitas Jurnal......................................................................................79
B. Review Jurnal........................................................................................79
BAB V....................................................................................................................82
PENUTUP.............................................................................................................82
A. KESIMPULAN......................................................................................82
B. SARAN...................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................84
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hernia merupakan penonjolan isi dari rongga sehingga keluar dari rongga
tersebut dan menuju jaringan lain. Pada hernia abdomen, usus keluar melalui
rongga yang lemah dari lapisan otot apeneurotik dinding perut (Sjamsuhidayat,
2010). Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2004), hernia berdasarkan letaknya
yaitu hernia opigastrika, hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikal
dan hernia skrotalis. Hernia opigastrika adalah hernia yang keluar defek di
liena alba umbilikus dan procesus xipoideus. Hernia inguinalis adalah
penonjolan organ dalam perut ke dalam lubang amulus inguinalis. Hernia
femoralis adalah batang usus yang masuk menuju kanalis femoralis melalui
cincin femoral. Hernia umbilikal adalah hernia yang keluar dari umbilikus.
Sedangkan hernia skrotalis adalah hernia ingunalis lateralis yang mencapai
skrotum.
Hernia inguinalis merupakan salah satu jenis hernia dimana penonjolan
usus keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang
terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk
kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari
anulus inguinalis eksternus (Sjamsuhidayat, 2010). Hernia inguinalis dapat
terjadi karena bawaan lahir atau karena sebab yang didapat. Kejadian hernia
meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang
meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang 2
kekuatannya (Nettina, 2001).
Jika hernia tidak segera diatasi, bisa menyebabkan pembengkakan atau
udem dan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga peredaran
darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan
berisi cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri usus, dapat terjadi perforasi
yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika
terjadi hubungan dengan rongga perut (Jong, 2004). Pada tahun 2005 - 2010,
World Health Organization (WHO), mendapatkan data penderita hernia
mencapai 19.173.279 orang. Pada tahun 2011, Negara Uni Emirat Arab
menjadi negara dengan jumlah penderita hernia terbesar di dunia sekitar 3.950
orang. Penyebaran hernia paling banyak berada di negara berkembang seperti
negara-negara di Afrika dan Asia Tenggara termasuk Indonesia (Gian, 2017).
Selain itu, berdasarkan data dari Departermen Kesehatan Republik Indonesia
pada bulan Januari 2010 sampai dengan Februari 2011, penderita hernia
inguinalis berjumlah 1.243 orang (DepKesRI, 2011).
Herniorafi merupakan pembedahan kecil diatas area yang lemah. Usus ini
kemudian dikembalikan ke rongga perineal, kantung hernia dibuang dan otot
ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Herniorafi merupakan tehknik
terbaru yang angka keberhasilannya lebih tinggi dengan meminimalisasi
kekambuhan, nyeri, dan waktu pemulihan post operasi lebih pendek (Black,
2006). Burney (2012) memperkirakan terdapat 20 juta kasus pembedahan
hernia inguinalis pada setiap tahunnya. Kejadian dan prevalensi di seluruh
dunia tidak diketahui pasti. Tingkat prosedur operasi dalam berbagai negara
berkisar antara 100 hingga 300 prosedur per 100.000 orang dalam satu tahun.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hernia Scrotalis?
2. Bagaimana etiologi, patofisiologi, dan penatalaksanaan pada Hernia
Scrotalis?
3. Bagiamana pertimbangan anestesi yang dapat digunakan untuk diagnose
Hernia Scrotalis?
4. Bagaimana penatalaksanaan anestesi pada pasien dengan diagnosa Hernia
Scrotalis dan dilakukan tindakan Hernioraphy?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Hernia Scrotalis.
2. Untuk mengetahui etiologi, patofisiologi, dan penatalaksanaan pada
Hernia Scrotalis.
3. Untuk mengetahui pertimbangan anestesi yang dapat digunakan untuk
diagnose Hernia Scrotalis.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan anestesi pada pasien dengan diagnosa
Hernia Scrotalis dan dilakukan tindakan Hernioraphy.
D. Manfaat
1. Bagi pasien
Memberi edukasi dan informasi pada pasien dan keluarga pasien
tentang pentingnya kesiapan fisik maupun psikis sebelum dilakukan
tindakan pembiusan pada operasi Hernioraphy dengan teknik Regional
Anestesi.
2. Bagi penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang di dapat
dalam perkuliahan terkait dengan penatalaksanaan anestesi pada pasien
bedah umum.
3. Bagi institusi Pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan tentang asuhan keperawatan perianestesi
pada pasien dengan diagnosa Hernia Scrotalis dengan dilakukan tindakan
operasi Hernioraphy.
4. Bagi lahan praktik
Memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk
mempertahankan dan menguatkan serta meningkatkan asuhan
keperawatan secara profesional agar terhindar dari komplikasi yang
mungkin timbul.
E. Cara Pengumpulan Data
Data didapatkan dengan cara observasi perioperative, pemeriksaan fisik,
dan studi dokumen rekam medis.
F. Waktu dan Tempat
1. Waktu : Selasa, 25 Oktober 2022
2. Tempat : IBS RSUD Dr. Chasbullah Abdulmajid Kota
Bekasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
3. Penyebab hipertensi
Penyebab hipertensi dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
hipertensi primer (essensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer
merupakan hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dialami pada
90% penderita hipertensi sedangkan 10% sisanya disebabkan karena
hipertensi sekunder dimana hipertensi sekunder merupakan hipertensi
yang terjadi akibat penyebab yang jelas (Udjanti, 2010). Meskipun
hipertensi primer penyebabnya belum diketahui namun diperkirakan
hipertensi primer disebabkan karena faktor keturunan, ciri perseorangan,
dan kebiasaan hidup. Hipertensi sekunder disebabkan karena penyakit
ginjal seperti stenosis arteri renalis, gangguan hormonal seperti
feokromositoma, obat-obatan seperti kontrasepsi oral, dan penyebab lain
seperti kehamilan, luka bakar, tumor otak dll (Aspiani, 2015).
4. Faktor Risiko hipertensi
Faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor yang tidak
dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat
diubah antara lain umur, jenis kelamin, dan genetik. Faktor risiko yang
dapat diubah antara lain kebiasaan merokok, konsumsi serat, stres,
aktivitas fisik, konsumsi garam, kegemukan, kebiasaan konsumsi alkohol
dan dislipidemia (Kemenkes RI, 2013)
5. Mekanisme terjadinya hipertensi
Sebagian besar penderita hipertensi tidak menampakkan gejala hingga
bertahun-tahun. Jika hipertensinya sudah bertahun-tahun dan tidak diobati
bisa menimbulkan gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,
sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Ruhyanudin, 2007).
6. Penatalaksanaan hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
memengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Brunner
and Suddarth, 2001).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin I, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner and Suddarth, 2001).
7. Komplikasi hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan
dengan terapi farmakologis dan non farmakologis.
a. Terapi farmakologis
Berbagai penelitian klinis membuktikan bahwa, obat anti hipertensi
yang diberikan tepat waktu dapat menurunkan kejadian stroke hingga
35-40 %, infark miokard 20-25 %, dan gagal jantung lebih dari 50 %.
Obat-obatan yang diberikan untuk penderita hipertensi meliputi
diuretik, angiotensin-converting enzyme (ACE), Beta-blocker, calcium
channel blocker (CCB), dll. Diuretik merupakan pengobatan hipertensi
yang pertama bagi kebanyakan orang dengan hipertensi (Kemenkes
RI, 2013a).
b. Terapi non farmakologis
1) Makanan gizi seimbang
Pengelolaan diet yang sesuai terbukti dapat menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi. Manajemen diet bagi penderita
hipertensi yaitu membatasi gula, garam, cukup buah, sayuran,
makanan rendah lemak, usahakan makan ikan berminyak seperti
tuna, makarel dan salmon (Kemenkes RI, 2013)
2) Mengurangi berat badan
Hipertensi erat hubungannya dengan kelebihan berat badan.
Mengurangi berat badan dapat menurunkan tekanan darah karena
mengurangi kerja jantung dan volume sekuncup (Aspiani, 2015).
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan
(obesitas) dianjurkan untuk menurunkan berat badan hingga
mencapai IMT normal 18,5 – 22,9 kg/m2, lingkar pinggang <90
cm untuk laki-laki dan <80 cm untuk perempuan (Kemenkes RI,
2013a)
3) Olah raga yang teratur
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang dan bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki
kinerja jantung (Aspiani, 2015). Senam aerobik atau jalan cepat
selama 30-45 menit lima kali perminggu dapat menurunkan
tekanan darah baik sistol maupun diastol. Selain itu, berbagai cara
relaksasi seperti meditasi dan yoga merupakan alternatif bagi
penderita hipertensi tanpa obat (Kemenkes RI, 2013a).
4) Berhenti merokok
Berhenti merokok dapat mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok yang mengandung zat-zat kimia
beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok dapat menurunkan aliran darah ke bebagai organ dan
meningkatkan kerja jantung (Aspiani, 2015).
5) Mengurangi konsumsi alcohol
Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunan tekanan darah
sistolik. Sehingga penderita hipertensi diupayakan untuk
menghindari konsumsi alcohol (Kemenkes RI, 2013).
6) Mengurangi stress
Stres dapat memicu penurunan aliran darah ke jantung dan
meningkatkan kebutuhan oksigen ke berbagai organ sehingga
meningkatkan kinerja jantung, oleh karena itu dengan mengurangi
stres seseorang dapat mengontrol tekanan darahnya (Nurahmani,
2012).
8. Komplikasi Anestesi
Tekanan darah yang tidak terkontrol dan tidak segera diatasi dalam jangka
panjang akan mengganggu pembuluh darah arteri dalam mensuplai darah
ke organ-organ diantaranya jantung, otak, ginjal dan mata. Hipertensi yang
tidak terkontrol berakibat komplikasi pada jantung meliputi infark jantung
dan pembesaran ventrikel kiri dengan atau tanpa payah jantung. Hematuria
(urine yang disertai darah) dan oliguria (kencing sedikit) merupakan
komplikasi hipertensi pada ginjal. Komplikasi hipertensi juga dapat terjadi
pada mata berupa retinopati hipertensi. Stroke dan euchephalitis
merupakan penyakit yang terjadi pada organ otak sebagai akibat hipertensi
yang tidak ditangani dalam waktu lama (Wijaya dan Putri, 2013).
H. Rencana Keperawatan
1. Pre-Anestesi
No SDKI SLKI SIKI
1 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan
Efektif b.d tindakan keperawatan - Pemberian
selama 10 menit, oksigen
Kecemasan
diharapkan pola nafas
- Pertahankan
membaik dengan
kriteria hasil: kepatenan jalan
nafas dengan
- Pernafasan
headtilt, dan
menjadi lebih
adekuat chin-lift
- Kapasitas vital - Melakukan
meningkat
penghisapan
- Tekanan ekspirasi
meningkat lender kurang
- Tekanan inspirasi dari 15 detik
meningkat
- Monitor pola
- Disepnea menurun
- Pemanjangan napas
masa ekspirasi - Monitor bunyi
menurun
napas tambahan
- Frekuensi nafas
membaik - Monitor skutum
- Kedalamam nafas
membaik
(SIKI Manajemen
(SLKI Pola nafas
L.01004, halaman 95) jalan napas I.01011,
halaman 132)
2. Intra Anestesi
No SDKI SLKI SIKI
1 Risiko Hipotermi Setelah dilakukan - Identifikasi
Perioperatif b.d tindakan keperawatan penyebab
anestesi pasca operasi, hipotermi
Suhu Lingkungan
risiko hipotermi - Monitor tanda
Rendah perioperative dapat dan gejala
teratasi dengan hipotermia
kriteria hasil: - Monitor suhu
- Tidak menggigil tubuh
- Kulit tidak pucat - Sediakan
- Suhu tubuh baik lingkungan
- Tekanan darah hangat
baik - Berikan
penghangatan
(SLKI Termoregulasi pasif (selimut)
L.14134, halaman
(SIKI Manajemen
129)
Hipotermia L.14507,
halaman 183)
3. Post Anestesi
No SDKI SLKI SIKI
1 Risiko Jatuh b.d Setelah dilakukan - Identifikasi risiko
Efek Agen intervensi masalah jatuh
teratasi dengan
Farmakologi (penurunan
kriteria:
(Ketamin 60 mg) tingkat
- Tidak jatuh dari
kesadaran
tempat tidur
- Tidak jatuh saat karena efek obat
dipindahkan anestesi )
- Pastikan roda
tempat tidur dan
kursi roda selalu
dalam kondisi
terkunci
- Pastikan
handrall tempat
tidur terpasang
- Mengatur tempat
tidur pada posisi
rendah
2 Gangguaun Setelah dilakukan - Identifikasi
Mobilitas Fisik b.d tindakan keperawatan toleransi fisik
melakukan
Efek Agen preoperasi selama 10
pergerakan
Farmakologis menit diharapkan - Identifikasi
masalah teratasi adanya nyeri
atau keluhan
dengan kriteria:
fisik lainnya
- Pergerakan
(SIKI Dukungan
ekstremitas
meningkat Mobilisasi I.05173,
- Rentang gerak halaman 30)
meningkat
- Kelemahan fisik
menurun
I. WOC
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Hari/tanggal : Selasa, 25 Oktober 2022
Jam : 09.00
Tempat : IBS RSUD Dr. Chasbullah Abdulmajid Kota
Bekasi
Metode : Observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumen rekam
medis
Sumber data : Pasien, tim kesehatan, status kesehatan pasien
Oleh : Marisah
Rencana Tindakan : Hernioraphy + Omentektomy
Identitas Pasien
Nama : Tn.E
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Bekasi
No. RM : 1832xxx
Dx Pre Operasi : Hernia Scrotalis Sin
Tindakan Operasi : Hernioraphy + Omentektomy
Tanggal Operasi : 25 Oktober 2022
Dokter Bedah : dr. Raya Sp. B-KBD
Dokter Anestesi : dr. Randolph Sp,An
Identitas Penanggung jawab
Nama : Aminah
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan : Istri
1. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan scrotum membesar sebelah kiri, serta nyeri
pada area prostat
P Nyeri bertambah jika bergerak banyak
Q Kualitas nyeri yang dirasakan sepeti tertusuk-tusuk
R Lokasi nyeri pada area prostat
S Skala nyeri 4
T Nyeri hilang timbul (2-4 menit)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari Senin, 24 Oktober 2022 pasien datang ke RSUD Dr.
Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi dengan keluhan kepala pusing, batuk
berdahak, mual, makan susah, BAK tidak lancar, scrotum membesar ±
sudah 1 tahun.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat TB Paru
d. Riwayat Penyakit Keluaga
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga.
2. Pengkajian Data Fokus
Alergy Tidak ada alergi obat dan makanan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran pasien apatis GCS E4V3M5. Keadaan umum pasien sedang.
b. Tanda-tanda Vital
1) TD : 158/100 mmHg
2) Nadi : 120
3) RR : 32x/menit
4) SpO2 : 88%
c. Status Gizi
1) BB : 53kg
2) TB : 155cm
3) IMT : 20 kg/m2
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Simetris, tidak terdapat benjolan pada kepala
2) Leher
Normal, tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid
3) Dada
a) Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi
b) Auskultasi : Tidak terdapat suara nafas tambahan
c) Perkusi : Suara sonor
d) Palpasi : Fremitus sama pada dada bagian kanan dan
kiri, tidak ada benjolan
4) B1 (Breathing)
a) Kemampuan membuka mulut >3cm
b) Mallampati skor: I
c) Klien sesak nafas
5) B2 (Blood)
a) Tekanan darah hipertensi 150/81 mmHg
b) Bentuk dada sama
6) B3 (Brain)
a) GCS 13 kesadaran composmentis
7) B4 (Bleader)
a) Eliminasi normal
b) Terpasang kateter urine
8) B5 (Bowel)
a) Puasa 8 jam
b) Tidak ada pembesaran hepar dan abdomen
9) B6 (Bone)
a) Tidak ada kelainan pada ekstremitas
b) Tidak ada kelainan pada tulang belakang
e. Pemeriksaan psikologis
Pasien mengatakan takut dan cemas sebelum dilakukan operasi
f. Pemeliharaan Cairan
= 3 cc x 10 kg
= 30 cc
= 2 cc x 10 kgBB2
= 20 cc
= 1 cc x kgBB
= 1 cc x 33
= 33 cc
Total = 30 cc + 20 cc + 33 cc = 83cc
= 2 cc x 8 jam x 53 kg
= 848 cc
2) Stress operasi
Stress operasi = Jenis operasi (b/s/k) x BB
= 6cc x 60
= 318cc
3) Kebutuhan cairan
Jam I = M + ½ PP + SO
= 83 cc + 424 cc + 318cc
= 825 cc
Jam II = M + ¼ PP + SO
= 83cc + 212 cc + 318 cc
= 613 cc
Jam III = M + ¼ PP + SO
= 83cc + 212cc + 318 cc
= 613cc
Jam IV = M + SO
= 83 cc + 318cc
= 401cc
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Rapid antigen SARS Cov-2: Negative
2) Laboratorium
Hematologi
CBC + Diff
CBC
Hemoglobin 12.5 g/dL 11.0-15.0
Diff
Kimia Klinik
Elektrolit
Imunologin
Serologi
h. Diagnosa Anestesi
Pasien didiagnosa mengalami Hernia Scrotalis Sin. Pasien
direncakan tindakan Hernioraphy dengan regional anesthesia. Pasien
status fisik ASA 3.
B. Persiapan Penatalaksanaan Anestesi
1. Persiapan Pasien
a. Mengecek kelengkapan status pasien
b. Pasien telah berganti baju operasi, memakai topi operasi, dan masker medis
sebelum memasuki ruang operasi
c. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan pasien
d. Menanyakan kesiapan untuk dioperasi dan berapa lama puasa pasien
e. Pasien telah terpasang infus RL 20 tpm pada tangan kanan
f. Mengecek kelancaran tetesan infus pada pasien
g. Membawa pasien ke ruang operasi
h. Memindahkan pasien ke meja operasi lalu memposisikan pasien
i. Memasang tensimeter dan pulse oxymeter
j. Memasang blue sensor
2. Persiapan Mesin dan Alat
a. Persiapan Mesin
1) Mengecek sumber gas
2) Mengecek isi volatile agent
3) Mengecek kondisi absorber
4) Melakukan kalibrasi mesin
b. Persiapan Alat
1) Kom steril
2) Handscoon steril
3) Spinocain 26G
4) Spuit 1cc, 3cc, 5cc
5) Octenix (Alcohol)
3. Persiapan Obat
a. Obat induksi
Bunascan 15 mg
Sedacum
b. Antiemetic
Ondansentron 4 mg
c. Analgetik
Paracetamol inf 1 g
Ketorolac 30 mg
d. Antifibrinolitik
Asam traneksamat sediaan 1000mg
C. Pengkajian Intra Anestesi
1. Anestesi Mulai : 09.10
2. Anestesi Selesai : 10.15
3. Operasi Mulai : 09. 20
4. Operasi Selesai : 10.10
5. Jumlah Perdarahan : ± 100cc
Pre-Anestesi
- Pasien tampak
tegang
- TTV:
TD: 158/100mmHg
N: 115x /menit
SPO2: 90%
Q: Nyeri seperti
ditusuk-tusuk
S: Skala nyeri 4
T: Nyeri hilang
timbul (2-4 menit)
DO:
- Pasien tampak
meringis
menahan sakit
- TTV:
TD: 158/100mmHg
N: 115x /menit
RR: 32x /menit
SPO2: 90%
Intra-Anestesi
- Suhu ruangan
AC = 18oC
- Suhu tubuh
pasien = 34,5oC
- TTV:
N: 141x/menit
RR:32x/menit
SPO2: 98%
Post-Anestesi
N: 136x/menit
RR:32x/menit
SPO2: 98%
S: Gangguan Mobilitas
Efek Agen
- Pasien Fisik
Farmakologis
mengatakan (SDKI D.0054,
(Bupivacaine 15mg)
kedua kakinya halaman 124)
belum dapat
digerakkan
DO:
- Gerakan kaki
terbatas
Bromage score: 2
(Tidak dapat
mengangkat kaki,
tetapi dapat
menekuk lutut)
Pre-Anestesi
Pola nafas Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober
tidak efektif 2022, Pukul 09.00 2022, Pukul 09.00 2022, Pukul 09.00 2022, Pukul 09.00
b.d
kecemasan Setelah dilakukan - Pemberian - Memberian oksigen S:
tindakan oksigen - Mempertahankan -
keperawatan selama - Pertahankan kepatenan jalan O:
10 menit, kepatenan jalan nafas dengan - Pasien masih tampak
diharapkan pola nafas dengan headtilt, dan chin- cemas
nafas membaik headtilt, dan chin- lift - Pasien masih tampak
dengan kriteria lift - Memonitor pola tegang
- Monitor pola napas TTV:
63
hasil: napas - Memonitor bunyi TD: 158/100
- Pernafasan - Monitor bunyi napas tambahan HR:120
menjadi lebih napas tambahan RR:30
adekuat (SIKI Manajemen SPO2:96%
- Kapasitas vital jalan napas I.01011,
meningkat halaman 132) A:
- Tekanan Masalah belum teratasi
ekspirasi
meningkat P:
- Tekanan Lanjutkan intervensi
inspirasi saat insisi
meningkat
- Disepnea
menurun
- Pemanjangan
masa ekspirasi
menurun
(Marisah) (Marisah)
- Frekuensi nafas
membaik
64
- Kedalamam
nafas membaik
(SLKI Pola nafas
L.01004, halaman
95)
Nyeri akut Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober
b.d Agen 2022, Pukul 09.00 2022, Pukul 09.00 2022, Pukul 09.00 2022, Pukul 09.00
Pencedera
Fisiologis Setelah dilakukan - Identifikasi lokasi - Mengidentifikasi S:
(Pembengkak tindakan dan skala nyeri lokasi dan skala -
an pada keperawatan - Identifikasi nyeri O:
scrotum) preoperasi selama respon nyeri non - Mengidentifikasi - Lokasi nyeri berada
10 menit diharapkan verbal skala nyeri scrotum
nyeri akut dapat - Ajarkan teknik - Mengidentifikasi - Pasien melokalisir
teratasi dengan non farmakologis respon nyeri non nyeri
kriteria hasil: dengan relaksasi verbal - Skala nyeri
- Keluhan nyeri nafas dalam - Mengajarkan teknik menggunakan VAS
menurun non farmakologis menunjukan nyeri
65
- Meringis (SIKI Manajemen dengan relaksasi sedang yaitu skala 4
menurun Nyeri I.08238, nafas dalam - Pasien dapat
- Pola napas, halaman 201) mengikuti dan
tekanan darah, melakukan dengan
dan frekuensi mandiri teknik
nadi membaik relaksasi nafas
- Kemampuan dalam
kontrol - TTV:
menggunakan TD: 158/100
teknik HR:120
nonfarmakologis RR:30
meningkat SPO2: 96%
A:
Masalah teratasi
(SLKI Tingkat
sebagian
Nyeri L.08066,
P:
halaman 145)
Lanjutkan intervensi
saat insisi
(Marisah)
66
(Marisah)
Intra Anestesi
67
baik pasif (selimut) TD: 160/120mmHg
N: 140x/menit
(SLKI RR: 32x/menit
(SIKI Manajemen
Termoregulasi SPO2: 98%
Hipotermia L.14507,
L.14134, halaman A:
halaman 183)
129) - Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
(Marisah) (Marisah)
Post Anestesi
Risiko jatuh Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober Selasa, 25 Oktober
berhubungan 2022, Pukul 10.10 2022, Pukul 10.10 2022, Pukul 10.10 2022, Pukul 10.10
dengan efek
agen Setelah dilakukan - Identifikasi risiko Mengidentifikasi risiko S= -
farmakologi intervensi masalah jatuh (penurunan jatuh (penurunan
O=
(Sedacum)) teratasi dengan tingkat kesadaran tingkat kesadaran
- TTV pasien sebelum
68
kriteria: karena efek obat karena efek obat ditransfer
- Tidak jatuh dari anestesi ) anestesi ) - apatis GCS E4V3M5
tempat tidur TD: 150/110 mmHg,
- Pastikan roda - memastikan roda
- Tidak jatuh saat N: 136x/menit,
tempat tidur dan tempat tidur dan
dipindahkan SPO2: 96%,
kursi roda selalu kursi roda selalu
RR: 32x/menit
dalam kondisi dalam kondisi
(SLKI Tingkat Jatuh A=
L.14138, halaman terkunci terkunci
- Masalah belum
14)
- Pastikan handrall - memastikan teratasi
tempat tidur handrall tempat
terpasang tidur terpasang P=
- Lanjutkan intervensi
- Mengatur tempat - Mengatur tempat
tidur pada posisi tidur pada posisi
rendah rendah
(Marisah)
(SIKI Pencegahan (Marisah)
Jatuh I.14540,
halaman 279)
69
mobilitas 2022, Pukul 10.10 2022, Pukul 10.10 2022, Pukul 10.10 2022, Pukul 10.10
fisik b.d efek
agen Setelah dilakukan - Identifikasi - Mengidentifikasi S:
farmakologis tindakan toleransi fisik toleransi fisik -
keperawatan melakukan melakukan O:
preoperasi selama pergerakan pergerakan - Bromage score: 2
10 menit diharapkan - Identifikasi - Mengidentifikasi (Tidak dapat
masalah teratasi adanya nyeri atau adanya nyeri atau mengangkat kaki,
dengan kriteria: keluhan fisik keluhan fisik tetapi dapat
- Pergerakan lainnya lainnya menekuk lutut)
ekstremitas - (SIKI Dukungan A: Masalah teratasi
meningkat Mobilisasi sebagian
- Rentang gerak I.05173, halaman
P: Intervensi dilanjutkan
meningkat 30)
- Kelemahan fisik (Marisah)
(Marisah)
menurun
(SLKI Mobilitas
Fisik L.05042,
halaman 65)
70
BAB IV
ANALISA JURNAL
A. Identitas Jurnal
Judul Hernia Inguinalis Permagna
Nama Jurnal Journal Kesehatan Tambusai
Volume dan Volume: 2, No.3: 203-222
Halaman
Tahun 2021
Penulis Yusmaidi, Ni Made Dewi Puspita Sari, Wasiatul
Ilma, Agung Ikhssani
DOI https://doi.org/10.31004/jkt.v2i3.2268
B. Review Jurnal
Latar Belakang Hernia inguinalis permagna merupakan salah satu
Penelitian bentuk hernia yang jarang, umumnya didefinisikan
sebagai hernia inguinalis yang ukurannya meluas
hingga melebihi titik tengah paha bagian dalam saat
posisi berdiri. Penatalaksanaannya menggunakan
metode operasi dengan berbagai teknik. Hernia jenis
ini tergolong sulit karena butuh pengembalian isi
kantong hernia ke dalam rongga abdomen yang
biasanya kosong sehingga dapat menyebabkan
hipertensi intra abdominal dan kompartemen sindrom
abdominal.
Isi Jurnal Isi jurnal terdiri dari
- Pendahuluan
- Metode
- Kasus
71
- Pembahasan
- Kesimpulan
Kesimpulan Hernia inguinalis permagna merupakan kasus jarang,
yang didefinisikan sebagai hernia inguinalis yang
ukurannya sangat besar dan meluas hingga melebihi
titik tengah paha bagian dalam yang dapat dilihat saat
posisi pasien berdiri. Teknik pembedahan yang dapat
dilakukan pada hernia inguinalis permagna beragam
dan memiliki keuntungan serta kerugiannya
tersendiri. Beberapa masalah yang muncul dan
berhubungan dengan hernia jenis ini adalah
peningkatan tekanan intra abdominal, sindrom
kompartemen intra abdominal, dan tingginya angka
rekurensi pada kasus ini sehingga
penatalaksanaannya harus berfokus pada individual
pasien serta memperhitungkan keuntungan dan
kerugiannya agar mortalitas dan morbiditas tidak
meningkat.
Kelebihan 1. Pembahasan yang dituangkan dalam jurnal
mudah dimengerti, jelas, dan lengkap.
2. Memiliki sub bagian yang rinci disertai gambar
untuk mempermudah pemahaman materi
3. Pembahasan terkait obat yang digunakan sangat
relevan dengan praktik keseharian contohnya
penggunaan fentanyl, dan tramadol.
Kelemahan 1. Tidak disajikan pengkajian data dalam bentuk
diagram maupun grafik.
72
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hernia merupakan penonjolan isi dari rongga sehingga keluar dari rongga
tersebut dan menuju jaringan lain. Pada hernia abdomen, usus keluar melalui
rongga yang lemah dari lapisan otot apeneurotik dinding perut
(Sjamsuhidayat, 2010). Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2004), hernia
berdasarkan letaknya yaitu hernia opigastrika, hernia inguinalis, hernia
femoralis, hernia umbilikal dan hernia skrotalis.
Pada kasus Tn.E dengan diagnosa medis Hernia Scrotalis dengan tindakan
operasi Hernioraphy dengan Reagional Anestesi diperoleh diagnosa
keperawatan anestesi pada pre, intra, dan post operasi sebagai berikut.
1. Pre-Anestesi
a. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Kecemasan
b. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera fisiologis (Pembengkakan pada
scrotum)
2. Intra Anestesi
a. Risiko Hipotermi Perioperatif b.d Suhu Lingkungan Rendah
3. Post Anestesi
a. Risiko Jatuh b.d Efek Agen Farmakologi (Ketamin 60 mg)
b. Gangguaun Mobilitas Fisik b.d Efek Agen Farmakologis
Berdasarkan masalah keperawatan yang muncul, penulis mencari diagnosa
keperawaran berdasarkan SDKI, perencanaan keperawatan berdasarkan SIKI,
dan kriteria hasil berdasarkan SLKI. Setelah dilakukan intervensi sebagian
masalah keperawatan teratasi sepenuhnya.
Terkait dengan review jurnal yang berkaitan dengan kasus dapat
disimpulkan bahwa sangat penting bagi tenaga medis termasuk penata anestesi
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kasus.
73
B. SARAN
1. Bagi Institusi rumah sakit dan tenaga kesehatan
- Diharapkan institusi dan tenaga kesehatan dapat mempertahankan dan
mengembangkan Standard Operation Procedure (SOP) pada pasien
perioperative untuk meningkatkan pelayanan anestesi yang optimal.
- Diharapkan seluruh tim Instalasi Bedah Sentral, khusunya penata
anestesi dapat melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa,
melaksanakan implementasi, dan mengevaluasi respon pasien pada
tahap pre hingga pasca anestesi.
2. Bagi Mahasiswa
- Mahasiswa harus dapat berfikir kritis dalam memberikan asuhan
keperawatan perianestesi.
- Mahasiswa harus mengkajian asuhan keperawatan anestesi secara
sistematis dan komprehensif untuk memperoleh data yang akurat untuk
menegakan asuhan keperawatan anestesi.
74
DAFTAR PUSTAKA
Autoridad Nacional del Servicio Civil. (2021). Hubungan Status Fisik Dengan
Iii, B. A. B., Jenis, A., & Penelitian, D. (2014). 30 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Prabandari, Fitria, & Purwoko. (2017). Hubungan Antara Skor Kerapuhan Dengan
Lama Rawat Pasien Lanjut Usia: Studi pada Bangsal Rawat Inap Geriatri
http://www.elsevier.com/locate/scp
75