Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KEPERAWATAN

PADA NY. R DENGAN MOW PADA POST PARTUM

DI BIDAN

Disusun oleh :

Naila Nadhirotur Rosyidah

(P17220173019)

D3/2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROSI DIII KEPERAWATAN LAWANG

Mei, 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

KELUARGA BERENCANA / MOW (METODE OPERATIF WANITA)

A. Definisi
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara
mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada
lelaki). Kontrasepsi mantap ( Kontap ) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap Pria dan
Kontap Wanita. Kontap Wanita atau merupakan metode sterilisasi pada wanita dikenal
dengan MOW atau tubektomi.
MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan
kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel
telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh
karena itu gairah seks wanita tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau
memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum, jadi dasar dari
MOW ini adalah mengokulasi tuba fallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat
bertemu.

B. Etiologi
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang menghubungkan
ovarium dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium dan
bergerak menuju uterus. Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi
embrio yang kemudian melekat di uterus.
Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa
ditutup dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan memotong atau
mengikat. Metode yang paling dipakai sekarang adalah dengan mempergunakan
laparoskopi kemudian menjepit kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang
ring.
Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu :
laparoskopi, mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio Cesarea (SC),
mini-laparotomi (operasi kecil), histereskopi (dengan memasang implan yang akan
merangsang jaringan ikat, sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan / teknik
melalui vagina (sekarang tidak dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).
Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat
menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop
berupa pipa kecil bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil
di perut untuk menentukan lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat
untuk memasukkan alat pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi
kemudian ditutup dengan jepitan. Cara yang lebih tradisional yang disebut laparotomi
tidak menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.

C. Jenis-jenis
1. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerdahanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan
sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada perut bawah (suprapubik) maupun sub umbilical
(pada lingkar perut pusat). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien,
relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi latihan khusus. Operasi ini
aman dan efektif.
2. Laparoskopi
Prosedur ini memelukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang
telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat
dilakukan pada 6-8 minggu pasca persalinan atau setelah atau abortus (tanpa
komplikasi). Laparoskopi sebaiknya digunakan pada jumlah klien yang cukup banyak
karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.

D. Keuntungan dan Kerugian


1. Keuntungan tubektomi
a. Motivasi hanya dilakukan 1 kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang
berulang-ulang
b. Efektivitas hampir 100%
c. Tidak mempengaruhi libido seksual
d. Kegagalan dari pihak pasien tidak ada
e. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
f. Tidak bergantung pada faktor senggama
g. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius
h. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
i. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
j. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium).
2. Kerugian Tubektomi
a. Rasa sakit/ketidak nyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
b. Ada kemungkinan mengalami resiko pembedahan
c. Klien dapat menyesal dikemudian hari
d. Risiko komplikasi kecil (meningkat bila digunakan anestesi umum)
e. Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
f. Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)

E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi
2. Pucat

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi
2. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca bedah.

G. Syarat-syarat Kontrasepsi Tubektomi


1. Harus sudah memiliki paritas > 2 anak terkecil berumur 2 tahun.
2. Umur ibu
Menganjurkan rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak setidak-
tidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30 tahun bila 12
berumur 25 dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006) dan menurut
Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun.
3. Perkawinan stabil (Keluarga harmonis). Karena perceraian setelah kontap dapat
membuat penyesalan yang sangat sulit diatasi.
4. Konseling
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek
pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan
dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Klien diberi
kesempatan untuk menilai keuntungan, kerugian, akibat, prosedur dan alternatif lain
dan tidak harus menentukan pilihannya ada saat itu juga. Sangat penting karena
penyesalan setelah kontap kebanyakan terjadi karena konseling yang kurang adekuat.
Konseling harus dilakukan pada saat calon klien (pasangan) berada pada kondisi
psikologis yang prima.
5. Informed consent
Adalah pernyataan klien bahwa 12 menerima atau menyetujui sebuah tindakan
medis (dalam hal ini Tubektomi) secara sukarela dan menyadari sepenuhnya semua
risiko dan akibatnya.

H. Indikasi
Yang Dapat Menjalani Tubektomi :
1. Usia > 26 tahun.
2. Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn.
3. Yakin telah mempunyai keluarga besar yang sesuai dengan kehendak
4. Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
5. Pascapersalinan.
6. Pascakeguguran.
7. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :
1. Indikasi medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat
3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan
pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis,
tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang
sulit observasi (Santoso, 2006).
2. Indikasi obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara
medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia
relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio
sesarea dua kali atau lebih.
3. Indikasi genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak
seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
4. Indikasi kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya
pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
5. Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban
ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga

I. Kontra Indikasi
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
1. Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai).
2. Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi).
3. Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan.
6. Belum memberikan persetujuan tertulis.
J. Efek Samping
1. Reaksi alergi anestesi
Penanggulangan KIE:
Menjelaskan sebab terjadinya bahwa adanya reaksi hipersensitif atau alergi
karena masuknya larutan anestesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau pemberian
anestesi lokal yang melebihi dosis. Reaksi ini dapat terjadi pada saat dilakukan
tindakan operasi baik operasi besar atau kecil.
2. Infeksi atau abses pada luka
Penanggulangan KIE:
Menjelaskan sebab terjadinya karena tidak terpenuhinya standar sterilitasi alat
operasi dan pencegahan infeksi, atau kurang sempurnanya teknik perawatan luka
pasca operasi.Gejala ini umumnya terjadi karena kurang diperhatikannya strerilitas
alat dan ruangan, kurang sempurnanya persiapan operasi teknik dan perawatan luka
pasca operasi
3. Perforasi rahim
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan elevator rahim didorong terlalu kuat
kearah yang salah, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang
memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit (biasanya posisi rahim
hiperretrofleksi, adanya perlengketan pada rahim, pasca keguguran). Terangkan
mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia.
4. Perlukaan kandung kencing
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan tidak sempurnanya pengosongan
kandung kencing. Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta
anatomi tubuh manusia.
5. Perlukaan usus
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya karena tindakan yang tidak sesuai prosedur, teknik
operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan anatomi
tubuh yang rumit. Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta
anatomi tubuh manusia.
6. Perdarahan mesosalping
Penanggulangan KIE :
Menjelaskan sebab terjadinya karena terpotongnya pembuluh darah di daerah
mesosalping.

K. Komplikasi
1. Komplikasi selama operasi
a. Perdarahan dan syok.
b. Sesak nafas (apnoe).
2. Komplikasi pasca bedah
a. Nyeri perut, perut kembung, nyeri dada.
b. Infeksi dan febris.
c. Disparenea karena pertumbuhan jaringan granulasi pada bekas luka kolpotomi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

KB MOW/ TUBEKTOMI

A. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
Dilakukan pada tanggal……………
a. Identifikasi pasien dan penanggung jawab
b. Keluhan utama
Penderita datang pada tanggal……..jam…….ingin menjadi akseptor KB kontap (
tubektomi )
c. Riwayat KB
Riwayat KB sebelumnya yang digunakan
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit keturunan, menular dan berat
e. Riwayat keluarga
Penyakit keturunan, menular, dan berat
f. Riwayat haid
Menarche, lama haid, siklus, banyaknya, dismenorhea, keputihan
g. Riwayat perkawinan
Umur waktu perkawinan, berapa kali, berapa lama
h. Riwayat psikososial
Ketidaktahuan ibu tentang kontrasepsi ( tubektomi )
i. Kebiasaan sehari – hari
Nutrisi, eliminasi, PH, istirahat, tidur, spiritual
j. Pemeriksaan fisik
1) System kardiovaskular : untuk mengetahui tanda – tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, edema, dan kelainan bunyi jantung
2) System hematologi : untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi dan perdarahan, mimisan, splenomegali.
3) System urogenital : ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang.
4) System musculoskeletal : untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam
pergerakan, sakit pada tulang sendi, dan terdapat fraktur atau tidak.

B. Fokus Intervensi
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder terhadap nyeri.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
4. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria hasil : Tampak rileks dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri, lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional : Mengetahui sejauh mana nyeri yang dirasakan klien
guna untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler dapat merelaksasikan otot-otot
sehingga sensasi nyeri dapat berkurang
3) Berikan aktivitas hiburan.
Rasional : Meningkatkan relaksasi.
4) Kolaborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional : Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
Tujuan : Toleransi aktivitas
Kriteria hasil : Klien dapat bergerak tanpa pembatasan, Tidak berhati-hati dalam
bergerak.
Intervensi
1) Catat respon emosi terhadap mobilisasi.
Rasional : Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
2) Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Untuk mengurangi beban klien.
3) Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Rasional : Memperbaiki mekanika tubuh.
4) Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional : Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi :
1) Ukur tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mendeteksi adanya tanda infeksi.
2) Observasi tanda-tanda infeksi.
Rasional : Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah.
3) Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik.
Rasional : Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4) Observasi luka insisi.
Rasional : deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka
4. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
Tujuan : Mengurangi kecemasan.
Kriteria hasil : tidak terdapat tanda-tanda kecemasan.
Intervensi :
1) Dorong klien untuk mengekspresikan masalah dan rasa khawatir.
Rasional : Komunikasi terbuka, membantu mengembangkan
hubungan saling percaya sehingga mengurangi stress dan anxietas
2) Bantu klien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan anxietas.
Rasional : penurunan anxietas menurunkan sekresi asam klorida
3) Ajarkan strategi penatalaksanaan stress.
Rasional : Stressor diidentifikasi sebelum dapat diselesaikan
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, 2005, Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas, Jakarta, EGC.

Prawirohardjo, S, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta, Yayasan Bina
Pustaka.

BKKBN, 2012, Pedoman Pelayanan Keluarga berencana Pasca Persalinan, Jakarta, BKKBN.

Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. Jakarta : EGC.

Nanda. 2005. Diagnosis Keperawatan Nanda: Definisi & Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : prima
Medika.

Anda mungkin juga menyukai