Anda di halaman 1dari 25

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA”

RESIKO BUNUH DIRI

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 :

1. EMA ULUL AZMI


2. HENDRA FEBRIANTO ADNAN
3. MUHAMMAD ASGAR HISHOM
4. NI LUH PUTU ULANDARI
5. NUR INTAN KOMALASARI
6. NI AYU RATNA YULIANI
7. PATRIA IZAWATI
8. YUSI RIZKIANTI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama AIIAH SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
kami patnjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yng telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-nya kepada kami, dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP
JIWA RESIKO UNUH DIRI” ini dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini mungkin kami mengalami kesulitan dan kendala
yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan wawasan serta pola piker
kami. Namun berkat keyakinan, keinginan, dan usaha dengan sungguh-sungguh akhirnya
semua hambatan itu dapat kami atasi dengan baik.

Kami menyadari sedalam-dalamnya bahwa kmi tidaklah sempurna dalam pembuatan


makalah ini. Dengan demikian kami berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat memenuhi
persyaratan dalam mata kuliah “ KEPERAWATAN JIWA” ini dapat bermanfaat bagi
pembuat serta para pembaca lainnya.

2
DAFTAR ISI

JUDUL…………………………………………………………………………………… 1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… 2

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………… 4

1 Latar Belakang………………………………………….................................... 4
2 Rumusan Masalah………………………………….......................................... 4
3 Manfaat…………………………………………………………………………..4

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….5

1 Definisi…………………………………………………………………………….. 5
2 Etiologi…………………………………………………………………………….. 5
3 Tanda dan Gejala………………………………………………………………….8
4 Jenis-Jenis Bunuh Diri…………………………………………………………… 9
5 Pohon Masalah …………………………………………………………………… 10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA RESIKO


BUNUH DIRI……………………………………………………………………………. 12

A Pengkajian ……………………………………………………………………………. 12

B Masalah Keperawtan………………………………………………………………..... 15

C Diagnosa Keperawatan……………………………………………………………….15

D Intervensi…………………………………………………………………………….. 17

E Penatalaksanaan……………………………………………………………………….17

F Evaluasi…………………........................................................................................... 21

BAB IV PENUTUP……………………………………………………………………….. 24

A Kesimpulan…………………………………………………………………………… 24

B Saran………………………………………………………………………………… 24

C DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri
sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen,
1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009.
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009).

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari resiko bunuh diri?
2. Apa etiologi dari resiko bunuh diri?
3. Apa tanda dan gejala dari resiko bunuh diri?
4. Apa jenis – jenis dari bunuh diri?
5. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan resiko bunuh diri?
6. Apa masalah keperawatan pada pasien resiko bunuh diri?
7. Apa diagnosa keperawatan pada pasien resiko bunuh diri?
8. Bagaimana intervensi pada pasien resiko bunuh diri?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien resiko bunuh diri?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian resiko bunuh diri
2. Untuk mengetahui penyebab resiko bunuh diri
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala resiko bunuh diri
4. Untuk mengetahui jenis – jenis dari bunuh diri
5. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan resiko bunuh diri
6. Untuk mengetahui masalah keperawatan pada pasien resiko bunuh diri
7. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien resiko bunuh diri
8. Untuk mengetahui intervensi pada pasien resiko bunuh diri
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien resiko bunuh diri

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).

Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku
bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri. (Clinton, 1995, hal. 262).

Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri dengan sengaja
(DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi topik besar dalam psikiatri.
Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari. Percobaan bunuh diri 10 kali lebih
sering, sekarang peracunan diri sendiri bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang
masuk rumah sakit dan pada pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak.

Bunuh diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang kelas sosial
disertai depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh diri cenderung dilakukan
oleh wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang disertai dengan depresi besar dan bersifat
impulsif.

2. ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
 Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat

5
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

 Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
 Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
 Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
 Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).

b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi
6
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri

7
d. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression,
dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang
tanpa memberikan koping alternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme
adaptif pada diri seseorang.

3. TANDA DAN GEJALA

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri


2. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
3. Mengungkapkan keinginan untuk bunuh diri
4. Impulsife
5. Menunjukkan perilaku mencurigakan (biasaannya menjadi sangat patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

4. JENIS – JENIS BUNUH DIRI

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :


a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan mereka yang menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri
karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak
memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan
bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi
ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak
berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana
bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam
kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh
diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

5. Pohon Masalah

Perilaku kekerasan (Raesiko mencederai diri sendiri)


Resiko bunuh diri

Gangguan interaksi social (menarik diri)

Gangguan konsep diri (harga diri rendah)


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA

RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengkajian

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :

1. Riwayat masa lalu :


1. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
2. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
3. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
4. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
5. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
6. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka

2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan
gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :

 Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
 Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara
melaksanakan rencana tersebut.
 Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan
gangguan mood
 Sistem pendukung yang ada.
 Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik
maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
 Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau
keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-
tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.

8. Symptom yang menyertainya


 Apakah klien mengalami :

1. Ide bunuh diri


2. Ancaman bunuh diri
3. Percobaan bunuh diri
4. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
 Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan
anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko
bunuh diri.

Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka
sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :

 Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan


 Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk
melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
 Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan
mengagas akan suicide
 Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien

Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat
kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
1. Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
2. Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
3. Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak
mengancam dan mendorong komunikasi terbuka
4. Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan
kata – kata yang dimengerti klien
5. Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat
pengobatannya
6. Mendapatkan data tentang demografi dan social ekonomi
7. Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
8. Peroleh riwayat penyakit fisik klien

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan
perilaku sebagai berikut :

1. Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri


2. Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
3. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
6. Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
7. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
8. Menunjukkan impulsivitas dan agressif
9. Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan
10. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol,
obat, racun
11. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan
12. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk
dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang
akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :

1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan
diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang
fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari
komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap
kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di
hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini
akan mempengaruhi penilaian profesional
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun
hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi
emosional klien
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat
kabur penilaian profesional.

B. Masalah keperawatan :
1. Risiko bunuh diri
2. Keputus asaan
3. Ketidak berdayaan
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Gangguan konsep diri : Gangguan citra tubuh.
6. Kecemasaan.
7. Berduka disfungsional
8. Koping individu tak efektif.
9. Penatalaksanaan regimen therapeutik in efektif
10. Koping keluarga tak efektif : Ketidakmampuan.

C. Diagnosa Keperawatan :

1. Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)


2. Resiko Bunuh Diri
3. Gangguan Interaksi Sosial (Menarik diri)
4. Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

D. Intervensi
Tujuan :
 Mencegah menyakiti diri sendiri.
 Meningkat harga diri klien
 Menggali masalah dalam diri klien.
 Mengajarkan koping yang sehat.

Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.

5. Proteksi (mencegah menyakiti diri)

Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien untuk mencoba
bunuh diri.

 Verbal
 Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat pinggang,
benda tajam.
 Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)
 Perhatikan verbal & nonverbal klien.
 Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan
 Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai Dia dapat
dipindahkan ketempat yang aman)
 Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
 Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri
 Intervensi krisis klien tetap waspada.
 Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh lagi
 Pada klien yang anoreksia, awasi klien pada saat makan, agar banyak yang
dimakan.

6. Meningkatkan harga diri


 Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.
 Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan
 Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
 Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
 Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
 Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai

2. Menguatkan koping yang sehat.


Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
a. Modifikasi Prilaku
dibutuhkan dengan prilaku yg responsif.
Misal : Pada anoreksia
 Boleh dikunjungi keluarga bila berat badan naik ½ Kg.
 Bila tidak mau makan, pasang NGT.

3. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
 Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
 Mengikuti terapi kelompok.
 Mengarah pada masalahnya

Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.

4. Mengatur batasan dan control


 Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol.
 Dibuat berstruktur dan batasan yang jelas

Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.

5. Mengarahkan dukungan sosial.


Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka :
 Melibatkan keluarga & teman.
 Mengajarkan tentang pola – pola suicide & cara mengatasinya.
 Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.
 Kalau perlu terapi keluarga.
 Buat pusat penanganan krisis.

6. Pendidikan mental
 Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.
 Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.
 Penyakit kronis yand diderita.

E. Penatalaksanaan

Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan


yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini
(here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal,
intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah
aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri


a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara
dapat melakukan tindakan berikut :
1. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
4. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri


a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:
1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian
2. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien
3. Mendiskusikan dengan keluarga perlunya melibatkan pasien agar tidak sering
melamun sendiri
4. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur

Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah diri


1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri a.
Tujuan:
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b.Tindakan keperawatan
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
b. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e. Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri


a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan:
1. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
2. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul pada
pasien.
3. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien berisiko
bunuh diri.
4. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
a. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
1. Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang mudah
diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan
meninggalkan pasien sendirian di rumah
2. Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan
pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali,
bahan bakar minyak / bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang
berbahaya seperti obat nyamuk atau racun serangga.

3. Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda


dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan,
walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
5. Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
6. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain :
1. Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
2. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan
medis
7. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
8. Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
9. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur
untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
10. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar
yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, benar
waktu penggunaannya

F. Evaluasi

- Perhatikan hari – demi hari.


- Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.
1. Apakah ancaman Bunuh diri sudah menghilang ?
2. Apakah perilaku menunjukkan kepedulian pada kegiatan sehari-hari ?
3. Apakah sumber koping sudah dipakai semua ?
4. Apakah klien sudah dapat menggambarkan dirinya dengan positif ?
5. Apakah sudah memakai koping positif ?
6. Apakah klien terlibat dalam aktivitas meningkatkan diri
7. Apakah klien mendapatkan keyakinan untuk pertumbuhan diri
CONTOH KASUS :
Tn.B beusia 35 tahun bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo,
Status menikah, tapi elum memikiki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami
masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja
(PHK), termasuk salah satunya Tn. B Akhirnya kondisi keuangan Tn. B tidak bisa
memberikan nafkah lagi kepda istrinya. Dan Tn. B pun menjadi putus asa dan ingin
mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan
berkembang dalam beberapa rentang.

Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranya kegagalan


beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya

Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan
bunuh diri. Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak
membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri
tersebut

B. Saran

Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien yang ingin
mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, iyus. 2009. Keperawatan jiwa. Cetakan kedua (edisi revisi ). Bandung: PT
Refrika Aditama Mustofa, Ali. 2010. Asuhan keperawatan Psikiatri Berasis Klinik,
Mataram Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan jiwa, Edisi 1.
Jakarta: EGC Marilynn E Doengoes, et all, alih bahan Kariasa IM. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, jakarta

Anda mungkin juga menyukai