Anda di halaman 1dari 15

Laporan Learning Objective Tutorial I

IMata Kuliah : Kesehatan Reproduksi

Dosen Pengampuh : Tri Wahyuningsih, S.SiT, M. HKes.

SDGS (Sustainable Development Goals)

Disusun Oleh :

SUMARNI

1710104338

KELAS 7F

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH

YOGYAKARTA 2017
1. SDGs (Sustainable Development Goals)
Masih segar dalam ingatan, bahwa Indonesia pernah mencanangkan
program Indonesia Sehat tahun 2010, sebagai bagian dari upaya pemenuhan
terhadap tuntutan konstitusi yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial,
tetapi setelah tahun yang dimaksud sudah berlalu selama empat tahun, apakah
Indonesia sudah sehat? Kemudian ada lagi program pembangunan nasional
yang mengacu pada agenda internasional, yaitu pembangunan pada abad
milenium yang diikuti oleh 189 negara, termasuk Indonesia, dan akan
memasuki tahap akhir evaluasinya pada tahun 2015.
Pantauan sementara dari 8 program dengan masing-masing
indikatornya, nampaknya ada sejumlah program yang tidak mungkin untuk
dicapai pada tahun tersebut, bahkan ada salah satu indikator di bidang
kesehatan yang justru terjun bebas dari tahun sebelumnya.
Melihat perkembangan hasil pembangunan dibeberapa negara yang
masih belum sesuai dengan target maka Millennium Development Goals
(MDGs) pun siap-siap akan ganti baju dan bernama menjadi SDGs
(Sustainable Development Goals). Pertanyaannya adalah sampai kapan
pembangunan ini, khususnya di Indonesia, mampu mencapai batas akhir yaitu
terwujudnya kesejahteraan sosial?
Era Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan telah dimulai saat negara-negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Indonesia, menyepakati
Outcome Document SDGs pada tanggal 2 Agustus lalu. Dokumen ini berisi
tentang deklarasi, tujuan, target dan cara pelaksanaan SDGs hingga tahun
2030. Dokumen ini adalah kerangka kerja pembangunan global baru
pengganti Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir tahun 2015
ini, dengan 17 tujuan dan 169 target.
SDGs untuk tahun 2016 2030. SDGs ini, merupakan program yang
kegiatanya meneruskan agenda-agenda MDGs sekaligus menindaklanjuti
program yang belum selesai. Bidang kesehatan yang menjadi sorotan adalah
sebaran balita kurang gizi di Indonesia, proporsi balita pendek, status gizi
anak, tingkat kematian ibu, pola konsumsi pangan pokok, dan sebagainya.
Secara teknis, dari delapan tujuan pembangunan milenium ini masing-
masing telah memiliki program yang berkelanjutan untuk dilaksanakan serta
memiliki alokasi anggaran baik dari pemerintah pusat, daerah maupun
lembaga donor.
Sasaran pertama, dalam penanggulangan kemiskinan, ada program
klaster PKH, Raskin, PNPM mandiri, KUR dan UKM serta program
pemenuhan kebutuhan fasilitas dasar.
Program sasaran kedua, dalam rangka mencapai pendidikan dasar
untuk semua, pemerintah telah menyelenggarakan pendidikan dasar yang
terjangkau dan berkualitas, yang ditempuh antara lain melalui program
Bantuan Operasional Sekolah yang dilaksanakan sejak tahun 2005 dan
cakupan pada tahun 2011 sebesar 42,1 juta orang.
Program sasaran ketiga, dalam mendorong Kesetaraan Gender Dan
Pemberdayaan Perempuan upaya peningkatan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan di Indonesia ini secara umum dicapai karena
gencarnya upaya pengarusutamaan gender (PUG) yang dilakukan sejak tahun
1999.
Sasaran keempat, dalam menurunkan Angka Kematian Anak,
berbagai upaya yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesehatan
anak Indonesia, yakni melalui continuum of care berdasarkan siklus hidup,
continuum of care berdasarkan pelayanan kesehatan (promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif), continuum of care pathway sejak anak di rumah, di
masyarakat (pelayanan posyandu dan poskesdes), di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar, dan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
Sasaran kelima, dalam meningkatkan Kesehatan Ibu, pemerintah
mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi ibu-ibu dalam persalinan antara
lain dikembangkan tiga program penting, yaitu Jaminan Persalinan, Kelas Ibu
Hamil, dan Rumah Tunggu Ibu Hamil. Selain itu penurunan angka kematian
ibu diperkuat oleh program keluarga berencana.
Sasaran keenam, dalam Memerangi Hiv Dan Aids, Malaria Dan
Penyakit Menular Lainnya telah dilakukan berbagai upaya pencegahan. Salah
satu upaya tersebut yakni penggunaan kondom pada hubungan seksual yang
berisiko tinggi menularkan HIV dan AIDS.
Sasaran ketujuh, dalam memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup,
dalam rangka meningkatkan rasio luas kawasan tertutup pepohonan dan rasio
luas kawasan lindung, Pemerintah Indonesia telah melakukan kegiatan
prioritas rehabilitasi hutan dan lahan kritis, termasuk hutan mangrove, pantai,
gambut dan rawa pada Daerah Aliran Sungai prioritas di seluruh Indonesia
dengan target pada periode 2010-2014 seluas 2,5 juta hektar.
Sasaran kedelapan, dalam Membangun Kemitraan Global Untuk
Pembangunan, Berbagai langkah dilakukan untuk meningkatkan rasio
besarnya ekspor dan impor terhadap PDB, antara lain melalui kebijakan
peningkatan daya saing produk ekspor nonmigas melalui diversifikasi pasar
serta peningkatan keberagaman dan kualitas produk, yang didukung oleh
strategi, mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor untuk mengurangi
tingkat ketergantungan kepada pasar ekspor tertentu; meningkatkan
keberagaman dan kualitas produk terutama untuk produk-produk manufaktur
yang bernilai tambah lebih besar, berbasis pada sumber daya alam, dan
permintaan pasarnya besar; dan meningkatkan kualitas perluasan akses pasar,
promosi, dan fasilitasi ekspor nonmigas di berbagai tujuan pasar ekspor
melalui pemanfaatan skema kerjasama perdagangan baik bilateral, regional
maupun multilateral; serta melakukan pengendalian impor produk-produk
yang berpotensi menurunkan daya saing produk domestik di pasar dalam
negeri.
Evaluasi secara menyeluruh terhadap berbagai strategi pelaksanaan
program masing-masing kementerian/lembaga terkait, dalam rangka
mewujudkan tercapainya sasaran pembangunan milenium, menurut hemat
saya bahwa kurangnya komitmen, koordinasi dan komunikasi antar pemangku
kepentingan, dalam mencapai target MDGs.
Indonesia tidak boleh mengulangi kesalahan MDGs, yang baru
dipikirkan secara serius oleh Pemerintah 10 tahun setelah MDGs disepakati.
Pemerintah perlu segera membuka keran partisipasi masyarakat sipil dalam
pelaksanaan SDGs. Berkaca dari pengalaman masa lalu (MDGs),
keberhasilan pencapaian Tujuantujuan MDGs tidak hanya ditentukan oleh
pemerintah dan badan multilateral semata, melainkan juga kontribusi dari
berbagai pemangku kepentingan, terutama aktor masyarakat sipil.
Sebagaimana diamanatkan oleh SDGs, keterlibatan masyarakat sipil dalam
penyusunan dan pelaksanaan agenda pembangunan global memerlukan
kemitraan yang sejajar dari berbagai pemangku kepentingan (inklusif).
Bukankah para founding fathers sudah meninggalkan warisan
kemerdekaan dan sebuah komitmen bangsa, yang bahkan sudah ada sebelum
lahirnya indikator MDGs dan SDGs? yaitu, pemerintah negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
2. ICPD (International Conference on Population and Development)
Konferensi Kependudukan Dunia yang dilangsungkan di kairo pada
tahun 1994, 179 negara menyetujui bahwa kependudukan dan pembangunan
tersambung dan bahwa pemberdayaan perempuan pemenuhan kebutuhan
penduduk terhadap pendidikan dan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi,
adalah penting untuk kemajuan individu dan keseimbangan pengembangan.
Konferensi ini sangat penting dalam menetapkan kerangka internasional yang
jelas tentang kesehatan dan hak reproduksi. Dalam kesempatan ini pemimpin-
pemimpin dunia, badan-badan PBB dan wakil-wakil NGO menyepakati Plan
of Action (Rencana Aksi) yang memasuki bab tentang kesehatan dan hak
reproduksi, serta masalah adolescent/remaja kelompok umur yang selama ini
masih diabaikan khususnya dalam pelayan kesehatan reproduksi.
Selain itu, Pengertian kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan
kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial dan bukan
semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Sedangkan kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu
keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Definisi kesehatan reproduksi menurut hasil ICPD 1994 di
Kairo adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan sosial dan
tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang
berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi dan proses.
Pengertian kesehatan reproduksi ini mencakup tentang hal-hal
sebagai berikut: 1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual
yang aman dan memuaskan serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi;
2) Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak
melakukannya; 3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik
secara ekonomi maupun kultural; 4) Hak untuk mendapatkan tingkat
pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai
kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.
3. AKI

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development


Goals (SDGs) sudah diserukan secara global. SDGs disebut lebih
komprehensif dan lebih menantang daripada Tujuan Pembangunan Milenium
atau Millenium Development Goals (MDGs) karena muatan isu-isunya yang
juga jauh lebih kompleks.

Memasuki SDGs, Indonesia sebetulnya masih menyisakan sekian


pekerjaan rumah dari MDGs. Pertama, penurunan angka kemiskinan serta
kaitannya dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development
Index). Meski angka kemiskinan terus turun, tren tersebut cenderung
melambat beberapa tahun terakhir.

Untuk IPM pun demikian, meski mengalami kemajuan, IPM


Indonesia masih berada pada peringkat 110 dari 184 negara, jauh di bawah
Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand, ujar Dr. Sukamdi,
M.Sc., pakar kependudukan dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) dalam Seminar Peran Kebijakan
Kependudukan dalam Penanggulangan Kemiskinan, Kamis (1/12) lalu.

Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan


Keluarga Berencana Nasional, bekerja sama dengan PSKK UGM dan Ikatan
Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) DIY tersebut, Sukamdi
menambahkan, PR Indonesia lainnya, antara lain kondisi nutrisi untuk anak
usia di bawah lima tahun yang masih memprihatinkan, prevalensi HIV/AIDS,
tingginya angka kematian ibu (AKI), serta rendahnya akses masyarakat
terhadap air bersih dan sanitasi laik, khususnya di wilayah perdesaan.

Saat melaksanakan SDGs, kita tidak boleh lupa bahwa kita masih
punya pekerjaan rumah, terutama angka kematian ibu yang sangat tinggi.
Dalam pencapaian konsensus konferensi kependudukan tingkat dunia atau
ICPD pun rapor Indonesia merah untuk ini, ujar Sukamdi lagi.
Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dalam
Laporan Transitioning from the MDGs to the SDGs menyampaikan,
Indonesia memang memiliki pencapaian yang baik dalam MDGs. Dalam dua
dekade terakhir, proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan
terlatih meningkat dari 32 persen (1991) ke 91,51 persen (2015), kemudian
tingkat prevalensi kontrasepsi (semua metode) naik dari 50 persen (1991)
menjadi 58,99 persen (2015), dan perawatan antenatal hampir mencakup
keseluruhan karena 85,72 persen (2014) ibu hamil telah melakukan empat kali
kunjungan maupun lebih untuk memeriksakan kehamilannya. Sedangkan
untuk kebutuhan keluarga berencana yang belum terpenuhi (unmet need)
turun sedikit dari 17 persen (1991) menjadi 11,4 persen (2012).

Sayangnya, angka kematian pada ibu masihlah tinggi. Data Survei


Penduduk Antar Sensus yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
menunjukkan, ada 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran pada 2015. Angka
tersebut lebih dari dua kali lipat tingginya dibandingkan dengan yang
ditargetkan MDGs, yakni 102 pada 2015. Kekhawatiran lainnya adalah soal
kualitas dan akses pelayanan kesehatan serta kesenjangannya yang terjadi di
antarprovinsi.

Kasus kematian pada ibu utamanya disebabkan oleh perdarahan (37


persen), infeksi (22 persen), dan tekanan darah tinggi saat kehamilan (14
persen) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012.
Untuk kasus pendarahan, umumnya dialami oleh para ibu yang usianya masih
terlalu muda, usia terlalu tua, jarak kehamilan yang terlalu rapat, serta terlalu
banyak anak (4 Terlalu). Di sinilah arti pentingnya program Keluarga
Berencana (KB).
Seringkali korelasi antara manfaat KB dengan penurunan AKI tidak
begitu dilihat. Namun, rendahnya pemahaman maupun akses terhadap layanan
KB sebetulnya turut mempengaruhi naiknya AKI. Banyak pasangan usia
subur (PUS) yang tidak mendapatkan pelayanan KB (unmet need), padahal
hal tersebut bisa meningkatkan AKI karena aborsi yang tidak aman. Aborsi
karena kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) memberikan
kontribusi terhadap AKI sampai 12 persen.

Oleh karena itu, menurut Sukamdi, kebijakan untuk menurunkan


angka kematian ibu akan lebih komprehensif jika ditegaskan dengan program
Keluarga Berencana (KB).

KB masih berperan penting untuk menurunkan AKI yang masih


menjadi agenda pembangunan ICPD maupun MDGs. Memasuki SDGs, kita
perlu memulai dari apa yang tertinggal saat MDGs, jelas Sukamdi. [] Media
Center PS KK UGM.

Kembali menurut laporan Bappenas tahun 2012, penurunan angka


kematian balita telah terjadi dari 97 (tahun 1991) menjadi 44 per seribu
kelahiran hidup (tahun 2007); Sementara target MDGs adalah 32 per seribu
kelahiran hidup di tahun 2015. Penurunan angka kematian bayi dari 68
menjadi 34 per seribu kelahiran. Sementara target MDGs adalah 23 per seribu
kelahiran di tahun 2015. Angka kematian neonatal (bayi baru lahir) dari 32
menjadi 19 per seribu kelahiran. Hal ini stagnan tidak berubah sejak tahun
2007 sampai tahun 2012. Angka kematian ibu baru dapat ditekan dari 390
(tahun 1991) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (tahun 2007).
Sementara target MDGs adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup di tahun
2015. Untuk hal ini, Indonesia diperkirakan akan sulit mencapai target MDGs
dan membutuhkan upaya ekstra untuk mendekati target tersebut.
4. Peran Bidan
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, terdapat 228 kematian
ibu dalam 100.000 kelahiran hidup, serta 31 bayi meninggal dalam setiap
1.000 kelahiran. Sementara itu, target Millenium Development Goals (MDGs)
2015 adalah Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 23 per 1.000 kelahiran.
Untuk mencapai target ini membutuhkan upaya yang lebih kuat dan juga
harus disertai oleh partisipasi yang erat oleh berbagai pihak, terutama oleh
tenaga kesehatan seperti dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan,
dokter umum, perawat maupun bidan.
Ada beberapa faktor yang membuat sulit untuk menurunkan AKI dan
AKB, diantaranya keterlambatan dalam mengenal tanda bahaya di lingkungan
keluarga, terlambat di rujuk ke pelayanan kesehatan terdekat seperti rumah
sakit atau puskesmas karena masalah transportasi dan akses yang sulit serta
terlambat ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit. Untuk menekan angka
kematian ibu dan bayi, diperlukan peningkatan kualitas pelayanan bagi bayi
dan ibu hamil. Yang terpenting dalam meminimalisir angka kematian ibu dan
bayi itu adalah adanya interkoneksi pelayanan yang jelas dengan sistem
koordinasi yang baik antara dokter, bidan dan perawat.
Bidan muncul sebagai wanita yang terpercaya dalam mendampingi
dan menolong ibu melahirkan normal. Jika terdapat kelainan maka sang bidan
harus berkoordinasi dengan dokter untuk menentukan keputusan klinis bagi
pasien demi kesejahteraan ibu dan anak. Peran bidan di masyarakat sangat
dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi
semangat, membesarkan hati, mendampingi, serta menolong ibu melahirkan
dan kemudian dapat merawat bayinya dengan baik.
Secara garis besar peran bidan dalam peningkatan derajat kesehatan
ibu dan anak dibedakan menjadi empat, yaitu peran sebagai pelaksana,
kolaborasi, pengelola dan pendidik. Sebagai pelaksana, bidan bertugas untuk
menerapkan manajemen pada setiap asuhan kebidanan dari sejak awal
kehamilan, persalinan dan nifas. Manajemen yang baik meliputi pengkajian
status kesehatan ibu dan anak, menyusun dan melaksanakan tindakan sesuai
dengan masalah yang dihadapi kemudian mengevaluasi hasil tindakan yang
diberikan.
Asuhan kebidanan tidak hanya meliputi kehamilan, persalinan dan
nifas saja, namun bidan juga dapat memberikan asuhan kepada wanita usia
reproduktif yang membutuhkan konseling program keluarga berencana (KB).
Selain itu bidan juga berperan memberikan pelayanan pada wanita dalam
masa klimakterium dan menopause serta wanita dengan gangguan sistem
reproduksi. Berkaitan dengan peningkatan kualitas kesehatan anak, bidan
dapat memberikan pelayanan dasar kepada bayi baru lahir, balita, anak remaja
dan wanita pranikah.
Peran penting bidan lainnya adalah berkolaborasi dengan dokter
spesialis atau dokter umum pada kasus-kasus kebidanan pada ibu hamil
dengan risiko tinggi dan membutuhkan pertolongan pertama pada
kegawatdaruratan. Saat ini, penyebab tersering untuk kematian ibu adalah
perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksi. Untuk kasus yang
membutuhkan manajemen kompleks dan tindakan operatif, bidan dan dokter
harus berkolaborasi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.
Bidan juga berperan dalam tugas rujukan kasus kasus tertentu melalui
konsultasi kepada dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan
terutama untuk kasus kehamilan, persalinan dan nifas dengan penyulit. Selain
itu, bidan pun berperan sebagai pengelola, yakni mampu mengembangkan
pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu,
keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja dengan
melibatkan masyarakat. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan
program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan
kemampuan dukun bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang
berada di bawah bimbingan bidan. Jangan lupakan juga bahwa bidan pun
berperan sebagai pendidik.
Bidan dapat juga memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang masalah
penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan
pihak terkait kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana. Termasuk pula
melatih dan membimbing siswa bidan dan keperawatan pada institusi-institusi
pendidikan.
Maka dari itu tidak dapat dipungkiri, peran bidan sangatlah penting
dan vital dalam rangka meningkatan derajat kesehatan ibu dan anak di
Indonesia. Jadi peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan bidan di
pelayanan kesehatan primer akan juga meningkatkan kesehatan ibu dan anak
Indonesia.
5. Pogram KB
kesuksesan keluarga berencana berperan dalam pencapaian
sustainable development goals

Rabu, 27 Januari 2016 13:52 WIB


Keluarga Berencana
Pemenuhan kebutuhan akan alat kontrasepsi bisa menurunkan tingkat
kehamilan yang tidak diinginkan, kematian ibu hamil, melahirkan dan
kematian bayi yang menjadi target yang tercakup dalam Sustainable
Development Goals atau SDG's.

Keluarga Berencana berperan besar dalam pencapaian SDGs, ujar


Menteri Kesehatan dan Aksi Sosial Senegal, Dr. Awa Marie Coll-Seck di
sela-sela Pertemuan International Conference on Family Planning (ICFP)
2016 di Bali, Selasa (26/1/2016).

Jika bisa memperkuat program KB maka kita akan dapat membuat


perubahan pada SDGs, khususnya kesehatan dan gender. Dikatakannya, harus
memastikan untuk mencapai SDG ke 3, yaitu jaminan kesehatan universal.

"Kita harus bisa mengintegrasikan paket kontrasepsi minimal. Hal ini


lebih efisien dan membantu kita memastikan bahwa perempuan dapat
berkontribusi terhadap pencapaian SDG's sehingga bisa lebih maju dan
pertumbuhan ekonomi lebih baik," katanya.

Saat ini, Lebih dari 220 juta wanita di dunia ingin merencanakan keluarga dan
masa depan mereka tetapi tidak menggunakan metode kontrasepsi modern.
Menteri Keuangan, Bambang P Brodjonegoro mengatakan program keluarga
berencana telah banyak membantu pertumbuhan ekonomi. Ini membuat
Indonesia telah bertransformasi dari negara berpendapatan rendah menjadi
Negara berpendapatan menengah.

Dalam hal kebijakan dan jabatan saya sebagai Menteri Keuangan,


maka saya berkomitmen untuk menjadikan kesehatan, termasuk KB, sebagai
salah satu pilar penting dalam politik ekonomi, kata Bambang. ICFP menjadi
ajang komunitas KB dunia untuk membagi pengetahuan dan menyepakati
rencana ke depan yang bertema Global Commitments, Local Actions. ICFP
menyoroti kemajuan dan tantangan dalam pencapaian tujuan Family Planning
2020 (FP2020) untuk menyediakan akses sukarela terhadap kontrasepsi
berkualitas bagi 120 juta perempuan di seluruh dunia pada tahun 2020.

Diskusi yang berlangsung hari ini menekankan pentingnya investasi


global dan local dalam bidang pembangunan manusia dan kesehatan untuk
memenuhi kebutuhan KB dan mendorong pencapaian SDG's. Pembicara
kembali menekankan pentingnya investasi pada di bidang KB untuk kemajuan
secara ekonomi dan SDG's yang terkait kesehatan dan gender.

6. Kesimpulan
SDGs ini tidak terpisah dari MDGs, SDGs merupakan bentuk
penyempurnaan MDGs. SDGs merupakan kelanjutan dari apa yang sudah
dibangun pada MDGs (Millenium Development Goals). SDGs memiliki 5
pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan yang
ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri
kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim,
menurunkan AKI dan tercapainya program KB. Bidan muncul sebagai wanita
yang terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu melahirkan normal.
Jika terdapat kelainan maka sang bidan harus berkoordinasi dengan dokter
untuk menentukan keputusan klinis bagi pasien demi kesejahteraan ibu dan
anak. Peran bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati karena
tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati,
mendampingi, serta menolong ibu melahirkan dan kemudian dapat merawat
bayinya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Bappenas (2015). Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 2015-2019.


Jakarta: Bappenas
Bappenas. (2015). http://www.bappenas.go.id/berita-dan-siaran-pers/berita-harian-
bappenas/konsep-sdgs-kerangka-pembangunan-pasca-2015/.Retrieved
November 26, 2015, from www.bappenas.go.id.
Campbell, O.M.R. The Lancet Maternal Survival Series Steering Group : Maternal
Survival 2 : Strategies for Reducing Maternal Mortality : Getting on with
What Works. 2008. The Lancet 368. 1284-1299. 2. Liljestrand J. Reducing
Maternal and Neonatal Mortality : Can We Derive policy Guidance from
Developing Country Experiences. 2007.
International Journal of Gynaecology and Obstetrics 70.113-124 4.
Journal of Public Health Policy 25, 299-314. 3. Seneviratne HR, Rajapaksa IR. Safe
Motherhood in Worldwide and Midwife tasks. 2009.
Sekretariat MDGs. (2015, Oktober 12). sekretariatmdgs.or.id/. Retrieved November
26, 2015, from. United Nations. 2013. Sustainable Develoment Knowledge
Paltform. http://sustainabledevelopment.un.org/index.php?menu [ 20 Mei 2014].
World Health Organization. Maternal Mortality in 2000 : Estimated Developed by
WHO, UNICEF, UNF. 5. Ronsmans, Carine, Anne Marie H. Maternal
Mortality : Who, When, Where and Why. The Lancet 368. 1189-1200.

Anda mungkin juga menyukai