Anda di halaman 1dari 15

PENELITIAN TERAPI BERMAIN

PADA ANAK DENGAN TYPOID DAN DM JUVENIL

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

1. RARA SUCI 1914301077


2. TASYA DWINTA 1914301056
3. MUSTIKA AYU 1914301068
4. VERONICA ANGGRAINI 1914301091
5. EVITHA ADHE RAHMA E 1914301079
6. FENI MELIANI 1914301085
7. SINTA RIZQIANI 1914301082
8. SINDI ARTIKA 1914301065
9. AUGY ALFANDITO 1914301093
10. AMRI WIJAYA 1914301094
11. M. LUTHFAN 1914301095

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN TANJUNGKARANG


TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Salawat serta
salam tak lupa pula saya haturkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW, seorang
nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang.

Saya ucapkan terimakasih juga kepada pihak yang telah ikut serta dalam pembuatan
makalah megenai “Terapi Bermain Pada Anak dengan Typoid dan DM Junevil”. Makalah ini
saya buat untuk memperdalam ilmu kita tentang mata kuliah Keperawatan Anak.

Saya menyadari dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, namun
demikian banyak pula pihak yang telah membantu menyediakan sumber informasi serta
memberikan masukan pemikiran. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 4 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN...............................................................................................1

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................4

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................5

1.3 Tujuan............................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................6

2.1 Pengertian Konsep Diri.................................................................................6

1. Pengertian Terapi Bermain .............................................................................6

2. Tujuan Terapi Bermain....................................................................................6

3. Manfaat Terapi Bermain .................................................................................6

4. Penanganan Typoid dan Diabetes Pada Anak.................................................7

5.Insulin Pada Anak Diabetes..............................................................................8

6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada Anak 9

7. Kategori Permainan.........................................................................................9

8, Fungsi Bermain di RS...................................................................................10

9.Klasifikasi Permainan.....................................................................................10

10. Terapi Bermain Pada Bayi Atau Anak Dengan Typoid..............................11

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................15

3.1 Kesimpulan .................................................................................................15

3.2 Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.Typhoid adalah
penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi .
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang oleh kuman salmonella thypi dan
salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ). Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus,
typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
.
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik
yang bersifat kronik.Oleh karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini
memberikan peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan
pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi
Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes
Mellitustipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di
seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit
dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes
MellitusAnak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga
kerjasama dengan perawat edukator National University HospitalSingapura untuk
memperoleh data penyandang Diabetes Mellitusanak Indonesia yang menjalani
pengobatannya di Singapura.Data lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi
endokrinologi anak di seluruhwilayah Indonesia pada awal Maret tahun 2012
menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitususia anak-anak juga usia remaja
dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia) melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes
Mellituscenderung naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak
menderita Diabetes Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh duaanak
diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe 2.(Pulungan, 2010)
Kelemahan pada anak usia prasekolah yaitu memiliki imunitas yang lebih rendah
dari orang dewasa sehingga menyebabkan anak rentan terkena infeksi, jatuh dan cidera
sehingga anak harus menjalani perawatan di rumah sakit. Dalam menjalani proses
perawatan di rumah sakit tentunya akan memberikan pengalaman baik secara fisik
maupun psikologis bagi anak. Anak yang mengalami hospitalisasi atau perawatan di
rumah sakit akan mengalami berbagai perasaan tidak nyaman salah satunya yaitu
kecemasan (Desidel, 2011).
Kecemasan pada anak prasekolah yang sakit dan dirawat di rumah sakit,
merupakan salah satu bentuk gangguan yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan aman nyaman
berupa kebutuhan emosional anak yang tidak adekuat. Hal ini perlu penanganan sedini
mungkin. Dampak dari keterlambatan dalam penanganan kecemasan, anak akan menolak
perawatan dan pengobatan. Kondisi seperti ini akan berpengaruh besar pada proses
perawatan dan pengobatan serta penyembuhan dari anak yang sakit (Zuhdatani, 2015).
Mengatasi memburuknya tingkat kecemasan pada anak, perawat dalam
memberikan intervensi harus memperhatikan kebutuhan anak sesuai tumbuh
kembangnya. Kebutuhan anak usia prasekolah terhadap pendampingan orang tua selama
masa perawatan, kebutuhan akan rasa aman dan nyaman, serta kebutuhan aktivitasnya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak, diharapkan mampu memberikan
tindakan tanpa adanya resiko trauma pada anak baik trauma fisik ataupun trauma
psikologis. Bermain pada masa prasekolah adalah kegiatan yang penting, yang
merupakan bagian penting dalam perkembangan tahuntahun pertama masa kanak-
kanak.Permainan akan membuat anak terlepas dari ketegangan dan stress yang dialami.
Selain itu dengan melakukan permainan anak dapat mengalihkan rasa sakit Melalui
program bermain anak dapat menunjukkan apa yang dirasakannya selama sakitnya
(Purwandari,dalam Pravitasari & Bambang, 2012)

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang diatas maka muncul pertanyaan peneliti yaitu
“Bagaimanakah penerapan terapi bermain pada anak dengan Typoid dan DM Juvenil

1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan penerapan terapi bermain pada anak
dengan Typoid dan DM Juvenil
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Terapi Bermain Pada Anak Dengan Typoid dan DM Juvenil


1. Pengertian Terapi Bermain
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat
paling penting untuk menatalaksanakan stress, karena hospitalisasi menimbulkan krisis
dalam kehidupaan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stress berlebihan,
maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka
alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental,
emosional dan kesejahteraan anak, seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan
bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak rawat dirumah sakit (Wong,
2009). Bermain merupakan cara alamiah bagi seorang anak untuk mengungkapkan
konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar bahwa dirinya
sedang mengalami koflik. Melalui bermain anak dapat mengekspresikan pikiran,
perasaan, fantasi serta daya kreasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya dan
beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai sumber stress (Riyadi dan Sukarmin, 2009)

2. Tujuan Terapi Bermain


Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak
akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan
anak seperti halnya makan, perawatan, dan cinta kasih. Bermain merupakan unsur yang
penting untuk perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial.
Anak dengan bermain dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya. Bermain cara
yang baik untuk megatasi kemarahan, kekhawatiran, dan kedukaan

3. Manfaat Terapi Bermain


Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik
bagi anak maupun bagi orangtua. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan bahwa lingkungan
rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab stress bagi anak dan orangtuanya, baik
lingkungan fisik rumah sakit, petugas kesehatan, maupun lingkungan sosial. Perasaan
seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya.
Untuk itu anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan tersebut dan
mampu berkerjasama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan. Media yang
paling efektif adalah melalui kegiatan bermain. Permainan yang terapeutik didasari oleh
pandangan bahwa bermain bagi anak merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan
untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan memungkinkan untuk dapat menggali
dan mengekspresikan perasaan, pikiran, mengalihkan nyeri, dan relaksasi. Sehingga
kegiatan bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit (Ahmadi, 2008)
Menurut Adriana (2013) menyatakan bahwa aktivitas bermain yang dilakukan di rumah
sakit memberikan manfaat:
1) Membuang energi ekstra.
2) Mengoptimalkan pertumbuhan sseluruh bagian tubuh.
3) Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan anak.
4) Anak belajar mengontrol diri.
5) Meningkatkan daya kreativitas.
6) Cara untuk mengatasi kemarahan, kecemasan, kedukaan dan iri hati.
7) Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang lain atau anak lainnya.
8) Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan
9) Dapat mengembagkan kemampuan intelektualnya.

4. Penanganan Typoid dan Diabetes Pada Anak


Pada anak yang mengalami demam typoid dapat dilakukan observasi tanda-tanda
vital, untuk mengetahui kondisi pasien. Selanjutnya kompres dengan air hangat ketika
suhu tinggi, atur suhu ruangan yang nyaman, dengan rasional: membantu mengurangi
suhu tubuh. Anjurkan untuk bed rest, anjurkan memakai pakaian yang tipis dan menyerap
keringat, dengan rasional: membantu aktivitas sebagai tindakan mencegah respon panas,
agar tidak menahan pengeluaran panas secara konveksi. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antipiretik dengan rasional: membantu menurunkan panas.
Diabetes merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi dengan
tata laksana dan pemantauan yang adekuat anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik.
Tujuan dari terapi pada DM tipe-1 adalah mencapai kontrol metabolik yang optimal,
mencegah komplikasi akut, mencegah komplikasi jangka panjang mikrovaskular dan
makrovaskular, serta membantu psikologis anak dan keluarga.10 Lima pilar tata laksana
DM tipe-1 pada anak adalah injeksi insulin, pemantauan gula darah, nutrisi, aktivitas
fisik, serta edukasi.10 Dalam menangani DM tipe-1, dibutuhkan pendekatan holistik dari
tim tenaga kesehatan terintegrasi yang terdiri atas dokter anak endokrinologi, ahli gizi,
psikiater atau psikolog dan, edukator DM

5. Insulin Pada Anak Diabetes


Insulin diklasifikasikan berdasarkan lama kerjanya yaitu cepat, pendek atau
reguler, menengah, dan panjang. Regimen insulin bersifat individual, yaitu menyesuaikan
usia, berat badan, lama menderita, target kontrol glikemik, pola hidup, dan komorbiditas.
Regimen yang disarankan adalah basal bolus yang diberikan dengan pompa atau insulin
subkutan minimal 2 kali/hari dengan menggunakan insulin basal dan insulin kerja cepat
atau pendek karena paling menyerupai sekresi insulin fisiologis.8 Kebutuhan insulin
basal harian adalah berkisar antara 30% (jika menggunakan insulin reguler) sampai 50%
(jika menggunakan insulin kerja cepat) dari total kebutuhan insulin. Pada pasien dengan
insulin reguler, perbandingan insulin basal lebih kecil karena insulin reguler juga
memberikan efek basal. Dosis insulin sisanya disesuaikan untuk dosis preprandial dengan
insulin kerja cepat atau reguler.14
Penentuan dosis insulin kerja cepat dapat menggunakan rasio insulin terhadap
karbohidrat yang dihitung dengan menggunakan rumus 500, yaitu 500 dibagi dosis
insulin harian total. Hasil yang didapatkan adalah berapa jumlah gram karbohidrat yang
dapat dicakup oleh 1 unit insulin.14 Penyesuaian dosis insulin selanjutnya ditentukan
berdasarkan pola kadar gula darah sewaktu harian. Pada pemberian insulin kerja cepat
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu 1-2 jam setelah makan
untuk menentukan efikasi insulin. Peningkatan gula darah sebelum sarapan memerlukan
penyesuaian dosis insulin kerja menengah sebelum makan malam atau sebelum tidur atau
insulin kerja panjang. Peningkatan gula darah setelah makan memerlukan peningkatan
dosis insulin kerja cepat atau reguler. Jika peningkatan gula darah terjadi sebelum makan
siang atau makan malam, perlu dilakukan penyesuaian dosis insulin basal atau insulin
kerja cepat/ pendek sebelum makan. Dosis insulin sebaiknya ditentukan berdasarkan
konsumsi makanan atau karbohidrat dan hasil pemeriksaan GDS.
Selain insulin basal dan preprandial, terdapat dosis insulin koreksi yang diberikan
saat terjadi kenaikan kadar glukosa darah. Penghitungan dosis koreksi menggunakan
faktor sensitifitas insulin yang menentukan banyaknya glukosa darah yang dapat
diturunkan oleh 1 unit insulin. Dosis koreksi dihitung menggunakan rumus 1800 untuk
insulin kerja cepat, yaitu 1800 dibagi dosis insulin total harian. Penghitungan dosis
koreksi untuk insulin kerja pendek adalah menggunakan rumus 1500, yaitu 1500 dibagi
dosis insulin total harian. Dari perhitungan tersebut, akan didapatkan berapa banyak
glukosa darah yang dapat diturunkan dengan pemberian 1 IU insulin.13,14 Saat ini,
regimen dengan pompa insulin (continuous subcutaneous insulin infusion [CSII]) populer
di negara maju. Dengan CSII, dosis basal mungkin tetap atau bervariasi, sementara dosis
bolus disesuaikan berdasarkan konsumsi makanan. Data pompa dapat diunduh untuk
memantau pola dosis bolus.14 Penggunaan CSII memperbaiki instabilitas glikemik,15
kadar HbA1C, kejadian hipoglikemi, dan kebutuhan insulin.16-17 Sayangnya, CSII
belum tersedia secara luas di Indonesia. Berdasarkan data registri UKK Endokrinologi
IDAI pada Oktober 2018, pengguna regimen insulin konvensional, intensif, dan CSII
secara berturut-turut adalah 52,9%, 46,3%, dan 0,7%

6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pola Bermain Pada Anak


Menurut Sujono (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pola bermain pada anak yaitu:
a. Tahap perkembangan, setiap perkembangan mempunyai potensi atau keterbatasan
dalam permainan. Alat permainan pada tiap umur berbeda.
b. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotor/kognitif
terganggu. Sehingga ada saat-saat dimana anak sangat ambisius pada permainannya
dan ada saat-saat dimana anak sama sekali tidak punya keinginan untuk bermain.
c. Jenis kelamin, anak laki-laki dan perempuan sudah membentuk komunitas tersendiri.
Tipe dan alat permainan pun berbeda, misalnya anak laki-laki suka main bola dan anak
perempuan suka bermain boneka.
d. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola permainan anak.
e. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan sehingga anak
menjadi senang.

7. Kategori Permainan
Menurut Saputro dan Intan (2017), terapi bermain diklasifkasikan menjadi 2 yaitu:
a. Bermain Aktif
Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang dilakukaan anak, apakah dalam
bentuk kesenangan bemain alat misalnya mewarnai gambar, melipat kertas origami dan
menempel gambar. Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan bermain peran misalnya
bermain dokter-dokteran dan bermain dengan menebak kata.
b. Bermain Pasif
Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain.
Pemain menghabiskan sedikit energi, anak hanya menikmati temannya bermain atau
menonton televisi dan membaca buku. Bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga,
tetapi kesenangannya hampir sama dengan bermain aktif.

8. Fungsi Bermain di Rumah Sakit


Meskipun anak sedang mengalami perawatan di rumah sakit, kebutuhan aktivitas anak
akan aktivitas bermain tidak boleh terhenti. Bermain di rumah sakit juga dibutuhkan.
Menurut Ikhbal (2016) bermain di rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang asing.
b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol
c. Membantu mengurangi stress terhadap perpisahan
d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentanng bagian-bagian tubuh dan
fungsinya.
e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan
serta proedur medis.
f. Memberi peralihan dan relaksasi.
g. Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan.
h. Memberikan solusi untuk mengurangi tekanan dan untuk mengeksplorasi perasaan.
i. Mengembangkan kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain di rumah sakit.
j. Mencapai tujuan terapeutik

9. Klasifikasi Permainan
Menurut Wong (2009), bahwa permainan dapat diklasifikasikan :
1) Bermain afektif sosial (social affective play)
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara
anak dan orang lain. Anak mendapatkan kesenangan dari hubungannya dengan
orangtuannya
2) Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure)
Permainan ini akan menimbulkan kesenangan bagi anak anak. Permainan ini
membutuhkan alat yang mampu memberikan kesenangan pada anak, misalnya
menggunakan pasir untuk membuat gunung-gunung, menggunakan air yang
dipindahkan dari botol, atau menggunakan plastisin untuk membuat sebuah
konstruksi
3) Permainan keterampilan (skill play)
Permainan ini akan meningkatkan keterampilan bagi anak. Khususnya keterampilan
motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan tersebut diperoleh melalui
pengulangan kegiatan dari permainan yang dilakukan
4) Permainan simbolik atau pura-pura ( dramatic play role)
Permainan anak yang dilakukan dengan cara memainkan peran dari orang lain. Dalam
permainan ini akan membuat anak melakukan percakapan tentang peran apa yang
mereka tiru. Dalam permainan ini penting untuk memproses atau mengidentifikasi
anak terhadap peran tertentu
10. Terapi Bermain Pada Bayi Atau Anak Dengan Typoid
1. Tujuan
a. Mengurangi kecemasan pada anak prasekolah
b. Membantu mempercepat kesembuhan anak
c. Sarana untuk mengekspresikan perasaan anak prasekolah

2. Persiapan Pasien
a. Pasien dan keluarga diberikan informasi mengenai tujuan bermain
b. Melakukan kontrak waktu
c. Pasien tidak mengantuk dan tidak rewel
d. Keadaan umum mulai membaik
e. Posisi pasien dengan supinasi atau duduk

3. Peralatan
a. Alat bermain sesuai dengan umur dan jenis kelamin . misalnya seperti puzzle atau
menggambar

4. Prosedur Pelaksanaan
a. Tahap Pra Interaksi
1) Melakukan kontrak waktu
2) Memastikan kesiapan anak
3) Menyiapkan alat

b. Tahap Orientatsi
1) Memberikan salam kepada pasien dan menyapa nama pasien
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3) Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

c. Tahap Kerja
1) Memberi petunjuk pada anak cara bermain
2) Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan sendiri atau dibantu orangtuanya
3) Memotivasi keterlibatan klien dan orangtua
4) Memberi pujian kepada anak jika anak mampu melakukan
5) Meminta anak menceritakan apa yang diperbuat atau dilakukannya
6) Menanyakan perasaan anak setelah bermain
7) Menanyakan perasaan dan pendapat keluarga tentang permainan

d. Tahap Terminasi
1) Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan
2) Berpamitan dengan pasien
3) Membereskan dan merapikan alat
4) Mencuci tangan
5) Mencatat respon pasien serta keluarga dalam lembar catatan dan kesimpulan hasil
bermain.
BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Adriana, Dian. (2013). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba
Medika
Ardiansyah. ( 2015). Perubahan Tingkat Kecemasan Anak Pada Peraatan Gigi dan Mulut
Melalui Terapi Bermain. Skripsi. Diakses melalui http://eprints.ums.ac.id pada 6 Juli 2018
Banunaek, Afrida. (2013). Hubungan antara Frekuensi Bermain Terhadap Kecemasan Pada
Anak Usia 3-6 Tahun yang Diawat di Ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Semarang. Skripsi. Diakses melalui https://repository.uksw.edu. Pada 7 Juli 2018
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Desidel, Z. (2011). Buku Ajar Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: EGC
Elvira, Sylvia. (2008). Gangguan Panik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Unversitas
Indonesia
Skyler JS, Bakris GL, Bonifacio E, Darsow T, Eckel RH, Groop L. Differentiation of diabetes by
pathophysiology, natural history, and prognosis. Diabetes 2017;66:241-55.
Pulungan AB. Type 1 Diabetes mellitus in children and adolescents: experience in Indonesia.
Dalam: Urakami T, penyunting. Proceeding book of The 52nd Annual Scientific Meeting of the
Japanese Society for Pediatric Endocrinology. 2018 Okt 4-6; Japan, Tokyo.

Anda mungkin juga menyukai