Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

BIDANG PSIKIATRI:RESIKO BUNUH DIRI

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4

1. Sri Wahyuni Lubis 1914301074


2. Mustika Ayu Pitaloka 191430106
3. Riska Amilia 1914301075
4. Gustia Mega Nanda 1914301060
5. Sindi Artika 1914301065
6. Rely Alfina 1914301070
7. Mardhatillah Heriyani 1914301097
8. Febri Ani Caesaria 19143010100
9. Sila Restu Ria 1914301088
10. Dilla Nopiyana Pubian 1914301089
11.Anastasya Cahya Lestari 1914301061
12.Gustia Mega Nanda 1914301060
13.Novita Aji Rahayu 1914301080

Tingkat 3 Reguler 2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG

JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

2021/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-
Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun masalah yang dibahas
dalam makalah ini mengenai askep isolasi sosial.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan. Untuk
itu, kami memohon maaf. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
agar untuk kedepannya kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam penulisan makalah ini tidak
terulang lagi. Semoga apa yang kami tulis pada makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
pembaca.

Bandar Lampung, 23 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 2
2.1 definisi bunuh diri................................................................................................. 2
2.2 perkembangan prevalensi bunuh diri di dunia..................................................... 2
2.3 gambaran kliis dan psikodinamika...................................................................... 3
2.4 Macam – Macam Bunuh Diri dan Percobaan Bunuh Diri Emile Derkheim....... 3
2.5 Apa saja Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri................................4
2.6 Pencegahan dan Pengobatan Dalam Bunuh Diri................................................. 4
2.7 diagnosa bunuh diri...............…………………..........................................……..5
2.8 Intervensi...............................................................................................................5
BAB III PENUTUP ....................................................................................................14
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................14
3.2 Saran....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasien gangguan jiwa berat memiliki risiko bunuh diri sebesar 90%. Membutuhkan
kesiapan tenaga kesehatan jiwa, khususnya perawat yang memiliki waktu paling banyak
dengan pasien, untuk memberikan manajemen asuhan yang tangkas, cermat dan
professional di ruang akut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman
perawat unit perawatan intensif psikiatri dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien gangguan jiwa dengan risiko bunuh diri. Metode penelitian yang dilakukan adalah
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan indepth interview pada 5 orang
perawat di ruang Unit Perawatan Intensif Psikiatri (UPIP) RSJ dr. Amino Gondohutomo
Semarang, pada bulan November-Desember 2018. Hasil penelitian ini menguraikan
tentang  pengalaman perawat unit perawatan intensif psikiatri dalam merawat pasien
dengan risiko bunuh diri. Penelitian ini menghasilkan 5 tema, yaitu:  1)Persepsi terhadap
fenomena bunuh diri pada pasien gangguan jiwa, 2)Intervensi krisis pada pasien dengan
risiko bunuh diri 3)Motivasi yang diberikan pada pasien dengan risiko bunuh diri,
4)Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien dengan risiko bunuh diri, 5)Kendala
dalam merawat pasien dengan risiko bunuh diri. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan keperawatan pada pasien dengan risiko bunuh diri di ruang unit
perawatan intensif psikiatri.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari bunuh diri?
2. Bagaimana perkembangan prevalensi bunuh diri di dunia?
3. Bagaimana gambaran kliis dan psikodinamika?
4. Apa saja Macam – Macam Bunuh Diri dan Percobaan Bunuh Diri Emile Derkheim
5. Apa saja Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri
6. Bagaimana Pencegahan dan Pengobatan Dalam Bunuh Diri?
7. Apa saja diagnosa bunuh diri?
8. Bagaimana intervensi dari bunuh diri?
1.3. Tujuan Masalah
2. Mengetahui pengertian dari bunuh diri
3. Mengetahui perkembangan prevalensi bunuh diri di dunia
4. Mengetahui gambaran kliis dan psikodinamika
5. Mengetahui Macam – Macam Bunuh Diri dan Percobaan Bunuh Diri Emile Derkheim
6. Mengetahui Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri
7. Mengetahui Pencegahan dan Pengobatan Dalam Bunuh Diri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Definisi bunuh diri / suicide (percobaan bunuh diri), dari bahasa latin: “ tentamen
suicide”, dari bahasa Inggris “suicide attempt”.
Percobaan bunuh diri ialah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya
sendiri dan dengan disengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang
mungkin pada waktu sangat singkat. Secara umum didefinisikan yaitu percobaan bunuh
diri ialah segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam
waktu yang sangat singkat (Maramis, 1998: 431).
Clinton dalam Mental Health Nursing Practice (1995: 262) menyebutkan suatu uapaya
yang didasari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat
dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati dan perilaku bunuh diri meliputi isyarat
– isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau
menyakiti diri sendiri.
Taylor dalam Fundamental of Nursing (1997: 790) mengutip dari Ana (1990)
menyebutkan bunuh diri secara tradisional dipahami sebagai kegiatan mengakhiri
kehidupan. Bantuan dalam bunuh diri sangat berarti, misalnya menyediakan obat atau
senjata, bunuh diri dibantu (euthanasia pasif) dibedakan dengan euthanasia aktif . Bunuh
diri yang dibantu adalah seseorang membantu mengakhiri hidupnya tetapi tidak secara
langsung menjadi pelaku dalam kematiannya.
Stuart Sundeen dalam Principle Psychiatric Nursing (1995: 866) menyebutkan bunuh diri
adalah menimbulkan kematian sendiri, suicide attempt (upaya bunuh diri) dengan sengaja
melakukan kegiatan tersebut, bila kegiatan tersebut sampai tuntas akan menyebabkan
kematian. Suicide Gesture (Isyarat Bunuh Diri) Adalah bunuh diri yang direncanakan
untuk usaha mempengaruhi orang lain. Suicide Threat (Ancaman Bunuh Diri) Adalah
suatu peringatan baik secara langsung atau tak langsung, verbal atau non verbal bahwa
seseorang sedang mengupayakan bunuh diri.
2.2. Prevalensi
Dalam tahun – tahun terakhir ini, angka bunuh diri di Amerika yang terjadi pada usia 12 –
20 tahun mengalami peningkatan dan 12000 anak – anak dan remaja tiap tahunnya
dirawat di Rumah Sakit akibat upaya bunuh diri dan metode bunuh diri yang paling
disukai adalah menggunakan senjata api, ada juga dengan gantung diri dan minum racun,
dalam waktu setiap 90 menit seorang anak meninggal akibat bunuh diri.
Bunuh diri ditemukan dari berbagai kalangan sosial ekonomi, namun paling dominan
kalangan atas. Pada jenis kelamin pria melakukan bunuh diri secara efektif (tidak
mengharapkan hidup lagi), sedangkan pada wanita kesempatan hidup masih ada (karena
wanita memberi peluang untuk diselamatkan). Bahkan di benua Asia Harakiri dilakukan
demi suatu kehormatan.
Di Indonesia bunuh diri, akhir zaman ini menimpa orang dewasa dan anak – anak.
Prayitno, kasus bunuh diri di Indonesia (RSCM Jakarta) terdapat 1.119 kasus bunuh diri
tahun 2004 – 2005 dan 41% dengan cara gantung diri, 23% menggunakan racun serangga
dan overdosis.
WHO: 2003 bahwa satu juta orang bunuh diri tiap tahunnya atau setiap 40 detik, terutama
usia 15 – 34 tahun. Sumber Baku (IYUS Yosep, 2007).

2.3. Gambaran Klinis dan Psikodinamika


Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri merupakan satu tugas yang penting
namun sulit dilaksanakan. Penelitian menunjukkan bahwa resiko bunuh diri yang berhasil
akan meningkat pada jenis pria berkulit putih, umur lanjut dan isolasi sosial. Pasien
dengan riwayat keluarga percobaan bunuh diri atau bunuh diri yang berhasil membuat
resiko tambah semakin tinggi. 80% pasien yang melaksanakan bunuh diri dan berhasil,
biasanya mengidap gangguan afektif dan 25% bergantung pada alkohol. Bunuh diri
merupakan 15% sebab kematian, kelompok diatas skozofrenia yang jarang terjadi, namun
10% pasien skizofrenik meninggal akibat bunuh diri (Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat: 433-
434).

1.1. Macam – Macam Bunuh Diri dan Percobaan Bunuh Diri Emile Derkheim
1) Bunuh Diri Egoistik
Individu itu tidak mampu berintegrasi dengan masyrakat. Hal ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau masyarakat yang menjadikan individu itu seolah – olah tidak
berkepribadian.
Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka yang tidak
menikah lebih rentan untuk melakukan bunuh diri daripada mereka yang sudah
menikah. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai integrasi sosial yang lebih baik
daripada daerah perkotaan sehingga angka suicide juga lebih sedikit.

2) Bunuh Diri Altruistik


Individu itu terikat pada tuntutan tradisi ataupun ia cenderung untuk bunuh diri
karena identifikasinya terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa
kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
Contohnya : “Harakiri” di Jepang , “puputan” di Bali beberapa ratus tahun lalu, dan
dibeberapa masyarakat primitif yang lain. Suicide mencari ini mencari dalam zaman
sekarang jarang terjadi.

3) Bunuh Diri Anomik


Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma – norma yang kelakuan
yang biasa.
Individu itu kehilangan pegangan dan tujuan, masyarakat atau kelompoknya tidak
dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan
terhadap kebutuhan – kebutuhannya.
Hal ini menerangkan mengapa percobaan bunuh diri pada orang cerai pernikahan
lebih banyak daripada mereka yang tetap dalam pernikahan. Golongan manusia yang
mengalami perubahan ekonomi yang drastis juga lebih mudah melakukan percobaan
bunuh diri.

1.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri


1) Faktor Psikologik
1. Teori Freud
Menafsirkan tingkah laku suicide, bahwa halangan untuk menyatakan amarah dan
permusuhan terhadap seseorang yang dicintai, mungkin memaksakan seseorang untuk
menimpakan impuls – impuls agresif yang tidak aseptabel itu pada dirinya sendiri.
Para psikoanalis biasanya cenderung mengabaikan faktor sosial yang juga sangat
mempengaruhi individu. Mereka lebih menitikberatkan pada dorongan (“drives”)
pribadi seperti pada keseimbangan antara instink mati dan hidup.

2. Teori Meninger
Adanya tiga komponen pada orang yang melakukan bunuh diri, yaitu adanya
keinginan untuk menambah dan menyerang, untuk dibunuh dan untuk mati atau
menghukum diri sendiri.

3. Teori Scheidman dan Farberow


Membagi 4 golongan yaitu:
1). Mereka percaya bahwa tindakan bunuh diri itu benar, sebab mereka memandang
bunuh diri sebagai peralihan menuju kehidupan yang lebih baik atau mempunyai
arti untuk menyelamatkan nama baiknya (misal: Harakiri).
2). Mereka yang sudah tua, hal ini ditemukan pada orang yang kehilangan anak atau
cacat jasmaninya, yang menganggap bunuh diri sebagai suatu jalan keluar dari
keadaan yang tidak menguntungkan bagi mereka.
3). Mereka yang psikotik, dan bunuh diri disini merupakan jawaban terhadap
halusinasinya atau wahamnya.
4). Mereka yang bunuh diri sebagai balas dendam, yang percaya bahwa karena bunuh
diri orang lain akan berduka cita dan mereka sendiri akan dapat menyaksikan
kesusahan orang lain itu.
Menurut Schneidman dan Farberow bunuh diri (suicide) mengandung arti :
1. Ancaman bunuh diri (threatened suicided).
2. Percobaan bunuh diri (attempted suicided).
3. Bunuh diri yang telah dilakukan (comitted suicided).
4. Depresi dengan niat hendak bunuh diri.
5. Melukai diri sendiri (self destruction).
2) Faktor Biologik
Kurangnya Seorotin di CSF, para penganut teori nerofisiologik menganggap bahwa
keputusan terakhir untuk melakukan bunuh diri dipengaruhi oleh kelemahan fungsi
serebrohortikal, antara lain karena insomnia dan barbitural serta alkohol.
3) Faktor Genetik
Riwayat keluarga bunuh diri studi kembar 11,3% versus 1,8%.
4) Faktor Fisik
Korban bunuh diri 25 – 75% dengan gangguan fisik/ kecacatan (Maramis, 1998: 434 -
436).

1.3. Pencegahan dan Pengobatan


Yang berhasil bunuh diri tentunya tidak perlu pengorbanan lagi, hanya keluarga yang
ditinggalkan mungkin perlu diperhatikan, karena kejadian ini menimbulkan stress pada
mereka dan ada kecenderungan untuk bunuh diri yang lebih besar diantara orang – orang
yang berhubungan dengan orang yang telah melakukan bunuh diri. Bila ada kesempatan,
maka kiranya hal suicide secara umum sebaiknya dibicarakan dengan mereka.
Untuk yang tidak berhasil, tindakan yang menjadi prioritas dalam pengobatan tergantung
pada berat ringannya keadaan badan dan jiwa atau gejala – gejala yang paling menonjol.
Bagaimana dengan pencegahan, mengapa mencegah orang yang mau bunuh diri?
Manusia berkuasa atas dirinya sendiri? Kalau mau mati boleh asal tidak boleh merugikan
orang lain.
Orang yang akan melakukan bunuh diri egoistik ataupun anomik berada dalam keadaan
patologis, karena mengalami gangguan fungsi mental yang bervariasi, ringan sampai
berat karena perlu ditolong. Kecuali bunuh diri altruistik tidak mungkin ditolong kecuali
bila kebudayaan dan norma – norma masyarakat diubah.

Solomon membagi besarnya resiko bunuh diri adanya tanda – tanda resiko berat dan
tanda – tanda bahaya yaitu:
1 Tanda – Tanda Resiko Berat ialah:
1). Keinginan mati yang sungguh – sungguh, pernyataan yang berulang – ulang,
bahwa ia ingin mati (anggapan bahwa orang yang mengatakan demikian tidak
akan berbuatnya ternyata keliru).
2). Adanya depresi, dengan gejala rasa salah dan dosa terutama terhadap orang –
orang yang sudah meninggal, rasa putus asa, ingin dihukum, rasa cemas yang
hebat, rasa tidak berharga lagi, adanya gangguan tidur yang berat.
3). Adanya psikosa, terutama penderita psikosa yang impulsif serta adanya perasaan
curiga, ketakutan dan panik. Keadaan semakin berbahaya bila penderita
mendengar suara – suara yang memerintakan membunuh dirinya.

2 Tanda – Tanda Bahaya yaitu:


1). Pernah melakukan percobaan bunuh diri (anggapan bahwa orang yang pernah
mencoba bunuh diri tidak akan berbuat demikian lagi juga keliru). Jika percobaan
bunuh diri dahulu ditempat yang sepi, sehingga kecil sekali orang yang dapat
menghalangi tindakannya, dan bila dilakukan di tempat ramai mungkin keinginan
mati itu kecil.
Cara yang dipakai, bila yang dipilih lebih besar dan lebih menyakitkan maka
makin besar niatnya dengan kemungkinan melakukan suicide.
2). Penyakit menahun: Penderita melakukan bunuh diri karena depresi.
3). Ketergantungan obat dan alkohol karena mempunyai efek melemahkan kontrol
dan mengubah dorongan (impuls) sehingga memudahkan bunuh diri.
4). Hipokhodriasis: keluhan fisik yang konstan dan bermacam – macam tanpa sebab
organis dapat menimbulkan depresi yang berbahaya.
5). Bertambahnya umur: terutama pada pria, bertambahnya umur tanpa pekerjaan
atau kesibukan yang berarti, dapat menambah perasaan bahwa hidupnya tidak
berguna.
6). Pengasingan diri: masyarakat tidak dapat lagi menolong dan mengatasi depresi
berat.
7). Kebangkrutan kekayaan: individu tanpa uang, pekerjaan, teman/ harapan masa
depan, tidak mempunyai gairah untuk hidup.
8). Catatan bunuh diri: setiap catatan bunuh diri harus dianggap sebagai tanda bahaya.
9). Kesukaran penyesuaian diri yang kronis: hubungan antar individu yang tidak
memuaskan, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk melakukan suicide.
10). Tak jelas adanya keuntungan sekunder, jika ancaman penderita tertuju pada
orang tertentu disekitarnya, maka mungkin percobaan bunuh diri bertujuan
untuk memanipulasi dan mengharapkan pertolongan, maka resiko kecil. Jika
tidak terdapat keuntungan sekunder yang jelas dan ancamannya betul – betul
ditujukan pada dirinya, maka resiko jauh lebih besar (Maramis, 1998: 440 -
441).
Pengobatan Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat
perhatian khusus, pertolongan pertama dilakukan secara darurat di rumah sakit.
Kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis,
penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial, tetapi berhubungan dengan
kriteria besarnya kemungkinan suicide. Pengobatan mentalnya, penderita depresi TX
ECT, obat – obatan anti depresi dan psikoterapi (Maramis, 1998: 444).
A. Mencederai Diri Sendiri (Bunuh Diri)
Seorang anak remaja yang merupakan harapan orang tua dan harapan masa depan
bangsa. Akhir – akhir ini penelitian menunjukkan banyak kasus bunuh diri dari
kalangan anak dan remaja.
Kaplan Sadock (1997), seorang anak yang berupaya bunuh diri sangat rentan terhadap
pengaruh stressor sosial, seperti percekcokan keluarga yang kronis, penyiksaan,
penelantaran, kehilangan sesuatu yang dicintai, kegagalan akademik dan lingkungan
yang buruk. Ciri – ciri universal penyebab anak remaja bunuh diri adalah
ketidakmampuan mereka memecahkan masalah dalam menghadapi percekcokan
keluarga, penolakan dan kegagalan karena yang bertanggungjawab dalam trend upaya
bunuh diri pada anak dan remaja di Indonesia adalah keluarga dan lingkungan
terdekat pada anak.
Vigocsky bahwa lingkungan terdekat anak akan berpengaruh dalam membentuk
karakter dan kepribadian anak.
Stuart Sundeen 1995, jenis kepribadian paling serius melakukan bunuh diri adalah
type agresif, bermusuhan, putus asa, harga diri rendah (HDR) dan kepribadian anti
sosial. Anak memiliki resiko besar untuk melakukan bunuh diri berasal dari keluarga
yang menerapkan pola asuh otoriter untuk keluarga yang pernah melakukan bunuh
diri, gangguan emosi dan keluarga dengan alkoholisme.
Faktor yang memegang peranan ialah riwayat psikososial seperti orang tua yang
bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan atau stress multiple seperti (pindah
tempat tinggal, kehilangan, penyakit kronis). Stressor tersebut mempengaruhi koping
yang kurang konstruktif. Anak mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi
tempat yang memberi rasa aman.
Kaplan bahwa gangguan jiwa dan suicide pada anak remaja akan muncul apabila
stressor lingkungan menyebabkan kecemasan meningkat.

1. Stressor Pencetus secara Umum


Stressor pencetus bunuh diri sebagian besar adalah kejadian memalukan, masalah
interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman penjara
dan yang paling penting tahu cara – cara bunuh diri. Faktor resiko secara psikososial:
putus asa, ras, jenis kelamin, riwayat keluarga bunuh diri, riwayat keluarga adiksi
obat, diagnosa penyakit kronis, penyalahgunaan zat.
2. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri

1) Faktor mood dan biokimiawi otak


Pencetusnya ialah semua kasus “horor” tersebut dilandasi pada mood atau suasana
hati sekarang. Ghanshyam Pandey University Chicago menemukaan bahwa aktifitas
enzim didalam pikiran manusia bila mempengaruhi mood yang memicu keinginan
mati bahwa tingkat aktifitas protein kinase C (PKC), pada otak orang bunuh diri lebih
rendah daripada yang mati dengan tidak bunuh diri.
Benefit, Rooswita, Depresi berat menjadi penyebab utama karena individu tidak kuat
menanggung beban permasalahnnya dan pada akhirnya memicu keinginan bunuh diri.

2). Faktor riwayat gangguan mental


Depresi, stress pada remaja dan mereka berusia muda cenderung meningkat dan
semakin mengkhawatirkan, 20% orang muda mati bunuh diri karena faktor
neurobilogisnya (serotonin, adrenalin, dopamin), pada kasus bunuh diri cairan
serotonin yang menyebabkan stress dan depresi.

3). Faktor meniru / imitasi pembelajaran


Dalam kasus bunuh diri dikatakan ada proses pembelajaran. Para korban memiliki
pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri
atau meninggal karena bunuh diri, bisa juga dari pembelajaran / pengetahuan (misal:
film – film, horor / sedih), orang yang pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang
halus (minum racun, overdosis obat) bila tidak berhasil akan mengulangi cara yang
lebih halus (gantung diri, dll).
4). Faktor isolasi sosial
Seorang individu merasa terasing (dipinggirkan dan merasa tidak mempunyai teman
sekolah, tingkah laku / perasaan ini menjadi lebih buruk bila ia merasa tidak
dipedulikan kleuarganya).
Mengapa orang memilih bunuh diri?, secara umum stress muncul karena kegagalan
beradaptasi, baik dilingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam
masyarakat dan sebagainya.
5). Faktor hubungan perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri, merasa
kuatir, takut akan ancaman kebutuhan dasar (makan, tempat tinggal dan sebagainya)
tidak terpenuhi bahkan kehilangan karena adanya peraturan – peraturan yang ada
(PHK, penggusuran rumah - rumah).

6). Faktor religius


Dahlikhairi, bunuh diri merupakan cerminan tipisnya iman atau kurang begitu
memahami ilmu agama. Dengan alasan apapun dan diagama manapun bunuh diri
dipandang sebagai dosa besar dan mengingkari kekuasaan Tuhan. Di negara maju
kematian karena bunuh diri menempati urutan ketiga mungkin disebabkan tidak
beriman serta lemahnya pemahaman tentang agama.
Bunuh diri, bisa terjadi pada semua tahap usia, dengan pencetus yang berbeda – beda,
sulitnya menghadapi lingkungan, kompetisi, termasuk dalam pergaulan, bisa memacu
stress atau tekanan hidup yang salah satu faktor penyebab bunuh diri.

2. Rentang Respon

Menghargai diri Merusak diri

RESPON ADIKTIF RESPON MALADAPTIF


Menghargai Berani ambil resiko Perilaku destruktif Merubah diri Bunuh
dalam mengembangkan diri tak berlangsung sendiri secara diri
diri tidak langsung

(Stuart, Sundeen 1987 , Keliat BA 1994)

3. Terapi Lingkungan pada Kondisi Khusus Bunuh Diri (Suicide)


Ruangan aman dan nyaman, terhindar dari alat yang dapat digunakan untuk mencederai
diri sendiri atau orang lain, alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di lemari dalam
keadaan terkunci, ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keseluruhan ruangan
mudah dipantau oleh petugas kesehatan, tata ruangan menarik dengan menempelkan
poster yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien, warna dinding cerah, adanya
bacan ringan, lucu dan memotivasi hidup, hadirkan musik ceria, televisi dan film komedi,
adany alemari khusus untuk menyimpan barang – barang pribadi pasien.
Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasien
sesering mungkin, memberi penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau
kegiatan medis lainnya, menerima pasien apa adanya jangan mnegjek serta merendahkan,
meningkatkan harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan hubungan sosial
secara bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya, sertakan
keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan pasien sendiri terlalu
lama.
4. Peranan Perawat dalam Perilaku Mencederai Diri
Pengkajian
1. Lingkungan dan upaya bunuh diri: perawat perlu mengkaji paristiwa yang menghina
atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan
benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2. Gejala: perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan
gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap,
berat badan menurun, bicara lamban, keletihan , withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat adiktif, depresi
remaja, gangguan mental lansia.
4. Riwayat psikososial: bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple
(pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit
kronik.
5. Faktor kepribadian: impulsif, agresif, bermusuhan, kognisi negatif dan kaku, putus
asa, harga diri rendah, antisosial.
6. Riwayat keluarga: riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.

2.7. DIAGNOSA
Resiko Bunuh Diri
Diagnosa Faktor Risiko
Resiko Bunuh Diri 1. Gangguan perilaku (mis. euforia
mendadak setelah depresi, perilaku
mencari senjata berbahaya, membeli
obat dalam jumlah banyak, membuat
surat warisan)
2. Demografi (mis. lansia, status
perceraian, janda/duda, ekonomi
rendah, pengangguran)
3. Gangguan fisik (mis. nyeri kronis,
penyakit terminal)
4. Masalah sosial (mis. berduka, tidak
berdaya, putus asa, kesepian,
kehilangan hubungan yang penting,
isolasi sosial)
5. Gangguan psikologis (mis.
penganiayaan masa kanak kanak,
riwayat bunuh diri sebelumnya,
remaja homoseksual, gangguan
psikiatrik, penyakit psikiatrik,
penyalahgunaan zat)
2.8. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Bunuh Diri Control diri Pencegahan Bunuh diri
D.0135 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Observasi:
jam diharapkan control diri meningkat  Identifikasi gejala risiko bunuh diri (mis.
Pengertian : Kriteria Hasil: gangguan mood, halusinasi, delusi, panik,
Berisiko melakukan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk penyalahgunaan zat, kesedihan, gangguan
upaya menyakiti diri menurun Meningk at
sendiri untuk at
megakhiri kehidupan 1 Verbalisasi ancaman kepada orang lain
  1 2 3 4 5
2 Verbalisai umpatan
  1 2 3 4 5
3 Perilaku menyerang
  1 2 3 4 5
4 Perilaku malukai diri sendiri/orang lain
1 2 3 4 5
5 Perilaku merusak lingkungan sekitar
1 2 3 4 5
6 Perilaku agresif/amuk
1 2 3 4 5
6 Suara keras
1 2 3 4 5
7 Bicara ketus
1 2 3 4 5
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pasien gangguan jiwa berat memiliki risiko bunuh diri sebesar 90%. Membutuhkan
kesiapan tenaga kesehatan jiwa, khususnya perawat yang memiliki waktu paling banyak
dengan pasien, untuk memberikan manajemen asuhan yang tangkas, cermat dan
professional di ruang akut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman
perawat unit perawatan intensif psikiatri dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien gangguan jiwa dengan risiko bunuh diri. Metode penelitian yang dilakukan adalah
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan indepth interview pada 5 orang
perawat di ruang Unit Perawatan Intensif Psikiatri (UPIP) RSJ dr. Amino Gondohutomo
Semarang, pada bulan November-Desember 2018.

3.2. Saran
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu kelompok dengan senang hati
bersedia menerima segala kritik dan saran yang membangun untuk kebaikan kelompok
dalam menyusun makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/5064

(2016). Suicide an Unnecessary : Death Suicide in the world. Secon Edition. United
Kingdom : Oxford University Press.

Fortaine, K.L.(2009). Mental health nursing. (6th ed.).New Jersey: Pearson


Education,Inc

Gomez-Duran, E.L, et al. (2012). Clinical and Epidemiological Aspects of Suicide in


Patients with Schizoprenia. ActasEspPsiquiatr 2012;40(6):333-45.

Mann, J.J., Apter, A., Bertolote, J.,et al. (2010). Suicide Prevention Strategies: A
Systemic Review. JAMA Johns Hopkins University on May 14.

Scott, A &Guo, B. (2012). For which Strategies of Suicide Prevention is There Evidence
of Effectiveness?. The Regional Office for Europe ofWHO: ISSN 2227-4316.

Stevens, M., Bond, L., Roberts, HM., Platt, S. (2008). Prevention of Suicide and Suicidal
Behaviour in Adolescents (Protocol). The Cochrane Collaboration and Published, Issue
3.Publised by John Wiley & Sons, Ltd.Diakses 18Februari 2015 dari The Cochrane
Library.

Stuart, G.W.(2009). Principles and practice of psychiatric nursing.9th ed.


Mosby.Inc.

(2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa .Stuart. Edisi bahasa Indonesia. Singapore :


Elsiever.

Wassermann D, et al (2016). Suicide an Unnecessary Death. United Kingdom : Oxford


University Press.

Wood. S, Bellis. M.A, Mathieson. J, Foster. K. (2010). Self Harm and Suicide: A Review
of Evidence for Preventionfrom The UK Focal Point for Violence and Injury Prevention.
Liverpool John Moores University, Liverpool UK. www.cph.org.uk.

Anda mungkin juga menyukai