Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN STATUS FISIK AMERICAN SOCIETY OF ANESTESIOLOGIST (ASA)


DENGAN BROMAGE SCORE PADA PASIEN PASCA ANASTESI SPINAL
RSUD Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA

OLEH :

MUHAMMAD KHALIQ

2014301138

PROGRAM STUDI ILMU KPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang

dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik American Society Of

Anestesiologist (ASA) pasien pra operatif, menganalisis jenis operasi, memilih jenis

dan teknik anestesi, memprediksi penyulit yang mungkin terjadi, mempersiapkan obat

dan alat anestesi. Pada bedah elektif evaluasi pra anestesi dilakukan beberapa hari

sebelum operasi, kemudian sehari sebelum operasi, selanjutnya pagi hari menjelang

pasien dikirim ke kamar operasi dan terakhir dilakukan di kamar persiapan instalasi

bedah sentral (IBS) untuk menentukan status fisik American Society Of Anestesiologist

(Mangku, 2010).

Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan

anastesia yang diberikan kepada pasien yang menjalani pembedahan yaitu: umur, jenis

kelamin, status fisik (ASA), jenis operasi (lokasi operasi, posisi operasi, manipulasi

operasi, durasi operasi), keterampilan operator dan peralatan yang dipakai,

keterampilan / kemampuan pelaksana anestesi dan sarananya, status rumah sakit,

permintaan pasien (Mangku, 2010).

Spinal anestesi biasanya diberikan apabila pasien melakukan tindakan medis di

perut bagian bawah, panggul, atau kaki atau anestesi spinal digunakan dalam operasi ortopedi.

Spinal ananstesi dapat meningkatkan kecepatan pemulihan dan minimalnya efek

samping yang ditimbulkan, memberikan pengaruh minimal pada sistem pernafasan

selama blok anestesi tidak mencapai blok yang tinggi, penurunan resiko aspirasi dan

obstruksi jalan nafas, sedikit menimbulkan resiko hipoglikemi saat pasien terbangun,
pasien bisa makan segera setelah operasi serta dapat memberikan relaksasi otot yang

baik untuk operasi abdomen bagian bawah dan ekstrimitas bawah (Klienman, 2009).

Selain keuntungan dan kepuasan yang didapatkan pasien, spinal anestesi juga memiliki

beberapa kerugian/dampak negative, kerugian spinal anestesi, diantaranya adalah

hipotensi, post dural puncture headache (PDPH), gangguan persyarafan, anestesi blok

spinal total, dan kejang yang diinduksi oleh anestetik lokal (Latief, 2009).

Spinal Anastesi dapat berdampak pada sistem syaraf pusat. Efek pada sistem

syaraf pusat termasuk mengantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan

pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi dapat timbul nistagmus dan

menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi sistem

syaraf pusat dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi lokal. Anestesi lokal

menimbulkan depresi jalur penghambatan kortikal, sehingga komponen eksitasi sisi

sepihak akan muncul. Tingkat transisi eksitasi tak seimbang ini akan diikuti oleh

depresi sistem syaraf pusat, umumnya bila kadar anestesi lokal dalam darah lebih tinggi

lagi (Katzung, 2008). Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan,

disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Untuk menanganinya dengan pasien

ditempatkan pada tempat tidur yang nyaman dan dipasang side railnya (Finucane,

2007).

Perawatan post anestesi diperlukan untuk memulihkan kondisi pasien setelah

menjalani operasi, baik pemulihan fisik maupun psikis. Terhambatnya pemulihan post

anestesi berdampak pada timbulnya komplikasi seperti kecemasan dan depresi sehingga

pasien memerlukan perawatan lebih lama di ruang pemulihan, selain itu pasien tetap

berada di ruang post anestesi care unit sampai pulih sepenuhnya dari pengaruh anastesi,

yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95%
dan tingkat kesadaran yang baik, kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan

kesiapan pasien spinal anestesi dikeluarkan dari ruang post anestesi care unit adalah

Bromage score 2 yaitu kemampuan pasien untuk menggerakkan kedua kaki (Finucane,

2007).

Penelitian yang dilakukan Sudani (2012) menyebutkan bahwa rata-rata waktu

pencapaian skala Bromage score 2 pada pasien ASA I adalah 184,75 menit dan

responden pasien ASA II 207 menit. Penelitian yang dilakukan Ervina (2014)

menunjukkan rerata waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang menggunakan

levobupivakain 0,5% 10 mg adalah sebesar 108,7 menit. Sedangkan angka waktu pulih

hambatan motorik pada pasien yang menggunakan bupivakain 0,5% 10 mg adalah

sebesar 152 menit.

Penelitian Nuriyadi (2012), menunjukkan bahwa pasien pasca sectio caesarea

dengan spinal anestesi dosis bupivacain 0,5% 20 mg memerlukan waktu pencapaian

Bromage Score 2 pada menit ke 190-235, sedangkan pada bupivacain 0,5% 15 mg

tercapai pada menit ke 155-195. Terdapat perbedaan lama waktu pencapaian Bromage

Score 2 dengan beda waktu ± 35 menit (lebih cepat pada dosis 15 mg).

Berdasarkan data rekam medik di Instalasi Anestesi RSUD Dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya didapatkan hasil bahwa pasien yang menjalani pembedahan dengan spinal

anestesi dalam kurun waktu Januari 2019 sampai dengan April 2019 sebanyak 387

pasien atau rata rata 96 pasien setiap bulan dengan klasifikasi ASA 1 sebanyak 62

(41,61%) dan ASA 2 sebanyak 87 (58,39). Pengamatan yang dilakukan peneliti pada

tanggal 10 Oktober 2020 di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya terhadap 5 pasien

pasca spinal anestesi diketahui bahwa 2 pasien dengan status ASA 1, waktu pencapaian
bromage skor 2 selama 178-212 menit sedangkan pada 3 pasien dengan status ASA 2,

waktu pencapaian bromage skor 2 antara 198-254 menit.

Menentukan pilihan anastesia yang diberikan kepada pasien yang menjalani

pembedahan yaitu: umur, jenis kelamin, status fisik (ASA), jenis operasi (lokasi

operasi, posisi operasi, manipulasi operasi, durasi operasi), keterampilan operator dan

peralatan yang dipakai, keterampilan / kemampuan pelaksana anestesi dan sarananya,

status rumah sakit. Dari data tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui

Hubungan Status Fisik American Society Of Anestesiologist (ASA) dengan Bromage

Score pada Pasien Pasca Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Status Fisik

American Society Of Anestesiologist (ASA) Dengan Bromage Score Pada Pasien Pasca

Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketeahui Hubungan Status Fisik American Society Of Anestesiologist (ASA) Dengan

Bromage Score Pada Pasien Pasca Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya

2. Tujuan Khusus

a.Diketahuinya status fisik (ASA) pada pasien spinal anestesi di ruang pemulihan

RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

b. Diketahuinya waktu pencapaian Bromage score pada pasien spinal anestesi di

ruang pemulihan RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.


c.Diketahuinya hubungan status fisik (ASA) dengan waktu pencapaian Bromage

score pada pasien spinal anestesi di ruang pemulihan RSUD Dr. Doris Sylvanus

Palangkaraya

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk pengembangan ilmu keperawatan anestesi dalam hal monitoring pencapaian

skala Bromage score pada pasien pasca spinal anestesi

2. Manfaat Praktis

a. RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Instalasi

Anestesi RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

b. Tenaga perawat anestesi di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya

Sebagai bahan pertimbangan membuat intervensi keperawatan pada pasien

pasca spinal anestesi

c. Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali

Sebagai bahan bacaan di perpustakaan jurusan keperawatan dan menambah

daftar buku / referensi bagi mahasiswa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Spinal Anestesi

1. Definisi Spinal Anestesi

Anestesi spinal merupakan suatu metode yang lebih bersifat analgetik karena

menghilangkan nyeri dan pasien dapat tetap sadar, oleh sebab itu teknik ini tidak

memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri saja. Jika diberi

tambahan obat hipnotik atau sedasi, disebut sebagai balans anestesi sehingga masuk dalam

trias anesthesia (Pramono, 2017).

Spinal anestesi diketahui juga sebagai central neuraxial blockade (CNB) sebab

penginjeksian obat anestesi lokal ke dalam sumsum tulang belakang (Nagelohout, 2014).

2. Anatomi columna vertebralis

Punggung terdiri dari tulang-tulang vertebra dan jaringan penyambung fibrosa antar

vertebra. Tulang vertebra tersusun oleh 7 vertebra servikalis, 12 vertebra thorakalis, 5

vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis, serta 4-5 vertebra koksigeus menyatu pada orang

dewasa. Kolumna vertebralis diikat menjadi satu kesatuan oleh ligamentum-ligamentum

vertebralis.struktur tulang belakang ini membentuk kanalis vertebralis dimana didalamnya

terdapat korda spinalis serta ruang epidural. Fungsi utamanya adalah untuk menunjang

tubuh dan melindungi korda spinalis dan saraf (Nagelohout, 2014).

Prosesus spinosus C2 teraba langsung di bawah oksipital, prosesus spinosus C2

menonjol dan disebut juga vertebra prominens. Garis lurus yang menghubungkan kedua

krista iliaka tertinggi akan memotong prosesus spinosus vertebra prominens. Garis lurus

yang menghubungkan kedua krista iliaka tertinggi akan memotong prosesus spinosus

vertebra L4-L5. Medulla spinalis diperdarahi oleh arteri spinalis anterior dan posterior.

Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum spinal akan menembus kulit, subcutis,

ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang


epidural, durameter, dan ruang subarachnoid. Medulla spinalis berada dalam kanalis

spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus meningen (Nagelohout, 2014).

Cairan serebrospinal merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna, dan mengisi

rongga subarachnoid. Total volume dari liquor cerebrospinalis ini adalah 100-150 cc,

produksi rata-rata 500 ml setiap hari. Sedangkan berat jenis cairan serebrospinalis berkisar

1,003-1,008 pada suhu 370C. Cairan ini diabsorpsi kembali ke dalam darah melalui

struktur khusus yang dinamakan vili arachnoidalis (Morgan, 2013).

3. Teknik Spinal Anestesi

Teknik spinal anestesi spinal (Subarachnoid Block/SAB) adalah prosedur

pemberian obat anestesi ke dalam cairan serebrospinal dalam ruang subarachnoid, dan

obat akan menyebar sesuai gravitasi, posisi pasien, tekanan cairan serebrospinal (CSF).

Secara anatomis dipilih segmen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung bawah

pada medulla spinalis setinggi L2 dan ruang intersegmental lumbal ini relative lebih lebar

dan datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari

dengan cara menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan, maka titik pertemuan dengan

segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau interspace L4-L5 (Morgan, 2013).

4. Mekanisme Kerja Obat Spinal Anestesi

Obat analgetik lokal mencegah proses terjadinya depolarisasi membran saraf pada

tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan asetil

kholin sehingga membran akan tetap dalam keadaan semipermeabel dan tidak terjadi

perubahan potensial. Keadaan ini menyebabkan aliran implus yang melewati saraf tersebut

terhenti, sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke susunan saraf

pusat. Keadaan ini menyebabkan timbulnya parastesia sampai analgesia, paresis sampai

paralisis, dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang terblok (Mangku, 2010).
5. Proses Hilangnya Efek Obat Spinal Anestesi

Menurut Mangku (2010), proses hilangnya obat analgetik lokal meliputi:

a. Obat yang berada di luar saraf akan diabsorpsi oleh sistem pembuluh darah

kapiler.

b. Serat saraf akan melepaskan ikatannya dengan obat anestesia lokal. Hal ini

disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi obat di dalam dengan di luar

sel.

c. Setelah obat diabsorpsi oleh sistem sirkulasi, didistribusikan ke organ-organ

lain.

d. Detokfikasi dan eliminasi.

Metabolisme obat spinal anestesi dimulai dengan sebagian besar obat akan

meninggalkan ruang subarachnoid dan akan mengikuti aliran darah vena dan

sebagian kecil mengikuti aliran getah bening (Majid, 2011).

6. Efek Farmakologis Obat Spinal Anestesi

Menurut Mangku (2010), obat anestesi lokal memiliki beberapa efek

terhadap sistem dalam tubuh, meliputi:

a. Terhadap sistem saraf pusat

Obat anestesi lokal bisa melewati barier darah-otak sehingga menunjukkan

efek stabilisasi yang sama pada sel-sel neuron diotak. Pada umumnya neuron

inhibisi lebih sensitive dibandingkan dengan neuron eksitasi, sehingga bila

diberikan secara langsung ke dalam sirkulasi, terlebih dahulu akan timbul

kejang, tremor, gelisah, kejang klonik, selanjutnya baru kemudian paralisis,

kolaps sirkulasi, dan koma.

b. Terhadap ganglion otonom dan hubungan saraf otonom


Obat anestesi lokal menghambat transmisi implus pada ganglion otonom dan

hubungan saraf otot melalui mekanisme menghambat pada pelepasan

asitekolin dan mekanisme hambatan kompetitif non depolarisasi.

c. Terhadap kardiovaskuler

Pada jantung, obat anesetsi lokal memiliki efek stabilisasi jaringan konduksi

jantung, sehingga berkhasiat untuk memperpanjang periode refrakter,

memperpanjang waktu konduksi dan menekan kepekaan otot jantung. Oleh

karena itu, obat ini bermanfaat untuk mengobati disritmia ventrikuler. Pada

pembuluh darah, obat anestesi lokal mempunyai efek langsung pada arteriole

sehingga menimbulkan vasodilatasi. Dengan demilian akan terjadi penurunan

tekanan darah apabila pemberian langsung secara intravena.

d. Terhadap sistem respirasi

Pada dosis kecil akan merangsang pusat nafas, sehingga frekuensi nafas

meningkat. Selanjutnya pada dosis yang lebih besar, akan menimbulkan

depresi sistem pusat nafas sehingga terjadi penurunan frekuensi nafas dan

volume tidal sampai henti nafas. Obat anestesia lokal juga mempunyai efek

spasmolitik yang menyebabkan dilatasi bronkus, selain itu juga mempunyai

efek antihistamin ringan pada saluran pernafasan.

7. Indikasi Spinal Anestesi

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai

belakang, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan

khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang

panggul, bedah obstetrik-ginekologi, dan bedah anak. Dimana pada bedah

pediatric dikombinasi dengan anestesi umum (Majid, 2011).


8. Kontra Indikasi Spinal Anestesi

Kontraindikasi dilakukannya spinal anestesi menurut Morgan (2013), yakni:

a. Kontraindikasi absolut, meliputi: infeksi pada tempat suntikan, pasien

menolak, koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan, hypovolemia berat,

tekanan intracranial meninggi, stenosis aorta berat, stenosis mitral berat.

b. Kontraindikasi relative, meliputi: pembedahan sistemik (sepsis, bakteriemia),

pasien tidak kooperatif, defisit neurologis, lesi stenosis katup aorta, kelainan

bentuk tulang belakang berat.

c. Kontraindikasi kontroversial, meliputi: pembedahan pada daerah injeksi,

pasien tidak mampu berkomunikasi, bedah lama, resiko perdarahan besar.

9. Komplikasi Spinal Anestesi

Menurut Mangku (2010), komplikasi spinal anestesi yaitu: hipotensi dan

bradikardi, hipoventilasi sampai henti nafas, blok spinal total, menggigil, pasien tidak

kooperatif, mual dan muntah, intoksikasi obat, kegagalan blok, nyeri kepala (PDPH),

nyeri pinggang, neuropati (misalnya sindroma kauda ekuina), retensio urin.

Menurut Morgan (2013) komplikasi neurologis akibat spinal anestesi yaitu

sequel neurologis. Penyebabnya adalah trauma langsung oleh jarum spinal. Keluhan yang

dirasakan pasien berupa parastesia yang lama, sampai beberapa bulan post spinal anestesi.

Dapat juga timbul arachnoiditis adhesive, komplikasi yang serius karena dapat

menimbulkan kerusakan pada medulla spinalis yang permanen. Hal ini terjadi karena

injeksi larutan yang bersifat iritan ke dalam ruang subarachnoid.

B. Bromage Score

Bromage score adalah suatu cara menilai perkembangan pergerakan kaki

pasca operasi dengan spinal anestesi dan normalnya tercapai 2-3 jam post spinal

anestesi. Gerakan itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak


secara bebas dengan menggunakan koordinasi sistem saraf dan musculoskeletal

(Nuriyadi, 2012). Bromage score selain menjadi standar baku untuk mengukur

tingkat perkembangan pergerakan kaki paska pemberian spinal anestesi, juga

menjadi indikator apakah pasien paska spinal anestesi sudah dapat kembali ke

bangsal.

Menurut Kasanah (2019), Kriteria penilaian yang digunakan untuk

menentukan kesiapan pasien spinal anestesi dikeluarkan dari ruang post anestesi care

unit adalah nilai Bromage score ≤ 2, yang didefinisikan kemampuan pasien untuk

melakukan gerakan geser pada kaki namun tidak mampu memflexikan lutut.

Pada bromage score, intensitas blok motorik dinilai pada kemampuan pasien

untuk menggerakkan ekstremitas bawah. Adapun penilaiannya sebagai berikut:

Tabel 2.1. Bromage Score


No. Gambar Kriteria Skor

Tidak Dapat Menggerakkan


1. 3
Lutut Atau Kaki

Hanya Dapat

2. Menggerakkan Telapak 2

Kaki

Hanya Dapat
3. 1
Menggerakkan Lutut

Dapat Menggerakkan Lutut


4. 0
Dan Kaki

Sumb

( Nuriyadi 2012)

Spinal anestei merupakan salah satu teknik regional anestesi dengan


cara memasukkan obat lokal anestesi ke ruang subarachnoid. Waktu paruh

obat spinal anestesi berkisar 1,5-3 jam (Latif, 2010). Menurut Finunace dalam

Kasanah (2019), Terhambatnya pemulihan post anestesi berdampak pada

timbulnya komplikasi seperti kecemasan dan depresi sehingga pasien

memerlukan perawatan lebih lama di ruang pemulihan.

Selain dampak diatas, apabila pasien paska sectio caesarea tidak

melakukan mobilisasi maka akan menyebabkan bahaya fisiologis dan

psikologis. Bahaya fisiologis mempengaruhi fungsi metabolisme normal,

menurunkan laju metabolisme, mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein menyebabkan kesetidak seimbangan cairan elektrolit dan kalsium

dan dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan

penurunan peristaltik dengan kontisipasi dan impaksi (Potter & Perry, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan Fitria (2018) menyimpulkan

bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan bromage score pada pasien

spinal anestesi di ruang pemulihan antaranya status fisik (ASA), dan umur.

Kemudian menurut Deliati (2016) dalam tesisnya mengatakan bahwa faktor

penyebab terlambatnya pindah (Delayed Discharged) Pasien Pasca Operasi

Elektif di Ruang Pulih Bedah Pusat Terpadu RSUD Dr. Soetomo, Pencapaian

nilai kriteria pindah bromage score dipengaruhi oleh lama anestesi dan

operasi, jumlah perdarahan dan cairan selama operasi, serta teknik anestesi

dan pembedahan

C. Status Fisik Pra Anestesi

Setiap pasien menurut Pramono (2016) harus dinilai status fisiknya untuk

menunjukkan apakah kondisi tubuh normal atau mempunyai kelainan yang


memerlukan perhatian khusus.

Status fisik pra anestesi atau ASA, sistem klasifikasi fisik adalah suatu

sistem untuk menilai kesehatan pasien sebelum operasi. American Society of

Anesthesiologis (ASA) mengadopsi sistem klasifikasi status lima kategori

fisik yaitu:

1. ASA 1, seorang pasien normal dan sehat atau tidak ada penyakit organ.

2. ASA 2, seorang pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

tanpa gangguan fungsional.

3. ASA 3, seorang pasien dengan penyakit sistemik berat atau dengan

gangguan fungsional definitif.

4. ASA 4, seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang merupakan

ancaman bagi kehidupan.

5. ASA 5, seorang pasien yang hampir mati tidak ada harapan hidup dalam

24 jam untuk bertahan hidup tanpa operasi.

Jika pembedahan termasuk dalam kategori darurat, klasifikasi status fisik

diikuti dengan “E” (untuk darurat) misalnya “3E” . Status ASA ditentukan

oleh semakin tinggi status ASA pasien maka gangguan sistemik pasien

tersebut akan semakin berat. Hal ini karena status ASA dapat menyebabkan

respon organ-organ tubuh terhadap obat atau agen anestesi tersebut semakin

lambat, sehingga berdampak pada semakin lama pulih sadar pasien (Setiawan,

2010)

D. Penelitian Terkait

Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti lain yaitru terdapat 2 penelitian lain yang mendukung penelitian ini.
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Razak, 2020) dengan judul

Hubungan Status Fisik American Society Of Anestesiologist (Asa)

Dengan Bromage Score Pada Pasien Pasca Anastesi Spinal. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status fisik american

society of Anestesiologist (ASA) dengan bromage score pada pasien pasca

anastesi spinal . Jenis penelitian ini adalah survei analitik. Rancangan

yang digunakan adalah rancangan penelitian Cross sectional. Populasi

dalam penelitian ini yaitu semua pasien yang di lakukan anastesi spinal

pada bulan September 2019. Jumlah sampel yang digunakan dalam

penelitian ini sebanyak 44 orang. Uji analisa data yang digunakan adalah

uji chi square. Hasil uji analisis diperoleh nilai p value 0,003 lebih kecil

dari nilai α 0,05 yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima atau terdapat

hubungan status fisik american society of anastesiologist (ASA) dengan

bromage score. Disarankan bagi pihak RS untuk melakukan pendidikan

kesehatan pada pasien pre dan post operasi tentang pentingnya pola hidup

sehat.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Eka, 2018) dengan judul Faktor

Yang Berhubungan Dengan Bromage Score Pada Pasien Spinal Anastesi

Di Ruang Pemulihan. Rancangan penelitian survey analitik dengan

pendekatan cross sectional. Teknik pengambian sampel menggunakan

teknik accidental sampling. Populasi adalah pasien pasca spinal anastesi di

ruang pemulihan sebuah rumah sakit di Bandar Lampung dengan jumlah

sampel 33 responden. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi

dengan menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian didapatkan adanya


dua faktor yang berhubungan dengan bromage score yaitu status fisik

ASA dengan nilai value = 0,000 sedangkan nilai OR=105,00 (9,932 -

1110.017) dan Umur dengan nilai value = 0,001 sedangkan nilai

OR=14.000 (2,539 -77,208). Sedangkan yang tidak berhubungan yaitu

faktor posisi pembedahan dengan nilai value =0,665. Peneliti berharap

agar fakto-faktor yang dapat mempengaruhi bromage score pasien spinal

anastesi tetap diperhatikan agar tidak terjadi komplikasi pasien pasca

spinal anastesi.
E. Kerangka Teori

Pembedahan

Spinal Anastesi

Pasien mengalami efek :


Hipnotik
Analgesia
Relaksasi Otot
Status Fisik Pra Anestesi

Post Operasi
ASA 1, seorang pasien normal dan sehat atau
tidak ada penyakit organ

ASA 2, seorang pasien dengan penyakit


sistemik ringan atau sedang tanpa gangguan
fungsional
Bromage Score
ASA 3, seorang pasien dengan penyakit
sistemik berat atau dengan gangguan
fungsional definitif

ASA 4, seorang pasien dengan penyakit


sistemik berat yang merupakan ancaman
bagi kehidupan

ASA 5, seorang pasien yang hampir mati


tidak ada harapan hidup dalam 24 jam untuk
bertahan hidup tanpa operasi

2.1 Kerangka Teori Penelitian


BAB III
KERANGKA KERJA PENELITIAN
A. Kerangka Kerja

Konsep adalah abstraksi dan suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara variabel (baik variabel

yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangkan konsep berisi konsep yang dipakai

sebagai landasan berpikir dalam kegiatan ilmu. Kerangka konsep dan membantu

penelitian menghubungan hasil penemuan dengan teori. (Nursalam, 2011)

Kerangka konsep penelitian ini terdiri dari variabel independen dan dependen.

Variabel independen adalah Status Fisik American Society Of Anestesiologist (ASA)

sedangkan variabel dependen adalah Bromage Score Pada Pasien Pasca Anastesi Spinal

RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

Untuk lebih jelas dapat dilihat skema dibawah ini

Variabel Independen Variabel Dependen

Status Fisik American


Society Of Anestesiologist Bromage Score Pada Pasien Pasca
(Asa) Anastesi Spinal

Skema 3.1 Kerangka Kerja Penelitian

B. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka kerja penelitian diatas, maka yang menjadi pernyataan dan

hipotesa penelitian adalah :


1. Hipotesa Mayor

Ha : Ada Hubungan Status Fisik American Society Of Anestesiologist (Asa)

Dengan Bromage Score Pada Pasien Pasca Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya

Ho : Tidak ada Hubungan Status Fisik American Society Of Anestesiologist (Asa)

Dengan Bromage Score Pada Pasien Pasca Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya

C. Definisi Operasional

Untuk lebih mudah memahami pengertian dari variabel yang akan diteliti, maka

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian


No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Penelitian Ukur
Variabel Independen
1 Status Proses dimana suatu Angket Kuesioner Ordinal Baik
Fisik sistem untuk menilai yang terdiri x>=
American kesehatan pasien dari ….
Society Of sebelum pernyataan Tidak
Anestesiol operasi. dengan Baik
ogist skala
x<=
(Asa) guttman

Variabel Dependen

2 Bromage Dimana Bromage Angket Kuesioner Ordinal Baik


Score score adalah suatu yang terdiri x>=
cara menilai dari ….
perkembangan pernyataan Tidak
pergerakan kaki dengan Baik
pasca operasi skala
dengan spinal guttman x<=
anestesi dan
normalnya
tercapai 2-3 jam
post spinal anestesi.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif yang menggunakan

pendekatan cross sectional yang merupakan penelitian yang menekankan

waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya

satu kali pada satu saat dan dalam waktu yang bersamaan (Nursalam, 2011).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Status Fisik American

Society Of Anestesiologist (ASA) Dengan Bromage Score Pada Pasien Pasca

Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kulitas dan karakteristik yang di tentukan oleh peneliti

sesuai dengan masalah penelitiannya (Nursalam, 2011). Adapun populasi

dalam penelitian ini adalah Pasien Pasca Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari data

di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Januari s/d Juni sebanyak 424

anak.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi yang ditentukan melalui sampling.

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk menjadi

sampel dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2011).

Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive


sampling, yaitu peneliti menentukan sendiri sampel diambil tidak secara

acak tetapi ditentukan oleh peneliti. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan rumus Slovin :

N
n=
N . d 2 +1

Keterangan:

n : Ukuran sampel

N : Ukuran populasi

d : Galat pendugaan

N
n=
N . d 2 +1

424
n=
424 (10 %)2+ 1

424
n=
424 (0,1)2 +1

424
n=
424. ( 0,01 )+ 1

424
n=
5,24

n = 80,91

Maka jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 81

orang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Doris

Sylvanus Palangkaraya.

2. Waktu penelitian

Penelitian direncanakan tanggal 01 Maret 2021 pada Pasien Pasca

Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

D. Alat Pengukur Data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner

yang terdiri dari tiga bagian yaitu :

1. Bagian A merupakan data demografi responden.

2. Bagian B merupakan pernyataan mengenai Status Fisik American Society

Of Anestesiologist (ASA). Dalam bentuk skala guttman

3. Bagian C merupakan pernyataan mengenai Bromage Score. Dalam bentuk

skala guttman

Setelah kuesioner sebagai alat ukur data selesai disusun, belum berarti

kuesioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan data.

Kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas dan

rehabilitas, yang bertujuan untuk mendapatkan data yang valid dan hasil yang

akurat (Notoatmodjo, 2010).

Uji coba instrumen dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang

memenuhi kriteria validitas maka peneliti melakukan validasi instrumen

dengan jalan menguji cobakan kuisioner kepada sekelompok orang tua di

dalam kelompok sampel yang sama. Uji coba dilakukan terhadap 10 orang
pada Pasien Pasca Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya,

yang uji ini dianalisis dengan menggunakan sistem komputerisasi yaitu SPSS

(Statistic Product and Service Solution).

a. Uji validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah

kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita

ukur, maka perlu menggunakan uji dengan tehnik korelasi. Tehnik korelasi

yang dipakai adalah tehnik korelasi product moment (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan tabel nilai product moment, maka taraf signifikan pada

10 responden adalah 0,632. Jika nilai dalam angket 0,632 maka angket

tersebut valid. Sebaliknya, jika nilai pernyataan dibawah 0,632 maka

angket tersebut tidak valid, maka alat ukur tersebut di buang.

b. Uji Reliability

Uji reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan

bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali

dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati

sama-sama memegang peranan yang penting dalam waktu yang

bersamaan (Nursalam, 2011). Dengan menggunakan rumus product

moment di atas maka nilai reabilitas dapat langsung dihitung dan didapat

angka kritis setiap pernyataan adalah 0,632. Bila hasilnya sama atau

lebih dari angka kritis (0,632) maka alat ukur itu reliabel, tetapi bila

hasilnya di bawah angka kritis (0,632), maka angket tersebut tidak

reliabel sebagai alat ukur sehingga harus diganti atau direvisi.


E. Etika Penelitian

Menurut (Nursalam, 2011) Etika penelitian merupakan suatu prinsip

yang sangat penting dalam ilmu kesehatan, karena hampir 90 % subjek yang

digunakan dalam penelitian kesehatan adalah manusia, maka peneliti harus

memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Jika hal ini tidak dilaksanakan,

maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang kebetulan

sebagai klien.

Penelitian ini sangat penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip etika,

karena subjek yang digunakan adalah manusia. Jadi secara umum, prinsip

etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga

bagian yaitu:

1. Prinsip Manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari eksploitas

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan

yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa

partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan,

tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek

dalam bentuk apa pun.

c. Resiko (benefits ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan

yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.


2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to self

determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai

hak memutuskan apakah bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa

adanya paksaan atau sanksi apapun.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to full disclosure).

Peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci seta bertanggung

jawab jika ada sesuatu terjadi pada subjek.

c. Lembar persetujuan (informed consent)

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian dilaksanakan, mereka juga mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent

juga dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan

untuk pengembangan ilmu. Lembar persetujuan ini diberikan sebelum

mengisi lembar kuesioner agar mereka benar-benar memahami maksud

dan tujuan dari penelitian ini, jika mereka bersedia maka mereka

menandatangani lembar tersebut, lalu dilanjutkan dengan pengisian

lembar kuesioner.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan

sesudah keikut sertaannya dalam penelitian tanpa adanya deskriminasi


apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan

rahasia (confidentiality)

Kemudian dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu

adanya rekomendasi dan pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin

kepada mstansi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah

dilakukannya penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian

meliputi:

a. Informed consent

Lembar persetujuan yang akan diberikan responden yang akan diteliti dan

memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat

penelitian dan manfaat penelitian

b. Anonymiy (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode

c. Confidential (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang dilaporkan hasil penelitian.

F. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara mendapatkan data

primer yaitu melalui angket dengan menggunakan kuesioner yang telah


dirancang oleh peneliti sesuai dengan objek penelitiannya. Tujuannya adalah

untuk mengetahui Hubungan Status Fisik American Society Of

Anestesiologist (Asa) Dengan Bromage Score Pada Pasien Pasca Anastesi

Spinal RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

Adapun tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Persiapan pengumpulan data

Persiapan pengumpulan data dilakukan melalui proses administrasi

dengan cara mendapatkan izin dari ketua Program Studi Ilmu

Kperawatan Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali Setelah itu peneliti

akan memilih tempat penelitian dan populasi target, kemudian

mengajukan surat permohonan izin kepada bagian Diklat untuk

mengadakan penelitian yang ditujukan kepada kepala desa di RSUD Dr.

Doris Sylvanus Palangkaraya.

2. Tahap melakukan pengumpulan data

Setelah mendapatkan izin, peneliti mendatangi responden,

memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dari penelitian, dan meminta

kepada calon responden untuk menandatangani lembar persetujuan untuk

menjadi responden apabila mereka setuju. Setelah itu kuesioner di

edarkan kepada responden yang telah menandatangani lembar

persetujuan, kemudian lembar yang telah di isi oleh responden

dikumpulkan kembali. Setelah semua terkumpulkan peneliti memeriksa

kembali lembar kuesioner agar terhindar dari ketidaklengkapan jawaban.

Kemudian peneliti meminta pamit secara lisan kepada responden dengan


mengucapkan terima kasih atas kesediaan menjadi responden dalam

penelitian ini.

G. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, langkah yang dilakukan peneliti adalah

mengolah data, sehingga dapat dianalisis dan diambil kesimpulannya.

Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut

(Sulistyaningsih, 2012)

1. peneliti memindahkan jawaban yang telah terisi kedalam master tabel

dan mengelompokkan responden berdasarkan katagori yang telah dibuat.

“Tabulasi Editing

Data editing adalah kegiatan memeriksa data, kelengkapan,

kebenaran pengisian data, keseragaman ukuran, keterbacaan tulisan dan

konsistensi data berdasarkan tujuan penelitian.

2. Coding

Coding adalah pemberian kode pada data yang berskala nominal dan

ordinal. Kodenya berbentuk angka/numerik/nomor, bukan simbol karena

hanya angka yang dapat diolah secara statistik dengan bantuan program

komputer. Data berskala interval dan ratio tidak perlu koding karena

sudah dalam bentuk angka. Tujuannya adalah untuk memudahkan

peneliti dalam pengolahan data.

3. Transfering

Kuesioner yang telah diisi oleh responden serta diberi kode oleh

peneliti, kemudian peneliti memindahkan hasil pengkodean kedalam

bentuk tabel atau memindahkan data coding kedalam bentuk tabulating.


Untuk diolah dengan menggunakan komputerisasi. Setelah melakukan

penelitian, peneliti langsung memindahkan hasil pengkodean ke dalam

tabel.

4. Tabulating

Tabulating yaitu adalah membuat tabel-tabel data, sesuai dengan

tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.

H. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Tehnik analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa

univariat yaitu analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis

univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dari persentase dari tiap variabel

(Suman, 2014).

Untuk menghitung nilai rata-rata (mean) pada variabel independen dan

dependen digunakan rumus sebagai berikut :

Σx
X=
n

Keterangan :

X = Mean / Nilai rata-rata

𝛴x = jumlah keseluruhan nilai responden

N = jumlah sampel

Kemudian ditentukan presentasi perolehan untuk tiap-tiap kategori

dengan menggunakan rumus :

P = fi x 100%
N

Keterangan :

P = Angka persentase

fi= Frekuensi jawaban sampel

n = Jumlah sampel

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat diperlukan untuk menjelaskan hubungan dua

variabel antara variabel independen dengan variabel dependen, yaitu

untuk mengenal Hubungan Status Fisik American Society Of

Anestesiologist (Asa) Dengan Bromage Score Pada Pasien Pasca

Anastesi Spinal RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Analisa hasil

dari variabel bebas yang digunakan adalah tabulasi silang dengan

menggunakan rumus chi-square pada tingkat kemaknaannya 95% (P ≤

0,05), sehingga dapat menggunakan program computer SPSS for window.

Pada perhitungan statistik untuk analisa variabel penelitian tersebut

dilakukan menggunakan program komputerisasi yang di interfrestasikan

dalam nilai probabilitas (p-value) pengolahan data diinterprestasikan

dalam nilai probabilitas dengan syarat yang harus dipenuhi dalam

melakukan analisis dengan menggunakan chi-square dengan kriteria

sebagai berikut :

a. Bila pada table 2 x 2 dan tidak ada niali E (harapan) < 5, maka uji

yang dipakai sebaiknya continuity correction.

b. Bila pada table 2 x 2 dijumpai nilai E (harapan) < 5, maka uji yang

digunakan fishor exact.


c. Bila table lebih dari 2 x 2 misalnya 3 x 2 dan lain-lain, maka

digunakan uji pearson chi-square.

Melalui perhitungan uji chi-square test selanjutnya ditarik

kesimpulan bila nilai p lebih kecil dari alpha (< 0,05) maka Ho ditolak Ha

diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel

bebas.

Anda mungkin juga menyukai