Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PRAKTIK PROFESIONAL BIDAN


PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN KETAHANAN DIRI (RESILIENCE)

DOSEN PENGAMPU : BD.GF. GUSTINA SIREGAR, SST, M.KES, CHT, CI


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I

 SEVEN GIRLS SIREGAR  TASYA NURIDAYANTI


 SITI MAYSAROH NASUTION  TIFANI HADI TRI WAHYUNI
 SOFYAH ISTIQOMAH  URNILASARI
FISABILILLAH  VITALIA KRISNAWATI
 SUARTU NINGSIH GIAWA
 SUCI BLEZINSKY  WARDIANA
 SUCI MAULIDA  YAYANG RAMADHA
 SURYANI MITRA DAMANIK SITORUS
 TASYA NEDIANA

INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA


FAKULTAS KEBIDANAN
SARJANA KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan
Kebidanan Pada Persalinan. Adapun makalah ini mengenai “Pengembangan
Kapasitas da Ketahanan Diri (Resilience)”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
mendukung dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, terutama
kepada ibuBd. GF. Gustina Siregar, SST, M. Kes, CHt, CI selaku dosen mata kuliah
Praktik Profesionalisme Bidan.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan karena faktor keterbatasan pengetahuan dari penyusun,
maka kami dengan senang hati menerima kritikan serta saran – saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Dan harapan kami sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan
makalah ini dapat dimanfaatkan bagi generasi mendatang, khususnya mahasiswi
Program Studi Kebidanan Institut Kesehatan Deli Husada Deli Tua.
Akhir kata, melalui kesempatan ini kami,penyusun makalah mengucapkan
banyak terima kasih.

Langkat, 06 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KataPengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 6
2.1. Pengertian Kapasitas dan Pengembangan Kapasitas ...................................... 6
2.2. Tujuan Pengembangan Kapasitas Diri ........................................................... 7
2.3. Pengembangan Kapasitas Diri ....................................................................... 8
2.4. Pengertian Resilience .................................................................................... 13
2.5. Karakteristik Individu yang Memiliki Kemampuan Resiliensi ....................... 13
2.6. Kemampuan-Kemampuan Dasar Resilience .................................................. 15
2.7. Fungsi Resilience .......................................................................................... 17
2.8. Tahapan Resilience ....................................................................................... 17
2.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resilience .............................................. 18
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 19
4.1. Kesimpulan ................................................................................................... 19
4.2. Saran ............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia dimuliakan oleh Allah SWT dengan predikat makhluk paling
sempurna. Manusia diciptakan dalam bentuk fisik terbaik dan kualitas lebih dari
makhluk-makhluk yang lain dengan anugerah berupa akal, hati nurani dan ruh
Ilahiah yang menyimpan potensi-potensi istimewa yang dapat menjamin
kelangsungan dan kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Manusia terdiri dari
unsur-unsur yang berpadu membentuk kepribadian. Pandangan tri determinan
tentang diri manusia dalam pandangan psikologi kini telah dilengkapi dengan
unsur/dimensi ruh (spiritual, jiwa, ruh (ciptaan) Ilahi) yang memberikan predikat
manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-spiritual. Pakar manajemen diri
Stephen R. Covey menggunakan istilah “paradigma pribadi utuh”, yakni
kepribadian yang terdiri dari empat dimensi meliputi tubuh (jasad), pikiran
(mental), hati (sosio-emosional), dan jiwa (spiritual). Sementara studi tentang diri
(kepribadian) manusia dalam islam meliputi tiga aspek utama yakni jasad, ruh,
dan nafs. Jasad adalah aspek biologis manusia, ruh adalah aspek psikologis,
sedangkan nafs adalah aspek psikofisik yang merupakan sinergi antara jasad dan
ruh.
Selain unsur-unsur kepribadian, manusia adalah makhluk berkehendak yang
memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri setingi-tingginya atau
menjerumuskan diri serendah-rendahnya. Karena itu, manusia juga diberi
kemampuan untuk memahami dirinya sendiri dan aktif mengembangkan serta
memimpin dirinya kepada perbaikan dan kemajuan hidup. Manusia memiliki
otoritas atas kehidupannya, makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif, yang
dapat menentukan (hampir) segalanya. Ia adalah makhluk yang dijuluki the self
determining being yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang
diinginkannya dan cara-cara untuk mencapainya.
Setiap manusia dengan kepribadiannya adalah pemimpin bagi dirinya.
Dalam menjalani proses kehidupan, manusia dipandu oleh empat perangkat

1
petunjuk secara bertingkat, yaitu insting, panca indra, akal dan wahyu. Dengan
instingnya, manusia dapat mengetahui kapan dirinya membutuhkan air, makanan,
dan kapan beristirahat, yaitu melalui petunjuk perasaan haus, lapar, dan
kelelahan. Dengan panca indra, manusia dapat membedakan sifatsifat benda
melalui penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran, dan rasa. Kedua jenis
perangkat ini dimiliki oleh manusia dan hewan. Perbedaannya ada pada tingkatan
akal dan wahyu yang dikhususkan untuk manusia.
Manusia dengan akalnya dapat membedakan sesuatu yang baik dan tidak
baik, dapat mengelola alam dan mengatasi kesulitan yang dialaminya. Namun
dengan akal saja, manusia tidak sanggup menemukan kebenaran, kebaikan, dan
keindahan. Ketika kemampuan akal tidak lagi menjamin manusia mendapatkan
kehidupan yang nyaman dalam kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia, Allah
SWT memberikan perangkat lain sebagai petunjuk berupa wahyu, yakni Al-
Quran dan sunnah. Efektif tidaknya kualitas wahyu berlaku sebagai petunjuk
sangat tergantung kepada kualitas keimanan dan ketakwaan yang dimiliki
seseorang. Bagi orang yang beriman, wahyu yang termanifestasikan dalam
agama adalah petunjuk hidup yang sempurna yang akan mengantarkan kepada
kebermaknaan hidup dan kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun akhirat.
Hasrat untuk hidup bahagia sebagai motivasi utama yang mengarahkan
seluruh aktivitas hidup manusia kepada tujuan dan nilai-nilai yang bermakna,
serta pernyataan bahwa kebahagiaan merupakan ganjaran dari keberhasilan
memenuhi arti dan tujuan hidup, sejalan dengan pernyataanpernyataan dalam
ajaran islam bahwa manusia mendapatkan pahala atas amal sholeh yang
dikerjakannya. Kebahagiaan manusia ditentukan oleh perasaan ketersambungan
dengan tujuan hidup, dengan masyarakat, dengan hal-hal spiritual, dengan apa
saja yang bermakna. Kebahagiaan dapat diusahakan. Karena kebahagiaan
terletak pada pilihan pribadi, maka secara moral manusia harus memilih bahagia.
Kebahagiaan adalah kewajiban moral dan juga agama.

2
Para ahli psikologi pertumbuhan percaya terhadap kapasitas manusia untuk
memperluas, memperkaya, mengembangkan dan memenuhi diri, menjadi sesuatu
berdasarkan kemampuan terbaiknya. Manusia perlu memperjuangkan tingkat
pertumbuhan (kepribadian) yang lebih maju sehingga dapat merealisasikan
semua potensinya. Namun demikian, walaupun seseorang sanggup
mengambangkan potensinya, belum tentu ia telah memenuhi makna hidupnya.
Makna tidak terletak dalam diri, tetapi berada di dunia luar. Seseorang harus
menemukan makna dengan berani menghadapi tantangan dunia luar.
Kemampuan (ketahanan) seseorang dalam menghadapi kesulitan, tantangan,
keputusasaan, keterpurukan, dan kegagalan adalah penentu dan pembeda antara
manusia yang sukses dengan yang tidak.
Di zaman ini, krisis yang sangat membahayakan bagi eksistensi manusia
adalah krisis kepribadian. Banyak orang menjalani hidup yang kurang bermakna,
kontraproduktif, terasing, rentan distres, patologis serta fatalis. Kondisi ini
menggambarkan ketiadaan makna, tujuan, arah dan ketiadaan keterlibatan. Lazim
juga disebut kehampaan eksistensial. Kehampaan eksistensial ditandai oleh
kebosanan, kehampaan, ketiadaan tujuan, dan tidak peduli terhadap apa yang
dilakukan dalam hidup. Penderitan manusia masa kini adalah hasil dari
keterpisahan dunia spiritual dengan dunia luar. Kehilangan makna tersebut
muncul dalam bentuk perasaan bahwa tidak ada atau tak seorang pun di luar sana
yang membimbing. Oleh sebab itu, manusia membutuhkan sebuah
acuan/bimbingan untuk memngembangkan dirinya (kepribadian) yang dapat
mengarahkan kepada kehidupan bahagia dan bermakna berdasarkan fitrahnya.
Pengembangan kepribadian merupakan kebutuhan manusia yang sangat
penting. Membangun dan mengembangkan kepribadian yang ideal, sehat dan
tangguh, sangat ditentukan oleh kesadaran, motivasi intrinsik, dan metode
pengembangan kepribadian yang tepat. Pengembangan kepribadian sebenarnya
merupakan pembaruan diri berlandaskan motivasi untuk mencapai tujuan. Dalam
perspektif psikologi perkembangan, pengembangan diri berhubungan dengan
potensi-potensi diri yang dioptimalkan secara efektif dan kontinu. Potensi adalah

3
modal manusia untuk tumbuh dan berkembang secara luar biasa jika dapat
dideteksi, dimotivasi dan dikembangkan atau diaktualisasikan dalam kehidupan
nyata.
Dalam perspektif psikologi kepribadian, tujuan utama dari beragam metode
(upaya) pengembangan diri adalah untuk membentuk kepribadian yang sehat.
Para pakar psikologi kepribadian memiliki konsepsinya sendiri tentang sosok
kepribadian yang sehat. Jung menggunakan istilah pribadi yang “terindividuasi”,
Allport menggunakan istilah pribadi yang “matang”, Rogers menggambarkan
sebagai pribadi yang “berfungsi sepenuhnya”, Fromm dengan konsep pribadi
“produktif”, Maslow dengan konsep pribadi yang “mengaktualisasikan diri”,
sedangkan Frankl dengan konsep pribadi “mengatasi diri / pribadi bermakna”,
serta konsep-konsep kepribadian sehat lainnya. Dalam kajian psikologi telah
dikenal beragam pelatihan dan metode pengembangan kepribadian, baik yang
dilakukan secara mandiri dengan memfungsikan perenungan diri (solo training)
atau pendekatan melalui dinamika kelompok (group training) dibawah arahan
profesional seperti psikolog, konselor, atau trainer.
Pelayanan publik merupakan salah satu fungsi penting pemerintah yang
memiliki makna luas karena menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat
yang beraneka ragam kepentingan dan kebutuhannya. Pemberian pelayanan
publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat diharapkan dapat diterima
dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut harus sesuai standar
biaya pelayanan yang relatif murah dengan kualitas yang baik dan dapat
menjangkau keseluruh daerah khususnya daerah terpencil yang sering kali
kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Seiring dengan perkembangan zaman pola pikir masyarakat dalam
pelayanan publik lebih menyukai dalam hal khususnya yang bersifat cepat,
terjangkau dan berkualitas. Tuntutan masyarakat akan pemenuhan kebutuhanya,
mengharuskan pemerintah mampu memberikan pelayanan yang baik. Banyak
masalah terkait dengan pelayanan publik diantaranya adalah ketidakpastian
waktu, biaya dan cara pemberian pelayanan kepada masyarakat dan lain

4
sebagainya yang menyebabkan masyarakat tidak mendapatkan kepuasan
sehingga menjadikan kualitas pelayanan buruk. Hal tersebut sangat diperlukan
peningkatan kemampuan pemerintah yang berkompeten dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat sehingga dibutuhkan adanya pengembangan
kapasitas (capacity building). Pengembangan kapasitas merupakan bagian
penting di berbagai aspek kehidupan, salah satunya didalam instansi
pemerintahan, pengembangan kapasitas penting untuk meningkatkan
kemampuan atau menjadikan lebih baik kinerja tenaga kesehatan dalam
menjalankan tugasnya dalam memberikan pelayanan publik.
Oleh karena itu, penting untuk melaksanakan Capacity Building dengan
tujuan memperbaiki kinerja tenaga kesehatan yang akan berpengaruh terhadap
pelayanan publik. Penguatan kapasitas kelembagaan dimaksudkan untuk dapat
dilakukan dalam seluruh lini dari mulai komponen yang paling kecil sampai pada
komponen sistem yang pada akhirnya bertujuan untuk menciptakan kesehatan
yang baik dan berkualitas. Dan yang menjadi hal penting bagaimana agar
penguatan kapasitas ini dapat ditata dan diimplementasikan dalam seluruh lini
melihat kompleksitas dimensi dan tingkatan dari penguatan kapasitas pada kajian
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan kapasitas diri dan ketahanan diri?
 Apa saja faktor yang mempengaruhi kapasiyas diri dan ketahanan diri?
 Bagaimana cara mengembangkan kapasitas diri dan ketahanan diri?
1.3. Tujuan
 Mengetahui apa yang dimaksud dengan kapasitas diri dan ketahanan diri.
 Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi kapasiyas diri dan ketahanan
diri.
 Mengetahui bagaimana cara mengembangkan kapasitas diri dan ketahanan
diri.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kapasitas Dan Pengembangan Kapasitas
Pengembangan kapasitas (capacity development) adalah sebuah pendekatan
yang pada masa sekarang ini secara luas digunakan dalam pembangunan
masyarakat (community development). Istilah pengembangan kapasitas telah
digunakan sejak tahun 1990an oleh negara-negara donor untuk memperbaiki
kapasitas negara partner (negara yang mendapat bantuan). Untuk memahami
konsep pengembangan kapasitas kita terlebih dahulu perlu memahami pengertian
kapasitas.
Kata kapasitas sering digunakan ketika kita berbicara tentang peningkatan
kemampuan seseorang, ketika kita memperoleh sertifikasi, mengikuti pelatihan
atau mengikuti pendidikan (JICA, 2004). Dalam pengertian yang lebih luas, yang
sekarang digunakan dalam pembangunan masyarakat, kapasitas tidak hanya
berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan individu, tetapi juga dengan
kemampuan organisasi untuk mencapai misinya secara efektif dan kemampuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang.
Kebanyakan literatur mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan umum
untuk melaksanakan sesuatu. UNDP mendefinisikan kapasitas sebagai
kemampuan (kemampuan memecahkan masalah) yang dimiliki seseorang,
organisasi, lembaga, dan Setelah mempelajari Bab ini, peserta diharapkan
mampu memahami dan menjelaskan Pengertian kapasitas dan Pengembangan
Kapasitas, Tujuan Pengembangan Kapasitas masyarakat untuk secara perorangan
atau secara kolektif melaksanakan fungsi, memecahkan masalah, serta
menetapkan dan mencapai tujuan (UNDP, 2006).
Menurut Uni Eropa pengembangan kapasitas adalah proses yang dialami
oleh individu, kelompok dan organisasi untuk memperbaiki kemampuan mereka
dalam melaksanakan fungsi mereka dan mencapai hasil yang diinginkan
(Morgan, 2004). Dari pengertian ini kita dapat memberi penekanan pada dua hal
penting: 1) pengembangan kapasitas sebagian besar berupa proses pertumbuhan

6
dan pengembangan internal, dan 2) upaya-upaya pengembangan kapasitas
haruslah berorientasi pada hasil.
United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan
pengembangan kapasitas sebagai suatu proses yang dialami oleh individu,
kelompok, organisasi, lembaga dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan
mereka agar dapat: 1) melaksanakan fungsi-fungsi essensial, memecahkan
masalah, menetapkan dan mencapai tujuan, dan 2) mengerti dan menangani
kebutuhan pengembangan diri mereka dalam suatu lingkungan yang lebih luas
secara berkelanjutan (CIDA, 2000).
Jika kita dalami semua pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa
pengembangan masyarakat merupakan suatu proses yang terjadi di dalam
masyarakat itu sendiri (endogenous process). Kita, sebagai pihak luar tidak dapat
mengembangkan orang-orang, organisasi, atau masyarakat, namun orang-orang,
organisasi atau masyarakat itu sendirilah yang dapat mengembangkan diri
mereka. Kita hanya dapat mendukung mereka dengan cara memfasilitasi proses
untuk mempercepat perkembangan mereka, serta membantu mereka menemukan
akses terhadap sumberdaya dan input yang mereka butuhkan. Dengan demikian,
secara singkat ”pengembangan kapasitas dapat diartikan sebagai suatu proses
dimana orang-orang, 6 organisasi, dan masyarakat secara keseluruhan
mengeluarkan, memperkuat, menciptakan, mengadaptasikan dan memelihara
kemampuan mereka seiring dengan berjalannya waktu.” Pengembangan
kapasitas bukanlah sesuatu yang instant. Pengembangan kapasitas merupakan
suatu proses yang berlangsung dalam waktu panjang dan bisa dilakukan secara
bertahap.
2.2. Tujuan Pengembangan Kapasitas Diri
Salah satu faktor kunci dalam pengembangan kapasitas adalah pembelajaran.
Pembelajaran terjadi pada tingkat individu, tingkat organisasi dan tingkat
masyarakat. Pengembangan kapasitas adalah suatu proses yang berlangsung
dalam jangka panjang secara berkesinambungan dimana orang-orang belajar
untuk lebih capable (lebih mampu melaksanakan pekerjaannya). Mereka belajar

7
agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, dan mengubah perilaku
mereka untuk mencapai tujuan mereka, yakni memperbaiki kualitas hidup.
Dalam pengembangan kapasitas kita tidak dapat memandang orang sebagai
sebuah gelas kosong. Kita tahu bahwa mereka, baik sebagai perorangan maupun
sebagai kelompok, memiliki pengalaman hidup yang dapat menjadi sebuah
sumber yang kaya bagi proses pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan
untuk menetapkan tujuan-tujuan mereka sendiri. Dalam diri mereka telah ada
kemampuan yang mungkin untuk dikembangkan. Kita tentu saja perlu
memperhatikan semua hal ini.
Dalam mengembangkan kapasitas individu, kelompok, organisasi atau
masyarakat, kita tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan, keterampilan
atau sikap, namun kita berbagi dengan mereka. Dalam proses pengembangan
kapasitas kita tidaklah mengubah kemampuan mereka dengan hanya menambah
atau mengganti kemampuan yang sudah mereka miliki, namun yang kita lakukan
melalui proses berbagi tersebut adalah menciptakan suatu pengetahuan,
keterampilan atau sikap yang baru, yang dikembangkan dari apa yang telah
mereka miliki. Dalam proses pengembangan kapasitas di bidang tertentu setiap
orang belajar bersama, dan terbuka kemungkinan dalam proses ini mereka juga
memperoleh input dari orang-orang yang ahli dalam bidang yang dikembangkan
tersebut.
2.3. Pengembangan Kapasitas Diri
1. Berpikir Positif
Berpikir positif merupakan sikap mental yang melibatkan proses
memasukan pikiran-pikiran, kata-kata, dan gambaran-gambaran yang
konstruktif (membangun) bagi perkembangan pikiran anda. Pikiran positif
menghadirkan kebahagiaan, sukacita, kesehatan, serta kesuksesan dalam
setiap situasi dan tindakan anda. Apapun yang pikiran anda harapkan, pikiran
positif akan mewujudkannya. Jadi berpikir positif juga merupakan sikap
mental yang mengharapkan hasil yang baik serta menguntungkan.

8
2. Percaya Diri
Pengertian Kepercayaan Diri. Dalam bahasa gaul harian, pede yang kita
maksudkan adalah percaya diri. Semua orang sebenarnya punya masalah
dengan istilah yang satu ini. Ada orang yang merasa telah kehilangan rasa
kepercayaan diri di hampir keseluruhan wilayah hidupnya. Mungkin terkait
dengan soal krisis diri, depresi, hilang kendali, merasa tak berdaya menatap
sisi cerah masa depan, dan lain-lain. Ada juga orang yang merasa belum
pede/percaya diri dengan apa yang dilakukannya atau dengan apa yang
ditekuninya.
Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling
(2005:87), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang
yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan
sesuatu tindakan. Orang 28 yang tidak percaya diri memiliki konsep diri
negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.
c. Macam-Macam Percaya Diri Kalau melihat ke literatur lainnya, ada
beberapa istilah yang terkait dengan persoalan pede/percaya diri yaitu ada
empat macam, yaitu :
1. Self-concept : bagaiman Anda menyimpulkan diri anda secara keseluruhan,
bagaimana Anda melihat potret diri Anda secara keseluruhan, bagaimana
Anda mengkonsepsikan diri anda secara keseluruhan.
2. Self-esteem : sejauh mana Anda punya perasaan positif terhadap diri Anda,
sejauhmana Anda punya sesuatu yang Anda rasakan bernilai atau berharga
dari diri Anda, sejauh mana Anda meyakini adanya sesuatu yang bernilai,
bermartabat atau berharga di dalam diri Anda.
3. Self efficacy : sejauh mana Anda punya keyakinan atas kapasitas yang
Anda miliki untuk bisa menjalankan tugas atau menangani persoalan
dengan hasil yang bagus (to succeed). Ini yang disebut dengan general self-
efficacy. Atau juga, sejauhmana Anda meyakini kapasitas anda di bidang
anda dalam menangani urusan tertentu. Ini yang disebut dengan specific
self-efficacy.

9
4. Self-confidence: sejauhmana Anda punya keyakinan terhadap penilaian
Anda atas kemampuan Anda dan sejauh mana Anda bisa merasakan adanya
“kepantasan” untuk berhasil. Self confidence itu adalah kombinasi dari self
esteem dan self-efficacy (James Neill, 2005)
Akibat Kurang Percaya Diri Ketika ini dikaitkan dengan praktek hidup
sehari-hari, orang yang memiliki kepercayaan diri rendah atau telah
kehilangan kepercayaan, cenderung merasa / bersikap sebagai berikut :
1) Tidak memiliki sesuatu (keinginan, tujuan, target) yang diperjuangkan
secara sungguh sungguh.
2) Tidak memiliki keputusan melangkah yang decissive (ngambang)
3) Mudah frustasi atau give-up ketika menghadapi masalah atau kesulitan
4) Kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah-setengah
5) Sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab
(tidak optimal)
6) Canggung dalam menghadapi orang
7) Tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan
mendengarkan yang meyakinkan
8) Sering memiliki harapan yang tidak realistis
9) Terlalu perfeksionis
10)Terlalu sensitif (perasa)
3. Manajemen Stress
Stress merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stress
terjadi karena antara 32 keinginan dan harapan tidak sesuai. Stressor atau
penyebab stress sendiri bisa terjadi karena 3 faktor yaitu:
1. Faktor eksternal atau lingkungan
2. Faktor internal (psikologis)
3. Faktor biologis Jika stress pada individu tidak tertangani maka bukan tidak
mungkin stress tersebut akan membuat orang menjadi frustasi.
Tingkatan stress pada individu satu sama lain pasti berbeda, individual
differences tersebut yaitu adanya faktor jenis kelamin, usia, tingkah laku,

10
intelegensi, afeksi, budaya, dll. Karena stress adalah hal yang alamiah maka
bukanlah ketakutan berlebihan yang harus terjadi ketika stress datang. Malah
kita harus menjadikan stress sebagai tantangan untuk kita agar kita bisa
mengelola stress itu dengan baik karena jika stress bisa dikelola dengan baik,
stress tersebut akan bisa menjadi bermanfaat untuk kehidupan kita. Cara
mengatasi stress biasa disebut dengan Coping Stress.
Jenis – Jenis Coping Stress
Menurut Lazarus dan Folkman, ada 2 jenis strategi coping stres, yaitu :
1. Emotional-Focused Coping Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol
terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam
pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman
(1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan
Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa
stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi. Berikut adalah aspek-
aspeknya:
a. Self Control, merupakan suatu bentukdalam penyelesaian masalah
dengan cara mengendalikan dri, menahan diri, mengatur perasaan,
maksudnya selalu teliti dan tidak tergesa dalam mengambil tindakan.
b. Seeking Social Support (For Emotional Reason), adalah suatu cara yang
dilakukan individu dalam menghadap masalahnya dengan cara mencari
dukungan sosial pada keluarga atau lingkungan sekitar, bisa berupa
simpati dan perhatian.
c. Positive Reinterpretation, respon dari suatu individu dengan cara
merubah dan mengembangkan dalam kepribadiannya, atau mencoba
mengambil pandangan positif dari sebuah masalah (hikmah),
d. Acceptance, berserah diri, individu menerima apa yang terjadi padanya
atau pasrah, karena dia sudah beranggapan tiada hal yang bisa
dilakukannya lagi untuk memecahkan masalahnya.

11
e. Denial (avoidance), pengingkaran, suatu cara individu dengan berusaha
menyanggah dan mengingkari dan melupakan masalah-masalah yang
ada pada dirinya
2. Problem-Focused Coping, Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak
dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk
menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa
individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping ketika individu
memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah. Aspekaspek yang
digunakan individu, yaitu :
a. Distancing , ini adalah suatu bentuk coping yang sering kita temui, yaitu
usaha untuk menghindar dari permasalahan dan menutupinya dengan
pandangan yang positf, dan seperti menganggap remeh/lelucon suatu
masalah .
b. Planful Problem Solving, atau perencanaan, individu membentuk suatu
strategi dan perencanaan menghilangkan dan mengatasi stress, dengan
melibatkan tindakan yang teliti, berhati-hati, bertahap dan analitis. c.
Positive Reapraisal, yaitu usah untuk mencar makna positif dari
permasalahan dengan pengembangan diri, dan stategi ini terkadang
melibatkan hal-hal religi.
d. Self Control, merupakan suatu bentukdalam penyelesaian masalah
dengan cara menahan diri, mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti
dan tidak tergesa dalam mengambil tindakan.
e. Escape, usaha untuk menghilangkan stress dengan melarikan diri dari
masalah, dan beralih pada hal-hal lain, seperti merokok, narkoba, makan
banyak dll.
4. Manajemen Waktu
Manajemen waktu adalah kemampuan untuk mengalokasikan waktu dan
sumber daya (yang terbatas) untuk mencapai tujuan yang kita kehendaki.
Untuk dapat memanajemen waktu yang tepat, kita harus cermat dalam

12
mengatur porsi baik untuk beribadah (untuk Tuhan), untuk diri sendiri, untuk
bekerja, bahkan untuk kegiatan sosial yang lain.
2.4. Pengertian Resiliensi
Secara bahasa, resiliensi merupakan istilah yang berasal dari bahasa
inggris dari kata resilience yang artinya daya pegas, daya kenyal atau
kegembiaraan (John Echols., Hasan Shadily. 2003: 480).
Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block (dalam klohnen,
1996) dengan nama ego-resillience yang diartikan sebagai kemampuan umum
yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat
dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Menurut R-G Reed
(dalam Nurinayanti dan Atiudina, 2011: 93) mendefinisikan resiliensi sebagai
kapasitas atau kemampuan untuk beradaptasi secara positif dalam mengatasi
permasalahan hidup yang signifikan.
Resiliensi merupakan konstruk psikologi yang diajukan oleh para ahli
behavioral dalam rangka usaha untuk mengetahui, mendefinisikan dan
mengukur kapasitas individu untuk tetap bertahan dan berkembang pada
kondisi yang menekan (adverse conditions) dan untuk mengetahui
kemampuan individu untuk kembali pulih (recovery) dari kondisi tekanan
(McCubbin,2001:2)
2.5. Karakteristik Individu yang Memiliki Kemampuan Resiliensi
Menurut Wolin dan Wolin (1999), terdapat tujuh karakteristik utama yang
dimiliki oleh individu resilien. Karakteristik inilah yang membuat individu
mampu beradaptasi dengan baik saat menghadapi masalah, mengatasi
berbagai hambatan, serta mengembangkan potensi yang dimilikinya secara
maksimal, yaitu (Kartika, Dewindra Ayu, 2011):
a. Insight
Insight adalah kemampuan mental untuk bertanya pada diri sendiri dan
menjawab dengan jujur. Hal ini untuk membantu individu untuk dapat
memahami diri sendiri dan orang lain, serta dapat menyesuaikan diri dalam
berbagai situasi.

13
b. Kemandirian
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional
maupun fisik dari sumber masalah dalam hidup seseorang. Kemandirian
melibatkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara jujur pada diri
sendiri dan peduli pada orang lain.
c. Hubungan
Seorang yang resilien dapat mengembangkan hubungan yang jujur, saling
mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, atau memiliki role model yang
sehat.
d. Inisiatif
Inisiatif melibatkan keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab atas
kehidupan sendiri atau masalah yang dihadapi. Individu yang resilien bersikap
proaktif bukan reaktif bertanggung jawab dalam pemecahan masalah, selalu
berusaha memperbaiki diri ataupun situasi yang dapat diubah serta
meningkatkan kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang tidak dapat
diubah.
e. Kreativitas
Kreativitas melibatkan kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi
dan alternative dalam menghadapi tantangan hidup. Individu yang resilien
tidak terlibat dalam perilaku negatif sebab ia mampu mempertimbangkan
konsekuensi dari setiap perilaku dan membuat keputusan yang benar.
Kreativitas juga melibatkan daya imajinasi yang dugunakan untuk
mengekspresikan diri dalam seni, serta membuat seseorang mampu
menghibur dirinya sendiri saat menghadapi kesulitan.
f. Humor
Humor adalah kemampuan untuk melihat sisi terang dari kehidupan,
menertawakan diri sendiri dan menemukan kebahagiaan dalam situasiapapun.
Individu yang resilien menggnakan rasa humornya untuk memandang
tantangan hidup dengan cara yang baru dan lebih ringan.
g. Moralitas

14
Moralitas atau orientasi pada nilai-nilai ditandai dengan keinginan untuk
hidup secara baik dan produktif. Individu yang resilien dapatmengevaluasi
berbagai hal dan membuat keputusan yang tepat tanp rasa takut akan pendapat
orang lain. Mereka juga dapat mengatasi kepentingan diri sendiri dalam
membantu orang lain yang membutuhkan.
2.6. Kemampuan-Kemampuan Dasar Resiliensi
Menurut reivich dan Shatte (2002) terdapat tujuh kemampuan yang
membentuk resiliensi dan hampir tidak ada satupun individu yang secara
keseluruhan memiliki kemampuan tersebut dengan baik, yaitu sebagai
berikut:
a. Regulasi Emosi
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi
yang menekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki
kemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan dalam membangun
dan menjaga hubungan dengan orang lain. Semakin kita terisolasi dengan
kemarahan maka kita akan menjadi orang yang pemarah.
b. Pengendalian impuls.
Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan
keinginan, dorongan, kesukaan serta tekanan yang muncul dalam diri
seseorang. Individu yang memiliki kemampuan pengendalian diri yang
rendah, cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya
mengendalikan pikiran dan perlaku mereka.
c. Optimisme
Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Optimisme adalah
seseorang melihat bahwa masa depannya cemerlang dan bahagia. Optimism
yang dimiliki oleh seorang individu menandakan bahwa individu tersebut
yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang
mungkin terjadi di masa depan. Hal ini juga merefleksikan self efficacy yang
dimiliki oleh seorang individu, yaitu kepercayaan individu bahwa ia dapat
menyelesaiakan permasalahan yang ada dan mampu mengendalikan hidupnya.

15
d. Analisis Penyebab Masalah
Causal analysis adalah kemampuan individu untuk mengidentifikasikan
masalah secara akurat dari permasalahan yang dihadapinya. Selingman
mengungkapkan sebuah konsep yang berhubungan erat dengan analisis
penyebab masalah yaitu gaya berfikir eksplanatory. Gaya berfikir
eksplanatory adalah cara yang biasa digunakan individu untuk menjelaskan
sesuatu hal itu baik dan buruk yang terjadi pada dirinya. emakin menjadi
seorang pemarah.
e. Empati
Empati mengaitkan bagaimana individu mampu membaca tanda-tanda
kondisi emosional dan psikologis orang lain. Beberapa individu memiliki
kemampuan dalam menginterpretasikan bahasa-bahasa non verbal yang
ditunjukkan oleh orang lain, seperti ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa
tubuh dan menangkap apa yang dipikirkan atau dirasakan orang lain.
f. Efikasi Diri
Efikasi diri (Revich, K., & Shatte, A. 2002 : 45) adalah sebuah
keyakinan bahwa individu mampu memecahkan dan menghadapi masalah
yang dialami secara efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri
mampu, berhasil dan sukses.
g. Reaching out
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa resiliensi bukan
hanya seorang individu yang memiliki kemampuan untuk mengatasi
kemalangan dan bangkit dari keterpurukan, namun lebih dari itu resiliensi
juga merupakan kapasitas individu meraih aspek positif dari sebuah
keterpurukan yang terjadi dalam dirinya (Revich, K., & Shatte, A. 2002 :
46).

16
2.7. Fungsi Resiliensi
Rutter (dalam Yulia Sholichatun. 2012)mengungkapkan, ada empat fungsi
resiliensi, yaitu:
a. Untuk mengurangi resiko mengalami konsekuensi-konsekuansi negative
setelah adanya kejadian hidup yang menekan.
b. Mengurangi kemungkinan munculnya rantai reaksi yang negatif setelah
peristiwa hidup yang menekan.
c. Membantu menjaga harga diri dan rasa mampu diri .
d. Meningkatkan kesempatan untuk berkembang.
2.8. Tahapan Resiliensi
O’Leary dan Ickovics (dalam Coulson) menyebutkan empat tahapan yang
terjadi ketika seseorang mengalami situasi dari kondisi yang menekan
(significant adversity) antara lain yaitu (Coulson, R.2006 : 5) :
a. Mengalah
Yaitu kondisi yang menurun dimana individu mengalah atau menyerah
setelah menghadapi suatu ancaman atau keadaan yang menekan. Level ini
merupakan kondisi ketika individu menemukan atau mengalami
kemalangan yang terlalu berat bagi mereka.
a. Bertahan (survival)
Pada tahapan ini individu tidak dapat meraih atau mengembalikan fungsi
psikologis dan emosi positif setelah dari kondisi yang menekan. Efek dari
pengalaman yang menekan membuat individu gagal untuk kembali
berfungsi secara wajar.
b. Pemulihan (Recovery)
Yaitu kondisi ketika individu mampu pulih kembali pada fungsi psikologis
dan emosi secara wajar dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang
menekan, walaupun masih menyisihkan efek dari perasaan negatif yang
dialaminya. Dengan begitu, individu dapat kembali beraktifitas untuk
menjalani kehidupan sehari-harinya, mereka juga mampu menunjukkan diri
mereka sebagai individu yang resilien.

17
c. Berkembang Pesat (Thriving)
Pada tahapan ini, individu tidak hanya mampu kembali pada tahapan fungsi
sebelumnya, namun mereka mampu melampaui level ini pada beberapa
respek. Pengalaman yang dialami individu menjadikan mereka mampu
mengahdapi dan mengatasi kondisi yang menekan, bahakan menantang
hidup untuk membuat individu menjadi lebih baik.
2.9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi
a. Tempramen
Tempramen adalah pembawaan individu yang bereaksi (Ashari. 1996: 692).
Tempramen mempengaruhi bagaimana seorang individu bereaksi terhadap
rangsangan.
b. Inteligensi
Inteligensi berasal dari bahasa inggris dari kata intelligence yang diartikan
sebagai keampuan untuk bertemu dan menyesuaikan pada situasi secara cepat
dan efektif (Ashari. 1996: 296).Inteligensi juga dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk memanfaatkann konsep-konsep abstrak.
c. Budaya
secara Budaya Perbedaan budaya merupakan faktor yang membatasi
dinamika yang berbeda dalam mempromosikan resiliensi.
d. Usia
Usia anak mempengaruhi dalam kemampuan resiliensi. Anak-anak yang
lebih muda (di bawah usia delapan tahun) lebih tergantung pada sumber-
efektif (Ashari. 1996: 296).
e. Gender
Perbedaan gender mempengaruhi dalam perkembangan resiliensi.

18
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengembangan kapasitas (capacity development) adalah sebuah pendekatan
yang pada masa sekarang ini secara luas digunakan dalam pembangunan
masyarakat (community development). Istilah pengembangan kapasitas telah
digunakan sejak tahun 1990an oleh negara-negara donor untuk memperbaiki
kapasitas negara partner (negara yang mendapat bantuan). Untuk memahami
konsep pengembangan kapasitas kita terlebih dahulu perlu memahami pengertian
kapasitas.
Resiliensi merupakan konstruk psikologi yang diajukan oleh para ahli
behavioral dalam rangka usaha untuk mengetahui, mendefinisikan dan
mengukur kapasitas individu untuk tetap bertahan dan berkembang pada
kondisi yang menekan (adverse conditions) dan untuk mengetahui
kemampuan individu untuk kembali pulih (recovery) dari kondisi tekanan
(McCubbin,2001:2)
3.2. Saran
Dengan terselesaikannya makalah tentang Pengembangan kapasitas dan
ketahan diri (resilience) ini maka sebaiknya para bidan diharapkan mampu
membangun kepribadian yang baik dengan mengembangkan kapasitas dan
ketahanan diri untuk menjadi bidan yang profesional. Penulis menyadari bahwa
makalah yang telah kami tulis memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis berharap agar para pembaca terutama para
mahasiswa dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini sehingga manfaat dari makalah ini dapat diperoleh
dan diterapkan dalam kehidupan.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.researchgate.net/publication/329522617_PENGEMBANGAN_KAPASI
TAS_CAPACITY_BUILDING_KELEMBAGAAN_DAERAH_DALAM_MENING
KATKAN_KUALITAS_PELAYANAN_PUBLIK_DI_ERA_REVOLUSI_INDUST
RI_40
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/1108/1/Cover_Bab%20I_Bab%20V_Daftar%2
0Pustaka.pdf
https://docplayer.info/58858787-Modul-pengembangan-kapasitas-diri.html
http://etheses.uin-malang.ac.id/1534/6/10410142_Bab_2.pdf
http://etheses.uin-malang.ac.id/1749/6/09410177_Bab_2.pdf
http://eprints.undip.ac.id/72815/2/Bab_I.pdf

20
21
22
23

Anda mungkin juga menyukai