Anda di halaman 1dari 75

INTENSITAS NYERI KEPALA PADA PASIEN HIPERTENSI YANG DIBERIKAN

KOMPRES HANGAT PADA TENGKUK DI KARANG WERDHA BISMA DESA


SUMBER PORONG KECAMATAN LAWANG KABUPATEN MALANG

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


(STUDI KASUS)

NAILA NADHIROTUR ROSYIDAH


NIM. P17220173019

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN LAWANG
2019
INTENSITAS NYERI KEPALA PADA PASIEN HIPERTENSI YANG DIBERIKAN
KOMPRES HANGAT PADA TENGKUK DI KARANG WERDHA BISMA DESA
SUMBER PORONG KECAMATAN LAWANG KABUPATEN MALANG

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan program
pendidikan Diploma III Keperawatan Lawang Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang

NAILA NADHIROTUR ROSYIDAH


NIM. P17220173019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LAWANG
2019
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Naila Nadhirotur Rosyidah
NIM : P17220173019
Program Studi : D-III Keperawatan Lawang
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilan alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus ini
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Mengetahui Lawang, Desember 2019


Pembimbing Yang Membuat Pernyataan
Tanda Tangan

Sulastyawati, S.Kep, Ns, M.Kes Naila Nadhirotur Rosyidah


NIP.197811302005012002 NIM P17220173019
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Intensitas Nyeri Kepala pada Pasien Hipertensi
yang Diberikan Kompres Hangat pada Tengkuk di Karang Werdha Bisma Desa Sumber
Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang” oleh Naila Nadhirotur Rosyidah
NIM.P17220173019 telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Lawang, Desember 2019

Pembimbing

Sulastyawati, S.Kep, Ns, M.Kes


NIP.197811302005012002
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Intensitas Nyeri Kepala pada Pasien Hipertensi
yang Diberikan Kompres Hangat pada Tengkuk di Karang Werdha Bisma Desa Sumber
Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang” oleh Naila Nadhirotur Rosyidah NIM.
P17220173019 telah dipertahankan di depan dewan penguji.

Pada tanggal :

Dewan Penguji

Penguji Utama Penguji Anggota 1

Ira Rahmawati, S.Kep, Ns, MNSc(EM) Sulastyawati, S.Kep, Ns, M.Kes.


NIP.198403132019022001 NIP.197811302005012002

Mengetahui,
Ketua Program Studi D-III dan D-IV
Keperawatan Lawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

Budiono, S.Kep, M.Kes


NIP.196907122002121001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis masih diberi kesempatan dan kesehatan untuk

menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Intensitas Nyeri Kepala pada

Pasien Hipertensi yang Diberikan Kompres Hangat pada Tengkuk di Karang Werdha Bisma

Desa Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang”. Penelitian dan penulisan

karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program

pendidikan Diploma III Keperawatan Lawan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan

Kemenkes Malang.

Dalam menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menhaturkan banyak terimakasih kepada:

1. Budi Susatia S.Kep, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang,

yang telah membantu memberikan sarana dan prasarana kemudahan dalam

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Imam Subekti, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Malang, yang telah memberikan sarana dan prasarana

kemudahan dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Budiono, S.Kp, M.Kes selaku Ketua program studi Keperawatan Lawang yang telah

memberi kemudahan dalam pengurusan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Sulastyawati, S.Kep, Ns, M.Kes selaku pembimbing utama yang telah memberikan

banyak ilmu dan memberikan kemudahan serta membantu memberikan bimbingan

guna sempurnanya Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.


5. Ira Rahmawati, S.Kep, Ns, MNSc(EM) selaku penguji yang telah meluangkan

waktunya untuk menguji dan member masukan demi sempurnanya Proposal Karya

Tulis Ilmiah ini.

6. Bapak Suharto dan Ibu Anis Sirwana selaku orang tua yang telah memberikan

dukungan secara moril dan materil yang sangat berarti dalam penyelesaian Proposal

Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam

menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini

masih banyak kekurangan di dalamnya.Oleh karena itu penulis menharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Proposal

Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat

bagi penulis sendiri maupun pihak lain yang membacanya.

Lawang, Desember 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit hipertensi memang sangat berbahaya karena dapat menimbulkan

kematian secara tiba-tiba. Sebagian kalangan pun menyebutnya sebagai The Silent

Killer “pembunuh diam-diam”. Kebanyakan hipertensi yang ditemui saat ini memang

merupakan akibat faktor genetik dan gaya hidup tidak sehat. Misalnya, gaya hidup

tinggi lemak dan rendah serat serta kurangnya olahraga dan juga karena banyaknya

bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan takaran semestinya (Shanty,

2011). Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah sistolik yang lebih dari 140

mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran

dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes,

2014). Keluhan utama yang sering dialami oleh penderita hipertensi biasanya adalah

nyeri kepala. Nyeri kepala diartikan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang

melibatkan emosi sebagai gejala penting dari suatu kelainan organ ataupun penyakit

(Ballenger, 2010) dalam (Mulyadi, 2015). Nyeri yang dirasakan oleh penderita

hipertensi akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Sehingga segala aktivitasnya

menjadi tidak konduktif. Jika aktivitas tersebut dibiarkan bisa mengakibatkan risiko

cedera.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2011 menunjukkan satu

milyar orang di dunia menderita Hipertensi, 2/3 diantaranya berada di Negara

berkembang yang berpenghasilan rendah sampai sedang. Prevalensi Hipertensi akan

terus meningkat tajam dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di

seluruh dunia terkena hipertensi (Depkes, 2017). Hipertensi telah mengakibatkan

kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian terjadi di Asia
Tenggara yang 1/3 populasinya menderita hipertensi sehingga dapat menyebabkan

peningkatan beban biaya kesehatan (Depkes, 2017). Menurut Riset Kesehatan Dasar

2018 menyatakan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1%. Berdasarkan data

hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 penyakit hipertensi di Provinsi Jawa Timur

mencapai 8,1% kemudian di Kabupaten Malang 10,20% dan Kota Malang 10%.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di karang werdha

bisma di desa sumber porong pada tanggal 23 Agustus 2019, di dapatkan jumlah

anggota lansia sebanyak 87, dari jumlah tersebut yang mengalami hipertensi disertai

nyeri kepala sebanyak 23 orang.

Nyeri kepala disebabkan karena kerusakan vaskuler akibat dari hipertensi pada

seluruh pembuluh perifer. Perubahan struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola

menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Bila pembuluh darah menyempit maka

aliran arteri akan terganggu. Pada jaringan yang terganggu akan terjadi penurunan

oksigen dan peningkatan karbondioksida kemudian terjadi metabolisme anaerob

dalam tubuh yang dapat meningkatkan asam laktat dan pada akhirnya menstimulasi

peka nyeri kapiler pada otak (Price & Wilson, 2006) dalam (Setyawan & Kusuma,

2014).

Dampak yang terjadi jika masalah nyeri kepala pada penderita hipertensi tidak

diatasi maka akan menyebabkan ketidaknyamanan, semua aktivitas akan terganggu,

kesulitan untuk tidur, kesulitan bergerak serta dapat berujung terjadi stroke. Hal

tersebut disebabkan karena pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang. Jika

tanpa darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi. Sehingga sel-

sel pada sebagian area otak tersebutakan mati.

Secara umum penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi dua, yaitu dengan

pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis. Pendekatan secara farmakologis dapat


dilakukan dengan memberikan analgesik. Walaupun analgesik sangat efektif untuk

mengatasi nyeri, namun hal tersebut akan berdampak kecanduan obat dan akan

memberikan efek samping obat yang berbahaya bagi pasien. Secara nonfarmakologis

salah satu penatalaksanaannya antara lain dengan menggunakan kompres hangat.

Teknik kompres hangat adalah memberikan rasa hangat kepada klien untuk

mengurangi nyeri dengan menggunakan cairan hangat yang berfungsi untuk

melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah. Terapi tersebut telah

dikenali oleh masyarakat umum dan juga sangat efektif serta aman.

Penggunaan kompres hangat/panas untuk area yang nyeri dianggap mampu

meredakan nyeri. Karena dengan memberikan energi panas melalui konduksi, dimana

panas tersebut menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), meningkatkan

relaksasi otot sehingga meningkatkan sirkulasi dan menambah pemasukan oksigen,

serta nutrisi ke jaringan (Potter & Perry, 2010, hlm 632). Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Dody Setyawan dan Muslim Argo Bayu Kusuma (2014),

Kompres Hangat pada Leher Dapat Berpengaruh Terhadap Penurunan Intensitas

Nyeri Kepala pada Pasien Hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian

mengenai intensitas nyeri kepala pada pasien hipertensi yang diberikan kompres

hangat pada tengkuk.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Bagaimana Intensitas Nyeri Kepala pada Pasien Hipertensi yang

Diberikan Kompres Hangat pada Tengkuk ?”


1.3 Tujuan Peneliti

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran nyeri kepala pada hipertensi yang diberikan

kompres hangat pada tengkuk.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengobservasi keluhan nyeri kepala pada pasien hipertensi yang

diberikan kompres hangat pada tengkuk.

b. Untuk mendapatkan gambaran nyeri kepala pada pasien hipertensi yang

diberikan kompres hangat pada tengkuk.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk

menambah pengetahuan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai data dasar dan pembanding untuk penelitian selanjutnya dalam

melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan terapi non farmakologi kompres

hangat dalam penatalaksanaan nyeri kepala pada hipertensi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Pasien

Memberikan saran pada pasien hipertensi dengan menurunkan nyeri kepala

secara terapi non farmakologi kompres hangat.

2. Bagi Instansi Kesehatan

Dapat dijadikan informasi tentang penggunaan kompres hangat pada nyeri

kepala penderita hipertensi untuk pelayanan kesehatan.


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah keadaan yang terjadi ketika

tekanan darah pada arteri di dalam tubuh terlalu tinggi. Satu-satunya cara

untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah secara

teratur. Tekanan darah yang normal adalah 120/80 (tekanan sistolik 120

mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg). Namun, nilai tekanan darah tersebut

tidak memiliki nilai yang baku. Hal itu berbeda-beda tergantung pada aktivitas

fisik dan emosi seseorang (Shanty, 2011). Menurut Brunner & Suddarth

(2005) dalam Wijaya & Putri (2013) yaitu hipertensi dapat didefinisikan

sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140

mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi disebut juga

sebagai “silent killer” karena pada sebagian kasus tidak menunjukkan gejala

apa pun hingga pada suatu hari hipertensi menjadi stroke dan serangan jantung

yang mengakibatkan penderitanya meninggal (Kurniadi & Nurrahmani, 2017).

Latihan yang berat atau stress cenderung meningkatkan tekanan darah.

Sementara itu, dalam keadaan berbaring atau istirahat, tekanan darah akan

turun kembali. Hal ini merupakan peristiwa normal. Jika tekanan darah

seseorang meningkat dengan tajam dan kemudian sudah dilakukan istirahat

tetapi tetap tinggi, maka orang tersebut dapat dikatakan mempunyai tekanan

darah tinggi atau hipertensi ( Bangun, 2008).


2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

a. Berdasarkan JNC VII :

Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi (sumber: JNC VII, 2003) dalam (Wijaya

& Putri, 2013).

b. Menurut European Society of Cardiology :

Kategori Tekanan sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-129 Dan / atau 80-84
Normal tinggi 130-139 Dan / atau 85-89
Hipertensi 140-159 Dan / atau 90-99
derajat I
Hipertensi 160-179 Dan / atau 100-109
derajat II
Hipertensi ≥180 Dan / atau ≥110
derajat III
Hipertensi ≥190 Dan <90
Sistolik terisolasi
Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi (Sumber: ESC, 2007) dalam (Wijaya

& Putri, 2013).

2.1.3 Etiologi Hipertensi

Menurut Wijaya & Putri, 2013 penyebab hipertensi dapat dibedakan menjadi

dua yaitu hipertensi primer dan skunder.

1. Hipertensi Primer

Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.

Jenis ini merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Beberapa faktor

yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi primer adalah seperti faktor


genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet

(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau

kalsium). Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya

tanda dari hipertensi primer.

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diakibatkan oleh

penyakit lain. Sekitar 10% dari kasus penderita hipertensi. Penyebab

hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal, diabetes, kelainan

adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin, resistensi insulin,

hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan

katiosteroid.

2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis. Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui

saraf simpatis ke ganglia simaptis. Pada titik ini, neuron preganglion

melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke

pembuluh darah, lalu melepaskan norepinefrin yang mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.

Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak

diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Wijaya & Putri,

2013).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Pada korteks

adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, menjadikan suatu vasokonstriktor yang kuat, yang pada

akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung pencetus

keadaan hipertensi (Wijaya & Putri, 2013).

2.1.5 Faktor Risiko Hipertensi

Ada beberapa faktor risiko hipertensi yang tidak bisa diubah seperti

riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, dan etnis. Akan tetapi, fakta yang

sering terjadi justru faktor-faktor di luar itulah yang menjadi pemicu terbesar

terjadinya hipertensi seperti stress, obesitas, dan nutrisi. Faktor tersebut dapat

berakhir dengan komplikasi stroke dan serangan jantung.

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga tersebut mempunyai risiko menderita hipertensi, individu yang

memiliki orangtua dengan hipertensi memiliki risiko dua kali lebih besar

untuk menderita hipertensi ketimbang individu yang tidak mempunyai

keluarga dengan riwayat hipertensi.

Faktor jenis kelamin juga dapat mempengaruhi, seperti laki-laki

cenderung banyak terkena hipertensi dibandingkan dengan wanita, karena


adanya dugaan bahwa laki-laki memiliki gaya hidup yang kurang sehat. Akan

tetapi wanita mengalami peningkatan terkena hipertensi setelah masuk usia

menopause yang disebabkan oleh adanya perubahan hormonal yang dialami

wanita setelah menopause.

Di samping faktor yang tidak bisa dimodifikasi seperti usia, jenis

kelamin, dan genetik, menurut Kurniadi & Nurrahmani, 2017 faktor

lingkungan juga menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi, yaitu :

1) Stres

Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah

jantung sehingga akan merangsang aktivitas saraf simpatik. Adapun stres

ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan

karakteristik personal.

2) Berat Badan

Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara berat badan

dan tekanan darah, baik pada pasien hipertensi maupun normotensi

(tekanan darah yang normal). Obesitas terutama pada tubuh bagian atas

dengan peningkatan jumlah lemak pada bagian perut.

3) Penggunaan Kontrasepsi oral pada perempuan

Peningkatan tekanan darah ini biasa ditemukan pada perempuan yang

menggunakan kontrasepsi oral terutama yang berusia di atas 35 tahun,

yang telah menggunakan kontrasepsi selama 5 tahun, atau pada orang

obes. Hipertensi ini disebabkan oleh peningkatan volume plasma akibat

peningkatan aktivitas rennin-angiotensin-aldosteron yang muncul ketika

kontrasepsi oral digunakan.


4) Kebiasaan Merokok

Merokok meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme pelepasan

norepinefrin dari ujung-ujung saraf adrenergik yang dipacu oleh nikotin.

5) Asupan Garam Berlebihan

Apabila asupan garam kurang dari 3 gram per hari, prevalensi hipertensi

hanya beberapa persen saja. Sementara jika asupan garam antara 5-15

gram per hari, maka prevelensi akan meningkat menjadi 5-15%. Pada

manusia yang diberi garam berlebihan dalam waktu yang pendek akan

didapatkan peningkatan tahananperifer dan tekanan darah, sedangkan

pengurangan garam ketingkat 60-90 mmol/hari akan menurunkan tekanan

darah pada kebanyakan manusia.

2.1.6 Manifestasi Klinis Hipertensi

Sebagian pasien dengan penyakit hipertensi tidak mempunyai tanda-

tanda yang menunjukkan tekanan darah meninggi dan hanya akan terdeteksi

pada saat pemeriksaan fisik. Sakit kepala di tengkuk merupakan ciri yang

sering terjadi pada hipertensi. Gejala lainnya adalah pusing, palpitasi

(berdebar-debar), dan mudah lelah (Kurniadi & Nurrahmani, 2017).

Menurut Maya Apriyanti, 2012 jika hipertensi berat atau menahun dan

tidak diobati, bisa timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, sesak

napas, gelisah, pandangan kabur yang terjadi karena adanya kerusakan otak,

mata, jantung dan ginjal.

Crowin (2000) dalam (Wijaya & Putri, 2013) menyebutkan bahwa

sebagian besar gejala klinis timbul :

1) Nyeri kepala, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intrakranial.


2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.

4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

2.1.7 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit.

Menurut buku Penyakit Kardiovaskuler karya Edward K. Chung, komplikasi

hipertensi di antaranya adalah :

1) Stroke

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan oleh

berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Karena

berkurang atau terhentinya suplai darah ke otak, jaringan otak yang

mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Stroke

terkadang disebut dengan CVA (Cerebrovascular accident) (Shanty,

2011).

Stroke merupakan manifestasi gangguan saraf umum yang timbul

mendadak dalam waktu singkat akibat gangguan aliran darah ke otak

karena penyumbatan (Ischemic Stroke) atau perdarahan (hemorrhagic

stroke). Dengan kata lain, menurut cara terjadinya, stroke dibedakan

menjadi dua macam, yaitu stroke iskemik dan stroke hemorragik. Stroke

hemorragik inilah yang biasanya merupakan komplikasi hipertensi

(Shanty, 2011).

2) Penyakit Jantung

Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi

terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban jantung


bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk

meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding

yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.

Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung

dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan

“payah jantung”. Jantung semakin terancam seiring parahnya

aterosklerosis koroner. Angina pektoris juga dapat terjadi karena gabungan

penyakit aterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang

bertambah akibat penambahan massa miokard (Shanty, 2011).

3) Penyakit Arteri Koroneria

Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor risiko utama penyakit arteri

koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak terbentuk pada

percabangan arteri yang kearah arteri koronia kiri, arteri koronaria kanan,

dan jarang pada arteri sirromfleks. Aliran darah ke distal dapat mengalami

obstruksi secara permanen maupun sementara yang disebabkan oleh

akumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di

sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi

ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan suplai

oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri

koronaria (Shanty, 2011).

4) Aneurisma

Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah

sehingga ada ruangan yang memungkinkan darah masuk. Pelebaran

pembuluh darah bisa timbul karena dinding pembuluh darah aorta terpisah

atau disebut aorta disekans. Hal ini dapat menimbulkan penyakit


aneurisma. Gejalanya adalah sakit kepala yang hebat serta sakit di perut

sampai ke pinggang belakang dan di ginjal. Mekanismenya terjadi

pelebaran pembuluh darah aorta (pembuluh nadi besar yang membawa

darah ke seluruh tubuh). Aneurisma pada perut dan dada penyebab

utamanya pengerasan dinding pembuluh darah karena proses penuaan

(aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisma

(Shanty, 2011).

5) Gagal Ginjal

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang

progresif dan tidak dapat diperbaiki dari berbagai penyebab. Salah satunya

pada bagian yang menuju ke kardiovaskuler. Mekanisme terjadinya

hipertensi pada gagal ginjal kronis karena penimbunan garam dan air, atau

sistem rennin angiotensin aldosteron (RAA) (Shanty, 2011).

6) Ensefalopati Hipertensi

Ensefalopati hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan parah

tekanan arteri disertai dengan mual, muntah, dan nyeri kepala yang

berlanjut ke koma dan disertai tanda klinik defisit neurologi (Shanty,

2011).

7) Hipertensi Dipercepat dan Maligna

Pasien hipertensi dipercepat mempunyai tekanan arteri diastolik yang

meningkat disertai dengan retinopati eksudatif. Pada hipertensi maligna,

progresif lebih lanjut, fundus optikus menunjukkan papiledema. Hipertensi

maligna disertai penyakit perenkim ginjal yang parah (missal,

glomerulonefritis kronik). Maka, proteinuria tidak berkurang (Shanty,

2011).
2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi

1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat

penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang

tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi

(Ridwanamiruddin, 2007) dalam (Wijaya & Putri, 2013). Penatalaksanaan

hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara

modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah, yaitu :

a. Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI) dengan

rentang 18,5-24,9 kg/m2 (Kaplan, 2006) dalam (Andra & Yessie, 2013).

BMI dapat diketahui dengan membagi berat badan dengan tinggi badan

yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi obesitas juga

dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolestrol namun kaya

dengan serat dan protein.Jika berhasil menurunkan berat badan 2,5-5 kg

maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg (Wijaya

& Putri, 2013).

b. Kurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah

garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr

garam/hari). Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai

kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi

garam menjadi ½ sendok teh/hari, dapat menurunkan tekanan sistolik


sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolik sekitar 2,5 mmHg (Wijaya &

Putri, 2013).

c. Batasi konsumsi alkohol

Mengkonsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan

dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat mempunyai risiko

mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak

minum-minuman beralkohol (Wijaya & Putri, 2013).

d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500 mg)/hari) dengan

cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah lemak dengan

cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium juga dapat

menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang

terbuang bersama air kencing. Dengan setidaknya mengonsumsi buah-

buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan

potassium yang cukup (Wijaya & Putri, 2013).

e. Menghindari merokok

Merokok dapat meningkatkan risiko komplikasi pada pasien hipertensi

seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari mengkonsumsi

tembakau (rokok) karena dapat memperberat hipertensi. Nikotin dalam

tembakau membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan

pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan

darah (Wijaya & Putri, 2013).

f. Penurunan stress

Menghindari stress dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi

penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi


seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf yang

akhirnya dapat menurunkan tekanan darah (Wijaya & Putri, 2013).

g. Terapi masase (pijat)

Pada prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah

untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan

hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur

energi terbuka dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot

dan hambatan lain maka risiko hipertensi dapat ditekan (Wijaya & Putri,

2013).

2) Pengobatan Farmakologi

Menurut Wijaya & Putri, 2013 pengobatan farmakologis hipertensi yaitu :

a. Diuretik (Hidroklorotiazid)

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh berkurang

yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

b. Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin, dan Reserpin)

Menghambat aktivitas saraf simpatis.

c. Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

a) Menurunkan daya pompa jantung

b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap

gangguan pernapasan seperti asma bronchial.

c) Pada penderita diabetes mellitus dapat menutupi gejala hipoglikemia

d. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos

pembuluh darah.

e. ACE inhibitor (Captopril)


a) Menghambat pembentukan zat Angiotensin II

b) Efek samping : batuk kering, sakit kepala dan lemas

f. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga

memperingan daya pompa jantung.

g. Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Menghambat kontaksi jantung (kontraktilitas).

2.2 Konsep Dasar Nyeri

2.2.1 Pengertian Nyeri

Asosiasi internasional untuk penelitian nyeri (International

Association for The Study of Pain, IASP,1979) sebagaimana dikutip dalam

Sulistyo, (2013) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan

pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan

jaringan yang aktual, potensial, atau yang dirasakan dengan kejadian-kejadian

saat terjadi kerusakan.

Menurut Asmadi, 2008 nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik,

universal dan bersifat individual. Dikatakan individual karena respon individu

terhadap sensasinya beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lain.

Nyeri juga menandakan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain,

maka individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu

aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain. Sehingga individu tersebut

cenderung akan mencari perawatan atau pengobatan.

Salah satu tanda gejala hipertensi adalah nyeri kepala.Nyeri kepala

adalah suatu istilah sinonim yang paling tepat bagi istilah kedokteran sefalgia.
Definisi nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada

seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah

belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk) (Sjahrir, 2008)

dalam (Kristiana & Nur, 2016).

2.2.2 Klasifikasi Nyeri

Menurut Asmadi, 2008 nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa

golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu

lamanya serangan.

a. Nyeri berdasarkan tempatnya :

1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh

misalnya pada kulit, mukosa.

2) Deep Pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih

dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.

3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit

organ/struktur dalam tubuh yang di transmisikan ke bagian tubuh di

daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem

saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.

b. Nyeri berdasarkan sifatnya :

1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

menghilang.

2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan

dalam waktu yang lama.


3) Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan

kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu

menghilang, kemudian timbul lagi.

c. Nyeri berdasarkan berat ringannya :

1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.

2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.

3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :

1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan

berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui

dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka

operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri

koroner.

2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri

kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan

bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan

periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali

lagi nyeri, dan begitu nseterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang

konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus terasa makin lama

semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan

pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.

2.2.3 Etiologi Nyeri

Menurut Price dan Wilson (2005) mekanisme umum yang memicu

nyeri kepala, yaitu :

a. Peregangan atau pergeseran pembuluh darah intrakranium dan ekstranium.


b. Traksi pembuluh darah.

c. Kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot).

d. Peregangan periosteum (nyeri lokal).

2.2.4 Patofisiologi Nyeri

Menurut Price dan Wilson (2006, hlm.583) dalam Setyawan dan

Kusuma (2014) adalah nyeri kepala disebabkan karena kerusakan vaskuler

akibat hipertensi, tampak jelas pada seluruh pembuluh perifer. Perubahan

struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan penyumbatan

pembuluh darah. Bila pembuluh darah menyempit maka aliran arteri akan

terganggu. Pada jaringan yang terganggu akan terjadi penurunan oksigen dan

peningkatan karbondioksida kemudian terjadi metabolism anaerob dalam

tubuh yang meningkatkan asam laktat dan menstimulasi peka nyeri kapiler

pada otak.

Menurut Kowalak, Welsh, dan Mayer (2012, hlm.180) tekanan darah

pada arteri merupakan produk total atau hasil dari resistensi perifer dan curah

jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang telah meningkatkan

frekuensi jantung dan volume sekuncup. Sedangkan resistensi perifer

meningkat karena faktor-faktor yang telah meningkatkan viskositas darah atau

yang menurunkan ukuran lumen pembuluh darah, khususnya pembuluh

arteriol yang mengakibatkan pembatasan dalam lapangan produksi aliran

darah ke organ-organ penting dan dapat terjadi kerusakan. Hal tersebut

mengakibatkan spasme pada pembuluh darah (arteri) dan penurunan oksigen

yang akan berujung pada nyeri kepala (Dody & Muslim, 2014).
2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Zakiyah, (2015) Faktor-faktor yang mempengaruhi presepsi

nyeriadalah :

a. Usia

Usia mempengaruhi presepsi dan ekspresi seseorang terhadap

nyeri. Perbedaan perkembangan pada orang dewasa dan anak sangat

memengaruhi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih

kecil mempunyai kesulitan dalam menginterprestasikan nyeri, anak

akan kesulitan mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan

nyeri pada orang tua atau petugas kesehatan.

b. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam berespons

terhadap nyeri, akan tetapi beberapa kebudayaan mempengaruhi pria

dan wanita dalam mengekspresikan nyeri. Misalnya seorang pria tidak

boleh menangis dan harus berani sehingga tidak boleh meangis

sedangkan wanita boleh menangis dalam situasi yang sama.

c. Kebudayaan

Pengaruh kebudayaan dapat menimbulkan anggapan pada

orang bahwa memperlihatkan tanda-tanda kesakitan berarti

memperlihatkan kelemahan pribadinya. Pada beberapa kebudayaan

lain justru sebaliknya, memperlihatkan nyeri merupakan suatu hal yang

alamiah. Nyeri juga dikaitkan dengan hukuman sepanjang sejarah

kehidupan, bagi klien yang secara sadar atau tidak sadar memandang

nyeri sebagai suatu hukuman, maka penyakit merupakan cara untuk

menembus kesalahan atau dosa-dosa yang sudah diperbuat.


d. Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan

nyeri, sedangkan upaya untuk mengalihkan perhatian dihubungkan

dengan penurunan sensasi nyeri.

e. Makna nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri dapat

memengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi

terhadap nyeri. Tiap klien akan memberikan respons yang berbeda-

beda apabila nyeri tersebut memberi kesan suatu ancaman, kehilangan,

hukuman, atau suatu tantangan.

f. Ansietas

Hubungan antara ansietas dengan nyeri merupakan suatu hal

yang kompleks. Ansietas dapat meningkatkan persepsi nyeri dan

sebaliknya, nyeri juga dapat menyebabkan timbulnya ansietas bagi

klien yang mengalami nyeri. Nyeri yang tidak kunjung sembuh dapat

mengakibatkan psikosis dan gangguan.

g. Mekanisme koping

Gaya koping dapat mempengaruhi klien dalam mengatasi nyeri.

Klien yang mempunyai lokus kendali internal mempersepsikan diri

mereka sebagai klien yang dapat mengendalikan lingkungan mereka

serta hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya klien yang

mempunyai lokus kendali eksternal, mempersepsikan faktor-faktor lain

di dalam lingkungan seperti perawat sebagai klien yang bertanggung

jawab terhadap hasil akhir mereka.


h. Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan peningkatan sensasi nyeri dan

dapat menurunkan kemampuan koping untuk mengatasi nyeri, apabila

kelelahan disertai dengan masalah tidur maka sensasi nyeri terasa

bertambah berat.

i. Pengalaman sebelumnya

Seorang klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka

persepsi pertama dapat mengganggu mekanisme koping terhadap

nyeri, akan tetapi pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti

bahwa klien tersebut akan dengan mudah menerima nyeri pada masa

yang akan datang. Apabila klien sejak lama mengalami serangkaian

episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat

maka ansietas atau rasa takut akan muncul.

j. Dukungan keluarga dan sosial

Kehadiran orang terdekat dan bagaimana sikap mereka

terhadap klien dapat mempengaruhi respons terhadap nyeri. Klien yang

mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau

teman dekat untuk mendapatkan dukungan, bantuan, atau

perlindungan.

2.2.6 Manifestasi Klinis Nyeri

Tanda dan gejala nyeri menurut Judha, 2012 yang dapat ditunjukkan

oleh individu yang merasakan nyeri yaitu :

a. Vokalisasi : Mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur.


b. Ekspresi wajah : meringis, menggeletukan gigi, mengernyit dahi,

menutup mata atau mulut dengan rapat atau membuka mata atau

mulut dengan lebar, menggigit bibir.

c. Gerakan tubuh : gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari dan tangan, aktivitas melangkah yang tunggal ketika

berlari atau berjalan, gerakan melindungi bagian tubuh.

d. Interaksi sosial : menghindari percakapan, fokus hanya pada

aktivitas untuk menghilangkan nyeri, menghindari kontak sosial,

penurunan rentang perhatian.

2.2.7 Penilaian Respons Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons

fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik

ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri

(Tamsuri, 2007) dalam (Sulistyo, 2013).

Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala

sebagai berikut :

1. Skala numerik

2. Skala deskritif

3. Skala analog visual

4. Skala Nyeri Muka


A 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak nyeri sangat nyeri

B Deskriptif
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri
yang
tidak

tertahankan
C Analog
Tidak nyeri Nyeri yang tidak
tertahankan
Gambar 2.2
Skala nyeri A. Numerik, B. Deskriptif Verbal, C. Analog Visual.
Sumber: Potter & Perry (2006) dalam Sulistyo (2013).
1. Skala Deskriptif

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang

lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking

dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan” (Potter & Perry,

2006) dalam (Sulistyo, 2013).

2. Skala Numerik

Skala penilaian numeric (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Sulistyo, 2013).

3. Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) adalah suatu garis lurus/

horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien diminta untuk menunjuk

titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut.

Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung

kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk

menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat

pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter

(Sulistyo, 2013).

4. Skala Nyeri Muka

Skala ini terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan

wajah dari wajah yang sedang tersenyum (“tidak merasa nyeri”) kemudian secara

bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih,

sampai wajah yang sangat ketakutan (“nyeri yang sangat”) (Sulistyo, 2013).

Gambar 2.3

Skala wajah

(Sumber:Wong DL, BakerCM: Pain in Children: Comparison of Assesment Scales, Oklahoma Nurs, 33
(1):8 1988 dikutip dari Sulistyo, 2013).

2.2.8 Karakteristik Nyeri

Karakteristik nyeri dapat dilihat dengan metode PQRST dimana :

(P) Provocate : Penyebab terjadinya nyeri pada penderia. Dimana hal ini perlu

dipertimbangkan bagian tubuh mana yang mengalami cedera

termasuk menghubungkan nyeri dengan faktor psikologisnya.

(Q) Quality : Kualitas nyeri merupakan suatu subyektif yang diungkapkan

klien. Biasanya klien mendeskripsikan nyeri yang dirasakan


seperti ditusuk-tusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau

superfisial atau bahkan seperti digencet.

(R) Region : Lokasi dimana penderita merasakan nyeri. Meminta klien

menunjukkan dimana atau di daerah mana yang terasa nyeri.

(S) Severe : Tingkat keparahan nyeri yang dirasakan klien dan bersifat

subyektif.

(T) Time : Durasi atau rangkaian nyeri atau berapa lama nyeri yang

dirasakan klien.

2.2.9 Strategi Penatalaksanaan Nyeri

1. Strategi Penatalaksanaan Nyeri Nonfarmakologis

Manajemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan menurunkan

respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Dalam melakukan

intervensi keperawatan, manajemen nyeri nonfarmakologi merupakan

tindakan independen dari seorang perawat dalam mengatasi respons nyeri

klien. Berikut ini akan dibahas beberapa mengenai tindakan-tindakan :

1) Bimbingan Antisipasi

Bimbingan antisipasi adalah memberikan pemahaman kepada

klien mengenai nyeri yang dirasakan. Pemahaman yang diberikan oleh

perawat ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada klien, dan

mencegah salah interpretasi tentang peristiwa nyeri (Sulistyo, 2013).

2) Terapi Panas/ kompres Panas

Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat

saja pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-

pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah

di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan
bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat

yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang meningkat

akanmengurangi rasa sakit/ nyeri dan akan menunjang proses

penyembuhan luka dan proses peradangan. Terapi panas mempunyai

keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan

dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan (Sulistyo,

2013).

3) Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/TENS (Transcutaneous Elektrical

Nerve Stimulation)

Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation (TENS) adalah

suatu alat yang menggunakan aliran listrik, baik dengan frekuensi

rendah maupun tinggi, yang dihubungkan dengan beberapa elektroda

pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, atau

mendengung pada area nyeri. TENS adalah prosedur non-inovatif dan

merupakan metode yang aman untuk mengurangi nyeri, baik akut

maupun kronis (Sulistyo, 2013).

4) Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu

tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri (Sulistyo,

2013).

5) Relaksasi

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental

dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan

toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas


napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat

memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman

(Sulistyo, 2013).

6) Imajinasi Terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang

dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek

positif tertentu. Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup.

Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini.

Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya yang sangat

terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk

berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara menutup

matanya (Prasetyo, 2010) dalam (Sulistyo, 2013).

7) Hipnosis

Hipnosis/Hipnosa adalah sebuah teknik yang menghasilkan

suatu keadaan yang tidak sadarkan diri yang dicapai melalui gagasan-

gagasan yang disampaikan oleh orang yang menghipnotisnya. Hipnosis

dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti

positif (Sulistyo, 2013).

8) Akupunktur

Akupunktur adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan proses memasukkan jarum-jarum tajam pada titik-

titik strategis pada tubuh untuk mencapai efek terapeutik.

9) Umpan Balik Biologis

Prinsip kerja dari metode umpan balik biologis ini adalah

mengukur respons fisiologis seperti gelombang pada otak, kontraksi


otot atau temperatur kulit kemudian “mengembalikan” memberikan

informasi tersebut kepada klien.Kebanyakan alat umpan balik biologis

terdiri dari beberapa elektroda yang ditempatkan pada kulit dan sebuah

amplifier yang mentransformasikan data berupa tanda visual seperti

lampu yang berwarna. Klien kemudian mengenali tanda tersebut

sebagai respons stress dan menggantikannya dengan respons relaksasi

(Prasetyo, 2010) dalam (Sulistyo, 2013).

10) Masase

Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,

biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan

atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan

relaksasi, dan memberbaiki sirkulasi (Sulistyo, 2013).

2. Strategi Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi

nyeri. Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif,

perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesik

dalam penanganan nyeri karena informasi obat yang tidak benar, karena

adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat, cemas akan

melakukan kesalahan dalam menggunakan analgesik narkotika dan

pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan (Sulistyo, 2013).

Ada tiga jenis analgesik, yakni :

1) Analgesik non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

NSAID Non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan

dan nyeri sedang.Kebanyakan NSAID bekerja pada reseptor saraf

perifer untuk mengurangi transmisi dan resepsi stimulus nyeri. Tidak


seperti opiate, NSAID tidak menyebabkan sedasi atau depresi

pernapasan juga tidak mengganggu fungsi berkemih atau defekasi

(Sulistyo, 2013).

2) Analgesik narkotik atau opiat

Analgesik narkotik atau opiate umumnya diresepkan dan

digunakan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti pascaoprasi dan

nyeri maligna. Analgesik ini bekerja pada system saraf pusat untuk

menghasilkan kombinasi efek mendepresi dan menstimulasi (Sulistyo,

2013).

3) Obat tambahan (Adjuvan)

Adjuvan seperti sedative, anticemas, dan relaksasi otot

meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain yang

terkait dengan nyeri seperti mual dan muntah. Sedatif sering kali

diresepkan untuk penderita nyeri kronik. Obat-obat ini dapat

menimbulkan rasa kantuk dan kerusakan koordinasi, keputusasaan, dan

kewaspadaan mental (Sulistyo, 2013).

2.3 Konsep Dasar Kompres Hangat

2.3.1 Pengertian Kompres Hangat

Kompres hangat merupakan salah satu metode non-farmakologi yang

dianggap sangat efektif dalam menurunkan nyeri karena dapat meningkatkan

suhu lokal pada kulit sehingga meningkatkan sirkulasi pada jaringan untuk

proses metabolisme tubuh. Hal tersebut dapat mengurangi spasme otot dan

mengurangi nyeri (Yanti, 2010) dalam (Kurniawati, Misrawati & Ernawaty,

2011).
Menurut Price (2005) dalam Indarti (2014) kompres hangat adalah

memberikan rasa hangat kepada klien untuk mengurangi nyeri dengan

menggunakan cairan hangat yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah

dan meningkatkan aliran darah lokal.

2.3.2 Tujuan Kompres Hangat

Menurut (Azril Kimin, 2009) dalam (Sinaga, 2017), tujuan dari

kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih

rileks,menurunkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan aliran darah dan

memberikan ketenangan pada klien.

Kompres hangat juga memperlancar sirkulasi darah, mengurangi rasa

sakit, memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien, memperlancar

pengeluaran eksudat, merangsang peristaltik usus, dan merelaksasi otot yang

tegang serta mengkatkan kontraktilitas (Asmadi, 2008).

Menurut Gabriel (1998) dalam Fauziyah (2013), tujuan dari kompres air

hangat adalah :

a. Melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran darah di dalam

jaringan tersebut.

b. Pada otot, panas memiliki efek menurunkan ketegangan.

c. Meningkatkan sel darah secara total dan fenomena reaksi peradangan serta

adanya dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi

darah serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan oksigen dan

karbondioksida di dalam darah akan meningkat sedangkan pH darah akan

mengalami penurunan.
2.3.3 Mekanisme Kompres Hangat terhadap Penurunan Nyeri

Penggunaan kompres hangat/panas untuk area yang tegang dan nyeri

dianggap mampu meredakan nyeri. Karena panas dapat mengurangi spasme

otot yang disebabkan oleh iskemia, merangsang neuron yang memblok

transmisi lanjut rangsang nyeri, menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan

peningkatan aliran darah di daerah yang dilakukan pengompresan (Walsh,

2007) dalam (Rohimah & Kurnisih, 2015).

Penggunaan kompres hangat/panas untuk area yang nyeri

dianggapmampu meredakan nyeri.Karena dengan memberikan energi panas

melalui konduksi, dimana panas tersebut menyebabkan vasodilatasi (pelebaran

pembuluh darah), meningkatkan relaksasi otot sehingga meningkatkan

sirkulasi dan menambah pemasukan oksigen, serta nutrisi ke jaringan (Potter

& Perry, 2010, hlm 632).

Panas menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam waktu 15-20 menit,

melakukan kompres lebih dari 20 menit akan mengakibatkan kongesti jaringan

dan klien akan berisiko mengalami luka bakar karena pembuluh darah yang

berkontriksi tidak mampu membuang panas secara adekuat melalui sirkulasi

darah (Kozier, 2009) dalam (Isnawati, 2018).

Kompres hangat bermanfaat untuk meningkatkan suhu kulit lokal,

melancarkan sirkulasi darah dan menstimulasikan pembuluh darah,

mengurangi spasme otot dan meningkatkan ambang nyeri, menghilangkan

sensasi rasa nyeri, serta memberikan ketenangan dan kenyamanan (Simkin,

2005) dalam (Ristiyanto, 2015).

Smeltzer & Bare (2008) dalam Sinaga (2017), juga mengatakan

pemberian kompres hangat dapat meningkatkan kadar zat endorphin untuk


menghilangkan rasa nyeri yang diproduksi oleh tubuh. Dimana semakin tinggi

kadar endorphin maka semakin ringan rasa nyeri yang dirasakan.

Pada suhu 37-40°C digunakan untuk melakukan terapi hangat dengan

menggunakan bantalan akuatermia (Koizer & Erb’s, 2009) dalam (Sinaga,

2017).

2.3.4 Derajat Suhu

Tabel 2.3 Suhu yang direkomendasikan untuk kompres panas

Deskripsi Suhu Aplikasi


Hangat kaku 27-37°C Mandi spons – alcohol
Hangat 37-40°C Mandi dengan air hangat, bantalan aquatermia
Panas 40-46°C Berendam dalam air panas, irigasi, kompres
panas
Sangat panas Diatas 46°C Kantong air panas untuk orang dewasa
Sumber : Kozier, (2009) dalam Isnawati, (2018)

2.3.5 Kontraindikasi Kompres Hangat

Bagian tubuh setiap orang memiliki toleransi panas yang berbeda. Toleransi

fisiologis individu juga berbeda. Kompres hangat juga mempunyai

kontraindikasi menurut (Kozier.Erb. Berman, Audrey. Dkk, 2009) yaitu :

a. Pada 24 jam pertama setelah cedera traumatik, apabila diberikan kompres

panas akan meningkatkan perdarahan dan pembengkakan. Karena panas

mampu melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi).

b. Pada perdarahan aktif. Apabila diberikan kompres panas akan

menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan perdarahan.

c. Edema non inflamasi. Panas akan meningkatkan permeabilitas kapiler dan

mampu menyebabkan edema.

d. Tumor ganas terlokalisasi. Karena panas mempercepat metabolisme sel,

pertumbuhan sel dan meningkatkan sirkulasi, panas dapat mempercepat

metastase (tumor sekunder).


e. Gangguan kulit yang menyebabkan kemerahan atau melepuh. Panas dapat

membakar atau menyebabkan kerusakan kulit lebih jauh.


2.4 Kerangka Konsep

Faktor genetik : Hipertensi Vasokontriksi

1. Riwayat keluarga
2. Umur
Peningkatan Perubahan intensitas
3. Jenis kelamin
tekanan Nyeri kepala
4. Etnis nyeri kepala
intrakranial
Faktor lingkungan :
Penatalaksanaan
1. Stress
2. Berat badan
3. Penggunaan
kontasepsi oral pada Farmakologi Non farmakologi
perempuan
4. Kebiasaan merokok
5. Asupan garam 1. Bimbingan Antisipasi
1. Analgesik non-narkotik
berlebihan 2. Stimulus Saraf Elektris Transkutan/TENS
dan obat antiinflamasi
Kelainan ginjal, tumor, nonsteroid (NSAID) 3. Distraksi
diabetes, kelainan adrenal, 2. Analgesik narkotik atau 4. Relaksasi
kelainan aorta, kelainan opiat 5. Imajinasi Terbimbing
endokrin, resistensi insulin, 3. Obat tambahan (adjuvant) 6. Hypnosis
hipertiroidisme. 7. Akupunktur
8. Umpan Balik Biologis
9. Masase

10. Kompres Hangat


Keterangan :
Konduksi
: Diteliti
-Vasoditasi
: Tidak Diteliti -Meningkatkan relaksasi otot
-Meningkatkan kadar zat endorfin

Nyeri akan berkurang/ hilang


Faktor terjadinya hipertensi yaitu faktor genetik, faktor lingkungan, serta faktor

dari penyakit. Faktor genetik seperti riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, dan

etnis.Faktor lingkungan seperti stress, berat badan, penggunaan kontrasepsi oral pada

perempuan, kebiasaan merokok, dan asupan garam berlebihan. Faktor dari penyakit

seperti kelainan pada ginjal, tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta,

kelainan endokrin. Hal tersebut adalah faktor pencetus terjadinya hipertensi. Pada

pasien hipertensi akanmengalami penyempitan pembuluh darah atau vasokontriksi.

Sehingga akan terjadi peningkatan tekanan intracranial dan berujung terjadi nyeri

pada kepala. Untuk menghilangkan ketidaknyamanan pada nyeri kepala maka dapat

dilakukan dengan caraterapi farmakologis dan non farmakologi. Terapi farmakologis

yaitu analgesik non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), analgesik

narkotik atau opiat, obat tambahan (Adjuvant). Penatalaksanaan menggunakan terapi

non farmakologis yaitu dengan bimbingan atisipasi, stimulasi saraf elektris

transkutan/TENS, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing, hipnosis, akupunktur,

umpan balik biologis, masase, dan kompres hangat. Pada kompres hangat mampu

meredakan nyeri, karena dengan memberikan energi panas melalui konduksi dapat

menyebabkan vasodilatasi/ pelebaran pembuluh darah dan mampu meningkatkan

relaksasi otot sehingga meningkatkan sirkulasi dan menambah pemasukan oksigen.

Kompres hangat juga dapat meningkatkan kadar zat endorphin yang berfungsi untuk

menghilangkan rasa nyeri yang diproduksi oleh tubuh. Sehingga dengan

menggunakan terapi tersebut, nyeri yang dirasakan akan berkurang/hilang dan akan

terjadi perubahan intensitas nyeri pada kepala.


BAB 3

METODE PENELITIAN

Didalam bab 3 ini, menyajikan tentang metode penelitian yang meliputi

desain/rencana studi kasus, subyek penelitian, lokasi dan waktu penelitian, fokus

studi, definisi operasional, teknik pengumpulan data, analisa data dan penyajian

data serta etika penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

studi kasus deskriptif. Studi kasus deskriptif adalah suatu metode penelitian yang

bertujuan untuk mendiskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang

terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih

menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Fenomena disajikan secara

apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana

dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian jenis ini

tidak memerlukan adanya hipotesis (Nursalam, 2013).

Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui satu

kasus yang terdiri dari unit tunggal, meskipun didalam studi kasus ini yang diteliti

hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam, meliputi

berbagai aspek yang cukup luas, serta penggunaan berbagai teknik secara

integratif (Notoatmojo, 2012). Dalam penelitian ini, peneliti ingin

mendeskripsikan tentang intensitas dan karakteristik nyeri kepala pada pasien

hipertensi dengan terapi kompres hangat pada tengkuk di Karang Werdha Bisma

Desa Sumber Porong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.


3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitianadalah individu, benda atau organisme yang dijadikan

sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Istilah

lain yang digunakan untuk menyebut subjek penelitian adalah responden, yaitu

orang yang memberi respon atas suatu perlakuan yang akan diberikan kepadanya

(Nursalam, 2013).

Subjek penelitian pada studi kasus ini menggunakan dua responden, kedua

responden tersebut semua diberikan intervensi kompres hangat pada tengkuk di

Karang Werdha Bisma Desa Sumber Porong, Kecamatan Lawang, Kabupaten

Malang yang telah memenuhi kriteria inklusi.

3.2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus

menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2013). Kriteria

inklusi subjek penelitian yang diteliti dalam studi kasus ini adalah dengan kriteria

sebagai berikut :

1. Bersedia menjadi responden dengan bersedia menjadi subjek dengan

menandatangani Informed Consent.

2. Usia 63

3. Memiliki tekanan darah tinggi derajat 2 (tekanan darah sistolik ≥160

mmHg dan tekanan diastolik ≥ 100 mmHg) dan mengalami nyeri

kepala akibat hipertensi.


3.2.2 Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria insklusi dari studi karena berbagai sebab, antara lain :

1. Tidak bersedia menjadi responden.

2. Nyeri 24 jam post trauma kepala.

3. Tumor ganas terlokalisir di daerah leher.

4. Responden yang mengalami hipersensitifitas kulit.

3.3 Lokasi& Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Karang Werdha Bisma Desa Sumber

Porong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

3.3.2 Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama 6 hari mulai tanggal 16 Desember

sampai 21 Desember 2019.

3.4 Fokus Studi Kasus

Fokus studi adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai

dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara

empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Fokus studi kasus pada

penelitian ini adalah mengobservasi intensitas dan karakteristik nyeri kepala pada

penderita hipertensi yang diberikan terapi kompres hangat pada tengkuk.

3.5 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Pada definisi operasional akan


dijelaskan secara padat mengenai unsur penelitian yang meliputi bagaimana

caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel (Setiadi, 2013).

Definisi operasional pada penelitian ini yaitu intensitas dan karakteristik nyeri

kepala pada pasien hipertensi yang diberikan kompres hangat pada tengkuk.

Kompres menggunkan air hangat dengan suhu 37°C-40°C, frekuensi pemberian

setiap nyeri kepala dan dalam waktu 20 mernit selama 6 hari, tempat

pengompresan dilakukan pada bagian tengkuk.

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengamatan

(observasi), adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian

untuk menyadari adanya rangsangan. Dalam penelitian, pengamatan adalah suatu

prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan

mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti. Jadi dalam melakukan observasi

bukan hanya mengunjungi, “melihat” atau “menonton” saja, tetapi disertai

keaktifan jiwa atau perhatian khusus dan melakukan pencatatan-pencatatan. Ahli

lain mengatakan observasi adalah studi yang disengaja dan sistematik tentang

fenomena sosial dan gejala-gejala pshycis dengan jalan mengamati dan mencatat

(Notoadmojo, 2012).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode observasi serta wawancara. Dalam penelitian ini, observasi

digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik nyeri kepala dengan

diberikan kompres hangat pada penderita hipertensi di Karang Werdha Bisma

Desa Sumber Porong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.


3.6.2 Instrumen penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan :

1) Lembar pedoman wawancara yang dibuat oleh peneliti untuk mendapatkan

identitas responden dan kriteria inklusi.

2) Lembar wawancara yang dibuat peneliti untuk observasi

3) SOP kompres hangat

4) Alat ukur nyeri

5) Lembar observasi karakteristik nyeri

6) Handphone untuk mendokumentasikan kegiatan pengambilan data.

3.6.3 Pengumpulan Data

Langkah yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu :

3.6.3.1 Tahap Awal

Peneliti mengurus surat pengantar di Jurusan Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Malang Prodi DIII Keperawatan Lawang. Lalu menyerahkan surat ke

BanKesbangpol Kabupaten Malang.Setelah mendapatkan surat izin dari

BanKesbangpol Kabupaten Malang peneliti meminta surat izin ke Dinas Sosial

Kabupaten Malang. Setelah mendapatkan izin, peneliti menyerahkan surat kepada

Kepala Kecamatan Lawang Kabupaten Malang. Setelah mendapatkan izin,

peneliti menyerahkan surat kepada Kepala Desa Sumber Porong Kecamatan

Lawang Kabupaten Malang. Setelah mendapatkan izin, peneliti menyerahkan

surat kepada Kepala Karang Werda Bisma Desa Sumber Porong Kecamatan

Lawang Kabupaten Malang dan meminta data pasien yang menderita Hipertensi

disertai nyeri kepala. Setelah mendapatkan data peneliti melakukan survey

pendahuluan kepada beberapa responden untuk mendapatkan datalebih lanjut, dan

memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi yang dibuat oleh peneliti.
3.6.3.2 Tahap Pelaksanaan

1. Menentukan subjek penelitian sesuai kriteria inklusi yang ditetapkan melalui

dokumen subjek dan wawancara tidak terstruktur dengan klien. Setelah subjek

sesuai kriteria inklusi, peneliti memberikan penjelasan kepada subjek penelitian

tentang tujuan, kerahasiaan data, manfaat dari penelitian yang dilakukan

terhadap responden. Setelah mendapatkan penjelasan, peneliti meminta

persetujuan kepada subjek penelitian untuk menandatangani Informed Consent

sebagai bukti bersedia dilibatkan dalam penelitian dan subjek menandatangani

lembar pertanggungjawaban peneliti untuk mengantisipasi hal yang terjadi

diluar batas peneliti.

2. Setelah responden menyetujui dan mau menjadi responden, peniliti

memberikan pendidikan kesehatan sebelumnya. Peneliti menjelaskan teknik

pelaksanaan terapi kompres hangat sesuai dengan SOP. Melakukan kontrak

waktu dengan responden.

3. Kegiatan pengambilan data sesuai dengan jadwal subjek, dan pemberian terapi

kompres hangat oleh peneliti kepada subjek dilakukan selama satu minggu

selama 20 menit setiap kali nyeri.

4. Peneliti kemudian melakukan wawancara untuk mengetahui intensitas dan

karakteristik menggunakan NRS (Numeric Rating Scale) dan PQRST.

5. Peneliti mendokumentasikan semua hasil di tulis dalam lembar observasi untuk

kemudian dilakukan pengolahan dan analisa dari data yang telah didapatkan

kemudian dideskripsikan.

3.7 Analisis Data dan Penyajian Data

Dalam suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah yang

penting. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh langsung dari penelitian
masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa yang belum siap disajikan.

Untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan kesimpulan yang

baik, diperlukan pengolahan data (Notoatmodjo, 2010).

Pada studi kasus, data diolah menggunakan aturan-aturan yang disesuaikan

dengan pendekatan studi kasus. Pada umumnya, jenis pengolahan data secara

alternatif bersumber dari fokus studi dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Penyajian data disesuaikan dengan desain penelitian deskriptif studi kasus,

yaitu :

a. Data disajikan secara tekstual/narasi dan dapat disertai dengan cuplikan

ungkapan verbal dari subjek penelitian yang merupakan data

pendukungnya.

b. Penyajian data secara narasi adalah penyajian data hasil penelitian dalam

bentuk uraian kalimat atau berupa tulisan, hanya dipakai untuk data yang

jumlahnya kecil serta kesimpulannya sederhana (Notoatmodjo, 2010).

Dalam penelitian ini metode pengolahan data dilakukan dengan cara

menyimpulkan hasil dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan terhadap

responden.

3.8 Etika penelitian

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan etika penelitian menurut (Nursalam,

2011) sebagai berikut :

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek khususnya jika menggunakan tindakan khusus.


b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindari dari keadaan yang

tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya

dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan, tidak akan

dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam

bentuk apapun.

c. Resiko (benefit ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan

yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi subjek (right to self determination).

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak

memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak,

tanapa adanya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap

kesembuhannya.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to fill disclouser)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta

bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

c. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan

penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadib subjek. Pada informed consent

jika perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan

digunakan untuk pengembangan ilmu.


3. Prinsip keaslian (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Dimana subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama

dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya

diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan

dari penelitian.

b. Hak dijaga kerahasiaanya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan

harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan

rahasia (confidenitiality).
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media.

Asmadi.2008. Teknik Prosedural dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:

Salemba Medika.

Bangun, A. 2008. Terapi Jus dan Ramuan Tradisional untuk Hipertensi. Jakarta:

Agro Media Pustaka.

Gunawan, L. 2001. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.

Herwati & Sartika, W. 2013. Terkontrolnya Tekanan Darah Penderita Hipertensi

Berdasarkan Pola Diet dan Kebiasaan Olah Raga di Padang Tahun 2011.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2013-Maret 2014, Vol. 8, No. 1.

Indarti, T. 2014. Pemberian Kompres Hangat terhadap Penurunan Skala Phlebitis

pada Asuhan Keperawatan Ny. S dengan Hipertensi di Intensive Care Unit

(ICU) RSUD Sukoharjo. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta: Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Kusuma Husada.

Isnawati, F. 2018. Skripsi Efektifitas Terapi Kompres Air Hangat terhadap Intensitas

Nyeri pada Lansia yang Menderita Arthritis Reumatoid di Posyandu Lansia

Mawar Indah Dusun Janggan Desa Janggan Kecamatan Poncol Kabupaten

Magetan.

Kurniadi, H & Nurrahmani, U. 2017. Stop! Diabetes Hipertensi Kolestrol Tinggi

Jantung Koroner. Yogyakarta: Istana Media.


Kurniawati, S. Misrawati. Ernawaty, J. 2011. Efektifitas Kompres Hangat Terhadap

Penurunan Nyeri Persalinan Kala 1 Fase Aktif. Jurnal Ners Indonesia, Vol 2

No. 1, September 2011.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi 2. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nurfaris, S. 2019. Penerapan Kompres Hangat dengan Masalah Nyeri Akut pada

Lansia yang Mengalami Hipertensi di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Wates

Kabupaten Pringsaewau Tahun 2019.

Nursalam. 2011. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Purwandari, K & Sari, N. 2016. Efektifitas Massage Punggung Untuk Mengurangi

Nyeri kepala Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Keperawatan GSH Vol 5 No 2

Juli 2016 ISSN 2088-2734.

Rahmadhayanti, E. Afriyani, R. Wulandari, A. 2017. Pengaruh Kompres Hangat

terhadap Penurunan Derajat Nyeri Haid pada Remaja Putri di SMA Karya

Ibu Palembang. Jurnal Kesehatan, Volume VIII, nomor 3, November 2017,

hlm 369-374.

Rohimah, S & Kurniasih, E. 2015. Pengaruh Kompres Hangat pada Pasien

Hipertensi Esensial di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kota


Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 13 Nomer 1

Februari 2015.

Setiadi. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Setyawan, D & Kusuma, M. 2014. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat pada

Leher Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Kepala pada Pasien Hipertensi

Di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan

(JIKK).

Shanty, M. 2011. Silent Killer Diseases (Penyakit yang Diam-Diam Mematikan).

Yogyakarta: Javalitera.

Sinaga, Y.A.K. 2017. Efektifitas Kompres Hangat dan Dingin terhadap Nyeri

Neuropati pada Pasien Kanker Payudara Post Kemoterapi di Murni Teguh

Memorial Hospital Kota Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara,

Sumatera Utara.

Wijaya, A & Putri, Y. 2013. KMB Keperawatan Medikal Bedah (Keperawtan

Dewasa).

Zaenurrohmah, D & Rachmayanti, R. 2017. Jurnal Hubungan Pengetahuan dan

Riwayat Hipertensi dengan Tindakan Pengendalian Tekanan Darah pada Lansia.

Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomer 2, Mei 2017, hlm. 174-184.

Zakiyah, A. 2015. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri dalam Praktik Keperawatan

Berbasis Bukti. Jakarta Selatan: Salemba Medika.


Lampiran 1

PLAN OF ACTION

(Agustus 2019- Mei 2020)

Nama : Naila Nadhirotur Rosyidah

NIM : P17220173019

No Kegiatan Penelitian Agustus September Oktober November Desember


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I Tahap Persiapan
a. Penentuan Judul
b. Mencari Literatur
c. Penyusunan Proposal
d. Konsultasi Proposal
e. Perbaikan Proposal
f. Ujian Sidang dan Revisi
g. Pengurusan Ijin
II Tahap Pelaksanaan
a. Pengambilan Data
b. Pengolahan Data
c. Analisa dan Pengolahan Data
d. Konsultasi Hasil
III Tahap Evaluasi
a. Perbaikan Hasil
b. Pencatatan dan Pelaporan Hasil
c. Ujian Sidang Studi Kasus
d. Perbaikan Hasil
Lampiran 2

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth
Bapak/Ibu
………….
di tempat

Dengan hormat,
Saya mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan,
Program Studi DIII Keperawatan Lawang
Nama : Naila Nadhirotur Rosyidah
NIM : P17220173019
Akan mengadakan penelitian yang berjudul “Intensitas Nyeri Kepala pada Pasien
Hipertensi yang Diberikan Kompres Hangat pada Tengkuk di Karang Werdha Bisma Desa
Sumber Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang”.
Bersama surat ini, saya sebagai peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk
menjadi responden pada penelitian ini. Peneliti menjamin tidak akan menimbulkan kerugian
bagi Bapak/Ibu sebagai responden, sebaliknya semoga penelitian ini diharapkan
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada responden. Saya
sebagai peneliti menjamin kerahasiaan informasi dan identitas Bapak/Ibu sehingga tidak
perlu mencantumkan nama terang.
Demikian permohonan ini sampaikan atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu,
peneliti mengucapkan terimakasih.

Malang, Desember 2019


Peneliti

Naila Nadhirotur Rosyidah


NIM.P17220173019
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Setelah mendapat penjelasan serta menyadari manfaat dari penelitian yang akan
dilakukan oleh mahasiswa dengan judul “Intensitas Nyeri Kepala pada Pasien Hipertensi
yang Diberikan Kompres Hangat pada Tengkuk di Karang Werdha Bisma Desa Sumber
Porong Kecamatan Lawang Kabupaten Malang” menyatakan
BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA *)
Ikut sebagai subjek penelitian, dengan catatan apabila suatu waktu merasa dirugikan
dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini. Saya percaya apa yang saya
informasikan dijamin kerahasiaannya, surat persetujuan ini saya buat dengan sukarela tanpa
ada unsur paksaan.
*) coret yang tidak perlu

Malang, Desember 2019


Peneliti Responden

Naila Nadhirotur Rosyidah ( )


NIM.P17220173019
Lampiran 4

PROSEDUR PEMBERIAN KOMPRES HANGAT

Pengertian Kompres hangat adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan

menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat pada

bagian tubuh yang memerlukan(Asmadi, 2008)


Indikasi 1. Klien yang kedinginan (suhu tubuh yang rendah)

2. Klien dengan perut kembung

3. Klien yang mempunyai penyakit peradangan, seperti radang

persendian

4. Spasme otot

5. Adanya abses, hematoma


Tujuan 1. Memperlancar sirkulasi darah

2. Mengurangi rasa sakit

3. Memberi rasa hangat, nyaman dan tenang pada klien

4. Memperlancar pengeluaran eksudat

5. Merangsang peristaltik usus


Persiapan Alat 1. Buli-buli panas dan sarungnya

2. Termos berisi air panas

3. Thermometer air panas (bila perlu)

4. Lap kerja

5. Jam tangan
Prosedur Tindakan 1. Siapkan peralatan

2. Cuci tangan

3. Lakukan pemanasan pendahuluan pada buli-buli panas

dengan cara : mengisi buli-buli dengan air panas,

kencangkan penutupnya, kemudian membalik posisi buli-


buli berulang-ulang, lalu kosongkan isinya

4. Siapkan dan ukur suhu air yang diinginkan (37-40°C)

5. Isi buli-buli dengan air panas ±½ bagian dari ukuran buli-

buli tersebut, lalu keluarkan udaranya dengan cara :

a. Letakkan dan tidurkan buli-buli diatas meja/tempat datar

b. Bagian atas buli-buli dilipat sampai kelihatan permukaan

air di leher buli-buli

c. Kemudian penutup buli-buli ditutup dengan rapat/benar

6. Periksa apakah buli-buli bocor atau tidak, lalu keringkan

dengan lap kerja dan masukkan ke dalam sarung buli-buli

7. Bawa buli-buli tersebut ke dekat pasien

8. Beri tahu pasien, jelaskan tujuan prosedur ini

9. Atur posisi yang nyaman pada pasien

10. Letakkan/pasangkan buli-buli pada area yang memerlukan

selama 20 menit

11. Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetahui kelainan

yang timbul akibat pemberian kompres dengan buli-buli

panas, seperti kemerahan, ketidaknyamanan, kebocoran, dan

sebagainya

12. Ganti buli-buli panas setiap 5 menit sekali untuk menjaga

suhu air tetap stabil

13. Angkat kompres hangat bila sudah selesai

14. Atur posisi klien kembali ke posisi nyaman

15. Bereskan alat-alat setelah selesai

16. Cuci tangan


17. Dokumentasikan
Evaluasi Kaji secara teratur kondisi pasien untuk mengetahui kelainan yang

timbul akibat kompres dengan buli-buli panas, seperti : kemerahan,

ketidaknyamanan, kebocoran dan sebagainya

Lampiran 5

ALAT UKUR NYERI


Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Numerical Rating Scale (NRS)

Instruksi : pasien ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan

Dilambangkan dengan angka antara 0-10

Skala Arti

0 Tidak Nyeri
1-3 Nyeri Ringan

4-6 Nyeri Sedang

7-10 Nyeri Berat


Lampiram 5

ALAT UKUR MYERI

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Keterangan :

Ekspresi wajah 0 : wajah tersenyum (tidak nyeri)

Ekspresi wajah 1 : tidak merasa nyeri sama sekali

Ekspresi wajah 2 : nyeri hanya sedikit

Ekspresi wajah 3 : sedikit lebih nyeri

Ekspresi wajah 4 : jauh lebih nyeri

Ekspresi wajah 5 : jauh lebih nyeri sangat

Ekspresi wajah 6 : sangat nyeri luar biasa hingga penderita menangis


Lampiran 6

FORMAT PENGKAJIAN PADA KLIEN HIPERTENSI

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS

a. Nama :

b. Jenis Kelamin :

c. Usia :

d. Status perkawinan :

e. Agama :

f. Pendidikan :

g. Pekerjaan :

h. Alamat :

2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Riwayat kesehatan sekarang :

b. Riwayat kesehatan masa lalu :

c. Riwayat kesehatan keluarga :

3. DATA FISIOLOGIS-PSIKOLOGIS-PERILAKU-RASIONAL-LINGKUNGAN

a. Data Fisiologis

1) Nutrisi dan cairan :

2) Aktivitas dan istirahat :

b. Data Psikologis

1) Nyeri dan kenyamanan :

c. Data Perilaku
1) Penyuluhan dan Pembelajaran

d. Data Relasional

1) Interaksi sosial :

e. Data Lingkungan

1) Keamanan dan proteksi :

4. PENGKAJIAN FISIK

a. Tanda-Tanda Vital

Suhu :

Nadi :

Tekanan Darah :

Respirasi :

b. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala dan leher :

2) Mata :

3) Thorak :

5. TERAPI MEDIS

Obat yang sedang di konsumsi :


Lampiran 7

LEMBAR OBSERVASI KARAKTERISTIK DAN INTENSITAS SKALA NYERI KEPALA DENGAN KOMPRES HANGAT

Nama Hari/Tanggal Umur Skala nyeri Skala nyeri Lama nyeri Lokasi nyeri Sifat nyeri

sebelum sesudah

kompres hangat kompres hangat


Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13

Anda mungkin juga menyukai