Anda di halaman 1dari 25

Tugas : Makalah Kelompok

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Pada Kondisi Rentan

Dosen : Nurqalby, SR. S.ST., M.Keb

“BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PEREMPUAN KONDISI RENTAN”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1

WAHYUNI (A1A221097)
RESKY WULAN SARI (A1A221106)
MEGA ARMINI (A1A221116)
SUARNI (A1A221131)
RISMA NURRAHIMA FIRDAUS (A1A221140)

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN


PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Berkebutuhan
Khusus Pada Perempuan Kondisi Rentan” tepat pada waktu yang kami rencanakan.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu acuan untuk menambah pengetahuan
terhadap kesehatan remaja dengan mempelajari, memahami serta menjelaskan terkait
kesehatan reproduksi pada remaja yang digunakan sebagai bahan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terkhusus pada remaja.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, dengan
demikian kami mohon kritikan dan masukan demi mendekati kesempurnaannya.

Akhir kata mudah-mudahan makalah ini bermanfaatnya bagi para pembaca


khususnya mahasiswa kesehatan yang tertarik akan tugas dan pengembangan status
berkebutuhan khusus pada perempuan kondisi rentan agar bisa dipertanggung
jawabkan secara ilmiah atau medis.

Makassar, 25 April 2022

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang .....................................................................................1


B. Tujuan...................................................................................................2
C. Manfaat.................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Anak Berkebutuhan Khusus ................................................................3

B. Pengertian kelompok rentan.................................................................4

C. Kebutuhan khusus pada permasalahan fisik.........................................7

BAB III PENUTUPAN

A. Kesimpulan ..........................................................................................16
B. Saran.....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perempuan dan anak merupakan kaum rentan akan kejahatan yang perlu

untuk dilindungi. Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara.

Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas

dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan

hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas pelindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, oleh karena itu kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati

sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi

dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak

tersebut meminta. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak

(Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah

Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian

juga dituangkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak dan Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip - prinsip umum

perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak,

kelangsungan hidup dan tumbuh kembang serta menghargai partisipasi anak.

1
Kelompok rentan adalah masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam

menikmati kehidupan yang layak. Faktor aksesibilitas terhadap sumber-sumber

pemenuhan kesejahteraan sosial merupakan salah satu hal baik sebagai penyebab

juga menjadi akibat. Memetakan populasi dan kondisi kelompok rentan secara

tepat dan partisipatif merupakan awal dalam menentukan kegiatan dalam rangka

penanganan untuk membantuk kelompok ini.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari anak berkebutuhan khusus

2. Untuk mengetahui pengertian dari kelompok rentan

3. Untuk mengetahui apa saja kebutuhan khusus pada permasalahan fisik

kondisi rentan

C. MANFAAT PENULISAN

1. Untuk melatih penulis/kelompok agar mampu menyusun tulisan makalah

yang benar

2. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan

pembacanya

3. Sebagai bentuk sumber dan sebagai bahan masukan kepada para penulis

lain untuk mengaplikasikan pengetahuan pada wanita berkebutuhan

khusus

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anak berkebutuhan khusus

Definisi anak berkebutuhan khusus tidak semata-mata dalam hal negative

namun jugadipandang dalam berbagai perpekstif yang lebih luas, sehingga

pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus menjadi lebih positif.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan

anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan

berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam

dirinya. Sementara menurut Heward, anak berkebutuhan khusus adalah anak

dengan karakteristik khusus 6 yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa

selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

Menurut (Maftuhin & Fuad, 2018) bahwa anak berkebutuhan khusus mendapatkan
perlakukan yang berbeda dalam hal layanan pendidikan, karena mereka dipandang
memiliki
hambatan dalam beberapa dimensi kehidupan, sehingga dalam layanan
pendidikannya harus
terpisah dari anak yang normal supaya proses pembelajaran tidak terganggu.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
pada umumnya (Nalurita et al., 2019), pada pendapat lain (Tatang
Supriatna, 2017)
menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki suatu ciri-
ciri yang
berbeda terhadap anak pada umumnya yang memiliki hambatan pada kognitif,
bahasa, sosial
emosional, persepsi, dan motorik.
Menurut (Maftuhin & Fuad, 2018) bahwa anak berkebutuhan khusus mendapatkan
perlakukan yang berbeda dalam hal layanan pendidikan, karena mereka dipandang
memiliki
hambatan dalam beberapa dimensi kehidupan, sehingga dalam layanan
pendidikannya harus

3
terpisah dari anak yang normal supaya proses pembelajaran tidak terganggu.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
pada umumnya (Nalurita et al., 2019), pada pendapat lain (Tatang
Supriatna, 2017)
menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki suatu ciri-
ciri yang
berbeda terhadap anak pada umumnya yang memiliki hambatan pada kognitif,
bahasa, sosial
emosional, persepsi, dan motorik.
Menurut (Maftuhin & Fuad, 2018) bahwa anak berkebutuhan khusus mendapatkan
perlakukan yang berbeda dalam hal layanan pendidikan, karena mereka dipandang
memiliki
hambatan dalam beberapa dimensi kehidupan, sehingga dalam layanan
pendidikannya harus
terpisah dari anak yang normal supaya proses pembelajaran tidak terganggu.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak
pada umumnya (Nalurita et al., 2019), pada pendapat lain (Tatang
Supriatna, 2017)
menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki suatu ciri-
ciri yang
berbeda terhadap anak pada umumnya yang memiliki hambatan pada kognitif,
bahasa, sosial
emosional, persepsi, dan motorik.
Anak tersebut membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan yang

khusus agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. Karena anak-anak

tersebut mungkin akan belajar dengan kecepatan yang berbeda dan juga dengan

cara yang berbeda. Walaupun mereka memiliki potensi dan kemampuan yang

berbeda dengan anak-anak secara umum, mereka harus mendapat perlakuan dan

kesempatan yang sama. Hal ini dapat dimulai dengan cara penyebutan terhadap

anak dengan kebutuhan khusus tersebut.

4
B. Pengertian kelompok rentan

Kelompok rentan menurut Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam

menikmati standar kehidupan yang layak. Kelompok rentan berhak mendaptkan

perlakuan khusus untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut UU

no.39 tahun 1999 pasal 5 ayat (3) tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan

bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang renta berhak

memperoleh perlakukan dan perlindungan lebih. Kelompok rentan tersebut antara

lain adalah orang lanjut usia, anak-naka, fakir miskin, wanita hamil, dan

penyandang cacat.

Kelompok rentan yang didapat melalui adanya pemetaan social atau social

maping. Menurut Suharto (2005) pemaetaan social adalah suatu proses

penggambaran masyarakat yang didalamnya termasuk profil dan masalah social

yang ada dimasyarakat. Dengan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin

dalam suatu wilayah tertenyu secara spesifik untuk dapat digunakan sebagai

bahan dalam membuat suatu keputusan yang terbaik adalah prinsip utama dalam

pemetaan social.

Banyak factor yang mengakibatkan terjadinya kerentanan dalam kelompok.

Factor-faktor tersebut adalah factor ekonomi, budaya, biologis dan psikologis.

Hal tersebut mengakibatkan adanya kelompok rentan yang dapat menimbulkan

dampa-dampak negative di wilayah tertentu seperti tingkat criminal yang tinggi

5
adanya perpecahan kelompok, penyimpangan perilaku serta banyaknya

pengangguran.

1. Masalah social

Menurut Soetomo (2012), masalah social adalah suatu kondisi yang tidak

diinginkan terjadi oleh sebagaina besar dari masyarakat yang mengandung

empat komponen yaitu:

a. Kondisi tersebut merupakan masalah yang bertahan untuk suatu periode

waktu tertentu

b. Dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian fisik dan nonfisik

baik pada individu maupun masyarakat.

c. UMerupakan pelanggaran terhadap nila-nilai atau standar social dari

salah satu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat

d. Menimbulkan kebutuhan pemecahan

2. Kerentanan dan kelompok rentan

Menurut Olivier serrate kerentanan merupakan perasaan tidak aman

dikehidupan individu, keluarga dan komunitas ketika menghadapi

perubahan diluar lingkungannya. Kerentanan dapat dikatakan sebagai

kondisi yang ditentukan oleh factor fisik, osial ekonomi dan lingkungan

atau suatu proses yang meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap

dampak bahaya. Factor pendorong kerentanan tersendiri adalah kondisi

wialayah yang rawan bencana, mnopoli perdagangan dan premanisme yang

6
tidak jarang membuat kerugian pada invidu ataupun kelompok sehingga

mengakibatkan rasa tidak aman dan kurang nyaman dalam beraktivitas.

Kelompok rentan merupakan lapisan masyarakat yang paling

mendesak yang membutuhkan perhatian lebih untuk memperbaiki kondisi

kehidupannya. Kelompok rentan tersebut adalah kelompok masyarakat

yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri yang dpat

mengakibatkan permasalahan karena ketidakmampuannya tersebut. Pada

dasarnya kondisis rentan dapat disbabkan karena kurangnya asset (apa

yang dimiliki), akses (geografis), dan sistematik (system sumber yang

dikuasai oleh golongan tertentu).

Adapun yang menjadi perhatian khusus dalam kondisi rentan yang

sering ditemukan adalah anak dan perempuan pada umumnya. Dalam

menghadapi berbagai tantangan dengan kondisi rentan pada anak dan

perempuan diperlukan kebijakan yang benar-benar memperhatikan

kepentingan dan kondisi masyarakat, khususnya perempuan dan anak

sebagai kelompok rentan. Bagaimana pemerintah mengimplementasikan

kebijakan terkait perlindungan anak dan perempuan agar berjalan dengan

efektif dan maksimal serta tepat sasaran. Baik dalam hal pemenuhan

kebutuhan spesifik, pelyanan kesehatan jiwa, penanganan dan

pendampingan bagi korban kekerasan, serta peningkatan ekonomi

pemberdayaan perempuan.

7
Diperluhkan peran lembaga/institusi penyedia layanan, para pakar,

serta unsur masyarakat lainnya dalam memberikan layanan terbaik sebagai

bentuk hadihnya negera bagi masyarakat. Mengingat perlindungan

terhadap masyarakat, khususnya perempuan dan anak hanya terwujud jika

kita semua dari berbagai kalngan dan sector, mampu bekerja sama dan

saling membantu untuk mewujudkannya. Kerja sama dari seluruh elemen

masyarakat, juga merupakan hal yangs sangat penting. Masyaraat sebagai

Lapisan diakar, menjadi kelompok terpenting dalam upaya perelindungan

anak dan perempuan.

Jika perempuan terlindungi dan sejahtera akan berdampak pada


peningkatan kwalitas pengasuhan bagi anak serta tangguhnya ketahanan
keluarga diseluruh lapisan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat
melahirkan anak-nak berkualitas sebagai generasi penerus bangsa.

C. Kebutuhan khusus pada permasalahan fisik

Masalah anak berkebutuhan khusus merupakan masalah yang cukup

kompleks secara kuantitat maupun kualitas. Mengingat berbagai jenis anak

berkebutuhan khusus mempunyai permasalahan yang berbeda-beda, maka

dibutuhkan penanganan secara khusus. Jika anak berkebutuhan khususu

mendapatkan pelyanan yang tepat, khususnya keterampilan hidup (life skill)

sesuai minat dan potensinya, maka anak akan lebih mandiri. Namun jika tidak

ditangani secra tepat, maka perkembangan kemampuan anak mengalami

hambatan dan menjadi beban orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara.

8
Orang tua dan keluarga sebagai pemberi layanan utama terhadap anak

berkebutuhan KHusus, pada umumnya masih kurang mempunyai kesadaran dan

tanggung jawab untuk memberukan persamaan hak dan kesempatan bagi anak-

anak tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua atau

keluarga tentang bagaimana merawat, mendidik, mengasuh dan memenuhi

kebutuhan anak-anak tersebut. Orang tua keluarga merupakan factor terpenting

dalam memfasilitasi tumbuh kembang dan perlindnugan anak berkebutuhan

khusus.

Pada anak dan perempuan yang berkebutuhan khusus adalah anak yang

mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, social,

maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses

pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang

seusia dengannya. Adapun jenis-jenis kebutuhan khusus yaitu sebagai berikut:

a. Masalah disabilitas

1. Masalah disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan

daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (low

visio).

2. Disabilitas pendengaran adalah masalah yang dialami pada gangguan

pendengaran, baik sebagaian ataupun menyeluruh, dan biasanya

memiliki hambatan dalam berbahasa dan berbicara.

3. Disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki intelegensia yang

signifikan berada dibawah rata-rata anak seusianya dan disertai dengan

9
ketidak mampuan dalam beradaptasi perilaku, yang muncul dalam masa

perkembangan.

4. Disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat

kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk dan fungsi

tubuh atau anggota gerak.

5. Disabilitas social adalah masalah yang dimiliki atau hambatan dalam

mengendalikan emosi dan control social, serta berperilaku menyimpang.

6. Anak dengan gngguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH)

adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai

dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, yang

menyebabkan kesulitan berperilaku, berfikir, dan mengendalikan emosi.

7. Disabilitas dengan gangguan spectrum autima atau autism spectrum

disorder (ADS) adalah anak-anak yang mengalami gangguan dalam tiga

area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan

intrekasi social, serta pola-pola perilaku yang relative dan stereotopi.

8. Disabilitas dengan gangguan ganda adalam masalah yang memiliki dua

atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan,

pendidikan khusus, dan alat bantu belajar yang khusus.

9. Hambatan dalam belajar (hambatan belajar) atau slow learnen adalah

anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah rata-rata tapi

belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan

10
berualng-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik

maupun non akademik.

10. Anak dengan gangguan kesulitan belajar khuaua atau specific learning

disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan

pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan

mendengar, berfikir, berbicara, mebaca, menulis, mengeja dan berhitung.

11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang

mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wiacar,

suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh

factor fisik, psikologis dan lingkungan, baik reseptif maupun ekpresif.

12. Disabilitas dengan gangguan kecerdasan dan atau bakat istimewa adalah
anak yang memiliki skor intelegensi yang tinggi (gifted), atau mereka
yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti music, seni,
olaraga, dan kepemimpinan.

Kebutuhan khusus yang dapat diberikan pada permasalahan fisik dengan

disabilitas ini antara lain:

a) Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa

tenaga medis secara rutin, karena jika tidak maka tubuh anak bisa

bertambah disabilitasnya

b) Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti

petunjuk dan saran yang diberikan.

11
c) Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang

dimiliki anak. Saat ini banyak anak tunadaksa yang dapat berprestasi

berhasil seperti anak lain sebayanya.

d) Memerlukan latihan rutin, dan menggunakan alat bantu untuk mencegah

bertambahnya kecacatan dan memudahkan melakukan kegiatan sehari-

hari

e) Perkenalkan kegiatan belajar, sediakan alat yang dapat mendukung

motoriknya, seperti menggenggam, memegang, memberi dan

melepaskan. Pastikan juga objek sesuai usia

f) Ajari teman sebaya membantu aktivitas penyandang disabilitas fisik.

Teman bermain biasanya ingin membantu anak penyandang disabilitas

fisik, tetapi kadang caranya kurang tepat. Oleh karena itu, ajari teman-

teman anak cara menawarkan bantuan dengan penuh rasa hormat

g) Orangtua, keluarga harus memberikan contoh tentang sikap dan nilai,

dan perilaku baik yang bisa menjadi tauladan bagi anak.

b. Masalah genetic

Salah satu factor yang menjadi penyebab terjadinya pada anak

berkebutuhan khusus yaitu sindrom down. Sindrom down adalah suatu

kelainan genetic dimana tiga buah kromosom 21 (trizomo 21), yang

seharusnya hanya ada dua. Kromosom mengandung ribuan gen. gen adalah

pembawa informasi yang menentukan sifat yang muncul pada seseorang.

Pada sindrom down, kromosom 21 tambahan ini yang menyebabkan

12
keterlambatan dalam perkembangan fisik dan mental. Perkembangan bicara

dan bahasa anak dengan sindrom down biasanya lebih lambat dibandingkan

dengan anak yang tidak memiliki sindrom down ini. Hal ini menyebabkan

ucapannya sering sulit dipahami. Anak dengan sindrom down juga sering

mengalami masalah perilaku, seperti kesulitan berkosentrasi, perilaku

obsesif-kompulsif, sifat yang keras, dan tantrum. Sebagaian kecil anak, selain

diagnosis dengan sindrom down, juga didiagnosis dengan gangguan spectrum

autism. Kemampuan intelegensinya juga sering terganggu.

Meskipun termasuk anak berkebutuhan khusus, anak-anak dengan

sindrom down pada umumnya tetap dapat mengikuti program sekolah untuk

mencapai potensi terbaik semakin cepat program dilakukan, semakin baik

hasilnya.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu

yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu yang dipandang

normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus anak

berkebuthan khusus menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan

emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya

atau berada diluar standar normal yang berlaku dimasyarakat. Kekhususan

yang meraka miliki menjadikan ABK memerlukan pendidikan dan layanan

khusus untuk mengoptimalkan potensi diri mereka secara sempurna (Hallan

dan Kauffman 1986, dalam hadis 2006).

13
c. Perbedaan ras usia anak

Filosofi Indonesia dan pendidikan inklusif adalah landasan negara

menuntut untuk dapat mengemban tugas sebagai khalifah Tuhan dalam

bidang pendidikan inklusif. Sebagai sesama makhluk di dunia, manusia harus

saling menolong, mendorong, dan memberi motivasi kepada semua potensi

kemanusiaan yang ada pada diri setiap peserta didik, termasuk anak

berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini dilakukan agar ABK dapat

mengembangkan potensinya dengan optimal dan mampu meningkatkan

kualitas kemandiriannya. Suasana tolong menolong seperti yang

dikemukakan di atas dapat diciptakan melalui suasana belajar dan kerjasama

yang silih asah, silih asih, dan silih asuh (saling mencerdaskan, saling

mencinta, dan saling tenggang rasa).

Filosofi Bhinneka Tunggal Ika mengajak kita untuk meyakini bahwa

di dalam diri manusia bersemayam potensi kemanusiaan yang bila

dikembangkan melalui pendidikan yang baik dan benar dapat berkembang

tak terbatas. Dan perlu diyakini pula bahwa potensi itu pun ada pada diri

setiap ABK. Karena, seperti halnya ras, suku, dan agama di tanah Indonesia,

keterbatasan pada ABK maupun keunggulan pada anak pada umumnya

memiliki kedudukan yang sejajar.

d. Usia anak (<dua puluh satu tahun)

Masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari anak

menuju masa dewasa.Pada masa ini begitu pesat mengalami pertumbuhan

14
dan perkembangan baik itu fisik maupun mental. Sehingga dapat

dikelompokkan remaja terbagi dalam tahapan berikut ini:

1. Pra Remaja (11 atau 12-13 atau 14 tahun)

Pra remaja ini mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya satu

tahun; untuk laki-laki usia 12 atau 13 tahun - 13 atau 14 tahun. Dikatakan juga

fase ini adalah fase negatif, karena terlihat tingkah laku yang cenderung negatif.

Fase yang sukar untuk hubungan komunikasi antara anak dengan orang tua.

Perkembangan fungsi-fungsi tubuh juga terganggu karena mengalami

perubahan-perubahan termasuk perubahan hormonal yang dapat menyebabkan

perubahan suasana hati yang tak terduga. Remaja menunjukkan peningkatan

reflektivenes tentang diri mereka yang berubah dan meningkat berkenaan

dengan apa yang orang pikirkan tentang mereka. Seperti pertanyaan: Apa yang

mereka pikirkan tentang aku ? Mengapa mereka menatapku? Bagaimana

tampilan rambut aku? Apakah aku salah satu anak “keren”? dan lain lain.

2. Remaja Awal (13 atau 14 tahun - 17 tahun)

Pada fase ini perubahan-perubahan terjadi sangat pesat dan mencapai

puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak

hal terdapat pada usia ini. Ia mencari identitas diri karena masa ini, statusnya

tidak jelas. Pola-pola hubungan sosial mulai berubah. Menyerupai orang dewasa

muda, remaja sering merasa berhak untuk membuat keputusan sendiri. Pada

masa perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol,

15
pemikiran semakin logis, abstrak dan idealistis dan semakin banyak waktu

diluangkan diluar keluarga.

3. Remaja Lanjut (17-20 atau 21 tahun)

Dirinya ingin menjadi pusat perhatian; ia ingin menonjolkan dirinya; caranya

lain dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat

dan mempunyai energi yang besar. Ia berusaha memantapkana identitas diri, dan

ingin mencapai ketidaktergantungan emosional.

Selanjutnya, fase remaja didahului oleh timbulnya harga diri yang kuat,

ekspresi kegirangan, keberanian yang berlebihan. Karena itu mereka yang

berada pada fase ini cenderung membuat keributan, kegaduhan yang sering

mengganggu. Tendens untuk berada dalam suasana ribut dan berlebihan yang

bersifat fisik, lebih banyak terdapat pada anak laki-laki. Pada anak perempuan

tendens yang serupa manifest dalam ekspresi judes, mudah marah dan merajuk.

Kekuatan dan kehebatan fisik makin menjadi perhatian utama, sehingga banyak

puber yang menginginkan untuk menjadi bintang pembalap yang dipuja dan

dihargai. Pada wanita keinginan untuk mendapat penghargaan dan perhatian ini

manifest dalam tendens dandanan yang berlebihan. Mereka mudah terperosok

dalam suasana persaingan

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kelompok rentan merupakan lapisan masyarakat yang paling mendesak

yang membutuhkan perhatian lebih untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.

Kelompok rentan tersebut adalah kelompok masyarakat yang tidak dapat

memenuhi kebutuhannya sendiri yang dpat mengakibatkan permasalahan karena

ketidakmampuannya tersebut. Pada dasarnya kondisis rentan dapat disbabkan

karena kurangnya asset (apa yang dimiliki), akses (geografis), dan sistematik

(system sumber yang dikuasai oleh golongan tertentu).

Diperluhkan peran lembaga/institusi penyedia layanan, para pakar, serta

unsur masyarakat lainnya dalam memberikan layanan terbaik sebagai bentuk

hadihnya negera bagi masyarakat. Mengingat perlindungan terhadap masyarakat,

khususnya perempuan dan anak hanya terwujud jika kita semua dari berbagai

kalngan dan sector, mampu bekerja sama dan saling membantu untuk

mewujudkannya. Kerja sama dari seluruh elemen masyarakat, juga merupakan hal

yangs sangat penting. Masyaraat sebagai Lapisan diakar, menjadi kelompok

terpenting dalam upaya perelindungan anak dan perempuan.

17
B. SARAN

Kami menyadari bahwa makalah diatas masih banyak sekali kesalahan

dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan

berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari

itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam

kesimpulan di atas.

18
DAFTAR PUSTAKA

Budianti, Syamsyu. (2014). ANALISIS PEMETAAN SOSIAL, EKONOMI DAN

KEBUTUHAN MASYARAKAT Studi Kasus: Sistem Zonasi Taman

Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKpS) pada Masyarakat Kepulauan

Seribu Utara, Provinsi DKI Jakarta (jurnal)

Deputi Bidang Perlindungan Anak (2011). Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Nomor 10 Tahun

2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik

Indonesia.

Deputi Bidang Perlindungan Anak (2012). Buku Saku Anak Berkebutuhan Khusus,

Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Republik Indonesia.

Diananda, A. (2019). PSIKOLOGI REMAJA DAN PERMASALAHANNYA.

Journal ISTIGHNA, 1(1). https://doi.org/10.33853/istighna.v1i1.20

Desiningrum, D. R. (2016). Psiokologi Anak Berkebutuhan Khusus. Psikosain.

Keeffe, Jill, diterjemahkan oleh Trisnawati Tanumihardjo (2012). Penglihatan

Fungsional. University of Melbourne Departemen of Ophthalmology

World Health Organization Collaborating Center The Prevention of

Blindness Australia.

19
Nieman, Sandy dan Jacob, Namita, dialihbahasakan oleh Hellen Keller Indonesia

(2012). Membantu Keluarga dan Masyarakat Untuk Anak-Anak Yang

memiliki Gangguan Penglihatan. The Hilton/Perkins International

Program.

Mangunsong, Frieda (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

jilid Ke satu. Jakarta: LPSP 3 Fakultas Psikologi UI.

Regina B, Penina MPHM, dkk (2011). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di

Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Rezieka, D. G., Puyto, K. Z., & Fitri, M. (2021). Faktor penyebab anak berkebutuhan

khusus dan klasifikasi abk. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 8(2).

20
JOBDESK

WAHYUNI MENCARI MATERI & BAB III

RESKY WULAN SARI BAB I DAN MENAMBAHKAN

MATERI BAB II

MEGA ARMINI MEMPRESENTASIKAN PPT

SUARNI BAB II

RISMA NURRAHIMA FIRDAUS POWER POINT

21

Anda mungkin juga menyukai