Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

RESIKO BUNUH DIRI (RBD)

disusun Oleh :

SHOLIHIN

NPM : 2011515076

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

BANDAR LAMPUNG

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

RESIKO BUNUH DIRI (RBD)


A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja
untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri merupakan salah satu
dari 20 penyebab utama kematian secara global untuk semua umur dan hampir satu
juta orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk,
2013).

B. Macam macam bunuh diri menjadi 4 jenis yaitu :


1. Bunuh diri egoistik
Yaitu bunuh diri yangdilakukan oleh orang orang yang merasa kepentingan
individu lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan sosial
2. Bunuh diri altruistik
Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang
satu dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki integritas
yang kuat, misalnya bunuh diri Harakiri di Jepang.
3. Bunuh diri anomi
Yaitu tipe bunuh yang lebih berfokus pada keadaan moral dimana individu
yang bersangkutan kehilangan cita cita, tujuan dan norma dalam hidupnya
4. Bunuh diri fatalistik
Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh Durkheim pada tipe
bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi ketika nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan

C. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
LaporanPendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP)
untuk 7 DiagnosisKeperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan),
etiologi dari resiko bunuh diriadalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjangsiklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyairiwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu berisiko untukmelakukan tindakan bunuh diri
adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati,impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan,kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan
intervensiyang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
masalah, respons seseorang dalammenghadapi masalah tersebut, dan lain-
lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapatmenyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami olehindividu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapatmenjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukanbunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebutmenjadi
sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk melakukan tindakanbunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan
dengan banyak faktor, baik faktor social maupunbudaya. Struktur social dan
kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klienmelakukan
perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan
meningkatkankeinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang
yang aktif dalam kegiatanmasyarakat lebih mampu menoleransi stress dan
menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat
mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungandengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

D. Rentang Respon Protektif Diri

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan Resiko Destruktif diri tidak Pencederaan bunuh diri
diri destruktif langsung diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh


dirimungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar
dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang.

Keterangan :
a) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin,
dan kesadaran diri meningkat.
b) Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang
yang masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
c) Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti
perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam
rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang
secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
d) Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar
kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit
demi sedikit, dan menggigit jari.
e) Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.

E. Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi
untuk bunuh diri dengan berbagai alasan,berniat melaksanakan bunuh diri,
mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu,
adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus
mendapatkan perhatian serius. Sesekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka
selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang
salah) tentang bunuh diri.
F. Patosikologi
Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri

Isyarat Bunuh Diri


verbal/nonverbal

Pertimbangan
untuk melakukan
bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi
Kurangnya respon
Kematian
positif

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

( Stuart & Sundeen , 2006 )


Tahapan rentang perkembangan bunuh diri juga dibedakan sebagai berikut :
1. Suicide Ideation
Pada tahapan ini merupakan proses kontemplasi dari suicide, atau sebuah
metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien pada
tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun
demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki
pikiran tentang keinginan untuk mati.
2. Suicide Intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicide Threat
Pada tahap ini klien mengekpresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicide Gesture
Pada tahap ini klien menunjukan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan umumnya
tidak mematikan karena mengalami ambivalensi kematian. Individu ini masih
memiliki kemampuan untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini dinamakan “crying for help” .
5. Suicide Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamtkan mislanya minum obat yang mematikan, namun
masih ada yang mengalami ambivalensi.
6. Suicide
Tindakan bunuh diri ini sebelumnya telah didahului oleh beberapa percobaan
bunuh diri sebelumnya. 30 % orang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang
yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini
merupakan pilihan terakhir utnuk mengatasi kesedihan yang mendalam

G. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis danmenyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

H. Pemeriksaan dan Penatalaksanaan


1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal
yang paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri dituliskan
dalam tabel di bawah. Bunuh diri juga dikelompokkan ke dalam faktor yang
berhubungan dengan risiko tinggi dan risiko rendah.
2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan
mereka sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan  berbahaya dari
ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri, nilailah
apakah usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara impulsif dan
tentukan letalitasnya, kemungkinan pasien untuk ditemukan. (contohnya,
apakah pasien sendirian dan apakah pasien memberitahukan orang lain?), dan
reaksi pasien karena diselamatkan (apakah pasien kecewa atau merasa lega?),
dan apakah faktor-faktor yang menyebabkan usaha bunuh diri telah berubah.
4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien dengan
gangguan depresif berat mungkin diobati sebagai rawat jalan jika keluarganya
dapat mengawasi mereka secara ketat dan jika pengobatan dapat dimulai
secara cepat. Selain hal tersebut, perawatan di rumah sakit mungkin
diperlukan.
5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia
dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psokologis dari putus
alkohol menghilang, diperlukan kecurigaan yang tinggi adanya gangguan
depresif berat. Semua pasien yang berusaha bunuh diri oleh alkohol atau obat
harus dinilai kembali jika mereka sadar.
6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena
mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang kacau dengan
letalitas yang tinggi.
7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari konfrontasi
empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan rasional dan
bertanggung jawab terhadap masalah yang mencetuskan krisis dan bagaimana
mereka biasanya berperan. Keterlibatan keluarga atau teman dan manipulasi
lingkungan mungkin membantu dalam menghilangkan krisis yang
menyebabkan usaha bunuh diri.
8. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang menyebabkan
mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak mempengaruhi
perilaku tersebut. “Parasuicide” juga mendapatkan manfaat dari rehabilitasi
jangka panjang, dan periode singkat stabilisassi mungkin diperlukan, tetapi
tidak ada pengobatan jangka pendek yang dapat diharapkan mengubah
perjalanannya secara bermakna.

I. Terapi Aktivitas Kelompok (Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh, 2009)


1. Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan
interpersonaldalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab
akibat tingkah laku anggota,merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang
lain. Terapist bekerja dengan individu dankelompok, anggota belajar dari
interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau
kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.

J. Terapi Modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah


1. Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari faktor fisik/
penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini adalah terapi
psikoaktif, intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll.
2. Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri, kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain dan mempersiapkan diri untuk kembali ke
masyarakat serta mencapai perubahan kesehatan yang positif.
Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
a. Secara psikologis
1) Ruangan aman dan nyaman
2) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri
sendiri atau orang lain
3) Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari (bila
ada) harus dalam keadaan terkunci
4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan ruangan
mudah dipantau oleh petugas kesehatan
5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah
dan meningkatkan gairah hidup pasien
6) Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
b. Lingkungan sosial
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas kesehatan
menyapa pasien sesering mungkin
2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan
atau kegiatan medis lainnya
3) Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau merendahkan
4) Meningkatkan harga diri pasien
5) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan
c. Lingkungan spiritual
1) Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah.
2) Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian terpusat pada
pengobatan, serta agar pasien menemukan harapan baru bagi masa
depannya.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Resiko Bunuh Diri

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan
keluarga (pelaku rawat). Beberapa hal yang harus dilakukan oleh perawat adalah
mengkaji factor resiko, factor predisposisi, factor presipitasi, tanda dan gejala, dan
mekanisme koping.
1. Faktor Resiko
Faktor resiko dari resiko bunuh diri menurut Townsend (2009) meliputi
beberapa hal yaitu :
a) Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah 2 kali lipat dari
orang yang menikah. Sementara itu, orang dengan status bercerai,
berpisah, atau janda memiliki tingkat 4-5 kali lebih besar dari pada orang
menikah ( Jacobs, dkk dalam townsend 2009 )
b) Jenis kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri kini banyak dilakukan oleh wanita, tetapi
tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan oleh pria. Jumlah bunuh
diri yang sukses dilakukan pria adalah sekitar 70 %. Sedangkan wanita
30% ( townsend 2009 )
c) Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh American journal of psychiatry,
pria dan wanita depresi yang menganggap dirinya berafiliasi dengan agama
cenderung mencoba bunuh diri daripada rekan-rekan non religious mereka
(dervic, dkk.via townsend 2009)
d) Status social ekonomi
Individu dikelas social tertinggi dan terendah memiliki tingkat bunuh diri
lebih tinggi dari pada di kelas menengah ( sadock dan sadock, 2007 )
e) Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistic menunjukkan bahwa orang kulit putih
berada di resiko tertinggi untuk bunuh diri diikuti oleh penduduk asli
amerika,orang amerika afrika, hispanik amerika, dan asia amerika ( pusat
nasional statistic kesehatan dalam townsend 2009 )
Berikut ini beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam nilai factor resiko bunuh
diri.
a. Factor resiko versi hatton, valente, dan rink (1977 dalam yusuf, dkk, 205)
No Perilaku dan gejala Rendah Sedang Tinggi
1 Cemas Rendah sedang Tinggi atau panik
2 Depresi Rendah sedang Berat
3 Isolasi-menarik diri Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak berdaya,
yang samar, tidak berdaya, putus putus asa,
menarik diri asa, menarik diri menarik diri,
protes pada diri
sendiri
4 Fungsi sehari hari Umumnya baik Baik pada Tidak baik pada
pada semua beberapa semua aktivitas
aktivitas aktivitas
5 Sumber sumber beberapa sedikit Kurang
6 Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian besar
konstruktif konstruktif destruktif
7 Orang penting/dekat beberapa Sedikit atau Tidak ada
hanya satu
8 Pelayanan psikiatri yang Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap negatif
lalu positif memuaskan terhadap
pertolongan
9 Pola hidup Stabil Sedang (stabil Tidak stabil
tak stabil)
10 Pemakai alkohol dan Tidak sering sering Terus menerus
obat
11 Percobaan bunuh diri Tidak, atau yang Dari tidak Dari tidak sampai
sebelumnya tidak fatal sampai dengan berbagai cara
cara yang agak yang fatal
fatal
12 Disorientasi dan Tidak ada sedikit Jelas atau ada
disorganisasi
13 Bermusuhan Tidak atau tidak beberapa Jelas atau ada
sedikit
14 Rencana bunuh diri Samar, kadang Sering Sering dan
kadang ada dipikirkan konstan
pikiran tidak ada kadang kadang dipikirkan
rencana ada ide untuk dengan rencana
merencanakan yang spesifik

2. Factor predisposisi
a) Factor biologis
Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial (keturunan). Riwayat keluarga
tentang perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh diri dengan bunuh
diri sepanjang siklus hidup dan diagnosis psikiatri. Transmisi ini terlepas dari
transmisi gangguan kejiwaan. Sebaliknya, perilaku-perilaku bunuh diri
tampaknya di mediasi oleh transimi kecendrungan agresi impulsive, sifat yang
mengarahkan klien ke kecenderungan yang lebih tinggi untuk bertindak atas
pemikiran bunuh diri
b) Factor psikologis
Klien resiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan, kemarahan,
keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina, dan stressor

3. Factor social budaya


Durkheim menggambarkan 3 kategori social bunuh diri :
a. Bunuh diri egoistic
Merupakan respon inndividu yang merasa terpisah dan terlepas dari arus
utama masyarakat
b. Bunuh diri altruistik
Individu yang rentan adalah individu yang secara berlebihan diintegraskan
kedalam kelompok. Kelompok ini sering di atur oleh ikatan budaya, agama,
atau politik, dan kesetiaan yang begitu kuat, sehingga individu bersedia
mengorbankan untuk kelompoknya tersebut
c. Bunuh diri anomik
Sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan seseorang
( misalnya oerceraian, kehilangan pekerjaan ) yang mengganggu perasaan
keterkaitan dengan kelompok
4. Factor presipitasi
Factor pencetus resiko bunuh diri adalah
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang
berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress
c. Perasaan marah atau bermusuhan dimana bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan klien yang
menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung
dengan data hasil wawancara dan observasi. Data yang digunakan adalah data
subjektif dan objektif

a. Data subjektif
Klien mengungkapkan tentang :
1. Merasa hidupnya tak berguna lagi
2. Ingin mati
3. Pernah mencoba bunuh diri
4. Mengancam bunuh diri
5. Merasa bersalah, sedih, marah, putus asa, tidak berdaya
b. Data objektif
Data objektif resiko bunuh diri adalah :
1. Ekspresi murung
2. Tak bergairah
3. Banyak diam
4. Ada bekas percobaan bunuh diri
Tanda dan gejala resiko bunuh diri dapat ditemukan melalui wawancara
dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perasaan klien saat ini?
2. Bagaimana penilaian klien terhadap dirinya?
3. Apakah klien mempunyai pikiran ingin mati?
4. Berapa sering muncul pikiran ingin mati?
5. Kapan terakhir berpikir ingin mati?
6. Apakah klien pernah mencoba melakukan percobaan bunuh diri?
lakukannya?Sudah berapa kali? Kapan terakhir melakukannya?
Dengan apa klien melakukan percobaan bunuh diri? apa yang
menyebabkan klien ingin melakukan percobaan bunuh diri?
7. Apakah saat ini masih terpikir untuk melakukan perilaku bunuh diri?

Tanda dan gejala resiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui
observasi adalah:
a. Klien tampak murung
b. Klien tidak bergairah
c. Klien tampak banyak diam
d. Ditemukan adanya bekas percobaan bunuh diri

B. Diagnosis Keperawatan
1. Pohon masalah

Diagnosis : Resiko bunuh diri berhubungan dengan Harga diri rendah

C. Perencanaan
Perencanaa meliputi penentuan diagnosisi keperawatan, tujuan dan intervensi
keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis keperawata pada keadaan gawat
darurat adalah sbg berikut :
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan
depresi
2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan menangani
setress, perasaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri sebegai
pemecah masalah.
4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan kerisis yang tibab tiba
(dirumah, komuniti)
5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun
6. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan kegagalan
(sekolah, hubungan interpersonal).

DAFTAR PUSTAKA

Herdman Ade. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika.

Iqbal Wahit, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B. A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic
Course).Yogyakarta: EGC.

Kelliat, B., A, dkk. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa :Edisi 2. Jakarta: EGC.

Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Nurjannah. (2004). Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta: Momedia.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi
Keempat. Jakarta: Salemba Medika.

Yusuf, Rizky, & Hanik. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika

Iskandar Dkk;2012;Asuhan Keperawatan Jiwa;Bandung;Refika aditama

Budi ana dkk;2011;Keperawatan kesehatan jiwa;jakarta;EGC

Anda mungkin juga menyukai