PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama.hal ini amat penting karena
orang dengan depresi produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk akibatnya bagi
suatu masyarakat,bangsa dan negara yang sedang membangun. Orang yang mengalami
depresi adalah orang yang amat menderita. Depresi adalah penyebab utama tindakan bunuh
diri.(Hawari,2001,hal.85)
Bunuh diri merupakan masalah yang sering terjadi di dunia yang sangat mengancam
sejak tahun 1958 dari 100.000 penduduk jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat
pertama diduduki jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di amerika tiap 24
menit seorang meninggal akibat bunuh diri dan setiap tahunnya 30.000 orang meninggal
akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya adalah 10 kali lebih besar dari
angka tersebut,tetapi cepat tertolong kini yang menghawatirkan trend bunuh diri mulai
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti
diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009.
bahkan cara yang dapat meminimalkan dan bahkan mencegah terjadinya bunuh diri pada
1
klien sehingga klien dapat menyalurkan kemarahannya pada tempat dan situsai yang benar
dan positif sehingga tidak membahayakan pasien sendiri. Perawat juga bisa memberikan
aktivitas ataupun kegiatan yang dapat mengurangi dari tingkat depresi dan resiko bunuh diri
klien sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab itulah peran dari setiap
aspek dan orang terdekat klien sangat berpengaruh pada timbulnya resiko bunuh diri yang
2. Rumusan Masalah
2.1 Apa pengertian dari resiko bunuh diri?
3. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. BUNUH DIRI
2.1 Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri
sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain
dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk
aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu
yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).
Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku
bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri. (Clinton, 1995, hal. 262).
Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri dengan sengaja
(DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi topik besar dalam psikiatri.
Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari. Percobaan bunuh diri 10 kali lebih
sering, sekarang peracunan diri sendiri bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang
masuk rumah sakit dan pada pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak.
Bunuh diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang kelas sosial
disertai depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh diri cenderung dilakukan oleh
wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang disertai dengan depresi besar dan bersifat
impulsif.
3
2.2 Etiologi
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
dan lain-lain.
4
2.1.5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin, adrenalin, dan
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor,
baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat
menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi
stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat
5
2.2.2 Mekanisme Koping
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya
dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
6
3. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
5. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak
benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung
verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang
tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar
kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat
7
2.3 Respon Protektif-diri dan Perilaku Bunuh Diri
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung atau tidak langsung.
Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah
kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku
1. Merokok
2. Mengebut
3. Berjudi
4. Tindakan kriminal
5. Penyalahgunaan zat
Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling adaptif,
sementara perilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respon
4. Impulsif.
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
14. Pekerjaan.
9
2.5 Jenis – jenis Bunuh Diri
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka
yang menikah.
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri
karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya.
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan
kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-
kebutuhannya.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
10
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien
juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan
rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
11
2.6 Pohon Masalah
B. TERAPI SOMATIC
2.7 DEFINISI
Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang
diberi perlakuan adalah fisik klien tetapi target terapi adalah prilaku klien.
a. Pengikatan
b. Isolasi
d. Fototerapi
12
2.8 TERAPI KEJANG LISTRIK ( ECT )
Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy ( ECT ) adalah bentuk
terapi pada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui electrode yang ditempelkan pada pelipis klien. Terapi ini pada
awalnya untuk menangani skizofrenia tetapi kemudian disadari bahwa terapi ini
Terapi dengan konvulsi sebenarnya telah dikenal sejak abad 16. Paraselsus
(140-1541) menggunakanc am phor atau kamper atau kini disebut kapur barus.
Kamper ini diberikan secara oral untuk menginduksi kejang sebagai terapi pada
pasien gangguan mental. Penggunaan kamper ini bertahan sampai abad ke-18.
Pada sekitar tahun 1917, Julius Wagner-Jaugregg, seorang psikiater dari Wina,
dengan paresis umum pada pasien gangguan mental (sipilis terminal). Pada tahun
insulin. Insulin ini digunakan untuk menginduksi koma yang pada beberapa
Pada tahun 1934, Ladislaus von Meduna dari Budapest meninjeksi kamper
berhasil, demikian juga dengan sejumlah pasien psikotik lainnya. Von Medunna
mengobservasi bahwa pada otak pasien epilepsi ditemukan jumlah sel glia yang
13
lebih banyak dari orang nomal, sementara pada pasien skizofrenia jumlah sel glia
lebih sedikit. Dengan hal ini dikemukakan hipotesa bahwa ada antagonisme
biologis antara kejang dan skizofrenia. Karena sifatnya yang long acting, kamper
antagonis GABAnya.
Pada tahun 1938, di Roma, Ugo Cerleti dengan asistennya Lucio Bini
kali dan pasien memberikan respons yang bagus. Pengunaan ECT kemudian
menyebar luas di seluruh dunia. Kini ECT digunakan terutama pada depresi
efek samping
terapeutik tanpa memberikan energi listrik yang tidak perlu pada otak.
14
f. Metode monitoring aktivitas otak dan tubuh sebelum, selama, dan setelah
kejang.
Indikasi ECT terutama adalah untuk gangguan afektif tipe depresi walaupun
sering juga diberikan pada klien dengan skizofrenia. Untuk klien depresi
Walaupun sebagian terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa
kondisi merupakan kontra indikasi diberikan terapi ECT. Kondisi – kondisi klien
a. Tumor intra cranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra cranial.
15
5. Menghentikan pemberian obat sebelum ECT
6. Melepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut
yang dipakai oleh klien.
7. Memakaikan pakaian yang longgar.
8. Membantu mengosongkan blast ( kandung kemih )
16
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI UNTUK
A. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun non verbal
B. Diagnosa Keperawatan
C. Tujuan
D. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
17
E. Strategi Pelaksanaan
Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung, saya mahasiswa
Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang bertugas di ruang ini, saya
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan selama ini. Dimana dan
Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A paling merasa
menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan kepercayaan diri? Apakah A merasa
tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau
A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A
pernah mencoba bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, saya
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung minta bantuan
kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A
18
jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan
Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri?”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.” (jangan
meninggalkan pasien).
19
DIAGNOSA PASIEN KELUARGA
KEPERAWATAN
SP 2 : TUK 3 SP 2
20
keputusasaannya
c. Bantu mengidentikasi
sumber – sumber
harapan (misal :
hubungan antar
sesame, keyakinan,
hal- hal untuk
diselesaikan)
SP 3 : TUK 3, 4, 5 SP 3
21
depan yang realistis - Temani klien
6. Memobilisasi dukungan melakukan
social aktivitas yang di
7. Masukkan dalam jadwal sukai
kegiatan klien b. Rencana pulang
22
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Percobaan bunuh diri adalah perbuatan merusak diri sendiri yang dilakukan dengan
Menurut Maramis (2005) tentang percobaan bunuh diri adalah segala perbuatan dengan
tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh seorang yang
Menurut Clinton, 1995 (dalam Yosep, 2009) pengertian yang lebih lengkap dari
Suswanto dan Maramis tentang bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan
untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan
hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau
ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri.
bunuh diri sebagai jalan keluar” bukanlah suatu tindakan yang patut dilakukan,
karena justru akan menambah masalah yang telah ada. Bunuh diri merupakan hasil dari
terjadinya bunuh diri di masyarakat adalah karena kurang iman dan kepercayaan
pada diri sendiri. Oleh karena itu, perlu ditanamkan sikap percaya diri yang mengarah ke
arah positif dan untuk menangkalnya juga harus diintensifkan pendidikan agama sejak masa
kanak-kanak.
2. SARAN
Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku
mencederai diri: bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-
23
Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat (apabila dalam rumah
Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina
Perlunya meningkatkan dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-
lainnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. CAPTAIN, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume
6(3), May/June 2008, p 46–53
2. Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company,
Philadelphia.
3. Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed.
Elsevier Mosby, Philadelphia
4. Supratinya,A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal.Yogyakarta: Kanisius.
5. LAB/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan RSUD.Dr. Soetomo.
25