Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam
jangka waktu beberapa dekade. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998
tentang kesejahterahaan lanjut usia yang berbunyi sebagai berikut : Bab I pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “ Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
ke atas” (Nugroho, 2008). Data yang tercatat dari hasil survei kesehatan nasional
yang dilakukan pada tahun 2015, lansia keseluruhan yang ada di Indonesia
terdapat 20,04 juta orang atau terdapat sekitar 8,05% dari total penduduk yang ada
di Indonesia. Persentase untuk penduduk usia lebih dari 60 tahun sebesar 8,05%,
usia lebih dari 70 tahun sebesar 3,15%, dan usia lebih dari 80 tahun sebesar 0,85%
(BPS, 2015).
Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu
penanganan segera dan terintegrasi. Seiring dengan bertambahnya usia, maka
akan terjadi penurunan fungsi tubuh pada lansia, baik fisik, fisiologis maupun
psikologis. Masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi pada lansia adalah
kecemasan, depresi, insomnia, paranoid, dan demensia, jika lansia mengalami
masalah tersebut, maka kondisi itu dapat mengganggu kegiatan sehari-hari lansia.
Mencegah dan merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa adalah hal yang
sangat penting dalam upaya mendorong lansia bahagia dan sejahtera di dalam
keluarga serta masyarakat (Maryam, 2008).
Prevalensi kecemasan pada lansia di dunia pada sektor komunitas berkisar
antara 15 sampai dengan 52,3% (Bryant et al. 2011). Di Indonesia gangguan
emosional yang terjadi pada usia 55-64 tahun sebanyak 8%, usia 65-74 tahun
sebanyak 10% dan pada usia lebih dari 75 tahun sebanyak 13% dari jumlah
seluruh penduduk Indonesia (Depkes, 2013). Stanley (2006) menyatakan
kecemasan merupakan masalah psikologis sebagai respon emosional seseorang.
Lanjut usia mengalami penurunan kondisi fisik dan psikis, menurunnya
penghasilan akibat pensiun, serta kesepian akibat ditinggal oleh pasangan,
keluarga atau teman seusia. Tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh yang
mengalami gangguan kecemasan yaitu cemas, khawatir, firasat buruk, takut dan

1
mudah tersinggung, merasa tegang dan tidak senang, gelisah, mudah terkejut,
takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur,
mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat (Hawari,
2011). Jika seorang lansia mengalami kesehatan jiwa yaitu kecemasan, maka
kondisi tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-hari lansia (Maryam, 2008).
Menurut (Flint AJ, 1999 cit. Forlani et al., 2014) kecemasan yang dialami lansia
dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit fisik. Selain itu kecemasan
dapat mengakibatkan penurunan daya ingat dan kesulitan dalam membuat
keputusan (Hawari, 2013).
Obat anticemas dapat menimbulkan banyak efek samping antara lain
mengantuk, kinerja psikomotor dan kemampuan kognitif menurun, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardi, perubahan EKG, hipotensi, tremor halus dan
agitasi. Obat-obatan ini akan berdampak kurang baik bila dikonsumsi terus
menerus terutama pada lanjut usia yang telah mengalami penurunan fungsi tubuh
secara fisiologis (Hawari, 2011). Untuk mengurangi efek farmakologi, terapi non
farmakologi merupakan intervensi yang cocok untuk lanjut usia yang tidak ingin
menggunakan terapi obat untuk kecemasan, salah satu contoh terapi non
farmakologi yang dapat digunakan adalah terapi humor (Kataria, 2004).
Terapi humor yaitu mengungkapkan perasaan gembira dan senang dari
dalam hati yang dikeluarkan melalui mulut dalam bentuk suara tawa, sehingga
dapat membantu mengatasi masalah kesehatan baik masalah psikologis maupun
masalah fisik. Terapi humor dapat dilakukan setiap hari, sangat efektif dan efisien,
tidak memerlukan biaya, dan bisa dilakukan dimana saja dan diruangan tertutup
maupun di alam terbuka (Kataria, 2004; Setyoadi & Kushariadi, 2011). Humor
dapat membantu menyingkirkan efek-efek negatif yang ada didalam tubuh seperti
darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung, kecemasan, depresi, batuk-batuk dan
flu kronis, gangguan pencernaan, insomnia, berbagai alergi, asma, gangguan haid,
sakit kepala, sakit perut dan bahkan kanker. Juga telah jelas terbukti bahwa tawa
membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang merupakan kunci utama
untuk mempertahankan kesehatan kita. Dimana terapi humor yang diyakini
mampu membangkitkan semangat hidup sekalipun dalam kondisi stress (Kataria,
2004).

2
Menurut Foy (2000 dalam Kataria 2004), seseorang yang dikatakan
berhasil dalam melakukan terapi humor apabila orang tersebut tertawa dengan
lepas yang dapat dilihat dari ekspresi wajah yang ditunjukkan, disertai dengan
adanya gerakan otot perut, otot dada, otot bahu dan peningkatan frekuensi
pernafasan. Terapi tertawa dapat dillakukan secara individu dan berkelompok,
akan tertapi terapi ini akan lebih baik bila dilakukan secara berkelompok. Selama
proses humor berlangsung akan terjadi pelepasan hormon endorfin dan enkephalin
yang juga disebut morfin tubuh ke dalam sirkulasi darah, sehingga akan
menimbulkan sensasi nyaman, rileks, dan sehat. Hormon ini akan mempengaruhi
sistem limbik yang merupakan pusat pengatur emosi yang kemudian akan
menekan produksi hormon stres yaitu adrenalin dan nonadrenalin (Potter & Perry
dalam Haruyama, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya antara lain :
1. Apa pengertian terapi humor?
2. Apa fungsi terapi humor?
3. Apa saja tipe-tipe terapi humor?
4. Apa saja teori terapi humor?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari terapi humor
2. Untuk mengetahui terapi humor
3. Untuk mengetahui tipe-tipe terapi humor
4. Untuk mengetahui teori terapi humor

BAB II

3
TERAPI HUMOR
2.1 Pengertian terapi humor
Humor berasal dari bahas inggris yangg berarti kelucuan atau kejelakaan.
Humor didefinisikan oleh The Oxford English Dictionary sebagai kualitas
tindakan, ucapan, atau tulisan yang menggairahkan. Humor merupakan sebuah
aspek afektif, kognitif, atau estetika dari seseorang, stimulus, atau peristiwa yang
membangkitkan, seperti hiburan, sukacita, kegembiraan atau sebagai tertawa,
tersenyum (Wasylowich, 2011).
American Association for Humor Terapy (AATH) dalam (Meyer, 2007),
menyatakan bahwa terapi humor adalah intervensi terapeutik menggunakan
stimulus-stimulus yang merangsang ekspresi senang. Intervensi ini dapat
meningkatkan kesehatan atau digunakan sebagai pengobatan komplementer
penyakit untuk memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi, baik fisik, emosional,
kognitif, sosial, atau spiritual.
Dari perspektif psikologis, secara teoritis dan secara operasional, humor
didefinisikan dalam beberapa cara melibatkan kognitif, emosi, perilaku,
psychophysiological, dan sosial. Istilah humor dapat digunakan untuk merujuk ke
stimulus (misalnya, sebuah film komedi), suatu proses 22 mental (misalnya,
persepsi atau penciptaan incongruities lucu). Tertawa adalah ekspresi perilaku
yang paling umum dari pengalaman lucu dan tawa juga biasanya dikaitkan dengan
emosi yang menyenangkan (Martin, 2001).
Humor dapat didefinisikan secara luas sebagai pendekatan untuk diri sendiri
dan orang lain yang ditandai dengan pandangan yang fleksibel yang
memungkinkan seseorang untuk menemukan, mengekspresikan atau menghargai
segala sesuatu yang bersifat lucu (Hood, 2009). Secara emosional, humor
merupakan jalan untuk menghilangkan konflik yang terpendam dan menyedihkan
seperti dikutip dalam (Rosenheim & Golan, 1986).
Dari beberapa definsi di atas, dapat disimpulkan bahwa humor adalah segala
sesuatu (tindakan, ucapan, tulisan, peristiwa serta stimulus-stimulus lainnya) yang
membangkitkan rasa senang.
2.2 Fungsi terapi humor

4
James Danandjaya (dalam artikel yang berjudul Sejarah, Teori dan Fungsi
Humor, 2007), mengatakan bahwa fungsi humor yang paling menonjol, yaitu
sebagai sarana penyalur perasaan yang menekan diri seseorang. Fungsi humor
yang lain adalah sebagai rekreasi. Dalam hal ini, humor berfungsi untuk
menghilangkan kejenuhan dalam hidup sehari-hari yang bersifat rutin. Sifatnya
hanya sebagai hiburan semata. Selain itu, humor juga berfungsi untuk
menghilangkan stres akibat tekanan jiwa atau batin (Rahmanadji, 2007).
Emil Salim (dalam artikel 23 yang berjudul Sejarah, Teori dan Fungsi Humor,
2007) berpendapat bahwa dalam bidang sosial, humor merupakan stimulus sosial
yang menyenangkan dan dapat mengembangkan hubungan dengan teman.
American Association for Humor Terapy (AATH) dalam (Meyer, 2007),
menyatakan bahwa humor dapat dijadikan intervensi terapeutik menggunakan
stimulus-stimulus yang merangsang ekspresi senang. Intervensi ini dapat
meningkatkan kesehatan atau digunakan sebagai pengobatan komplementer
penyakit untuk memfasilitasi penyembuhan atau mengatasi, baik fisik, emosional,
kognitif, sosial, atau spiritual.
2.3 Tipe-tipe terapi humor
Jenis humor menurut Arwah Setiawan [dikutip dalam (Rahmanadji, 2007)],
dapat dibedakan menurut kriterium bentuk ekspresi. Sebagai bentuk ekspresi
dalam kehidupan kita, humor dibagi menjadi tiga jenis yakni:
1) Humor personal, yaitu kecenderungan tertawa pada diri kita, misalnya bila kita
melihat sebatang pohon yang bentuknya mirip orang sedang buang air besar.
2) Humor dalam pergaulan, mislnya senda gurau di antara teman, kelucuan yang
diselipkan dalam pidato atau ceramah di depan umum.
3) Humor dalam kesenian, atau seni humor. Humor dalam kesenian, diantaranya
humor lakuan, misalnya, lawak, tari humor, dan pantomim lucu, humor grafis,
misalnya, kartun, karikatur, foto jenaka, dan patung lucu, humor literatur,
misalnya, cerpen lucu, esei satiris, dan semacamnya.
2.4 Teori terapi humor
Teori humor menurut Setiawan (1990) dalam artikel yang berjudul Sejarah,
Teori dan Fungsi Humor, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

5
1) Teori keunggulan; seseorang akan tertawa jika ia secara tiba-tiba memperoleh
perasaan unggul atau lebih sempurna dihadapkan pada pihak lain yang melakukan
kesalahan, kekurangan atau mengalami keadaan yang tidak menguntungkan.
Contoh, seseorang dapat tertawa terbahak-bahak pada waktu melihat pelawak
terjatuh, terinjak kaki temannya serta melakukan berbagai kekeliruan dan
ketololan.
2) Teori ketaksesuaian; perasaan lucu timbul karena kita dihadapkan pada situasi
yang sama sekali tak terduga atau tidak pada tempatnya secara mendadak, sebagai
perubahan atas situasi yang sangat diharapkan. Harapan dikacaukan, kita dibawa
pada suatu sikap mental yang sama sekali berbeda. Sebagai contoh adalah rasa
humor yang timbul karena kita melihat kartun yang menggambarkan seseorang
yang sedang mancing.
3) Teori kelegaan atau kebebasan; inti humor adalah pelepasan atas kekangan-
kekangan yang terdapat pada diri seseorang. Bila dorongan-dorongan batin
alamiah mendapat kekangan, dapat dilepaskan atau dikendorkan, misalnya lewat
lelucon seks, sindiran jenaka atau umpatan, meledaklah perasaan menjadi tertawa.
Humor dan tertawa riang dapat mengurangi stres dan mengurangi hormon
stres termasuk kortisol dan katekolamin. Kortisol, misalnya, dapat merusak sel-sel
saraf dari hippocampus, yang merupakan bagian dari otak yang bertanggung
jawab untuk mengubah informasi sementara menjadi informasi yang permanen.
[Bains, 2012 dikutip dalam (Reifsnyder, 2012)]. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Simon (1988) menyatakan bahwa humor dapat digunakan
sebagai mekanisme koping dalam menghadapi kecemasan dan ketegangan
(Verger, 1992). Penelitian yang dilakukan mengenai hubungan antara stres, mood,
dan pandangan akan humor, didapatkan hasil bahwa humor dapat menurunkan
angka kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup (Martin, 2001)
Humor merupakan sesuatu yang lucu dan dapat membuat individu tertawa
dan merasa senang. Humor memberikan perspektif yang berbeda dari suatu
masalah sehingga dapat membuat situasi menjadi ringan (Lubis, 2009). Pemberian
stimulasi humor dalam pelaksanaan terapi diperlukan karena beberapa orang
mengalami kesulitan untuk memulai tertawa tanpa adanya alasan yang jelas.
Apabila humor di berikan sebagai satu-satunya stimulus untuk menghasilkan tawa

6
dalam bentuk terapi akan disebut sebagai terapi humor, namun jika di
kombinasikan dengan hal-hal lain dalam rangka untuk menciptakan tawa alami
(misalnya dengan yoga atau meditasi), akan disebut sebagai terapi tawa (Dian,
2006). Pemberian terapi sebaiknya dilakukan sesering mungkin, karena idealnya
terapi humor diberikan setiap hari. Pemberian terapi humor dengan frekuensi
lebih banyak akan dapat meningkatkan sense of humor pada lansia (Fahruliana,
2008).
Terapi humor dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk humor audiovisual
dan termasuk dalam kategori cerita ringkas. Humor yang disajikan secara
audiovisual merupakan input sensori yang akan masuk ke dalam thalamus yang
berfungsi mengirimkan input sensori ke serebral korteks. Serebral korteks
berhubungan dengan hipothalamus, amygdala dan hippocampus. Impuls sensori
akan masuk ke dalam amygdala yang berfungsi untuk membentuk pengalaman
emosional. Amygdala bekerja dengan cepat mengevaluasi informasi dan
kemudian dengan cepat menentukan kepentingan emosionalnya. Terapi humor
akan memberikan pengalaman emosional positif. Terapi humor juga dapat
merangsang peneluaran endorphin dan serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh
dan juga metenonin. Zat-zat tersebut merupakan zat yang baik untuk otak, karena
dapat membuat seseorang menjadi lebih tenang (Wade & Tavris, 2007).

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari makalah diatas, dapat kita ketahui bahwa
terapi humor adalah intervensi terapeutik menggunakan stimulus-stimulus yang
merangsang ekspresi senang. Intervensi ini dapat meningkatkan kesehatan atau
digunakan sebagai pengobatan komplementer penyakit untuk memfasilitasi
penyembuhan atau mengatasi, baik fisik, emosional, kognitif, sosial, atau
spiritual.
Fungsi humor yang paling menonjol, yaitu sebagai sarana penyalur perasaan
yang menekan diri seseorang. Fungsi humor yang lain adalah sebagai rekreasi.
Dalam hal ini, humor berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam hidup
sehari-hari yang bersifat rutin. Sifatnya hanya sebagai hiburan semata. Selain itu,
humor juga berfungsi untuk menghilangkan stres akibat tekanan jiwa atau batin.
3.2 Saran
Diharapkan bagi Pembaca untuk lebih memahami lagi terkait pengetahuan
mengenai terapi humor, serta bagi mahasiswa ilmu keperawatan dapat lebih
memahami berbagai jenis terapi yang bisa di gunakan di dalam ranah keperawatan
jiwa dan keperawatan geriatri.

8
DAFTAR PUSTAKA

A r i a n a , A t i k a D i a n . ( 2 0 0 6 ) . Terapi Humor untuk Menurunkan Tingkat


Stres pada Mahasiswa Baru. Skripsi: Fakultas Psikologi UNAIR. Tidak
dipublikasikan.

Chasanah, Emawati. (2012). Pengaruh Terapi Humor Terhadap Tingkat


Kemarahan Klien Skizofrenia Dengan Risiko Perilaku Kekerasan DiRuang
Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Grhasia Provinsi D.I Yogyakarta.
NaskahPublikasi
Fajrin M, (2013). Pengaruh Terapi Humor Terhadap Intensitas Nyeri Reumatoid
Artritis Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran.Jurnal Ilmiah.Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

Hasanat, Nida. I. (1996).Pelatihan Ekspresi Wajah Positif untuk Mengurangi


Depresi.Tesis. Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana UGM.

Hayati, Risna. (2003). Terapi Humor Untuk Menurunkan Kecenderungan Burnout


Pada Guru Pendamping Anak Berkebutuhan Khusus. Humanitas,
12(1), 60-72

Kataria, Madan. (2004). Laugh For No Reason (Terapi Humor). Jakarta: PT


Gramedia

Prasetyo, A. R.,& Nurtjahjanti, H. (2011). Pengaruh Penerapan Terapi Humor


Terhadap Penurunan Tingkat Stres Kerja Pada Pegawai Kereta Api. Jurnal
Psikologi Undip, 10(2), 1-15.
Ruspawan, D.M dan Wulandari, N.M.D.( 2012). Pengaruh Pemberian Terapi
Humor Terhadap Tingkat Kecemasan pada Lanjut Usia di PSTW Wana
Seraya Denpasar.Jurnal Skala Husada 9 (1) 1-9.

Saifudin, Moh,dkk. 2014. Pengaruh Terapi Humor Terhadap Penurunan Tingkat


Depresi Pada Lansia Di Panti Werdha Mental Kasih Didesa Turi
Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Jurnal Ilmiah21(3).

Tage, P, (2013). Terapi Humor terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia
Dengan Hipertensi Sistolik Terisolasi Di Panti Sosial budi Agung Kupang.
Jurnal Ilmiah . Fakultas Kedokteran Unair.

Anda mungkin juga menyukai