Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

“asuhan keperawatan klien yang mengalami risiko bunuh diri”

DISUSUN OLEH

Siska aulia fitri(1814201046)


Febby dini dea sagita(1814121053)
Aini arifiah(1814121063)
Sandra dewi (1814201073)
Intan sahira(1814201082)

DOSEN PENGAMPU:
Ns.Del Fatmawati, S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS SEMESTER V


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI TA
2019/2020
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjat kanatas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah” “asuhan
keperawatan klien yang mengalami risiko bunuh diri dan juga kami berterima kasih kepada
ibuk Ns.Del Fatmawati, S.Kep.,M.Kep selaku dosen pengajar matakuliah keperawatan
kesehatan jiwa .
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang. Mengingattidakadasuatu yang sempurna jika tidak ada kritikan dan saran bagi
kami. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Bukittinggi, 20 september 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar..............................................................................2
Daftar Isi........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................4
A. Latar Belakang.................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................4
C. TujuanPenulisan...............................................................5

BAB II PEMBAHASAN...............................................................
a. Defenisi................................................................................................6
b. Etiologi.................................................................................................6
c. Rentang Respons..................................................................................7
d. Tanda dan Gejala..................................................................................8
e. Data fokus.............................................................................................9
f. Diagnosa keperawatan.........................................................................12

BAB III PENUTUP.......................................................................15


A. Kesimpulan......................................................................15
B. Saran................................................................................15

Daftar Pustaka...............................................................................16

BAB I

3
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang
diinginkan
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk
mengakhiri kehidupannnya. Perilaku bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan secara
sengaja untuk membunuh diri sendiri. Bunuh diri dapat melibatkan ambivalensi antara
keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga
tingkatan yaitu berupa ide/isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh
diri .

B. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu
menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan.
(Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi
Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP
dan SP) untuk7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian(Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another
place to share.
Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004.
Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious
blogspot.com)
Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan
depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009.
DEZ’S blok
just another place to share. http://dezlicious blogspot.com)

C. RUMUSAN MASALAH

Menurut Depkes (2011) prevalensi terjadinya masalah kesehatan jiwa meningkat


secara tajam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011) menyatakan bahwa dalam
kurun waktu 5 tahun orang dengan gangguan jiwa di Indonesia telah mencapai 11,6 % dari
238 juta orang. Yang artinya sebanyak 26.180.000 penduduk Indonesia menderita
gangguan jiwa.

4
Tingkat kematian yang disebabkan karena bunuh diri ini tidak hanya meningkat
tajam di Indonesia, akan tetapi seluruh dunia. Karena begitu tingginya tingkat kematian
yang disebabkan karena bunuh diri, setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai ahri
kesehatan mental. Data yang dirilis WHO perilaku untuk melukai diri sehingga
kemungkinan keinginan melukai diri pun dapat mempengaruhi perilaku tersebut. Jadi
kesimpulannya bahwa seseorang yang memiliki keinginan untuk melukai diri sendiri sangat
mungkin berhubungan dengan bagaimana seseorang dapat mengontrol emosinya atau dapat
memberikan sugesti untuk diri sendiri bahwa melukai diri dapat mengubah keadaan
emosionalnya.
Berdasarkan UU Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa
didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau individu dapat berkembang dalam hal fisik,
mental, spiritual, dan sosial. Sehingga individu tersebut menyadari kemampuan dari diri sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi,
waham, gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya
agresivitas atau katatonik. Menurut Balitbangkes Kemenkes RI (2013) gangguan jiwa berat
dikenal juga dengan sebutan psikosis, dan salah satu contoh psikosis yaitu skizofrenia.
D. TUJUAN
bersedia menjadi responden, diagnosa medis Skizofrenia, klien dengan diagnosa
keperawatan risiko bunuh diri, klien mampu diajak berkomunikasi. Kriteria pada penelitian
ini yaitu diantaranya klien dalam keadaan dapat beraktivitas secara mandiri dan klien dapat
berkomunikasi dengan baik. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi,
dan mencari data melalui rekam medik responden. Data yang didapatkan dianalisis dengan
mengamati data yang ada pada rekam medik klien, kemudian melakukan klarifikasi dengan
melakukan wawancara dan observasi pada klien tersebut.

BAB II

5
ISI

A. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri
yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang
diinginkanBunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang
untuk mengakhiri kehidupannnya. Perilaku bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan
secara sengaja untuk membunuh diri sendiri. Bunuh diri dapat melibatkan ambivalensi
antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga
tingkatan yaitu berupa ide/isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh diri
. Wood, Bellis, Mathieson dan Foster (2010) mengatakan bahwa terdapat beberapa
kelompok risiko tinggi klien bunuh diri, antara lain seseorang dengan gangguan
kepribadian, gangguan makan, depresi dan cemas, pengalaman hidup yang penuh stress,
kemiskinan,
B.Etiologi

Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
LaporanPendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko
bunuh diri adalah :
a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang
siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu
berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan
zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah
antipati,
impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan,
kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis,
perpisahan,
atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan
intervensi
yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang
dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga

6
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat
kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan
zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang
dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil,
hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan
perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan
tindakan
bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social
maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan
kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang
yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan
angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
d. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan
dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical
thinking.
Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme
adaptif pada diri seseorang.

C. Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)


a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan
ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan
diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat

7
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri.
Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan
menjadi
tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi
menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan.
Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha
mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung
verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut
mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga
mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya.
Kurangnya
respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.

D. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)


a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.

8
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

Kelompok, Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009)


Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal
dalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota,
merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu
dan
kelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini,
tingkah
laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.

F. Data Fokus, Fitria, Nita (2009)


A. Masalah Keperawatan
(Resiko bunuh diri)

Data Fokus
(Subjektif :
Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
Mengungkapkan keinginan untuk mati.
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri
sebelumnya dari keluarga.
Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
dosis obat yang mematikan.
Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku
kekeasan saat kecil.
Objektif :
Impulsif.
Menunujukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh).
Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan
penyalahgunaan alcohol).
Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau
penyakit terminal).
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
Status perkawinan yang tidak harmonis.)

askep resiko bunuh diri


I. Contoh Kasus
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo. Status
menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami masalah,

9
akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK),
termasuk
salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk, sehingga membuat
istrinya
meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. B
pun
menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
II. Teori
A. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya
dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).
Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif, sering terjadi
pada remaja (Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri, 1997).
Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri,
2004).
Definisi suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu
secara
sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri
meliputu
isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka
atau
mernyakiti diri sendiri.
B. Bunuh Diri sebagai Masalah Dunia
Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki-laki
lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan
pistol,
menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering
menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih sering
menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya
sendiri
atau diselamatkan orang lain.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu
juta
orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari tiga
penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan.
C. Faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja
Keluarga dan lingkungan terdekat menjadi pilar utama yang bertanggung jawab dalam
upaya
bunuh diri pada anak dan remaja, pernyataan ini ditunjang oleh teori Vygotsky bahwa
lingkungan
terdekat anak berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak, menurut Stuart
Sundeen jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah tipe agresif,
bermusuhan, putus asa, harga diri rendah dan kepribadian antisosial. Anak akan lebih besar
melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter
atau
keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga dengan
alkoholisme.
Faktor lainnya adalah riwayat psikososial seperti orangtua yang bercerai, putus hubungan,

10
kehilangan pekerjaan atau stress multiple seperti pindah, kehilangan dan penyakit kronik
kumpulan stressor tersebut terakumulasi dalam bentuk koping yang kurang konstruktif,
anak
akan mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi tempat yang memberinya rasa
aman,
menurut Kaplan gangguan jiwa dan suicide pada anak dan remaja akan muncul bila stressor
lingkungan menyebabkan kecemasan meningkat.
D. Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka
tidak
menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang
menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena
indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa.
Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan
kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap
kebutuhankebutuhannya.
E. Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh
diri, ada
tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,
misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau
“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana
tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai
dengan
percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat

11
harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung
diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

III. Diagnosa Keperawatan


RISIKO BUNUH DIRI
A. Rencana Keperawatan
TUM :
Klien tidak mencederai diri sendiri
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2
Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana Tindakan :
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3
Klien dapat mengekspresikan perasaannya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Rencana Tindakan :
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk
hidup.
TUK 4
Klien dapat meningkatkan harga diri,

12
Kriteria evaluasi :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya
Rencana Tindakan :
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama,
keyakinan,
hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Rencana Tindakan :
1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya
terhadap
kehidupan orang lain.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.
TUK 6
Klien dapat menggunakan dukungan sosial,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
Rencana Tindakan :
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan obat dengan tepat
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Tindakan Keperawatan
A. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh
Diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2) Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri.

13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
14
Perilaku percoban bunuh diri sering terjadi, baik di kalangan remaja, dewasa, ataupun
lansia. Perilaku ini tidak hanya meningkat tajam di Indonesia saja, akan tetapi hampir
seluruh dunia. Sebelum dilakukan tindakan pada Tn. W, klien kooperatif, tidak menyangkal
adanya percobaan bunuh diri. Akan tetapi klien bicara lambat dan sulit memulai
pembicaraan. Klien juga belum paham dengan pola koping yang dapat diterapkan ketika
klien menghadapi suatu masalah. Setelah diberikan asuhan keperawatan dengan intervensi
identifikasi pola koping yang dapat diterapkan, peneliti menganggap hal ini efektif karena
klien dapat mengetahui bagaimana cara atau pola koping yang dapat diterapkan ketika klien
menghadapi masalah. Seperti yang dikatakan klien, klien akan terbuka atau bercerita
tentang masalah tersebut kepada orang yang dipercayainya, yaitu ibunya. Sehingga
penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian asuhan keperawatan pada klien skizofrenia
dengan risiko bunuh diri menunjukkan hasil yang signifikan adanya intervensi dari perawat
sesuai dengan respon verbal dan non verbal klien
B. SARAN
Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku
mencederai diri:bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-
benda yang memudahkan klien untuk bunuh diri)
Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien bunuh diri.

Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina
hubungan saling percaya antara perawat dan klien sehingga klien mau menceritakan
permasalahannya dan perawat dapat mencarikan jalan keluarnya perlunya meningkatkan
dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-lainnyanya
Perlunya penyediaan hotline service, home care atau pelayanan 24 jam
Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif untuk mempertajam hasil penelitian
yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSAKA
Aini, Khusnul & Mariyati. (2020). Pengalaman Perawat Unit Perawatan Intensif
Psikiatri dalam Merawat Klien dengan Risiko Bunuh Diri. Jurnal Keperawatan Jiwa,
8(1), 8996.

15
Amelia, D.R., & Anwar Z. (2013). Relaps pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 1(1), 53-65.
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of
mental disorders (DSM-5®). American Psychiatric Pub.
Aulia, N., Yulastri, Heppi Sasmita. (2019). Analisis Hubungan Faktor Risiko Bunuh
Diri dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja. Jurnal Keperawatan, 11(4), 307-314.
Balitbangkes Kemenkes RI. (2013). Riskesdas 2013.
Depkes. (2011). Program Kesehatan Jiwa.
Gomez-Duran, E.L, et al. (2012). Clinical and Epidemiological Aspects of Suicide
in Patients with Schizoprenia. ActasEspPsiquiatr 2012;40(6):333-45.
Kitu, I. F. M., Meidiana D., Diyan Y.W. (2019). Terapi Keperawatan terhadap
Koping Keluarga Pasien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(3), 253-256.
Nurjanah, Siti. (2013). Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa pada
Klien Risiko Bunuh Diri dengan Pendekatan Teori Chronic Sorrow di
Ruang Utari Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2013.
Trent James. (2013). A Review of Psychiatric Emergencies‟, CME Resource,
Sacramento, California.
Videbeck, S.L..(2011). Buku ajar keperawatan jiwa. (Renata Komalasari, dkk,
penerjemah). Jakarta : EGC.
Wardaningsih S., Rochmawati E., Sutarjo P. (2010). Gambaran Strategi Koping
Keluarga dalam Merawat Pasien Skizofrenia di Wilayah Kecamatan Kasihan
Bantul. Mutiara Medika, 10(1), 55-61.
Widianti, E., Budi Anna K., Ice Y. W. (2017). Jurnal Pendidikan Keperawatan
Indonesia, 3(1), 83-99.
Wilson, F. L. (2012). Thoughts, images, and rumination of self-harm: validating a
new measure of non-suicidal self-injury (NSSI) ideation.
Winurini, Sulis. (2019). Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia. Jurnal Bidang
Kesejahteraan Sosial, XI(20), 13-18.

16

Anda mungkin juga menyukai