Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA Ny.A DENGAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENDENGARAN

DISUSUN OLEH

MASTUTI HANDAYANI

NIM :18010127

PROGRAM STUDI S1 KEPEWARAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PMC PEKANBARU

TAHUN AKADEMI 2018/2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di
tentukan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta
mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya.
Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005)
Di masa dahulu gangguan jiwa di pandang sebgai kerasuan setan, hukuman
karena pelanggaran social atau agama, kurang minat atau semangat dan pelanggaran
norma social. Penderita gangguan jiwa di nyatakan tidak dapat di sembuhkan dan di
belenggu dalam penjara tanpa di beri makanan, tempat berteduh, atau pakaian yang
cukup. Namun, saat ini gangguan jiwa di definisikan sebagai masalah medis.

Menurut Prof. Dr. Azrul Azwar mengatakan angka tersebut menunjukan jumlah
penedrita gangguan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yaitu satu dari empat penduduk
Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat,
kenakalan remaja sampai Skizopernia (Anonim, 2004)

Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat di
butuhkan asuhan keperawatan yang berkesinambungan, jika tidak mendapatkan
penanganan dan perawatan secara baik dapat membahayakan diri sendiri maupun orang
lain.

Berdasarkan uraian diatas, kelompok membahas kasus tentang “ Asuhan


keperawatan pada Ny. A dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa/mahasiswi mampu memahami konsep dan mampu memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi.
2. Tujuan khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :

a. Memahami konsep dasar halusinasi


b. Memahami rentang respons halusinasi
c. Memahami faktor penyebab halusinasi
d. Memahami jenis halusinasi
e. Memahami fase halusinasi
f. Memahami penatalaksanaan keperawatan halusinasi
g. Memahami asuhan keperawatan pasien halusinasi (Pengkajian, Pohon
masalah, Diagnosa keperawatan, intervensi, Implementasi, Evaluasi)
h. Memahami strategi pelaksanaan (SP) pada pasien halusinasi
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata,
artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar.
( Stuart and Laraia, 2005 ).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan tanpa stimulus nyata. ( Dr. Budi Anna Keliat 2012)

Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan
sesuatu (kadang hal-hal yang membahayakan). ( Trimelia S, Skp, 2012 )

Varcarolis mendefinisikan halusinasi sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana


tidak terdapat simulus (Yosep, 2009)

Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang
tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. PSIKODINAMIKA
1. Etiologi
Terjadinya perubahan sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multi factor baik
eksternal maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang
mengisolasi diri dari lingkungan, ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri, koping
keluarga tidak efektif, dan permasalahan yang kronik tidak diselesaikan.

2. Tanda dan Gejala

Menurut Hamid (2000) yang dikutip oleh Jallo (2008), dan Menurut Keliat (2009) dikutip oleh
Syahbana (2009) tanda dan gejala yang berkaitan dengan halusinasi sebagai berikut:

a) Bicara, senyum dan tertawa sendiri.


b) Mengatakan mendengar suara, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakkan mata
yang cepat, dan respon verbal yang lambat.
c) Merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan,
d) Tidak dapat membedakan hal yang nyata maupun tidak nyata.
e) Tidak dapat memusatkan konsentrasi atau perhatian.
f) Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g) Sikap curiga dan bermusuhan.
h) Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
i) Sulit membuat keputusan.
j) Ketakutan.
k) Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l) Menyalahkan diri sendiri atau oarng lain.
m) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
n) Tidak mampu melakukan asuhan mandiri: mandi, berpakaian.
o) Muka merah kadang pucat.
p) Ekspresi wajah tegang.
q) Tekanan darah meningkat.
r) Nadi cepat.
s) Banyak keringat.

3. Rentang Respon Neurobiologis

Dari definisi yang elah djelaskan sebelumnya, dapat dismpulkan bahwa halusinasi merupakan
persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi : halusinasi disebabkan
oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap gangguan orientasi berfokus
sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang maladaptif, dapat dilihat dalam gambar
dibawah ini :

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Pikiran logis Kadang-kadang proses Waham
pikiran terganggu

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi sesuai pengalaman Emosi berlebihan/kurang Kerusakan proses ilusi

Perilaku cocok Perilaku yang tidak biasa Perilaku tidak terorgnisir

Hubungan sosial harmonis Menarik diri Isolasi sosial

( Stuart and Laraia, 2005 )

Keterangan Gambar:

a) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan
masalah dalam batas normal yang meliputi :

1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai
dengan kenyataan.

2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat
membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut
berbagai sensasi yang dihasilkan.

3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai
dengan stimulus yang datang.

4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.

5. Hubungan sosial ialah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

b) Respon psikososial meliputi

1. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan


2. Ilusi ialah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi karena rangsangan panca indera
3. Emosi berlebihan atau kurang
4. Perilaku tidak biasa ialah perilaku yang melebihi batas kewajaran
5. Menarik diri ialah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain

c) Respon maladaptif ialah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu
dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1. Kelainan pikir ialah keyakinan yang secara kokoh dapat dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh oranglain dan bertentangan dengan keyataan sosial
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi
yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak
sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak
sesuai dengan peran.
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.

C. Pengkajian keperawatan
A. Faktor Predisposisi

Menurut Trimelia S.Skp ( 2012 ), bahwa faktor terjadinya halusinasi meliputi :


1. Faktor predisposisi
a) Faktor Biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.

b) Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadapa
stress adalah merupakan salah satu tugas perkembangan yang terganggu.
c) Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa tersingkirkan
kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
d) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersufat halusnogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasnya neurtransmiter otak.
e) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas, overprotektif,
dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat juga berpengaruh pada
ketidakmampuan individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam nyata.
f) Faktor genetik
Penelitian menunjukan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung akan mengalami skizofrenia.

B. Faktor Presipitasi
Adalah stimulus yang dipersiapkan oleh individusebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk koping.
Menurut Stuart (2007) yang dikuip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmapuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Sumber Koping dan Mekanisme Koping


A. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh
gangguan otak dan prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia
atau kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak
dan dewasa muda tentang ketrampilan koping, karena meraka biasanya tidak
hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan
tentang penyakit. Finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga
kemampuan serta untuk memberikan dukungan csecara kesinambungan.

B.Mekanisme koping
1.) Regresi : menghindari stress, kecemasan dan menampilkanprilaku
kembali seperti pada prilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
2.) Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
3) Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan
lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku
apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.
4.) Prilaku halusinasi
Menurut Rawlins dan Heacokck ( dalam Yosep 2010) Prilaku
halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi sebagai berikut:
a.) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama. Tanda gejala yang ditimbulkan yaitu muka merah, kadang pucat,
ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD meningkat, nafas
tersengah-sengah, nadi cepat, timbul gangguan kebutuhan nutrisi.

b.) Dimensi Emosi


Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menankutkan. Tanda gejala yang
dapat dilihat ketakutan dengan rasa tegang dan rasa tidak aman, tidak
berdaya, menyalahkan diri sendiri atau orang lain sikap curiga dan saling
bermusuhan, marah, jengkel, dendam dan sakit hati.

c.) Dimensi Sosial


Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olahia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
dioerintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung untuk itu. Tanda gejala yang timbul isolasi sosial, menghindar
dari orang lain, berbicara / komunikasi verbal tergangu, bicara inkoheren
dan tidak masuk akal, merusak diri sendiri atau orang lain

c.) Dimensi Intelektual


Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego.tanda gejala tidak dapat membedakan nyata dan
tidak nyata, sulit membuat keputusan, tidak mampu berfikir abstrak dan
daya ingat menurun

d.) Dimensi Spiritual


Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup ,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spritual untuk menyucikan diri. Saat terbangun merasa
hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memkai takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantungpada jenis


halusianasinya, meliputi:

a. Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan, suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat
oleh klien, jika halusinasi visula, bau apa yang tercium, jika halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa
yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

b. Waktu dan Frekuensi


Ini dapat ditanyakan kepada klienkapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, sebulan pengalaman itu muncul.
c. Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang
dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasikan
pernyataan klien.

d. Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien,
bisa dikaji dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.

5.Aspek Medik

Adapun pelaksana medisnya menurut Touwnsend, M, C ( 2003) adalah sebagia berikut:

a. Chlorpromazine (CPZ)
1) Klasifikasi sebagai antipsikotik dan antiemetic

2) Indikasi

Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar,
ganggauan skizoaktif, ansientas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik
berlebihan.

3) Mekanisme kerja

Mekanisme antipsikotik yang tepat belum di pahami sepenuhnya namun mungkin


berhubungan dengan efek antidopaminergi. antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine
postsinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbic, batang otak dan medulla.

4) Kontrakindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sumsum tulang, penyakit parkinson,
insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan
muntah.

5) Efek samping

Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostastik, hipertensi, mulut kering,
mual dan muntah.

B. Haloperidol ( HLP)

1) Klasifikasi sebagai antipsinkotik, neurolleptik, butirofenon.

2) Indikasi

Penatalaksanaan psikotik kronis dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah yang berat
pada anak- anak.

3)Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum di pahami sepenuhnya tampak menekan SSP
pada tingkat subkortikal, penyakit parkinson, dan anak di bawah usian 3 tahun.

4) Hipersensitivitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak
subkortikal formasi retikuler otak, mensefalon dan batang otak.

5) Efek samping

Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, obat kering dan anoreksia.

C. Trihexypenidil (THP)

1. Klasifikasi antiparkinson

2. Indikasi

Segala penyakit parkinson, gajala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat anti parkinson.
3. Mekanisme kerja

Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus


striatum, asetikolin disekat oleh sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebihan.

4. Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaukoma sudut tertutup, hipertropi prostat, pada anak
dibawah usia 3 tahun.

5. Efek samping

Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.

6. Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial

Pohon masalah ( Nita Fitrian, 2010)


D. Diagnosa keperawatan

1. Risiko perilaku kekerasan

2. Gangguan sensori persepsi halusinasi

3. Isolasi sosial

E. Perencanaan keperawatan

Diagnosa 1 : Ganguan persepsi sensori halusinasi

Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami

TUK : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria evaluasi : menunjukkan tanda-tanda percaya kepada per


perawat

• Ekspresi wajah bersahabat

• Menunjukkan rasa senang

• Ada kontak mata

• Mau berjabat tangan

• Mau menyebutkan nama

• Mau menjawab salam

• Mau duduk berdampingan dengan perawat

• Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi

Rencana tindakan keperawatan :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik


• Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

• Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan berkenalan

• Tanyakan nama lengkap ndan nama panggilan yang disukai klien

• Buat kontrak yang jelas

• Tunjukkan sikap jujur yang menepati janji setiap kali interaksi

• Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya

• Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

• Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien

• Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien

TUK 2 : klien dapat mengenal halusinasinya

Kriteria evaluasi : klien mampu menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi kondisi yang
menimbulkan halusinasi.

Rencana tindakan keperawatan

1) adakan kontrak sering dan singkat secara bertahap

 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (dengar,melihat, menghidu,


mengraba dan mengecap)
 Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (dengar/melihat/penghidu/raba/kecap)
 Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tak
mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
 Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama
 Isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,malam atau sering dan
kadang-kadang)
 Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi

2) klien mampu menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasinya

• Marah

• Takut

• Sedih

• Senang
• Cemas

• Jengkel

3) diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan berikan kesempatan
untuk mengungkapkan perasaan.

4) diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut

5) diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya

TUK : klien dapat mengontrol halusinasinya

Kriteria evaluasi :

 Klien mapu menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk mengendalikan


halusinasinya
 Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya
 Klien mapu memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi
(dengar/lihat/penghidu/pengraba/pengecap)
 Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi
 Klien mampu mengikuti terapi aktifitas kelompok

Rencana tindakan keperawatan:

• Identifikasi bersama klien atau cara yang dapat dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri, dan lain-lain)

• Diskusikan cara yang digunakan klien, jika acara yang digunakan adaptif, berikan pujian,
jika cara yang digunakan mal adaptif, diskusikan cara tersebut

• Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi

Tuk 4 : klien dapat mengontrol halusinasinya

Rencana tindakan keperawatan

• Klien mendapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya

• Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat

• Keluarga mampu menyebutkan pengertian tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi,
untuk mengendalikan halusinasi

• Buat kontrak dengan keluarga nuntuk pertemuan (waktu, tempat dan topik)
• Diskusikan dengan keluarga pda saat pertemuan keluarga atau pada saat kunjungan
(pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi, cara mengendalikan
halusinasi, obat halusinasi, cara merawat anggota keluarga dirumah)

Tuk 5 : klien dapat memanfaatkan obat-obat dengan baik

Rencana tindakan keperawatan

• Klien mampu menyebutkan manfaat minum obat, kerugian jika tidak minum obat( nama,
warna, dosis, efek samping obat)

• Klien mampu mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar

• Klien mampu menyebutkan akibat berhenyi minum obat tanpa konsultasi dokter

• Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat, kerugian minum obat (nama,
warna, dosis, efek samping obat dan efek terapi obat)

• Pantau klien saat penggunaan obat

• Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar

• Diskusikan akibat dari berhenti minum obat tanpa konsultasi dengsn dokter

• Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter atau perawat jika terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan

F. Implementasi keperawatan

Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu


mengvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih dibutuhkan klien dan sesuai dengan
kondisi saat ini. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan, perawat melakukan kontrak
dengan klien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang
diharapkan.

Implementasi keperawatan yang dilakukan perawat adalah sesuai dengan strategi pelaksanaan
(sp) yang telah dibuat. Strategi pelaksanaan yang diberikan untuk pasien dan keluarga terdiri
dari:

1) sp 1 pasien, yaitu membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol


halusinasi dengan mengajarkan pasien menghardik halusinasi
2) sp 2 pasien, yaitu melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang
lain

3) sp 3 pasien, yaitu melatih pasien minum obat secara teratur

4) sp 4 pasien, yaitu melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktifitas


terjadwal

5) sp 1 keluarga, yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis


halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara – cara merawat pasien
halusinasi

6) sp 2 keluarga, yaitu melatih keluarga pratik merawat pasien langsung dihadapan pasien.
Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi lansung dihadapan pasien.

7) sp 3 keluarga, yaitu membuat perencanaan pulang bersama keluarga

G. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada renspon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan (keliat,2005)

Evaluasi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah
dibuat. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP (keliat,
2005: hal 17) yaitu :

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

O : Respon objektik klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masalah
masih tetap atau muncul masalah atau ada data yang kontra indikasi dengan masalah yang ada

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klein. Pada inplementasi
dilakukan maka, evaluasi hasil interfensi terhadap pasien halusinasi yaitu: terbina hubungan
saling percaya antara klien dan perawat, klin dapat mengenal halusinasinya, mendapatkan
dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya dan dapat memanfaatkan obat baik
sesuai dengan program pengobatan.
D. TERAPI MODALITAS

Terapi modalitas merupakan macam macam alternatif yang bisa diberikan untuk
penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa dan juga gangguan kepribadian dalam psikologi klinis
sendiri merupakan penyimpangan perilaku yang masih belum jelas penyebabnya sehingga
dibutuhkan pengkajian lebih mendalam untuk mengetahui apa penyebab dan pemicu dari
terjadinya gangguan jiwa tersebut. Selain itu, kondisi fisik seseorang, masalah kepribadian awal,
kondisi keluarga dan juga masyarakat bisa menjadi penyebab seseorang mengalami gangguan
jiwa. Maramis melakukan identifikasi penyebab dari gangguan yang bisa berasal dari kondisi
fisik, kondisi psikologis atau kejiwaan dan juga masalah sosial atau lingkungan

Jika gangguan jiwa memang disebabkan karena gangguan fisik seperti keseimbangan
neurotransmitter yang menjadi pengendali perilaku manusia, maka pengobatan yang bisa
diberikan adalah farmakologi. Sedangkan jika gangguan jiwa disebabkan karena kondisi
psikologi maka harus diatasi secara psikologi dan jika penyebabnya karena masalah lingkungan,
maka bisa diatasi dengan terapi yang fokus pada manipulasi lingkungan. Dengan ini, maka
berbagai macam terapi dalam keperawatan kesehatan jiwa bisa berbentuk somaterapi, terapi
lingkungan dan juga psikoterapi. Lalu, apa saja macam macam terapi modalitas jiwa yang bisa
digunakan?, berikut ulasan selengkapnya untuk anda.

1. Terapi Individual

Terapi individual merupakan penanganan seseorang dengan macam macam gangguan


jiwa melalui pendekatan hubungan individual antara terapis dengan klien tersebut. Sebuah
hubungan yang terstruktur akan dijalin antara perawat dengan klien nantinya bisa mengubah
perilaku klien. Sedangkan hubungan yang dijalin sendiri adalah hubungan yang memang
disengaja dengan tujuan terapi dan dilakukan pada tahap sistematis atau terstruktur sehingga
lewat hubungan tersebut nantinya perilaku klien akan berubah sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.

Hubungan terstruktur ini memiliki tujuan agar klien bisa menyelesaikan masalah yang
sedang dialami dan juga bisa meredakan penderitaan atau distress emosional sekaligus
mengembangkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan tahapan yang
digunakan dalam terapi individual ini meliputi tiga tahapan yakni tahapan orientasi, tahapan
kerja dan juga tahapan terminasi.

 Tahapan orientasi: Merupakan jenis terapi dalam psikologi yang dilakukan saat
perawat memulai interaksi dengan klien untuk membina hubungan saling percaya yang
sangat penting agar klien bisa mengungkapkan masalah yang sedang dihadapi dan mau
bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut dengan perawat.

 Tahapan kerja: Dilakukan saat klien mulai bisa mengeksplorasi diri dan
mengungkapkan apa saja yang sedang ia alami. Tugas perawat nantinya tidak hanya
untuk memperhatikan namun konteks cerita namun juga memperhatikan perasaan klien
saat bercerita.

 Tahapan terminasi: Dilakukan ketika terjalin hubungan terapeutik yang sudah


mereda dan terkendali yakni klien sudah merasa lebih baik, memperlihatkan peningkatan
fungsi diri, sosial dan juga pekerjaan serta yang terpenting adalah mencapai tujuan dari
terapi.

2. Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan merupakan terapi menata lingkungan supaya bisa merubah perilaku
abnormal klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku yang adaptif. Perawat nantinya akan
memakai seluruh lingkungan rumah sakit dalam hal terapeutik dan bentuknya adalah
memberikan kesempatan pada klien agar bisa tumbuh sekaligus merubah perilaku dengan cara
fokus pada nilai terapeutik pada aktivitas dan juga interaksi.

Pada terapi lingkungan ini, perawat akan memberikan kesempatan, dukungan sekaligus
pengertian supaya klien bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab. Klien
nantinya juga akan diberikan beberapa peraturan yang harus ditaati, tekanan peer, harapan
lingkungan dan juga belajar untuk bisa berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga harus
mendorong komunikasi serta membuat keputusan, meningkatkan harga diri, belajar mengenai
keterampilan dan juga perilaku yang baru.
Lingkungan rumah sakit tersebut hanyalah lingkungan sementara sebelum kembali ke
rumah sehingga tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemampuan klien agar bisa hidup
di luar lembaga yang sudah diciptakan lewat belajar kompetensi yang dibutuhkan agar bisa
beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan tempat tinggal setelah sembuh dari penyakit
kejiwaan ringan atau berat.

3. Terapi Biologis

Terapi biologi atau terapi sonatic memiliki dasar model medical yang memandang
gangguan jiwa sebagai penyakit. Hal ini berbeda dengan model konsep lain yang lebih
memandang gangguan jiwa hanya merupakan gangguan jiwa saja dan tidak mempertimbangkan
kelainan patofisiologisnya. Tekanan bodel medical merupakan pengkajian spesifik dan juga
mengelompokkan gejala dalam sindroma yang spesifik. Perilaku abnormal dipercaya terjadi
karena perubahan biokimiawi tertentu pada klien.

Beberapa jenis terapi biologis gangguan jiwa adalah memberikan obat atau medikasi
psikofarmaka, intervensi nutrisi, electric convulsice therapy [ECT], bedah otak dan foto terapi.

4. Terapi Kognitif

Terapi kognitif merupakan sebuah strategi untuk memodifikasi keyakinan dan juga sikap
yang bisa mempengaruhi perilaku dan perasaan klien seperti cara mengatasi stres berat. Proses
yang digunakan adalah untuk membantu mempertimbangkan stressor dan juga dilanjutkan
dengan identifikasi pola berpikir serta keyakinan tak akurat mengenai stressor tersebut.
Gangguan perilaku bisa terjadi karena klien mengalami pola berpikir dan keyakinan yang kurang
akurat sehingga modifikasi perilaku dilakukan dengan mengubah pola berpikir dan juga
keyakinan klien.

Terapi kognitif sendiri memiliki tiga jenis tujuan yakni:

 Mengembangkan pola berpikir rasional dengan cara mengubah pikiran tidak


rasional yang seringkali menyebabkan gangguan perilaku.
 Membiasakan diri untuk memakai pemeriksa realita dalam menanggapi stimulus
agar bisa terhindar dari pikiran yang terdistorsi.

 Membentuk perilaku dengan pesan internal dimana perilaku akan dimodifikasi


yang diawali dengan mengubah pola pikir.

5. Terapi Keluarga

Terapi keluarga merupakan terapi yang dilakukan untuk semua anggota keluarga sebagai
treatment unit. Terapi ini memiliki tujuan agar keluarga bisa melakukan fungsinya dengan
sasaran utama yakni keluarga yang mengalami disfungsi atau tidak bisa melakukan beberapa
fungsi yang dibutuhkan anggota keluarga sebagai cara mengatasi stres dan depresi. Dalam terapi
ini, semua masalah keluarga akan diidentifikasi, dirasakan dan juga masalah setiap anggota
keluarga akan digali lebih dalam. Proses terapi keluarga ini terdiri dari 3 tahap yakni perjanjian,
kerja dan juga terminasi.

Dengan digalinya setiap masalah anggota keluarga, maka nantinya masing masing
anggota keluarga akan lebih mawas diri dengan masalah yang sedang terjadi dalam keluarga,
kontribusi pada masalah tersebut yang kemudian akan dicarikan solusi untuk bisa
mempertahankan utuhnya sebuah keluarga sekaligus meningkatkan dan mengembalikan fungsi
dari keluarga tersebut.

6. Terapi Kelompok

Terapi kelompok merupakan bentuk terapi pada klien yang memang dibentuk dalam
sebuah kelompok. Dalam terapi kelompok, perawat nantinya akan berinteraksi dengan
sekelompok klien dengan teratur yang bertujuan agar bisa meningkatkan kesadaran diri klien,
lebih meningkatkan hubungan interpersonal sekaligus mengubah perilaku maladaptive yang juga
terdiri dari 3 tahapan.

 Tahap permulaan: Klien akan diorientasikan pada yang dibutuhkan dalam


interaksi, kegiatan yang dilakukan dan aktivitas yang dilakukan.
 Tahap kerja: Terapis akan membantu klien agar bisa mengeksplor isu dan lebih
fokus pada keadaan sekarang.

 Tahapan terminasi: Dilakukan apabila kelompok sudah difasilitasi sekaligus


dilibatkan dalam hubungan interpersonal diantara anggota.

7. Terapi Perilaku

Terapi perilaku memiliki dasar jika sebuah perilaku terjadi karena proses belajar. Perilaku
sehat bisa dipelajari dan disubsitusi dari perilaku yang tidak sehat seperti dari ciri ciri depresi
berat. Sedangkan teknik dasar yang akan dipakai dalam terapi perilaku diantaranya adalah:

 Pengendalian diri

 Role model

 Kondisioning operan

 Desentisasi sistematis

 Terapi aversi atau releks kondisi.

Role model: Strategi mengubah perilaku dengan cara memberikan contoh perilaku
adaptif agar bisa ditiru klien yang biasanya akan dikombinasikan dengan teknik kondisioning
operan dan juga desensitiasi. Kondisioning operan: Terapis akan memberikan penghargaan pada
klien mengenai perilaku positif yang dilakukan klien. Desensitiasi sistematis: Untuk mengatasi
kecemasan pada sebuah stimulus atau kondisi secara bertahap memperkenalkan pada stimulus
tersebut pada saat klien sedang dalam keadaan tenang. Seiring berjalannya waktu, maka klien
akan bisa mengatasi ketakutan atau kecemasan pada stimulus tersebut. Pengendalian diri: Untuk
mengatasi klien dengan perilaku maldaptive ringan cara berlatih mengubah kata negatif menjadi
kata positif.

8. Terapi Bermain
Terapi bermain akan diterapkan karena pendapat dasar jika anak anak bisa berkomunikasi
dengan baik lewat permainan dibandingkan dengan ekspresi verbal sebagai cara menghilangkan
beban pikiran. Dengan terapi bermain ini, perawat bisa melihat perkembangan, status emosional,
hipotesa diagnostik dan juga melakukan intervensi untuk mengatasi masalah klien.

Prinsip terapi bermain adalah membina hubungan agar lebih hangat, merefleksikan perasaan
anak lewat permainan, mempercayai jika anak bisa menyelesaikan masalah dan
menginterpretasikan perilaku. Terapi bermain ini diindikasikan untuk seseorang yang mengalami
depresi, mengalami ansietas atau korban dari penganiayaan baik untuk anak dan juga orang
dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang
mengalami penganiayaan.

Sampai sekarang tidak ada macam macam terapi modalitas jiwa yang sanggup untuk
digunakan dalam semua masalah gangguan jiwa pada klien. Kombinasi terapi modalitas sangat
penting untuk dilakukan sehingga perawat juga memiliki peran penting agar bisa
mengkombinasikan beberapa terapi modalitas agar tujuan bisa didapat dengan optimal. Untuk
mendapatkan tujuan tersebut, maka kemampuan perawat juga harus selalu ditingkatkan dalam
melakukan berbagai strategi terapi modalitas tersebut dan belajar berkelanjutan menjadi hal yang
harus dilakukan untuk setiap perawat jiwa.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
I. IDENTITAS
Nama : ny.A
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Perkejaan : ibu rumah tangga
Agama : islam
Status perkawinan : menikah
Alamat : Batu Panjang Kec. Rupat
Sukubangsa : Indonesia
Tanggal pengkajian: 20 April 2019

II. FAKTOR PREDISPOSISI


Klien sakit sejak 5 tahun yang lalu,saat itu klien mulai mengalami gangguan jiwa.
Klien suka tertawa sendiri. Klien sering berjalan keluar rumah. Terkadang klien
menyendiri dikamar.
Masalah keperawatan : halusinasi

III. PEMERIKSAAN FISIK


TD : -g , N : - , S : - , P : -
Ukuran tubuh TB : 152 cm BB : 58 kg
Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik
Masalah keperawatannya : tidak di temukan masalah keperawatan
IV. PSIKOSOSIAL
1. GENOGRAM

Keterangan :
: Wanita : Tinggal serumah

: Pria

: Wanita sudah meninggal

: Pria sudah meninggal

: Klien

Klien mempunyai 3 orang saudara. Klien tingggal bersama suami dan anaknya
dirumah. Dirumah klien diasuh oleh 3 orang anaknya. Anak bungsu klien tinggal
dirumah adik klien.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah
2. KONSEP DIRI
a. Gambaran diri: Klien menganggap dirinya sempurna
b. Identitas: Klien mengatakan puas dengan anggota tubuhnya
c. Peran: klien mengatakan sebagai ibu rumah tangga tidak mampu
menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga

d. Ideal diri: Klien mengatakan ingin cepat sembuh


e. Harga diri: Klien mengatakan merasa malu karena tidak mampu
menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga
Masalah keperawatannya : harga diri rendah
3. HUBUNGAN SOSIAL
a. Orang yang berarti Klien mengatakan ibu , ayah , suami dan
anaknya adalah orang yang berarti dalam hidupnya .
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok klien mengatakan tidak
mempunyai kegiatan kelompok sosial
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain klien
mengatakan malas berhubungan dengan orang lain
Masalah keperawatan : isolasi sosial

4. SPIRITUAL
a. Nilai dan keyakinana yang dianut Klien mengatakan keyakianan yang di
anutnya islam
b. Kegiatan ibadah Klien mengatakan sering melakukan sholat 5 waktu
Tidak di temukan masalah keperawatan

V. STATUS MENTAL
1. PENAMPILAN
Penampilan klien rapih , rambut tidak di sisir , berpakaian, sering gonta ganti baju
, gigi klien bersih , tidak ada tercium bau , kuku klien bersih dan pendek .
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah

2. PEMBICARAAN
Pembicaraan klien cepat kadang klien diam dan melamun
Masalah keperawatan : halusinasi

3. AKTIVITAS MOTORIK

Aktivitas motorik klien gelisah , mondar mandir , bicara sendiri

Masalah keperawatannya : halusinasi

4. ALAM PERASAAN
Klien mengatakan “ sedih , karena tidak bisa menjalankan tugas sebagai seorang
ibu
Masalah keperawatannya : harga diri rendah

5. AFEK
Afek klien sesuai , jika ada stimulus menyenangkan klien akan berespon senang
dan ceria , jika stimulus yang menyedihkan klien akan berespon sedih .
Masalah keperawatannya : tidak di temukan masalah

6. INTERAKSI SELAMA WAWANCARA

Pada saat interaksi selama wawancara klien terdapat kontak mata kurang , tidak
focus klien melihat kearah sesuatu

Masalah keperawatan isolasi sosial dan halusinasi

7. PERSEPSI
Klien mengatakan ada suara yang menyuruh dia untuk kelunyuran. Suara
tersebut muncul kadang disaat klien duduk sendiri. Suara itu muncul dalam
waktu singkat. Frekuensi nya kadang sampai 5 kali dalam satu hari.
Masalah keperawatan : halusinasi pendengaran

8. PROSES PIKIR

Pada saat interaksi , klien mampu menjawab pertanayaan yang di berikan perawat
Tidak di temukannya masalah keperawatan

9. ISI PIKIR
Pada saat ineraksi , tidak ditemukan adanya waham
Masalah keperawatan tidak ditemukan

10. TINGKAT KESADARAN


Pada saat interaksi klien bingung , tetapi klien tidak mengalami disorientasi :
tempat , waktu dan orang . di buktikan pada saat di tanya pagi hari , siang , sore
dan malam hari klien menjawab dengan benar , pada saat di tanya klein berada
dimana klein menjawab dengan benar , pada saat di tanya ini suster siapa dia
menjawab dengan benar
Masalah keperawatannya tidak di temukan masalah

11. MEMORI

Gangguan daya ingat jangka panjang klien tidak mengalami gangguan gangguan
daya ingat jangka panjang , di buktikan kliem mampu menceritakan saat ayah dan
ibunya meninggal .
Gangguan daya ingat jangka pendek klien tidak mengalami gangguan daya ingat
jangka pendek di buktikan klien mampu menceritakan sebelum dibawa ke RS .
Gangguan daya ingat saat ini klien tidak mengalami gangguan daya ingat saat ini
di buktikan klien mampu menceritakan kegiatan bangun tidur sampai saat ini .

12. TINGKAT KONSENTRASI DAN BERHITUNG

Tingkat konsentrasi dan berhitung klien baik di buktikan pada saat dalam
pertanyaan hitung-hitungan klien mampu menjawab dengan benar .

Masalah keperawatan tidak di temukan

13 KEMAMPUAN PENILAIAN

Klien mampu melakukan penilaian sederhana pada saat di berikan 2 pilihan :


makan terlebih dahulu atau mandi terlebih dahulu , klien menjawab mandi
terlebih dahulu baru makan

Masalah keperewatan tidak di temukan masalah

14. DAYA TILIK DIRI

Klien menyadari bahwa dirinya sakit dan membutuhkan perwatan

Masalah keperawatan tidak di temukan masalah

VI. MEKANISME KOPING


Adaptif
Klien mampu bicara dengan orang lain , klien mampu beraktfitas sehari-hari
Maladaptif
Klien lebih senang berjalan-jalan jika suara tersebut muncul
Masalah keperawatan : halusinasi
VII. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Klien tidak pernah mengalami kekerasan fisik. Klien juga tidak terlibat konflik
dengan lingkungan
VIII. PENGETAHUAN KURANG TENTANG :
 Klien kurang penegtahuan tentang penyakit jiwa yang ia derita .
 Klien kurang pengetahuan tentang penyelesaian masalah yang ia
alami
Masalah keperawatannya kurang pengetahuan tentang penyakit
B. Analisa data

DATA MASALAH
Subjektif : Gangguan sensori persepsi : halusinasi
Klien mengatakan ada suara yang menyuruh pendengaran dan penglihatan
dia untuk kelunyuran. Suara tersebut muncul
kadang disaat klien duduk sendiri. Suara itu
muncul dalam waktu singkat. Frekuensi nya
kadang sampai 5 kali dalam satu hari.
Objectif :
-gelisah
-mondar-mandir
-berbicara sendiri
Subjektif : “klien mengatakan malas Isolasi Sosial
berhubungan dengan orang lain,

Objectif : -Kontak mata kurang


-menarik diri
-klien tampak binggung
Subjektif : - klien mengatakan merasa malu Harga diri rendah
karena tidak mampu menjalankan tugasnya
sebagai ibu rumah tangga
Objectif : -mengkritik diri sendiri
-kontak mata kurang

C. Pohon masalah
Gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran dan penglihatan

isolasi sosial

Harga diri rendah

Koping keluarga in efektif

D. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:
1. Gangguan sensori persepsi: pendengaran dan penglihatan
2. Isolasi Sosial
3. Harga diri rendah

E. Intervensi Keperawatan

PERENCANAAN
TGL DX
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5
Gangguan Pasien mampu : Setelah 1X pertemuan SP 1 :
Sensori  Mengenali pasien dapat  Bantu pasien mengenal
Persepsi halusinasi yang menyebutkan : halusinasi :
o Isi
Halusinasi dialaminya  Isi, waktu,
o Waktu
 Mengontrol
frekuensi, situasi
halusinasinya terjadinya
pencetus, perasaan o Frekuensi
 Mengikuti
 Mampu o Situasi Pencetus
program o Perasaan saat
memperagakan cara
pengobatan terjadi halusinasi
dalam mengontrol
secara optimal  Latih mengontrol
halusinasi
halusinasi dengan cara
menghardik
Tahapan tindakannya
meliputi :
o Jelaskan cara
menghardik halusinasi
o Peragakan cara
menghardik halusinasi
o Minta pasien
memperagakan ulang
o Pantau
penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku
pasien
o Masukkan
dalam jadwal kegiatan
pasien.

Setelah 1X , Pertemuan SP. 2


pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang
 Menyebutkan lalu
(SP 1)
kegiatan yang sudah
 Latih berbicara/
dilakukan
bercakap dengan orang lain
 Memperagakan
saat halusinasi muncul
cara bercakap-cakap
 Masukkan dalam jadwal
dengan orang lain
kegiatan pasien
Setelah 1X Pertemuan SP. 3
pasien mampu : Evaluasi kegiatan yang lalu
 Menyebutkan (SP 1 & SP 2)
 Latih kegiatan agar
kegiatan yang sudah
halusinasi tidak muncul
dilakukan dan,
Tahapannya:
 Membuat jadwal o Jelaskan
kegiatan sehari-hari
pentingnya aktivitas
dan mampu
yang teratur untuk
memperagakannya
mengatasi halusinasi.
o Diskusikan
aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
o Latih pasien
melakukan aktivitas
o Susun jadwal
aktifitas sehari-sehri
sesuai dengan aktifitas
yang telah dilatih (dari
bangun pagi sampai
tidur malam)
o Pantau
pelaksaan jadwal
kegiatan, berikan
penguatan terhadap
perlaku pasien yang (+)

Setelah 1 X Pertemuan SP. 4


pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang
(SP.2 &3)
 Menyebutkan
 Tanyakan program
kegiatan yang sudah
pengobatan
dilakukan  Jelaskan pentignya
 Menyebutkan
penggunannya obat pada
manfaat dari
gangguan jiwa.
program  Jelaskan akibat bila
pengobatan. tidak digunakan sesuai
program
 Jelaskan akibat bila
putus obat
 Jelaskan cara
mendapatkan obat/berobat
 Jelaskan pengobatan (5
B)
 Latih pasien minum
obat
 Masukan dalam jadwal
harien pasien.

Keluarga mampu : Setelah 1X, pertemuan SP. 1


Merawat Pasien di Keluarga mampu  Identifikasi masalah
rumah dan menjadi menjelaskan tentang keluarga dalam merawat
sistem pendukung halusinasi pasien.
yang efektif untuk  Jelaskan tentang

pasien. halusinasi :
o Pengertian
halusinasi
o Jenis halusinasi
yang dialami pasien
o Tanda dan
gejala halusinasi
o Cara merawat
pasien halusinasi
( cara
berkomunikasi
pemberian obat dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
o Sumber-sumber
pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
o Bermain peran
cara merawat
o Rencana tindak
lanjut keluarga,
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien

Setelah 1X Pertemuan SP. 2


keluarga mamapu :  Evaluasi kemampuan
 Menyelesaikan keluarga (SP. 1)
 Latih Keluarga merawat
kegiatan yang sudah
dilakukan pasien
 RTL keluarga/ jadwal
 Memperagakan
keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien

Setelah 1X Pertemuan SP. 3


Keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan keluarga (SP.2)
 Latih Keluarga merawat
kegiatan yang sudah
 RTL keluarga/ jadwal
dilakukan
 Memperagakan keluarga untuk merawat
pasien
cara merawat pasien
serta mampu
membuat RTL
Setelah 1X, Pertemuan SP. 4
Keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan
 Menyebutkan keluarga
 Evaluasi kemampua
kegiatan yang sudah
pasien
dilakukan
 Melaksanakan  RTL Keluarga :
o Follow Up
follow up rujukan o Rujukan
Hari / tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi SO

09 April 2019 Gangguan persepsi halusinasi 1.Membina hubungan saling percaya S:


pendengaran 2.Membantu klien untuk dalam Klien mengatakan
(SP I)
mengenal halusinasinya ( isi, situasi, menyuruh dia untu
frekuensi, durasi, dan respon) Suara tersebut mu
klien duduk sendir
3.Membantu klien untuk mengontrol
dalam waktu singk
halusinasinya dengan cara pertama kadang sampai 5 k
yaitu menghardik hari.
4.Merencanakan RTL untuk kegiatan Klien mengatakan
menghardik mengontrol halusi
cara menghardik,
5.membuat kontrak waktu untuk
setelah di ajarkan
pertuman SP II nyaman

O:

Klien tampak tena


sedikit menurun, b
pasien mau di ajak
pasien tampak me
mengontrol halusi
mandiri dengan ba

A:

Telah tercapai hub

Klien mampu mel


mengontrol halusi

P:

lanjutkan interven

Untuk Klien:

Anjurkan Klien un
cara menghardik
sudah di buat

Anjurkan Klien un
cara menghardik s
muncul

Untuk perawat

Lakukan kontrak w
pertemuan berikut

11 April 2019 Gangguan persepsi halusinasi 1. Mengevaluasi kembali S:


pendengaran kemampuan klien dalam mengontrol
(SP II) halusinasi dengan cara menghardik Klien mengatakan
seperti yang diajarkan pertemuan menyuruh dia untu
sebelumnya Suara tersebut mu
2. Mengajari klien cara klien duduk sendir
mengontrol halusinasi dengan cara dalam waktu singk
yang kedua yaitu bercakap cakap kadang sampai 5 k
dengan orang lain hari.
3. Membuat jadwal latian cara Setelah diajarkan c
bercakap cakap klien mengatakan
4. Menganjurkan cara bercakap yaitu dengan cara
cakap ketika halusinasi muncul
5. Melakukan kontrak pada dengan orang lain.
pertemuan berikutnya klien mengatakan
nyaman

O:

klien tampak mera


cara mengontrol h
menghardik sepert
sebelumnya

Klien tampak mem


mengontrol halusi
ke dua yaitu denga
ngobrol dengan or

A:

Klien mampu mem


kembali mengontr
dengan cara meng

Klien mapu memp


mengontrol halusi
kedua yaitu bercak
orang lain

P:

Untuk Klien: anju


mempraktekan kem
mengntrol halusin
mengajak obrol or
jadwal dan saat ha

Untuk perawat;

Lakukan kontrak d
untuk melanjutkan
yaitu dengan cara
aktivitas terjadwal
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan


keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan


adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus
menerus, membina hubungna saling percaya yang dapat menciptakan suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi, pasien
sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sisitem pendukung yang sangat
membutuhkan kehadiran keluarga sebagai system pendukung yang mengerti keadaan
dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat/petugas kesehatan juga membutuhkan
kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama
dalam memberikan perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan
bahwa peran serta keluarga merupakan factor penting dalam proses penyembuhan klien.

B. Saran

1. Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien


dengan gangguan halusinasi diharapkan mampu memahami konsep dasar halusinasi,
k4onsep asuhan keperawatan serta setrategi pelaksanaan pada pasien halusinasi.
2. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebaiknya perawat selalu memberikan
pendekatan terus menerus dan bertahap kepada pasien dengan halusinasi untuk
mengontrol halusinasi yang muncul. Pasien dengan halusinasi biasanya sering
menyendiri atau melamun, dalam hal ini sebaiknya perawat sering melakukan interaksi
dengan pasien untuk mengurangi halusinasi yang muncul.
3. Perawat sebaiknya selalu mengawasi dan memberi dukungan pada pasien
memperhatikan kebutuhuan pasien, selain itu perawat juga harus memotivasi pasien
agar melakukan kegiatan yang dapat mengontrol halusinasi serta dengan sesering
mungkin menemani pasien saat pasien terlihat menyendiri.
4. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit sehingga
keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu perawat
bekerja sama dalam memberikan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Dep Kes RI ( 2001 ). Kpererawatan Jiwa Teori dan Tindakan kperawatan. Cetakan I Jakarta :
Dep Kes RI.
Hawari dadang ( 2001). Pendekatan holistic Pada gangguan Jiwa Skizofrenia.
FK-UI Jakarta.
Stuart Gail W and Laraia Michele T ( 1979). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing.Ed.7. Copyright by Mosby, Inc. USA (2001).
Maslim Rusdi, Dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III.
NANDA (2005-2006). Nursing Diagnoses: Definitions and Classification.

Anda mungkin juga menyukai