Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa


diseluruh dunia mencapai hampir 450 juta orang, dimana sepertiganya berdomisili
di negara-negara berkembang. Hal ini diperkuat dengan data dan fakta bahwa hampir
separuh populasi dunia tinggal di negara dimana satu orang psikiater melayani
200.000 orang. Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa
perubahan dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik
positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan
psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak sangat
besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah
pasien gangguan jiwa (Keliat, 2011).
Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup
banyak diperkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan psikosis/ skizofrenia di
Indonesia pada tahun 2013 adalah 1. 728 orang. Adapun proposi rumah tangga yang
pernah memasung ART gangguan jiwa berat sebesar 1.655 rumah tangga dari 14,3%
terbanyak tinggal di pedasaan, sedangkan yang tinggal diperkotaan sebanyak 10,7%.
Selain itu prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15
tahun di Indonesia secara nasional adalah 6.0% (37. 728 orang dari subjek yang
dianalisis). Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah
Sulawesi Tengah (11, 6%), Sedangkan yang terendah dilampung (1,2 %) (Riset
Kesehatan Dasar, 2013).
Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah tercatat ada 1.091
kasus yang mengalami gangguan jiwa dan beberapa dari kasus tersebut hidup dalam
pasungan. Angka tersebut diperoleh dari pendataan sejak Januari hingga November
2012 ( Hendry, 2012 ).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik,baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap seuatu stresor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Menurut Dinas Kesehatan Kota Jawa
Tengah (2012), mengatakan angka kejadian penderita gangguan jiwa di Jawa
Tengah berkisar antara 3.300 orang hingga 9.300 orang. Angka kejadian ini
merupakan penderita yang sudah terdiagnosa. Teknik tarik napas dalam termasuk
teknik relaksasi latihan pernapasan yang sering digunakan dalam pengaturan klien
klinis untuk membantu mengatur stress dan relaksasi untuk mencapai kesejahteraan,
secara keseluruhan teknik tarik napas dalam juga dapat melemaskan otot untuk
mengurangi ketegangan, mengurangi kecemasan dan mempunyai efek distraksi atau
pengalihan perhatian.
Perilaku kekerasan ditandai dengan adanya muka marah dan emosi. Pasien
mengalami distorsi kognitif seperti merasa diri paling berkuasa, pengasingan,
mengkritik pendapat orang lain dan mudah putus asa. Terdapat rasa malas dan
menarik diri dari hubungan sosial pasien mengalami gangguan tidur seperti sulit
tidur atau terbangun dini hari, nafsu makan berkurang begitu juga dengan seksual
(Yosep, 2009).
Salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk mengurangi perilaku kekerasan
diantaranya adalah terapi musik. Alasanya adalah jika melakukan kegiatan dalam
kondisi dan situasi yang rileks,maka hasil dan prosesnya akan optimal. Relaksasi
merupakan upaya untuk mengendurkan ketegangan jasmaniah, yang pada akhirnya
mengendurkan ketegangan jiwa. Salah satu cara terapi relaksasi adalah bersifat
respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas bernafas. Pelatihan relaksasi
pernafasan dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan baik tempo atau
irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Keteraturan dalam bernafas
menyebabkan sikap mental dan badan yang rileks sehingga menyebabkan otot lentur
dan dapat menerima situasi yang merangsang lupa dan emosi tanpa membuatnya
kaku (Wiramihardja,2007).
Berdasarkan hasil pengambilan data dalam kurung waktu dua minggu di RSJD
dr.Amino Gondhohutomo semarang pada tanggal 3 september 2015. Diperoleh data
pada tahun 2012 pasien yang mengalami ganguan jiwa perilaku kekerasan
sebanyak(3.401) dari jumlah pasien (7.132). Pada tahun 2013 diperoleh data
gangguan jiwa perilaku kekerasan sebanyak (3.633) dari jumlah pasien(8.458).
Sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 yang mengalami juga tampak pada jumlah
penderita gangguan jiwa yang mengalami perilaku kekerasan yaitu (232). Pada tahun
2015 didapatkan data bulan Februari penderita gangguan jiwa perilaku kekerasan
yaitu (285). (Rekam Medis RSJD dr.Amino Gondohutomo Semarang 2015).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetya (2018), tentang
Penerapan Terapi Musik pada Pasien yang Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan
di RSJ Provinsi Lampung telah membuktikan bahwa terapi musik klasik efektif
untuk menurunkan resiko perilaku kekerasan pada responden skizofrenia dengan
resiko perilaku kekerasan.
Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melihat perubahan tentang
pengaruh terapi musik terhadap perilaku kekerasan pada Tn. J Ruang Endro Tenoyo
di Rumah Sakit Jiwa dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap perilaku kekerasan
pada Tn. J Ruang Endro Tenoyo di Rumah Sakit Jiwa dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
2. Tujuan khusus
Menganalisis pengaruh terapi musik terhadap perilaku kekerasan pada
Tn. J Ruang Endro Tenoyo di Rumah Sakit Jiwa dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.

C. Manfaat
1. Profesi keperawatan
Memberikan kontribusi terhadap perkembangan keperawatan jiwa
sehingga dapat berguna untuk menunjang penelitian keperawatan jiwa
yang selanjutnya.
2. Institusi pendidikan
Hasil penelitian dapat diharapkan dapat menjadi referensi tambahan
bagi pendidikan tentang pengaruh terapi musik terhadap perilaku
kekerasan pada Tn. J Ruang Endro Tenoyo di Rumah Sakit Jiwa dr.
Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
3. Masyarakat
Memberikan informasi pada mahasiswa tentang pengaruh terapi musik
terhadap perilaku kekerasan pada Tn. J Ruang Endro Tenoyo di Rumah
Sakit Jiwa dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay,
2008).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang
tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang
menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk
destruktif dan masih terkontrol (Yosep, 2007). Resiko mencederai diri
yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan kematian baik secara
langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah (Depkes,
2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
kekerasan yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya
kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan
suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
Penatalaksanaan pasien dengan perilaku kekerasan juga banyak
dikaji keakuratannya. Dari mulai memotivasi, terapi TAK (terapi aktivitas
kelompok), mengkomsumsi obat, dan pemberian perhatian lebih dari pihak
keluarga. Salah satunya keabnormalan gangguan jiwa dapat dibantu juga
dalam proses penyembuhkan dengan terapi musik. Menurut Association
For Prefesional Music Therapist In Great Bratain tahun 2009, terapi musik
adalah bentuk rawatan dengan hubungan timbal balik antara pasien dengan
terapi yang memungkinkan terjadinya perubahan dalam kondisi pasien
selama terapi berlangsung.
Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang
bertujuan untuk mengurangi agresif, memberikan rasa tenang, sebagai
pendidikan moral, mengendalikan emosi, pengembangan spritual dan
menyembuhkan gangguan psikologis. Terapi musik juga digunakan oleh
psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan
kejiwaan dan gangguan psikologis (Campbell, 2010). Manfaat musik untuk
kesehatan dan fungsi kerja otak telah diketahui sejak zaman dahulu. Para
dokter yunani dan romawi kuno mengajurkan metode penyembuhan dengan
mendengarkan permainan alat musik seperti harpa secara psikologis
pengaruh penyembuhan musik pada tubuh adalah pada kemampuan saraf
dalam menangkap efek terapi musik pada sistem kerja tubuh.
Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf otonom adalah
menciptakan suasana rileks, aman dan menyenangkan sehingga merangsang
pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyic Acid (GABA).
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre,
bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik
yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.19
Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan
meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik diterapkan
menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan
memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual. Hal
ini disebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena musik
bersifat nyaman, menenangkan, membuat rileks, berstruktur, dan universal.
Perlu diingat bahwa banyak dari proses dalam hidup kita selalu ber-irama.
Sebagai contoh, nafas kita, detak jantung, dan pulsasi semuanya berulang
dan berirama.19
Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh
semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang berat untuk
menginterpretasi alunan musik. Terapi musik sangat mudah diterima organ
pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke
bagian otak yang memproses emosi (sistem limbik).19
Ada dua macam metode terapi music, yaitu :19
a. Terapi Musik Aktif.
Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main
menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu
singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan dunia musik.
Untuk melakukan Terapi Musik aktif tentu saja dibutuhkan bimbingan
seorang pakar terapi musik yang kompeten.
b. Terapi Musik Pasif.
Ini adalah terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Pasien tinggal
mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik tertentu yang
disesuaikan dengan masalahnya. Hal terpenting dalam terapi musik pasif
adalah pemilihan jenis musik harus tepat dengan kebutuhan pasien. Oleh
karena itu, ada banyak sekali jenis CD terapi musik yang bisa disesuaikan
dengan kebutuhan pasien.

B. Pengkajian Fokus
1. Faktor Predisposisi
2. Faktor Presipitasi
3. Psikososial
4. Status Mental
C. Rencana Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu


pemberian terapi musik selama 4 sesi dalam 4 hari. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Prasetya (2018).

Dalam keperawatan, katagori pasien perilaku kekerasan dibuat


dengan skor RUFA (Respons Umum Fungsi Adaptif)/ GAFR (General
Adaptive Function Response) yang merupakan modifikasi dari skor GAF.
Sedangkan untuk mengetahui perkembangan perilaku kekerasan
menggunakan skala BPRS (the Brief Psychiatric Rating Scale), karena
keperawatan menggunakan pendekatan respons manusia dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan fungsi respons yang
adaptif.
BAB III

METODE PENULISAN

A. Rancangan Solusi yang Ditawarkan

Dalam mengatasi permasalahan diatas maka akan dilakukan desain inovatif

berupa studi kasus pada pada pasien, dimana pasien akan diberikan

intervensi terapi musik , kemudian akan dilihat perkembangan perilaku

kekerasan.

B. Target dan Luaran

Target yang akan mendapatkan perlakuan intervensi pada deskripsi kasus

ini yaitu pasien dengan masalah Risiko Perilaku Kekerasan. Luaran dari

deskripsi kasus ini untuk mengetahui perlakuan yang dilakukan berdasarkan

evidence based practice, selanjutnya dilakukan observasi dari hasil

pemberian terapi musik.

C. Prosedur Pelaksanaan

1. Tahap Awal

Memilih pasien untuk dijadikan responden berdasarkan kriteria

inklusi yaitu pasien dengan masalah pengeluaran ASI yang belum

optimal.
2. Tahap Pelaksanaan

NO PROSEDUR

Pre interaksi
1 Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada)
2 Siapkan alat-alat
3 Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra indikasi
4 Cuci tangan
Tahap orientasi
5 Beri salam dan panggil klien dengan namanya
6 Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
Tahap kerja
7 Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
8 Menanyakan keluhan utama klien
9 Jaga privasi klien. Memulai kegiatan dengan cara yang baik
10 Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan seperti relaksasi,
stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit.
11 Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik.
12 Identifikasi pilihan musik klien.
13 Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman dalam musik.
14 Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik klien
15 Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman.
16 Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan telepon selama
mendengarkan musik.
17 Dekatkan tape musik/CD dan perlengkapan dengan klien.
18 Pastikan tape musik/CD dan perlengkapan dalam kondisi baik.
19 Dukung dengan headphone jika diperlukan.
20 Nyalakan music dan lakukan terapi music.
21 Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras.
22 Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang lama.
23 Fasilitasi jika klien ingin berpartisipasi aktif seperti memainkan alat musik atau bernyanyi
jikan diinginkan dan memungkinkan saat itu.
24 Hindari stimulasi musik setelah nyeri/luka kepala akut.
25 Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan seperti relaksasi,
stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit.
26 Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik.
27 Identifikasi pilihan musik klien.
Terminasi
28 Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data Umum Responden

Nama Pasien : Tn. J

Umur : 33 tahun

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Semarang

Pendidikan : D3

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Masuk : 23 September 2019

Tanggal Pengkajian : 24 September 2019

Diagnosa Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan

Klien mengatakan terkadang masih mudah tersulut emosinya

ketika ada orang yang menyinggung dirinya. Sebelum diberikan

intervensi terapi musik klien di ukur tingkat keparahan perilaku

kekerasan dengan skala BPRS ( Brief Psychiatric Rating Scale). Skor

sebelum diberikan terapi musik yaitu 24. Selanjutnya, di berikan terapi

musik 4 sesi dalam 4 hari jadi tiap hari satu kali sesi. Di akhir

pelaksanaan intervensi di ukur kembali skor nya yaitu 19.


B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan masalah keperawatan


Risiko Perilaku Kekerasan. Sebelum diberikan intervensi terapi musik klien
di ukur tingkat keparahan perilaku kekerasan dengan skala BPRS ( Brief
Psychiatric Rating Scale). Skor sebelum diberikan terapi musik yaitu 24.
Selanjutnya, di berikan terapi musik 4 sesi dalam 4 hari jadi tiap hari satu
kali sesi. Di akhir pelaksanaan intervensi di ukur kembali skor nya yaitu 19.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Prasetya (2008) yang
menyebutkan bahwa terapi musik efektif untuk menurunkan resiko perilaku
kekerasan pada responden skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan.
Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang
bertujuan untuk mengurangi agresif, memberikan rasa tenang, sebagai
pendidikan moral, mengendalikan emosi dan menyembuhkan gangguan
psikologis.
Manfaat musik untuk kesehatan dan fungsi kerja otak telah diketahui
sejak zaman dahulu. Para dokter yunani dan romawi kuno mengajurkan
metode penyembuhan dengan mendengarkan permainan alat musik seperti
harpa secara psikologis pengaruh penyembuhan musik pada tubuh adalah
pada kemampuan saraf dalam menangkap efek terapi musik pada sistem
kerja tubuh.
Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf otonom adalah
menciptakan suasana rileks, aman dan menyenangkan sehingga merangsang
pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyic Acid (GABA). Enkefallin atau
beta endorphin yang dapat mengeliminasi neurotransmiter rasa tertekan,
cemas dan memperbaiki suasana hati (mood) pasien (Djohan, 2016).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil implementasi evidence based practice yang telah

dilakukan serta diuraikan pada pembahasan yang terpapar di bab IV, maka

dapat disimpulkan bahwa terapi musik berhasil menurunkan skore risiko

perilaku kekerasan.

B. Saran

1. Bagi Perawat / Rumah Sakit

Perawat diharapkan dapat meningkatkan asuhan keperawatan pada

pasien dengan risiko perilaku kekerasan dengan memberikan intervensi

terapi musik.

2. Bagi Institusi

Diharapkan implementasi evidence based practice ini dijadikan

referensi dan digunakan bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan

dibidang kesehatan yaitu dengan memberikan terapi musik pada klien

dengan risiko perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai