DISUSUN OLEH
MASTUTI HANDAYANI
NIM :18010127
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di
tentukan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta
mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya.
Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005)
Di masa dahulu gangguan jiwa di pandang sebgai kerasuan setan, hukuman
karena pelanggaran social atau agama, kurang minat atau semangat dan pelanggaran
norma social. Penderita gangguan jiwa di nyatakan tidak dapat di sembuhkan dan di
belenggu dalam penjara tanpa di beri makanan, tempat berteduh, atau pakaian yang
cukup. Namun, saat ini gangguan jiwa di definisikan sebagai masalah medis.
Menurut Prof. Dr. Azrul Azwar mengatakan angka tersebut menunjukan jumlah
penedrita gangguan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yaitu satu dari empat penduduk
Indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat,
kenakalan remaja sampai Skizopernia (Anonim, 2004)
Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat di
butuhkan asuhan keperawatan yang berkesinambungan, jika tidak mendapatkan
penanganan dan perawatan secara baik dapat membahayakan diri sendiri maupun orang
lain.
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata,
artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar.
( Stuart and Laraia, 2005 ).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan tanpa stimulus nyata. ( Dr. Budi Anna Keliat 2012)
Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan
sesuatu (kadang hal-hal yang membahayakan). ( Trimelia S, Skp, 2012 )
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang
tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. PSIKODINAMIKA
1. Etiologi
Terjadinya perubahan sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multi factor baik
eksternal maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang
mengisolasi diri dari lingkungan, ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri, koping
keluarga tidak efektif, dan permasalahan yang kronik tidak diselesaikan.
Menurut Hamid (2000) yang dikutip oleh Jallo (2008), dan Menurut Keliat (2009) dikutip oleh
Syahbana (2009) tanda dan gejala yang berkaitan dengan halusinasi sebagai berikut:
Dari definisi yang elah djelaskan sebelumnya, dapat dismpulkan bahwa halusinasi merupakan
persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi : halusinasi disebabkan
oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap gangguan orientasi berfokus
sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang maladaptif, dapat dilihat dalam gambar
dibawah ini :
Keterangan Gambar:
a) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan
masalah dalam batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai
dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat
membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut
berbagai sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai
dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan sosial ialah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
c) Respon maladaptif ialah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu
dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1. Kelainan pikir ialah keyakinan yang secara kokoh dapat dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh oranglain dan bertentangan dengan keyataan sosial
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi
yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak
sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak
sesuai dengan peran.
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.
C. Pengkajian keperawatan
A. Faktor Predisposisi
b) Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadapa
stress adalah merupakan salah satu tugas perkembangan yang terganggu.
c) Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa tersingkirkan
kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
d) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersufat halusnogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasnya neurtransmiter otak.
e) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas, overprotektif,
dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat juga berpengaruh pada
ketidakmampuan individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam nyata.
f) Faktor genetik
Penelitian menunjukan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung akan mengalami skizofrenia.
B. Faktor Presipitasi
Adalah stimulus yang dipersiapkan oleh individusebagai tantangan,
ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk koping.
Menurut Stuart (2007) yang dikuip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmapuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
B.Mekanisme koping
1.) Regresi : menghindari stress, kecemasan dan menampilkanprilaku
kembali seperti pada prilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
2.) Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
3) Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan
lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku
apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.
4.) Prilaku halusinasi
Menurut Rawlins dan Heacokck ( dalam Yosep 2010) Prilaku
halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi sebagai berikut:
a.) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama. Tanda gejala yang ditimbulkan yaitu muka merah, kadang pucat,
ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD meningkat, nafas
tersengah-sengah, nadi cepat, timbul gangguan kebutuhan nutrisi.
a. Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan, suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat
oleh klien, jika halusinasi visula, bau apa yang tercium, jika halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa
yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
d. Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien,
bisa dikaji dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.
5.Aspek Medik
a. Chlorpromazine (CPZ)
1) Klasifikasi sebagai antipsikotik dan antiemetic
2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar,
ganggauan skizoaktif, ansientas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik
berlebihan.
3) Mekanisme kerja
4) Kontrakindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sumsum tulang, penyakit parkinson,
insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan
muntah.
5) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostastik, hipertensi, mulut kering,
mual dan muntah.
B. Haloperidol ( HLP)
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikotik kronis dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah yang berat
pada anak- anak.
3)Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum di pahami sepenuhnya tampak menekan SSP
pada tingkat subkortikal, penyakit parkinson, dan anak di bawah usian 3 tahun.
4) Hipersensitivitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak
subkortikal formasi retikuler otak, mensefalon dan batang otak.
5) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, obat kering dan anoreksia.
C. Trihexypenidil (THP)
1. Klasifikasi antiparkinson
2. Indikasi
Segala penyakit parkinson, gajala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat anti parkinson.
3. Mekanisme kerja
4. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaukoma sudut tertutup, hipertropi prostat, pada anak
dibawah usia 3 tahun.
5. Efek samping
6. Pohon masalah
Isolasi sosial
3. Isolasi sosial
E. Perencanaan keperawatan
Kriteria evaluasi : klien mampu menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi kondisi yang
menimbulkan halusinasi.
• Marah
• Takut
• Sedih
• Senang
• Cemas
• Jengkel
3) diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan berikan kesempatan
untuk mengungkapkan perasaan.
4) diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut
5) diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya
Kriteria evaluasi :
• Identifikasi bersama klien atau cara yang dapat dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri, dan lain-lain)
• Diskusikan cara yang digunakan klien, jika acara yang digunakan adaptif, berikan pujian,
jika cara yang digunakan mal adaptif, diskusikan cara tersebut
• Keluarga mampu menyebutkan pengertian tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi,
untuk mengendalikan halusinasi
• Buat kontrak dengan keluarga nuntuk pertemuan (waktu, tempat dan topik)
• Diskusikan dengan keluarga pda saat pertemuan keluarga atau pada saat kunjungan
(pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi, cara mengendalikan
halusinasi, obat halusinasi, cara merawat anggota keluarga dirumah)
• Klien mampu menyebutkan manfaat minum obat, kerugian jika tidak minum obat( nama,
warna, dosis, efek samping obat)
• Klien mampu menyebutkan akibat berhenyi minum obat tanpa konsultasi dokter
• Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat, kerugian minum obat (nama,
warna, dosis, efek samping obat dan efek terapi obat)
• Diskusikan akibat dari berhenti minum obat tanpa konsultasi dengsn dokter
• Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter atau perawat jika terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan
F. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan perawat adalah sesuai dengan strategi pelaksanaan
(sp) yang telah dibuat. Strategi pelaksanaan yang diberikan untuk pasien dan keluarga terdiri
dari:
6) sp 2 keluarga, yaitu melatih keluarga pratik merawat pasien langsung dihadapan pasien.
Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan
halusinasi lansung dihadapan pasien.
G. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada renspon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan (keliat,2005)
Evaluasi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah
dibuat. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP (keliat,
2005: hal 17) yaitu :
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masalah
masih tetap atau muncul masalah atau ada data yang kontra indikasi dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klein. Pada inplementasi
dilakukan maka, evaluasi hasil interfensi terhadap pasien halusinasi yaitu: terbina hubungan
saling percaya antara klien dan perawat, klin dapat mengenal halusinasinya, mendapatkan
dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya dan dapat memanfaatkan obat baik
sesuai dengan program pengobatan.
D. TERAPI MODALITAS
Terapi modalitas merupakan macam macam alternatif yang bisa diberikan untuk
penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa dan juga gangguan kepribadian dalam psikologi klinis
sendiri merupakan penyimpangan perilaku yang masih belum jelas penyebabnya sehingga
dibutuhkan pengkajian lebih mendalam untuk mengetahui apa penyebab dan pemicu dari
terjadinya gangguan jiwa tersebut. Selain itu, kondisi fisik seseorang, masalah kepribadian awal,
kondisi keluarga dan juga masyarakat bisa menjadi penyebab seseorang mengalami gangguan
jiwa. Maramis melakukan identifikasi penyebab dari gangguan yang bisa berasal dari kondisi
fisik, kondisi psikologis atau kejiwaan dan juga masalah sosial atau lingkungan
Jika gangguan jiwa memang disebabkan karena gangguan fisik seperti keseimbangan
neurotransmitter yang menjadi pengendali perilaku manusia, maka pengobatan yang bisa
diberikan adalah farmakologi. Sedangkan jika gangguan jiwa disebabkan karena kondisi
psikologi maka harus diatasi secara psikologi dan jika penyebabnya karena masalah lingkungan,
maka bisa diatasi dengan terapi yang fokus pada manipulasi lingkungan. Dengan ini, maka
berbagai macam terapi dalam keperawatan kesehatan jiwa bisa berbentuk somaterapi, terapi
lingkungan dan juga psikoterapi. Lalu, apa saja macam macam terapi modalitas jiwa yang bisa
digunakan?, berikut ulasan selengkapnya untuk anda.
1. Terapi Individual
Hubungan terstruktur ini memiliki tujuan agar klien bisa menyelesaikan masalah yang
sedang dialami dan juga bisa meredakan penderitaan atau distress emosional sekaligus
mengembangkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan tahapan yang
digunakan dalam terapi individual ini meliputi tiga tahapan yakni tahapan orientasi, tahapan
kerja dan juga tahapan terminasi.
Tahapan orientasi: Merupakan jenis terapi dalam psikologi yang dilakukan saat
perawat memulai interaksi dengan klien untuk membina hubungan saling percaya yang
sangat penting agar klien bisa mengungkapkan masalah yang sedang dihadapi dan mau
bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut dengan perawat.
Tahapan kerja: Dilakukan saat klien mulai bisa mengeksplorasi diri dan
mengungkapkan apa saja yang sedang ia alami. Tugas perawat nantinya tidak hanya
untuk memperhatikan namun konteks cerita namun juga memperhatikan perasaan klien
saat bercerita.
2. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan merupakan terapi menata lingkungan supaya bisa merubah perilaku
abnormal klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku yang adaptif. Perawat nantinya akan
memakai seluruh lingkungan rumah sakit dalam hal terapeutik dan bentuknya adalah
memberikan kesempatan pada klien agar bisa tumbuh sekaligus merubah perilaku dengan cara
fokus pada nilai terapeutik pada aktivitas dan juga interaksi.
Pada terapi lingkungan ini, perawat akan memberikan kesempatan, dukungan sekaligus
pengertian supaya klien bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab. Klien
nantinya juga akan diberikan beberapa peraturan yang harus ditaati, tekanan peer, harapan
lingkungan dan juga belajar untuk bisa berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga harus
mendorong komunikasi serta membuat keputusan, meningkatkan harga diri, belajar mengenai
keterampilan dan juga perilaku yang baru.
Lingkungan rumah sakit tersebut hanyalah lingkungan sementara sebelum kembali ke
rumah sehingga tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemampuan klien agar bisa hidup
di luar lembaga yang sudah diciptakan lewat belajar kompetensi yang dibutuhkan agar bisa
beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan tempat tinggal setelah sembuh dari penyakit
kejiwaan ringan atau berat.
3. Terapi Biologis
Terapi biologi atau terapi sonatic memiliki dasar model medical yang memandang
gangguan jiwa sebagai penyakit. Hal ini berbeda dengan model konsep lain yang lebih
memandang gangguan jiwa hanya merupakan gangguan jiwa saja dan tidak mempertimbangkan
kelainan patofisiologisnya. Tekanan bodel medical merupakan pengkajian spesifik dan juga
mengelompokkan gejala dalam sindroma yang spesifik. Perilaku abnormal dipercaya terjadi
karena perubahan biokimiawi tertentu pada klien.
Beberapa jenis terapi biologis gangguan jiwa adalah memberikan obat atau medikasi
psikofarmaka, intervensi nutrisi, electric convulsice therapy [ECT], bedah otak dan foto terapi.
4. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan sebuah strategi untuk memodifikasi keyakinan dan juga sikap
yang bisa mempengaruhi perilaku dan perasaan klien seperti cara mengatasi stres berat. Proses
yang digunakan adalah untuk membantu mempertimbangkan stressor dan juga dilanjutkan
dengan identifikasi pola berpikir serta keyakinan tak akurat mengenai stressor tersebut.
Gangguan perilaku bisa terjadi karena klien mengalami pola berpikir dan keyakinan yang kurang
akurat sehingga modifikasi perilaku dilakukan dengan mengubah pola berpikir dan juga
keyakinan klien.
5. Terapi Keluarga
Terapi keluarga merupakan terapi yang dilakukan untuk semua anggota keluarga sebagai
treatment unit. Terapi ini memiliki tujuan agar keluarga bisa melakukan fungsinya dengan
sasaran utama yakni keluarga yang mengalami disfungsi atau tidak bisa melakukan beberapa
fungsi yang dibutuhkan anggota keluarga sebagai cara mengatasi stres dan depresi. Dalam terapi
ini, semua masalah keluarga akan diidentifikasi, dirasakan dan juga masalah setiap anggota
keluarga akan digali lebih dalam. Proses terapi keluarga ini terdiri dari 3 tahap yakni perjanjian,
kerja dan juga terminasi.
Dengan digalinya setiap masalah anggota keluarga, maka nantinya masing masing
anggota keluarga akan lebih mawas diri dengan masalah yang sedang terjadi dalam keluarga,
kontribusi pada masalah tersebut yang kemudian akan dicarikan solusi untuk bisa
mempertahankan utuhnya sebuah keluarga sekaligus meningkatkan dan mengembalikan fungsi
dari keluarga tersebut.
6. Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan bentuk terapi pada klien yang memang dibentuk dalam
sebuah kelompok. Dalam terapi kelompok, perawat nantinya akan berinteraksi dengan
sekelompok klien dengan teratur yang bertujuan agar bisa meningkatkan kesadaran diri klien,
lebih meningkatkan hubungan interpersonal sekaligus mengubah perilaku maladaptive yang juga
terdiri dari 3 tahapan.
7. Terapi Perilaku
Terapi perilaku memiliki dasar jika sebuah perilaku terjadi karena proses belajar. Perilaku
sehat bisa dipelajari dan disubsitusi dari perilaku yang tidak sehat seperti dari ciri ciri depresi
berat. Sedangkan teknik dasar yang akan dipakai dalam terapi perilaku diantaranya adalah:
Pengendalian diri
Role model
Kondisioning operan
Desentisasi sistematis
Role model: Strategi mengubah perilaku dengan cara memberikan contoh perilaku
adaptif agar bisa ditiru klien yang biasanya akan dikombinasikan dengan teknik kondisioning
operan dan juga desensitiasi. Kondisioning operan: Terapis akan memberikan penghargaan pada
klien mengenai perilaku positif yang dilakukan klien. Desensitiasi sistematis: Untuk mengatasi
kecemasan pada sebuah stimulus atau kondisi secara bertahap memperkenalkan pada stimulus
tersebut pada saat klien sedang dalam keadaan tenang. Seiring berjalannya waktu, maka klien
akan bisa mengatasi ketakutan atau kecemasan pada stimulus tersebut. Pengendalian diri: Untuk
mengatasi klien dengan perilaku maldaptive ringan cara berlatih mengubah kata negatif menjadi
kata positif.
8. Terapi Bermain
Terapi bermain akan diterapkan karena pendapat dasar jika anak anak bisa berkomunikasi
dengan baik lewat permainan dibandingkan dengan ekspresi verbal sebagai cara menghilangkan
beban pikiran. Dengan terapi bermain ini, perawat bisa melihat perkembangan, status emosional,
hipotesa diagnostik dan juga melakukan intervensi untuk mengatasi masalah klien.
Prinsip terapi bermain adalah membina hubungan agar lebih hangat, merefleksikan perasaan
anak lewat permainan, mempercayai jika anak bisa menyelesaikan masalah dan
menginterpretasikan perilaku. Terapi bermain ini diindikasikan untuk seseorang yang mengalami
depresi, mengalami ansietas atau korban dari penganiayaan baik untuk anak dan juga orang
dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang
mengalami penganiayaan.
Sampai sekarang tidak ada macam macam terapi modalitas jiwa yang sanggup untuk
digunakan dalam semua masalah gangguan jiwa pada klien. Kombinasi terapi modalitas sangat
penting untuk dilakukan sehingga perawat juga memiliki peran penting agar bisa
mengkombinasikan beberapa terapi modalitas agar tujuan bisa didapat dengan optimal. Untuk
mendapatkan tujuan tersebut, maka kemampuan perawat juga harus selalu ditingkatkan dalam
melakukan berbagai strategi terapi modalitas tersebut dan belajar berkelanjutan menjadi hal yang
harus dilakukan untuk setiap perawat jiwa.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
I. IDENTITAS
Nama : ny.A
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Perkejaan : ibu rumah tangga
Agama : islam
Status perkawinan : menikah
Alamat : Batu Panjang Kec. Rupat
Sukubangsa : Indonesia
Tanggal pengkajian: 20 April 2019
Keterangan :
: Wanita : Tinggal serumah
: Pria
: Klien
Klien mempunyai 3 orang saudara. Klien tingggal bersama suami dan anaknya
dirumah. Dirumah klien diasuh oleh 3 orang anaknya. Anak bungsu klien tinggal
dirumah adik klien.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masalah
2. KONSEP DIRI
a. Gambaran diri: Klien menganggap dirinya sempurna
b. Identitas: Klien mengatakan puas dengan anggota tubuhnya
c. Peran: klien mengatakan sebagai ibu rumah tangga tidak mampu
menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga
4. SPIRITUAL
a. Nilai dan keyakinana yang dianut Klien mengatakan keyakianan yang di
anutnya islam
b. Kegiatan ibadah Klien mengatakan sering melakukan sholat 5 waktu
Tidak di temukan masalah keperawatan
V. STATUS MENTAL
1. PENAMPILAN
Penampilan klien rapih , rambut tidak di sisir , berpakaian, sering gonta ganti baju
, gigi klien bersih , tidak ada tercium bau , kuku klien bersih dan pendek .
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah
2. PEMBICARAAN
Pembicaraan klien cepat kadang klien diam dan melamun
Masalah keperawatan : halusinasi
3. AKTIVITAS MOTORIK
4. ALAM PERASAAN
Klien mengatakan “ sedih , karena tidak bisa menjalankan tugas sebagai seorang
ibu
Masalah keperawatannya : harga diri rendah
5. AFEK
Afek klien sesuai , jika ada stimulus menyenangkan klien akan berespon senang
dan ceria , jika stimulus yang menyedihkan klien akan berespon sedih .
Masalah keperawatannya : tidak di temukan masalah
Pada saat interaksi selama wawancara klien terdapat kontak mata kurang , tidak
focus klien melihat kearah sesuatu
7. PERSEPSI
Klien mengatakan ada suara yang menyuruh dia untuk kelunyuran. Suara
tersebut muncul kadang disaat klien duduk sendiri. Suara itu muncul dalam
waktu singkat. Frekuensi nya kadang sampai 5 kali dalam satu hari.
Masalah keperawatan : halusinasi pendengaran
8. PROSES PIKIR
Pada saat interaksi , klien mampu menjawab pertanayaan yang di berikan perawat
Tidak di temukannya masalah keperawatan
9. ISI PIKIR
Pada saat ineraksi , tidak ditemukan adanya waham
Masalah keperawatan tidak ditemukan
11. MEMORI
Gangguan daya ingat jangka panjang klien tidak mengalami gangguan gangguan
daya ingat jangka panjang , di buktikan kliem mampu menceritakan saat ayah dan
ibunya meninggal .
Gangguan daya ingat jangka pendek klien tidak mengalami gangguan daya ingat
jangka pendek di buktikan klien mampu menceritakan sebelum dibawa ke RS .
Gangguan daya ingat saat ini klien tidak mengalami gangguan daya ingat saat ini
di buktikan klien mampu menceritakan kegiatan bangun tidur sampai saat ini .
Tingkat konsentrasi dan berhitung klien baik di buktikan pada saat dalam
pertanyaan hitung-hitungan klien mampu menjawab dengan benar .
13 KEMAMPUAN PENILAIAN
DATA MASALAH
Subjektif : Gangguan sensori persepsi : halusinasi
Klien mengatakan ada suara yang menyuruh pendengaran dan penglihatan
dia untuk kelunyuran. Suara tersebut muncul
kadang disaat klien duduk sendiri. Suara itu
muncul dalam waktu singkat. Frekuensi nya
kadang sampai 5 kali dalam satu hari.
Objectif :
-gelisah
-mondar-mandir
-berbicara sendiri
Subjektif : “klien mengatakan malas Isolasi Sosial
berhubungan dengan orang lain,
C. Pohon masalah
Gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran dan penglihatan
isolasi sosial
D. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:
1. Gangguan sensori persepsi: pendengaran dan penglihatan
2. Isolasi Sosial
3. Harga diri rendah
E. Intervensi Keperawatan
PERENCANAAN
TGL DX
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5
Gangguan Pasien mampu : Setelah 1X pertemuan SP 1 :
Sensori Mengenali pasien dapat Bantu pasien mengenal
Persepsi halusinasi yang menyebutkan : halusinasi :
o Isi
Halusinasi dialaminya Isi, waktu,
o Waktu
Mengontrol
frekuensi, situasi
halusinasinya terjadinya
pencetus, perasaan o Frekuensi
Mengikuti
Mampu o Situasi Pencetus
program o Perasaan saat
memperagakan cara
pengobatan terjadi halusinasi
dalam mengontrol
secara optimal Latih mengontrol
halusinasi
halusinasi dengan cara
menghardik
Tahapan tindakannya
meliputi :
o Jelaskan cara
menghardik halusinasi
o Peragakan cara
menghardik halusinasi
o Minta pasien
memperagakan ulang
o Pantau
penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku
pasien
o Masukkan
dalam jadwal kegiatan
pasien.
pasien. halusinasi :
o Pengertian
halusinasi
o Jenis halusinasi
yang dialami pasien
o Tanda dan
gejala halusinasi
o Cara merawat
pasien halusinasi
( cara
berkomunikasi
pemberian obat dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
o Sumber-sumber
pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
o Bermain peran
cara merawat
o Rencana tindak
lanjut keluarga,
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien
O:
A:
P:
lanjutkan interven
Untuk Klien:
Anjurkan Klien un
cara menghardik
sudah di buat
Anjurkan Klien un
cara menghardik s
muncul
Untuk perawat
Lakukan kontrak w
pertemuan berikut
O:
A:
P:
Untuk perawat;
Lakukan kontrak d
untuk melanjutkan
yaitu dengan cara
aktivitas terjadwal
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dep Kes RI ( 2001 ). Kpererawatan Jiwa Teori dan Tindakan kperawatan. Cetakan I Jakarta :
Dep Kes RI.
Hawari dadang ( 2001). Pendekatan holistic Pada gangguan Jiwa Skizofrenia.
FK-UI Jakarta.
Stuart Gail W and Laraia Michele T ( 1979). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing.Ed.7. Copyright by Mosby, Inc. USA (2001).
Maslim Rusdi, Dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III.
NANDA (2005-2006). Nursing Diagnoses: Definitions and Classification.