PENDAHULUAN
Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Istilah
yang terakhir ini menjadi topik besar dalam psikatri kontemporer, karena jumlah yang
terlibat dan riset yang mereka buat. Resiko bunuh diri adalah resiko untuk menciderai diri
sendiri yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart, 2006).
Berdasarkan data WHO, setidaknya 800 ribu orang di seluruh dunia melakukan bunuh
diri setiap tahun. Bunuh diri menjadi salah satu faktor penyebab kematian tertinggi,
khususnya usia muda 15-29 tahun. Sebanyak 75 persen bunuh diri terjadi di negara
dengan
penduduk berpendapatan rendah-menengah. Di Indonesia, kasus bunuh diri yang diketahui
oleh kepolisian berkisar di angka 900-an pertahun. Jika dirinci kasus bunuh diri di
Indonesia mencapai 3,7 per 100.000 penduduk. Dibandingkan negara-negara Asia lain,
prevalensi itu lebih rendah. Namun dengan 258 juta penduduk, berarti ada 10.000 bunuh
diri di Indonesia tiap tahun atau satu orang per jam. (BPS, 2016). Di dunia lebih dari 1000
tindakat bunuh diri terjadi tiap hari, di Inggris ada lebih dari 3000 kematian bunuh diri
tiap tahun (Ingram, Timbury dan Mowbray, 1993). Di Amerika Serikat, dilaporkan
25.000 tindakan bunuh diri setiap tahun (Wilson dan Kneisl,1988), dan merupakan
penyebab kematian kesebelas. Rasio kejadian bunuh diri antara pria dan wanita
adalah tiga
berbanding satu (Stuart dan Sundden, 1987, hlm. 487). Pada usia remaja, bunuh diri
merupakan penyebab kematian kedua (Leahey dan Wright, 1987, hlm.79).
Selain karena faktor kecelakaan. Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh
diri daripada wanita, karena laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif
untuk bunuh diri, antara lain dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung
yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau
racun, namun sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih
sering memilih cara menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain.Ada
banyak penyebab orang sampai nekad untuk melakukan bunuh diri, bahkan ada yang
sampai lebih dari satu kali melakukan percobaan karena sebelumnya gagal. Laporan
Badan
1
Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa terdapat tiga pemicu utama bunuh diri di
Indonesia. Kasus terbanyak adalah putus cinta, disusul masalah ekonomi, dan soal
pendidikan. Melihat data tersebut, berarti yang paling mendominasi terjadinya bunuh diri
adalah faktor eksternal walaupun faktor internal juga tidak dapat dipungkiri juga
mempengaruhi hal tersebut.
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya atau
menciderai dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar ru,ah, dan lain-lain.
Bunuh diri terjadi karena seseorang merasa dirinya sedang menanggung beban
permasalahan yang besar dan dianggap sudah tidak bisa diselesaikan. Sebagai seorang
perawat, peran yang dapat dilakukan adalah sebagai konselor. Perawat dalam hal ini dapat
menjadi sebuah fasilitator yang dapat digunakan untuk sarana berkonsultasi terkait
permasalahan-permasalahan yang dihadapi seseorang dan sebagai seorang individu kita
wajib mengengarahkan pikiran kita untuk selalu berpikir positif.
2
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Resiko bunuh diri adalah resio untuk menciderai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya (Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan –
putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, 2007). Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa
sendiri (Ann Isaacs, 2004.)
Kesimpulan dari pengertian diatas bahwa bunuh diri adalah suatu tindakan agresif
yang merusak diri sendiri dengan mengemukakan rentang harapan-harapan putus asa,
sehingga menimbukan tindakan yang mengarah pada kematian.
Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapat mengarah
kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai
respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri, dan bunuh diri
merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998).
3
kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
Yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang
dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasarkan oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan sehingga mendorong seseorang untuk bunuh
diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri.Dalam kondisi
ini klien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya tetapi tidak
disertai dengan ancaman bunuh diri.Klien umunya mengungkapkan rasa bersalah,
bersedih, marah, putus asa, klien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang
dirinya yang menggambarkan harga diri rendah.
4
2. Ancaman bunuh diri
Klien secara aktif telah memiliki rencana bunuh diri, tetapi tidak diserta dengan
rencana bunuh diri.Klien memerlukan pengawasan yang ketat karena dapat setiap
saat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melaksanakan rencana bunuh diri.
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk taking
destruktive behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang
yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan,apatis.: Individu yang tidak berhasil memecahkan
masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan
koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa
gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari
keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
5
Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)
a. Peningkatan diri.
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif.
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau
menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri,
seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung.
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang
membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan
pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak
masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri.
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri.
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua faktor,
yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor pencetus).
6
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
penting untuk prilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
7
O Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
O Menunjukkan impulsivitas dan agressif
O Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan
O Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri missal pistol,
obat, racun.
O Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan
pengobatan
O Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
b. Faktor presipitasi Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa
kejadian yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk
bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku
bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri
sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.
c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
8
d. Respon terhadap stres
1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya,
seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang,
dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat
adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua,
yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal tubuh
terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan
diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh
terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh
diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
9
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme koping pada perilaku
bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas
hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien
untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah mengenai
bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem
keyakinannya sendiri.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tak
langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
10
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara
koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu
dan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme koping.
Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping.
Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar untuk mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang
mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri
hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri
sendiri.
Faktor predisposisi
Ketidakefektifan
Mekanisme koping maladaptif koping individu
Menarik diri
Perilaku kekerasan
Risiko membahayakan diri:
risiko bunuh diri
11
2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko
bunuh diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck, 2008),
obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri adalah SSRI
(selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per oral), venlafaksin
(75-225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per oral), trazodon (200-300
mg/hari per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering
dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis. Mekanisme kerja obat tersebut akan
bereaksi dengan sistem neurotransmiter monoamin di otak khususnya norapenefrin dan
serotonin. Kedua neurotransmiter ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur
keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu makan
Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri Menurut Stuart dan Sundeen (1997,
dalam Keliat, 2009:13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh
diri yaitu :
1) Melindungi Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai
dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang aman,
bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus-menerus sampai
klien dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang
berbahaya.
12
2) Meningkatkan harga diri Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah.
Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada
hal yang positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat Perawat perlu mengkaji koping yang sering
dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping
yang destruktif perlu dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari
faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan sosial Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan
sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di
masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien
Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
d) Klien dapat meningkatkan harga diri
2) Tindakan keperawatan
a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien
1. Perkenalkan diri dengan klien
2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4. Bersifat hangat dan bersahabat.
13
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
3. ketakutan dan keputusasaan.
4. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
5. harapannya.
6. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
7. kematian, dan lain lain.
d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri adalah :
a) Membina hubungan saling percaya
14
• Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
• merawat klien
15
BAB III
I. PENGKAJIAN
Alamat :
Pendidikan :
Status :
Pekerjaan :
JenisKel. :
No RM :
Keluarga klien mengatakan bahwa klien memiliki riwayat percobaan bunuh diri dengan
meminum racun serangga 1 bulan yang lalu.
16
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI
Kondisi ini mulai terjadi setelah kematian sahabatnya Nina, dikarenakan saat mereka
sedang bermain bersama, Nina mengalami kecelakaan yang menyebabkan Nina
meninggal. Sejak saat itu klien menyalahkan dirinya yang paling bersalah atas kejadian
itu. Ia selalu tampak murung, sedih, dan suka menyendiri. Ibu dan ayahnya sangat cemas
melihat kondisi klien sekarang.
Faktor presipitasi: rasa bersalah yang besar karena merasa menjadi penyebab kematian
sahabatnya.
• Tidak pernah
b. Pernah ada riwayat NAPZA
• Tidak pernah
c. Riwayat Trauma
1. Aniayafisik - - - -
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
Resiko bunuh diri
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Kehilangan sahabat
Masalah/Diagnosa Keperawatan:
Berduka disfungsional
17
5. Riwayat penyakit keluarga
Hubungan keluarga :-
Gejala :-
Riwayat pengobatan :-
V. PEMERIKSAAAN FISIK
Tanggal : 12 Maret 2018
1. Keadaan umum : Klien tampak tidak rapi, pakain kusut, rambut tidak disisir, dan
sering melamun
Kesadaran Compos mentis 4-5-6
2. Tanda vital:
TD:120/80 mm/Hg
N:80 x/m
S: 36,5 derajat
Celcius P: 20x/m
Citra tubuh :
Tampilan klien tidak rapi, baju tampak kusut, serta pandangan kosong
18
Identitas :
Klien seorang mahasiswa berumur 20 tahun, namun sekarang terpaksa cuti kuliah
karena kondisinya
Peran :
Klien merupakan anak tunggal dari kedua orangnya.
Ideal diri :
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien ingin kembali kuliah
dan berkunjung ke rumah alm. Sahabatnya.
Hargadiri :
Klien tampak murung, sedih, depresi, putus asa dan jarang berinteraksi dengan orang
lain.
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Ibu klien
Masalah/Diagnosa Keperawatan:
Isolasi sosial
4. Spiritual
19
b. Kegiatan ibadah
Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Masalah / DiagnosaKeperawatan:
Distress spiritual
1. Penampilan
Tidak rapi
Pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh,
rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi,
tak berdaya seperti tidak interest, kurang mendengarkan.
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Defisit perawatan diri
2. Pembicaraan
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan
pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan
lawan bicara, kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
Masalah/Diagnosa keperawatan:
kerusakan komunikasi verbal
3. Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan
aktivitas
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Defisit aktivitas
• Dangkal/datar
Masalah/Diagnosa keperawatan:
20
Kerusakan komunikasi
b. Emosi
• Apatis
• Sedih
• Depresi
5. Memori
Tidak ada keluhan
Masalah/Diagnosa keperawatan: -
6. Persepsi – Sensorik
□ Tidak ada halusinasi
□ Tidak ada ilusi
□ Tidak ada depersonalisai
□ Tidak ada realisasi
□ Tidak ada gangguan somatusensorik
Masalah/Diagnosa keperawatan: -
7. Proses Pikir
a. Arus pikir :
• Koheren
• Bicara lambat
• Pengulangan Pembicaraan/perseverasi
• Blocking
21
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Gangguan proses pikir
b. Isi pikir:
• Pesimisme
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Gangguan proses pikir
8. Kesadaran
• Compos mentis
• Apatis
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Gangguan proses pikir
9. Orientasi
Tidak ada keluhan
Masalah/Diagnosa keperawatan: -
22
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Mandiri
Masalah/Diagnosa keperawatan:
2. BAB/BAK
Mandiri
Masalah/Diagnosa keperawatan: -
3. Mandi
Bantuan minimal
4. Sikat gigi
Bantuan minimal
5. Keramas
Bantuan minimal
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Defisit perawatan diri
6. Berpakaian/Berhias
Bantuan minimal
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Defisit perawatan diri
8. Penggunaan Obat
Bantual minimal
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Ketidakefektifan penatalaksanaan regiment terapeutik
9. Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan bantuan: YA
Sistem pendukung: Keluarga
Masalah/Diagnosa keperawatan:
23
Perilaku mencari bantuan kesehatan
10. Aktivitas dalam rumah
Mempersiapkan makanan : Tidak
Menjaga kerapihan rumah : Tidak
Mencuci pakaian :
Tidak
Pengaturan Keuang : Tidak
11. Aktivitas di luar rumah
Belanja : Tidak
Transportasi : Tidak
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
Adaptif Maladaptif
Masalah/Diagnosa keperawatan:
Koping individu tidak efektif
24
Tidak ada
25
• Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
Tidak ada
Tidak ada
Masalah / DiagnosaKeperawatan:-
Axis 3 : -
Axis 5 : 20-30
Terapimedik :-
26
XIII. ANALISA DATA
NO. Data Keperawatan
27
4. Ds : Klien mengatakan bahwa Berduka disfungsional
28
8. Ds : Klien mengatakan malas dan
Defisit aktifitas
tidak bergairah
Do : Klien banyak murung dan
melamun
29
XIV. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri
2. Berduka disfungsional
3. Harga diri rendah situasional
4. Isolasi sosial
5. Distress spiritual
6. Defisit perawatan diri
7. Kerusakan komunikasi verbal
8. Defisit aktivitas
9. Kerusakan komunikasi
10. Kerusakan interaksi sosial
11. Gangguan proses fikir
12. Gangguan pola tidur
13. Ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik
14. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
15. Koping individu tidak efektif
Isolasi social
30
XVI. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri
Jombang, ……………………….
_
NIM/NIRM: …………………….
• Bicara dengan
tegas, jelas, dan
jujur.
• Bersifat hangat
dan bersahabat.
• Temani klien
saat keinginan
31
mencederai diri
meningkat.
• Tempatkan klien di
ruangan yang
tenang dan selalu
terlihat oleh
perawat.
• Beri dorongan
untuk
mengungkapka
n mengapa dan
32
bagaimana
harapannya.
• Beri dukungan
pada tindakan
atau ucapan
klien yang
menunjukkan
keinginan
untuk hidup.
33
yang biasa hal-hal untuk
digunakan diselesaikan).
untuk mengatasi
keputusannya.
TUK 5: Klien 5. Setelah....x • Ajarkan untuk
dapat interaksi klen mengidentifikasi
menggunakan menunjukkaan: pengalaman yang
koping yang Klien dapat menyenangkan
adaptif menyebutkan setiap hari ( misal:
pengalaman- berjalan-jalan,
pengalaman yang membaca buku
menyenangkan, favorit, menulis
keberhasilan- surat dan lain-
keberhasilan lainnya).
yang telah Bantu untuk
dialami, hal-hal mengenali hal-hal
yang dilakukan yang ia cintai dan
saat mengalami yang ia sayangi,
kegagalan dan dan pentingnya
cara terhadap
menghadapinya kehidupan orang
sehingga lain,
berhasil, mengesampingkan
Klien mau tentang kegagalan
berbagi dengan dalam kesehatan.
orang lain Beri dorongan
mengenai untuk berbagi
masalahnya. keprihatinan pada
orang lain yang
mempunyai suatu
masalah atau
penyakit yang
sama dan telah
34
mempunyai
pengalaman positif
dalam mengatasi
masalah tersebut
dengan koping
yang efektif).
TUK 6: Klien 6. Setelah....x • Kaji dan
dapat interaksi klen manfaatkan
menggunakan menunjukkaan: sumber-sumber
dukungan sosial • Klien dapat eksternal individu
memanfaatka ( orang-orang
n sistem terdekat, tim
pendukung pelayanan
yang ada kesehatan,
disekitar, kelompok
• Klien mau pendukung, agama
melakukan yang dianut).
konseling • Kaji sistem
pendukung
keyakinan ( Nilai,
pengalaman masa
lalu, aktifitas
keagamaan,
kepercayaan
agama).
• Lakukan rujukan
sesuai indikasi (
misal: konseling
pemuka agama )
35
obat dengan Klien mau efek samping
benar dan tepat minum obat minum obat )
sesuai Bantu menggunakan
intruksi, obat dengan prinsip
dirasakan
Berireinforcement
positif bila
menggunkanobat
dengan benar
36
Keluarga I Masalah resiko bunuh diri
Pengawasan ketat Amankan benda berbahaya Pemberian ob
Rujuk segera
XIX. EVALUASI
Merupakan perkembangan pada klien dapat dilihat dari hasilnya, tujuannya untuk
mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai.
a. Evaluasi formatif
Disebut dengan evaluasi proses atau evaluasi berjalan yaitu yang dilakukan sampai
tujuan tercapai.
b. Evaluasi sumatik
Merupakan evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan atau keperawatan dan
menjadi suatu metode dalam memonitoring kualitas dan efisiensi tindakan yang
digunakan biasanya menggunakan SOAP.
Ket : S : Subjektif
O : Objektif
A : Analisa data
P : Planning
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan
berkembang dalam beberapa rentang. Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan
bunuh diri diantaranya kegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan
lainnya. Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri
serta percobaan bunuh diri. Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah
orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut
4.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup tentang ciri-ciri klien yang
ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh
diri pasien. Perawat juga perlu melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.
38