1.Aspek Kepercayaan
Kehidupan manusia purba pada masa awal sudah mengenal adanya kekuatan besar di alam semesta
selain kekuatan individu. Hal tersebut kemudian mendorong munculnya kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, dan totenisme.
Kepercayaan manusia terus berkembang hingga mulai mengenal beberapa agama seperti Hindu,
Buddha, Kristen, dan Islam.
Manusia zaman modern memilih untuk hidup secara berkelompok daripada secara individu. Hal
tersebut dilakukan untuk mempermudah terwujudnya tujuan hidup serta terjadinya stabilitas keamanan
dalam masyarakat. Kebudayaan hidup secara berkelompok sudah dilakukan manusia purba sejak masa
bercocok tanam.
2. Aspek sosial
manusia zaman modern memilih untuk hidup secara berkelompok daripada secara individu. Hal
tersebut dilakukan untuk mempermudah terwujudnya tujuan hidup serta terjadinya stabilitas keamanan
dalam masyarakat. Kebudayaan hidup secara berkelompok sudah dilakukan manusia purba sejak masa
bercocok tanam.
3. Aspek budaya
zaman modern memunculkan hasil kebudayaan dalam berbagai bentuk seperti gambaran, lukisan,
tarian, nyanyian, cerita dan lainnya. Pada masa mengumpulkan makanan, manusia purba sudah
menghasilkan lukisan dalam gua berbentuk cap-cap tangan dan bentuk hewan. Hal tersebut merupakan
bukti perkembangan awal peradaban manusia yang menjadi semakin kompleks pada masa kini.
4. Aspek teknologi
manusia sejak awal peradabannya sudah mulai menggunakan alat dari batu dan tulang untuk
mempermudah kehidupannya seperti berburu dan melindungi diri. Hal tersebut merupakan cikal bakal
berkembangnya teknologi masyarakat masa kini yang sudah dapat menghasilkan berbagai alat
menggunakan teknologi canggih seperti ponsel pintar.
Globalisasi memperlihatkan dua dimensi yakni,
PEREMPUAN DAN GLOBALISASI economic-corporation globalization dan political-
TEKNOLOGI PADA MASA KINI state globalization. Implikasi tersebut membawa
keterbukaan pasar. Termasuk di dalamnya
keikutsertaan perempuan dalam berbagai aspek
kehidupan.
Teknologi sebagai produk sosial, termasuk
internet tidak bebas nilai atau budaya. Tingkat
kompabilitas antara nilai dan norma teknologi
dengan nilai atau norma (yang dianut)
penggunanya sangat menentukan pola
penggunaan teknologi tersebut. Nilai dari
sebagian besar barang dan jasa teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) cenderung yang
lebih maskulin merupakan salah satu penyebab
kesenjangan digital yang terkait gender.
FAKTA-FAKTANYA :
1. Dholakia Kshetri menyebutkan, laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan budaya, terspesialisasi dalam pekerjaan
yang berbeda, serta mempunyai keinginan yang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut berinteraksi dengan fitur-fitur dari
teknologi modern seperti internet sehingga mempengaruhi adopsi dan penggunaan internet. Hasil analisisnya juga
menunjukkan, ketidaksetaraan gender yang diukur dengan proporsi pengguna internet antara laki-laki dan perempuan
cenderung semakin menurun lebih cepat. Faktor-faktor kultural mempengaruhi keterlibatan wanita dalam pengambilan
keputusan pada berbagai tingkat yaitu rumah tangga, organisasi, dan tingkat nasional.
2. Beberapa hasil penelitian, laki-laki lebih tertarik mengenai teknologi internet sedangkan wanita lebih tertarik dengan
apa yang bisa dilakukan dengan internet (Budi Hermana, 2008). Gefen dan Straub (1997) dalam risetnya juga
menunjukkan, gender mempengaruhi keberadaan sosial dari internet, persepsi kemudahan menggunaan e-mail, dan
persepsi manfaat e-mail. Persepsi wanita mengenai keberadaan sosial dari e-mail lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Persepsi manfaat internet juga lebih tinggi dilihat oleh wanita dibandingkan dengan pria, tetapi pria cenderung lebih
mudah menggunakan e-mail dibandingkan wanita. Ramilo (2002) menyebutkan, dampak TIK terhadap perkembangan
ekonomi, politik, dan sosial menjadi perhatian utama di beberapa negera di Asia.
TAHUKAH ANDA :
perempuan juga memiliki kemampuan mengaktualisasikan dirinya di
ruang publik sebagaimana halnya laki-laki. Islam memandang laki-laki
dan perempuan adalah dua makhluk yang setara. Dijelaskan dalam Q.S.
Al-Hujurat ayat 13 bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki
kesetaraan potensi untuk mencapai status tertinggi di hadapan Allah.
Dalam Q.S. Al-Ghafir ayat 40, Allah juga memberikan penghargaan yang
sama antara karya positif laki-laki dan karya positif yang dihasilkan
perempuan, dengan harga yang sama. Alquran memang
mengungkapkan perbedaan mendasar antara laki-laki dan perempuan,
tetapi harus dicermati kembali apakah ungkapan tersebut mengacu
kepada unsur biologis atau nonbiologis (Sumbulah, 2006).
Sebuah penelitian Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, pada
bidang teknologi, khususnya TIK diperoleh hasil bahwa teknologi informasi dan
komunikasi masih sangat dekat dengan identitas laki-laki sedangkan perempuan
sering kali hanya sebagai objek. Sedangkan kuantitas jumlah perempuan hampir
separuh dari penduduk Indonesia yang merupakan potensi jika diberdayakan
dengan baik.
Hasil penelitian ini dikuatkan oleh Maguire (2001). Hasil studinya dilakukan oleh Academy
for Educational Development. Dari data sekitar 30 negara, terlihat bahwa pengguna
internet di negara-negara berkembang kurang dari 1 persen dari total populasi.
Sedangkan wanita pengguna internet hanya 22 persen di Asia, 38 persen di Amerika
Latin, 6 persen di Timur Tengah, dan hanya sedikit di Afrika. Pengguna internet dari
kalangan wanita tersebut lebih banyak berasal dari daerah perkotaan, berpendidikan
tinggi, dan sebagian besar menggunakan komputer dalam pekerjaan rutin di
perkantoran. Berbagai kendala yang dihadapi kaum perempuan dalam mengakses
teknologi informasi di antaranya tingkat ketrampilan dan pendidikan yang rendah,
masalah bahasa, keterbatasan waktu, masalah biaya akses internet, keterbatasan lokasi
fasilitas koneksi, norma budaya dan sosial, serta keterampilan manajemen dan komputer
yang tidak memadai.
KESIMPULAN