Disusun Oleh :
HASLINDA
NIM : 18010110
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan
sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh
semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Depkes 2007)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad,
kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk
Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan
dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua
orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan,
serta mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan
Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan
jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14
negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus
gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian,
2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian
tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan
(Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari
jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk
penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita
gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50
juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum.
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatan jiwa pada klien
dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada Tn. S
b. Tujuan khusus
1. Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran
2. Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori :
halusinasi
3. Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi
sensori:halusinasi pendengaran
4. Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran
5. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran
6. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran
7. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis
dapatkan.
C. MANFAAT PENULISAN
Penulis mengharapkan karya tulis ini dapat memberikan manfaat untuk :
a. Bagi perawat unit psikiatri atau jiwa, perlu terapi yang lebih spesifik khususnya pada
klien dengan halusinasi dengan cara membuka hubungan interpersonal yang lebih
baik guna memberikan kesempatan kepada klien untuk lebih mempunyai komunikasi
atau melakukan kegiatan’
b. Bagi institusi pendidikan diharapakan institusi memberikan pendidikan tentang
halusinasi dan 4 diagnosa keperawatan yang lebih meluas, sehingga pengetahuan
mahasiswa lebih luas
c. Bagi mahasiswa diharapkan mahasiswa mampu menguasai 5 diagnosa yang
ditetapkan dan mampu melakukan apa yang sudah dipelajari di akademik
D. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah keperawatan ini, penulis menggunakan metode
deskriptif, yaitu metode ilmiah dengan pendekatan studi kasus dan tekhnik pengumpulan
data melalui wawancara terhadap pasien dan keluarga pasien.Observasi pasien secara
langsung, dokumentasi dan studi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
A. DEFINISI
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada indivisu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghinduan.Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan halusinasi, yaitu faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan poala asuh. Adapun
penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia
cenderung mengalami Skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu faktor biologis,
faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut ini :
a. Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Faktor Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
1. Respon adaptif
Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi :
a. Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara
cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa yang timbul
sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan
individu tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak
bertentangan dengan moral.
e. Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain
dalam pergaulan di tengah masyarakat.
2. Respon transisi
Respon transisi berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a. Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
b. Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c. Emosi berlebihan/dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Perilaku ganjil/tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam berkomunikasi
ataupun berhubungan sosial dengan orang-orang di sekitarnya.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007)
meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap
rangsangan.
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau menurunya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
d. Ketidakteraturan Perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang
ditimbulkan.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
D. FASE-FASE HALUSINASI
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas
keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar. Menurut
Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase
condemming, fase controlling, dan fase conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.Pada tahap ini masuk
dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik atau Sifat :
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang
memuncak dan tidak dapat diselesaikan.klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku Klien :
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan
mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikan.Termasuk dalam psikotik ringan.
Perilaku Klien :
Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah.Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakterisktik atau Sifat :
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik,
Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk
dalam psikotik berat.
Karakterisktik atau Sifat :
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien
menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata
dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien :
Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri
atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
E. TANDA DAN GEJALA
Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan data obyektif klien,
yaitu :
1. Data Subyektif:
a. Mendengar suara atau bunyi.
b. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c. Mendengar seseorang yang sudah meninggal.
d. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain bahkan suara lain yang
membahayakan.
2. Data Obyektif.
a. Mengarahkan telinga pada sumber suara.
b. Bicara sendiri.
c. Tertawa sendiri.
b. Marah-marah tanpa sebab.
c. Menutup telinga.
d. Mulut komat-kamit.
e. Ada gerakan tangan.
F. JENIS-JENIS HALUSINASI
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu Halusinasi
pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan, senestetik, dan kinestetik.
Adapun penjelasan yang lebih detail adalah sebagai berikut :
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat berkisar dari
suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai klien. Jenis lain termasuk
pikiran yang dapat didengar yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu yang kadang-kadang berbahaya.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
karton, atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan atau yang menakutkan seperti monster.
3. Halusinasi penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya bau-bau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang, dan dimensia.
4. Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti darah,
urine, atau feses.
5. Halusinasi Perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Halusinasi Senestetik
Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.
G. PENATALAKSANAAN
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai berikut :
1. Terapi Farmakologi
a. Haloperidol (HLP)
1. Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon.
2. Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan
masalah prilaku berat pada anak-anak.
3. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya,
tampak menekan SSP pada tingkat subkortikal formasi reticular otak,
mesenfalon dan batang otak.
4. Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang,
kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3
tahun.
5. Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
b. Chlorpromazin
1. Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetik.
2. Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada
gangguan bipolar, gangguan skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif
yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.
3. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsiotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya,
namun mungkin berhubungan dengan efek antidopaminergik.Antipsikotik
dapat menyekat reseptor dopamine postsinaps pada ganglia basal,
hipotalamus, system limbik, batang otak dan medula.
4. Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum
tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia
dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan laktasi.
5. Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik,
hipertensi, mulut kering, mual dan muntah.
c. Trihexypenidil (THP)
1. Klasifikasi antiparkinson
2. Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan
obat antiparkinson
3. Mekanisme kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan
asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk
mengurangi efek kolinergik berlebihan.
4. Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi
prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.
5. Efek samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
1. Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan , suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan
suara itu, jjika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh
klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa yang diraskan
dipermukaan tubuh jika halusinasii perabaan
2. Waktu dan frekuensi
Ini dapat ditanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
3. Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan
klien.
4. Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.
g. Mekanisme koping.
1. regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
3. menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
I. POHON MASALAH
Resiko Perilaku Kekerasan
J. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi
3. Isolasi social
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi social
3. Resiko perilaku kekerasan
D. TERAPI MODALITAS
Terapi modalitas merupakan macam macam alternatif yang bisa diberikan untuk
penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa dan juga gangguan kepribadian dalam psikologi
klinis sendiri merupakan penyimpangan perilaku yang masih belum jelas penyebabnya
sehingga dibutuhkan pengkajian lebih mendalam untuk mengetahui apa penyebab dan
pemicu dari terjadinya gangguan jiwa tersebut. Selain itu, kondisi fisik seseorang, masalah
kepribadian awal, kondisi keluarga dan juga masyarakat bisa menjadi penyebab seseorang
mengalami gangguan jiwa. Maramis melakukan identifikasi penyebab dari gangguan yang
bisa berasal dari kondisi fisik, kondisi psikologis atau kejiwaan dan juga masalah sosial atau
lingkungan
Jika gangguan jiwa memang disebabkan karena gangguan fisik seperti keseimbangan
neurotransmitter yang menjadi pengendali perilaku manusia, maka pengobatan yang bisa
diberikan adalah farmakologi. Sedangkan jika gangguan jiwa disebabkan karena kondisi
psikologi maka harus diatasi secara psikologi dan jika penyebabnya karena masalah
lingkungan, maka bisa diatasi dengan terapi yang fokus pada manipulasi lingkungan. Dengan
ini, maka berbagai macam terapi dalam keperawatan kesehatan jiwa bisa berbentuk
somaterapi, terapi lingkungan dan juga psikoterapi. Lalu, apa saja macam macam terapi
modalitas jiwa yang bisa digunakan?, berikut ulasan selengkapnya untuk anda.
1. Terapi Individual
Hubungan terstruktur ini memiliki tujuan agar klien bisa menyelesaikan masalah yang
sedang dialami dan juga bisa meredakan penderitaan atau distress emosional sekaligus
mengembangkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan tahapan yang
digunakan dalam terapi individual ini meliputi tiga tahapan yakni tahapan orientasi, tahapan
kerja dan juga tahapan terminasi.
Tahapan orientasi: Merupakan jenis terapi dalam psikologi yang dilakukan saat
perawat memulai interaksi dengan klien untuk membina hubungan saling percaya
yang sangat penting agar klien bisa mengungkapkan masalah yang sedang dihadapi
dan mau bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut dengan perawat.
Tahapan kerja: Dilakukan saat klien mulai bisa mengeksplorasi diri dan
mengungkapkan apa saja yang sedang ia alami. Tugas perawat nantinya tidak hanya
untuk memperhatikan namun konteks cerita namun juga memperhatikan perasaan
klien saat bercerita.
Tahapan terminasi: Dilakukan ketika terjalin hubungan terapeutik yang sudah mereda
dan terkendali yakni klien sudah merasa lebih baik, memperlihatkan peningkatan
fungsi diri, sosial dan juga pekerjaan serta yang terpenting adalah mencapai tujuan
dari terapi.
2. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan merupakan terapi menata lingkungan supaya bisa merubah perilaku
abnormal klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku yang adaptif. Perawat nantinya
akan memakai seluruh lingkungan rumah sakit dalam hal terapeutik dan bentuknya adalah
memberikan kesempatan pada klien agar bisa tumbuh sekaligus merubah perilaku dengan
cara fokus pada nilai terapeutik pada aktivitas dan juga interaksi.
3. Terapi Biologis
Terapi biologi atau terapi sonatic memiliki dasar model medical yang memandang
gangguan jiwa sebagai penyakit. Hal ini berbeda dengan model konsep lain yang lebih
memandang gangguan jiwa hanya merupakan gangguan jiwa saja dan tidak
mempertimbangkan kelainan patofisiologisnya. Tekanan bodel medical merupakan
pengkajian spesifik dan juga mengelompokkan gejala dalam sindroma yang spesifik. Perilaku
abnormal dipercaya terjadi karena perubahan biokimiawi tertentu pada klien.
Beberapa jenis terapi biologis gangguan jiwa adalah memberikan obat atau medikasi
psikofarmaka, intervensi nutrisi, electric convulsice therapy [ECT], bedah otak dan foto
terapi.
4. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan sebuah strategi untuk memodifikasi keyakinan dan juga
sikap yang bisa mempengaruhi perilaku dan perasaan klien seperti cara mengatasi stres berat.
Proses yang digunakan adalah untuk membantu mempertimbangkan stressor dan juga
dilanjutkan dengan identifikasi pola berpikir serta keyakinan tak akurat mengenai stressor
tersebut. Gangguan perilaku bisa terjadi karena klien mengalami pola berpikir dan keyakinan
yang kurang akurat sehingga modifikasi perilaku dilakukan dengan mengubah pola berpikir
dan juga keyakinan klien.
Mengembangkan pola berpikir rasional dengan cara mengubah pikiran tidak rasional
yang seringkali menyebabkan gangguan perilaku.
Membiasakan diri untuk memakai pemeriksa realita dalam menanggapi stimulus agar
bisa terhindar dari pikiran yang terdistorsi.
Membentuk perilaku dengan pesan internal dimana perilaku akan dimodifikasi yang
diawali dengan mengubah pola pikir.
5. Terapi Keluarga
Terapi keluarga merupakan terapi yang dilakukan untuk semua anggota keluarga
sebagai treatment unit. Terapi ini memiliki tujuan agar keluarga bisa melakukan fungsinya
dengan sasaran utama yakni keluarga yang mengalami disfungsi atau tidak bisa melakukan
beberapa fungsi yang dibutuhkan anggota keluarga sebagai cara mengatasi stres dan depresi.
Dalam terapi ini, semua masalah keluarga akan diidentifikasi, dirasakan dan juga masalah
setiap anggota keluarga akan digali lebih dalam. Proses terapi keluarga ini terdiri dari 3 tahap
yakni perjanjian, kerja dan juga terminasi.
Dengan digalinya setiap masalah anggota keluarga, maka nantinya masing masing
anggota keluarga akan lebih mawas diri dengan masalah yang sedang terjadi dalam keluarga,
kontribusi pada masalah tersebut yang kemudian akan dicarikan solusi untuk bisa
mempertahankan utuhnya sebuah keluarga sekaligus meningkatkan dan mengembalikan
fungsi dari keluarga tersebut.
6. Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan bentuk terapi pada klien yang memang dibentuk dalam
sebuah kelompok. Dalam terapi kelompok, perawat nantinya akan berinteraksi dengan
sekelompok klien dengan teratur yang bertujuan agar bisa meningkatkan kesadaran diri klien,
lebih meningkatkan hubungan interpersonal sekaligus mengubah perilaku maladaptive yang
juga terdiri dari 3 tahapan.
Tahap permulaan: Klien akan diorientasikan pada yang dibutuhkan dalam interaksi,
kegiatan yang dilakukan dan aktivitas yang dilakukan.
Tahap kerja: Terapis akan membantu klien agar bisa mengeksplor isu dan lebih fokus
pada keadaan sekarang.
Tahapan terminasi: Dilakukan apabila kelompok sudah difasilitasi sekaligus
dilibatkan dalam hubungan interpersonal diantara anggota.
7. Terapi Perilaku
Terapi perilaku memiliki dasar jika sebuah perilaku terjadi karena proses belajar.
Perilaku sehat bisa dipelajari dan disubsitusi dari perilaku yang tidak sehat seperti dari ciri
ciri depresi berat. Sedangkan teknik dasar yang akan dipakai dalam terapi perilaku
diantaranya adalah:
Pengendalian diri
Role model
Kondisioning operan
Desentisasi sistematis
Role model: Strategi mengubah perilaku dengan cara memberikan contoh perilaku
adaptif agar bisa ditiru klien yang biasanya akan dikombinasikan dengan teknik kondisioning
operan dan juga desensitiasi. Kondisioning operan: Terapis akan memberikan penghargaan
pada klien mengenai perilaku positif yang dilakukan klien. Desensitiasi sistematis: Untuk
mengatasi kecemasan pada sebuah stimulus atau kondisi secara bertahap memperkenalkan
pada stimulus tersebut pada saat klien sedang dalam keadaan tenang. Seiring berjalannya
waktu, maka klien akan bisa mengatasi ketakutan atau kecemasan pada stimulus tersebut.
Pengendalian diri: Untuk mengatasi klien dengan perilaku maldaptive ringan cara berlatih
mengubah kata negatif menjadi kata positif.
8. Terapi Bermain
Terapi bermain akan diterapkan karena pendapat dasar jika anak anak bisa
berkomunikasi dengan baik lewat permainan dibandingkan dengan ekspresi verbal sebagai
cara menghilangkan beban pikiran. Dengan terapi bermain ini, perawat bisa melihat
perkembangan, status emosional, hipotesa diagnostik dan juga melakukan intervensi untuk
mengatasi masalah klien.
Prinsip terapi bermain adalah membina hubungan agar lebih hangat, merefleksikan perasaan
anak lewat permainan, mempercayai jika anak bisa menyelesaikan masalah dan
menginterpretasikan perilaku. Terapi bermain ini diindikasikan untuk seseorang yang
mengalami depresi, mengalami ansietas atau korban dari penganiayaan baik untuk anak dan
juga orang dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan
klien yang mengalami penganiayaan.
Sampai sekarang tidak ada macam macam terapi modalitas jiwa yang sanggup untuk
digunakan dalam semua masalah gangguan jiwa pada klien. Kombinasi terapi modalitas
sangat penting untuk dilakukan sehingga perawat juga memiliki peran penting agar bisa
mengkombinasikan beberapa terapi modalitas agar tujuan bisa didapat dengan optimal. Untuk
mendapatkan tujuan tersebut, maka kemampuan perawat juga harus selalu ditingkatkan
dalam melakukan berbagai strategi terapi modalitas tersebut dan belajar berkelanjutan
menjadi hal yang harus dilakukan untuk setiap perawat jiwa.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama klien : Tn. “ S ”
Umur : 28 Agustus 1950
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SLTA
Alamat : Jl. Utama Desa Pangkalan Batang
Tanggal pengkajian : 05 April 2019
B. FAKTOR PREDISPOSISI
Klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Klien
mengalami gangguan jiwa dari tahun 2010. Klien mengatakan pengobatan
sebelumnya berhasil. Saat itu keluarga klien mengatakan kalau klien sering
keluyuran dari rumah. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.Klien belum pernah dirawat di rumah sakit dan hanya
rawat jalan dikarenakan dalam beberapa hari kondisi klien sudah tua.
Masalah keperawatan: Halusinasi
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda vital
TD : 110/70 mmHg
T : 36 0C
N : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
2. Ukur
Tb :-
BB : -
3. Keluhan Fisik
Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang dirasakan sekarang.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
D. PSIKOSOSIAL
a. Genogram
Keterangan:
: perempuan
: laki laki
: tinggal seumah
: berpisah
: Klien
c. Hubungan Sosial
- Orang yang berarti
Orang yang berarti dalam hidup klien adalah keluarganya.
- Peran serta kegiatan kelompok
Klien mengatakan bahwa dirinya kurang ada peran dalam
kelompok, dirinya malas berkumpul dalam kelompok,
- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan bahwa jika berbicara dengan orang lain takut
akan menyinggung perasaan mereka jika berbicara
Masalahkeperawatan : Harga diri rendah
d. Spiritual
- Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan dia seorang muslim
- Kegiatan ibadah
Klien mengatakan selalu melakukan kegiatan ibadah
E. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Klien tampak rapi dan berpakaian sesuai dengan pakaian
Masalah keperawatan: tidak ada
2. Pembicaraan
Klien kooperatif saat berkomunikasi , pembicaraan klien sesuai
dengan topic yang di bicarakan dan kadang-kadang bertanya kepada
perawat.
Masalah keperawatan: tidak ada
3. Aktivitas motorik
Klien tampak lesu, klien melakukan kegiatan jika di motivasi perawat.
Masalah keperawatan: tidak ada
4. Alam perasaan
Klien mengatakan sedih , karena dirinya merasa tidak berguna bagi
keluarganya dan kurang bersemangat.
Masalah keperawatan: harga diri rendah
5. Afek klien
Afek klien yaitu afek datar, dimana saat diajak ngobrol klien tidak
menunjukkan perubahan raut muka atau ekspresi wajah.
Masalah keperawatan: tidak ada
7. Persepsi; Halusinasi
Klien mengatakan ada bisikan seolah menyuruh untuk klien
berjalan-jalan keluar rumah. Klien mengikuti suara yang dia dengar dari
kuping sebelah kanan.
Masalah keperawatan: Halusinasi
8. Isi pikir
Klien tidak mengalami fobia, pikiran magic atau depersonalisasi
(perasaan asing terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
Masalah keperawatan: tidak ada
9. Proses pikir
Klien tidak mempunyai masalah dalam proses pikir
Masalah keperawatan: tidak ada
11. Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat jangka panjang,
pendek, maupun saat ini, karena klien mampu menjawab tentang
pertanyaan hari ini , tanggal dan tahun dan klien mengingat kegiatan yang
dilakukan kemarin yaitu seperti senam,dan lain-lain.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
H. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping klien inefektif, selalu mengganggap diri tidak berguna,
tidak berguna bagi keluarga dan orang lain.
I. ASPEK MEDIS
- Risperidon 2 mg dosis 12/jam( via oral)
- THP 2 mg dosis 12/jam ( via oral )
- Meloperm dosis 24/jam ( via oral )
J. ANALISA DATA
Tgl Data Fokus Diagnosa Ttd
05/04/2019 Ds : Gangguan
sensori persepsi :
- Klien mengatakan takut pada
halusinasi
saat mendengar suara
- Klien mengatakan suara itu
memerintah untuk
sholat/wudhu kalau
mengikuti suara dari kuping
sebelah kanan, kalau
mengikuti sebelah kiri merasa
kurang puas/plong
- Klien mengatakan suara
tersebut banyak memeberikan
solusi
- Klien mengatakan suara
tersebut adalah suara laki-laki
Do :
Do :
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
2. Harga Diri Rendah
3. Resiko perilaku kekerasan
4.
L. POHON MASALAH
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Umur : 68 th
A:
P:
lanjutkan intervensi
Untuk Klien:
Untuk perawat
O:
klien tampak meragakan kembali
cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik seperti pertemuan
sebelumnya
A:
P:
Untuk perawat;
P:
A. Kesimpulan
Setelah memberikan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan gangguan sensori persepsi :
halusinasi.Penulis melakukan penulisan langsung dimulai dari pengkajian sampai dengan
implentasi,maka penulis mengambil kesimpulan :
1. Pengkajian
a. Faktor peredisposisi
Klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Klien mengalami
gangguan jiwa dari tahun 2010. Klien mengatakan pengobatan sebelumnya berhasil.
Saat itu keluarga klien mengatakan kalau klien sering keluyuran dari rumah. Klien
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.Klien belum
pernah dirawat di rumah sakit dan hanya rawat jalan dikarenakan dalam beberapa hari
kondisi klien sudah tua.
B. Saran
Adapun saran dalam makalah ini adalah
1. Institusi
Diharapkan pihak institusi hendaknya lebih meningkatkan mutu dan kualitas
pendidikannya,khususnya dalam keperawatan jiwa agar mahasiswa mampu dalam
menerapkan praktik asuhan keperawatan jiwa.
2. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa lebih teliti dalam menggali masalah utama pada klien
dan menerapkan konsep serta pedoma dalam menerapkan prioritas diagnose
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Dep Kes RI ( 2001 ). Kpererawatan Jiwa Teori dan Tindakan kperawatan. Cetakan I Jakarta :
Dep Kes RI.
Hawari dadang ( 2001). Pendekatan holistic Pada gangguan Jiwa Skizofrenia.
FK-UI Jakarta.
Stuart dan Sundeen ( 1998 ) Buku Saku Keperawatan Jiwa, ECG Jakarta.
Stuart Gail W and Laraia Michele T ( 1979). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing.Ed.7. Copyright by Mosby, Inc. USA (2001).
Maslim Rusdi, Dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ –
III.
NANDA (2005-2006). Nursing Diagnoses: Definitions and Classification.