Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Litbang Vol. XI, No.

1 Juni 2015: 65-73

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEKAMBUHAN PADA PENDERITA


SKIZOFRENIA SETELAH PERAWATAN DI RUMAH SAKIT JIWA

FACTORS ASSOSIATED RELAPSE AMONG PATIENT WITH


SCHIZOPHRENIA IN PATI REGENCY

Siti Qurrotu Aini


Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati
Email: ainiqurrotu85@yahoo.com

Naskah Masuk: 6 April 2015 Naskah Revisi: 22 Apri 2015 Naskah Diterima: 30 April 2015

ABSTRACT
Schizophrenic patients are used to experiencing relapse after completing treatment in psychiatric
hospital. The aim of research was to find the causes of relapse in schizophrenic patients. The type of
research was qualitative. The subjects in this research were five persons who formerly
schizophrenic patients and experienced relapse. Primary data were obtained through interviews
and observations, while secondary data were gained from the document Pati District Health Office
and the relevant references. Data analysis used descriptive method. The results showed that the
cause of relapse in patients with schizophrenia are: 1) pressure life events, such as being
abandoned by spouse, thinking about the wedding preparations with ex-wife (remarriage) and the
failure of marriage planning 2) lack of family role because of lack of knowledge, and lack of
economic sources, 3) uncompliance and irregularity on medication, 3) the limitations of medicine
and health clinic personnel assistance.
Keywords: factor, Relapse, Schizophrenia

ABSTRAK
Penderita Skizofrenia seringkali mengalami kambuh setelah selesai menjalani masa perawatan di
rumah sakit jiwa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penyebab kambuh pada penderita
skizofrenia. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian
ini berjumlah lima penderita skizofrenia dan pernah dinyatakan sembuh kemudian mengalami
kekambuhan. Data primer diperoleh dari wawancara dan observasi. Data sekunder diperoleh dari
dokumen Dinas Kesehatan Kabupaten Pati dan referensi yang relevan. Analisa data dalam
penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab
kekambuhan pada subjek penderita skizofrenia yaitu 1) Tekanan peristiwa kehidupan, diantaranya
ditinggalkan pasangan, memikirkan persiapan pernikahan dengan mantan istri (rujuk) dan gagal
menikah; 2) Kurangnya peran keluarga karena kurangnya pengetahuan, dan kurangnya ekonomi
keluarga; 3) Ketidakpatuhan dan ketidakteraturan minum obat; dam 4) Keterbatasan obat dan
pendampingan tenaga puskesmas.
Kata kunci: faktor, kekambuhan, skizofrenia

65
Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan …. Siti Qurrotu Aini

PENDAHULUAN pasien, dan yang telah pulang sebanyak


95 orang.
Gangguan Jiwa Skizofrenia
Pasien rawat inap yang sudah
merupakan penyakit otak persisten dan
menunjukkan perilaku yang baik setelah
serius yang mengakibatkan perilaku
pengobatan dan tidak lagi menunjukkan
psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan
gejala-gejala yang buruk maka dapat
dalam memproses informasi, hubungan
direkomendasikan oleh Rumah Sakit Jiwa
interpersonal, serta memecahkan masalah
untuk pulang ke rumah dan menjalani
(Stuart dan Sundeen, 2007). Skizofrenia
rawat jalan dengan pengawasan
sifatnya adalah gangguan yang lebih
keluarganya (Amelia, 2013). Pada klien
kronis dan melemahkan dibandingkan
yang sudah keluar dari Rumah Sakit,
dengan gangguan mental yang lain.
maka tugas perawat digantikan oleh
Pasien skizofrenia yang pernah dirawat di
keluarga. Menurut Keliat (1996)
Rumah Sakit akan kambuh 50-80%
keberhasilan perawat di Rumah Sakit
(Puspitasari, 2009).
akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah
Prevalensi penderita skizofrenia di
yang kemudian mengakibatkan klien
Indonesia adalah 0,3-1% dan biasanya
harus dirawat di Rumah Sakit kembali
timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, atau biasa disebut dengan kambuh.
namun ada juga yang baru berusia 11-12 Berdasarkan wawancara pada 5
tahun sudah menderita skizofrenia. keluarga yang merawat penderita
Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 Skizofrenia dirumah, penderita pernah
juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta mengalami kekambuhan dan kembali
jiwa menderita skizofrenia, dimana dirawat di rumah sakit jiwa. Jarak
sekitar 99% pasien di RS Jiwa di kekambuhan bervariasi pada masing-
Indonesia adalah penderita skizofrenia masing penderita yaitu antara satu bulan
(Arif, 2006). Prevalensi gangguan jiwa sampai satu tahun setelah dipulangkan
berat Provinsi Jawa Tengah sebesar 12% dari rumah sakit jiwa. Penelitian yang
(Depkes RI, 2008). ditulis oleh Davies dalam Amelia (2013)
Data Rumah Sakit Jiwa Provinsi menunjukkan bahwa hampir 80% pasien
Jawa Tengah sampai Desember 2014, Skizofrenia mengalami kekambuhan
pasien Skizofrenia yang dirawat sebanyak berulang kali. Dalam sebuah penelitian
3.613 orang terdiri dari rawat inap dan yang ditulis dalam The Hongkong
rawat jalan. Kasus Skizofrenia merupakan Medical Diary bahwa studi naturalistik
kasus yang terbanyak dibandingkan kasus telah menemukan tingkat kekambuhan
gangguan jiwa yang lain yaitu sebanyak atau kekambuhan pada pasien skizofrenia
2.589 orang atau 71,66% dari total pasien adalah 70-82% hingga lima tahun setelah
gangguan jiwa (RSJD Prov. Jateng, pasien masuk Rumah Sakit pertama kali
2014). (Amelia, 2013).
Jumlah Skizofrenia di Kabupaten Kekambuhan pada pasien
Pati belum diketahui secara pasti. Data Skizofrenia merugikan dan
sementara menunjukkan terdapat 208 membahayakan pasien, keluarga, dan
penderita Skizofrenia. Jumlah ini didapat masyarakat. Ketika tanda-tanda
dari 8 Puskesmas yang melapor (DKK kekambuhan muncul, pasien bisa saja
Pati, 2013). Menurut Sugihantono (2013) berperilaku menyimpang seperti
menyatakan bahwa penderita gangguan mengamuk, bertindak kekerasan seperti
jiwa di Kabupaten Pati pada tahun 2013 menghancurkan barang-barang atau yang
yang telah ditangani baik di Rumah Sakit lebih parah lagi pasien akan melukai
Jiwa maupun di Puskesmas sebanyak 115 bahkan membunuh orang lain atau dirinya

66
Jurnal Litbang Vol. XI, No. 1 Juni 2015: 65-73

sendiri. Jika hal itu terjadi masyarakat setelah adanya peningkatan peristiwa
akan menganggap bahwa gangguan yang hidup.
diderita pasien tersebut sudah tidak bisa Ada beberapa faktor yang dapat
disembuhkan lagi. Keluarga pun akan mempengaruhi kekambuhan penderita
dirugikan dari segi materi karena jika gangguan jiwa menurut Keliat (1996)
pasien kembali menjalani rawat inap di meliputi: 1) Pasien yang gagal memakan
Rumah Sakit Jiwa maka akan banyak obat secara teratur mempunyai
biaya yang harus mereka keluarkan untuk kecenderungan untuk kambuh; 2) Dokter
pengobatan (Amelia, 2013). Berdasarkan yang memberi resep diharapkan tetap
pemaparan diatas, tujuan penelitian ini waspada mengidentifikasi dosis terapeutik
adalah untuk menggambarkan faktor yang dapat mencegah kambuh dan
penyebab kekambuhan setelah penderita menurunkan efek samping; 3)
gangguan jiwa Skizofrenia mendapat Penanggung Jawab Pasien (case
perawatan medis maupun psikologis di manager) atau perawat Puskesmas tetap
Rumah Sakit Jiwa di Kabupaten Pati. bertanggungjawab atas program adaptasi
TINJAUAN PUSTAKA pasien di rumah setelah pasien pulang ke
rumah; 4) Pasien yang tinggal dengan
Kekambuhan Gangguan Jiwa keluarga dengan ekspresi emosi yang
Skizofrenia tinggi diperkirakan kambuh dalam waktu
Kekambuhan adalah kondisi 9 bulan; 5) Lingkungan sekitar tempat
pemunculan kembali tanda dan gejala tinggal pasien yang tidak mendukung
suatu penyakit setelah mereda (Dorland, dapat juga meningkatkan frekuensi
2002). Pada gangguan jiwa kronis kekambuhan. Misalnya masyarakat
diperkirakan mengalami kekambuhan menganggap pasien sebagai individu yang
50% pada tahun pertama, dan 70% pada tidak berguna, mengucilkan pasien,
tahun kedua (Yosep, 2006). Kekambuhan mengejek pasien dan seterusnya.
biasanya terjadi karena adanya kejadian-
kejadian buruk yang terjadi sebelum METODE PENELITIAN
mereka kambuh (Wiramihardja, 2007).
Metode yang digunakan dalam
Menurut Tomb (2004), gejala-
gejala kekambuhan pada Skizofrenia penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
cenderung tumpang tindih, dan diagnosis yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan
dapat berpindah dari satu subtipe seiring dari orang-orang dan perilaku yang dapat
berjalannya waktu (baik dalam satu diamati (Moleong, 2004). Data primer
episode atau dalam episode berikutnya). diperoleh dari wawancara. Penentuan
Sehingga faktor penyebab kekambuhan informan dengan purposive sampling.
pada gangguan Skizofrenia sifatnya Penelitian dilaksanakan di bulan Juni-
cenderung menyeluruh tidak mengacu Oktober 2013. Subjek dalam penelitian ini
pada subtipe tertentu. Sedangkan menurut berjumlah lima orang penderita
Ingram dkk (1993), Skizofrenia Skizofrenia yang pernah di Rumah Sakit
memerlukan rehabilitasi intensif, sosial, Jiwa dan telah dinyatakan sembuh
industrial, tetapi jumlah rangsangan harus kemudian mengalami kekambuhan
cocok dengan kebutuhan individu. sampai berulang.
Rangsangan yang berlebihan telah Metode analisa data yang
terbukti menyebabkan kekambuhan, digunakan adalah analisa data deskriptif
sedangkan rangsangan yang terlalu kecil yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
terbukti meneruskan penarikan diri dan data reduction, data display, dan
kronisitas. Kekambuhan seringkali timbul conclusion.

67
Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan …. Siti Qurrotu Aini

HASIL DAN PEMBAHASAN pekerjaan, status perkawinan dan


Karakteristik Subjek diagnosa. Dalam penelitian ini terdapat
Subjek penelitian memiliki dua subjek yang didiagnosa mengalami
karakteristik yang berbeda berdasarkan Skizofrenia paranoid. Gambaran
beberapa indikator seperti jenis kelamin, karakteristik subjek penelitian disajikan
umur, lama gangguan, pendidikan, dalam tabel 1.
Tabel 1.
Penderita Gangguan Jiwa
Subjek Jenis Umur Lamanya Pendidikan Pekerjaan Status
kelamin Gangguan Perkawinan
SA perempuan 52 th 25th SD Tidak bekerja Pernah menikah
SP Laki-laki 40th 22th MTS Serabutan Belum menikah
LS Laki-laki 29th 13th SD Tidak bekerja Belum menikah
JM Laki-laki 29th 9th MTS Serabutan Belum menikah
WD Laki-laki 32th 12th SD Tani Pernah menikah
Sumber: Pengolahan Data (2013)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Tekanan Peristiwa Kehidupan


Subjek penelitian berjumlah 5 orang Tekanan yang berasal dari peristiwa
dengan komposisi jenis kelamin 4 orang kehidupan dapat menjadi pencetus
laki-laki yaitu SP, LS, JM dan WD serta 1 kekambuhan subjek. Subjek SA sudah
orang perempuan (SA). Umur subjek dapat menjalankan aktivitas sehari-hari
bervariasi antara 29 sampai 52 tahun. setelah pulang dari Rumah Sakit dan
Lama mengidap gangguan jiwa juga dinyatakan sembuh, namun sebulan
bervariasi antara 9 sampai 25 tahun. Rata- kemudian tiba-tiba SA teringat suaminya
rata subjek mengenyam pendidikan antara yang sudah meninggalkannya.
SD-SMP/sederajat. Dalam kondisi sehat,
“Setiap kali dari Rumah Sakit itu
subjek memiliki aktivitas yang berbeda-
kelihatan seperti orang waras. Pernah di
beda, seperti berdagang, bekerja serabutan
Magelang, di Semarang juga pernah.
atau merantau, dan dua orang diantaranya
Mau sholat, resikan, cara bicaranya juga
hanya dirumah (tidak bekerja). Sebagian
bagus, nyaut. Kondisi seperti itu biasanya
besar subjek belum menikah karena sudah
seminggu sampai satu bulan. Kalau
menderita gangguan jiwa sejak berusia
sudah ingat suaminya, nanti dia kumat
muda. Hanya dua orang subjek yang
lagi. Pergi ke pasar,
sudah menikah, yaitu SA dan WD.
keluyuran”.(Keluarga SA, 2013).
Diagnosa Skizofrenia didapatkan dari data
Puskesmas kecamatan tempat subjek Hal serupa juga dialami oleh WD
tinggal. yang pernah ditinggalkan oleh istrinya
Hasil wawancara dan observasi dan mengajak turut serta anaknya.
lapangan terhadap masing-masing subjek, Peristiwa ini memicu kekambuhan WD
keluarga, dan petugas jiwa Puskesmas setelah menjalani perawatan di Rumah
maka diperoleh empat tema penelitian Sakit Jiwa, WD sudah dapat menjalankan
yaitu tekanan peristiwa kehidupan, aktivitas keseharian sebagai petani dan
kurangnya peran keluarga, ketidakpatuhan berobat jalan di Puskesmas secara
dan ketidak teraturan minum obat, serta mandiri. Hal itu berjalan selama satu
keterbatasan obat dan pendampingan dari tahun dan kemudian terjadi peristiwa lagi
Puskesmas. yaitu istri WD mengajak rujuk. Sesaat

68
Jurnal Litbang Vol. XI, No. 1 Juni 2015: 65-73

WD merasa senang, akan tetapi semakin Peningkatan peristiwa kehidupan


mendekati hari yang ditentukan WD yang lain dialami oleh Subjek JM. Dalam
justru murung, tidak mau beraktivitas dan kondisi masa pemulihan, JM
mengurung diri di kamar, tidak mau mengutarakan keinginannya untuk
makan dan minum obat. menikah. Keluarga bermaksud
“Tidak tau bu. Padahal sebelumnya juga mencarikan calon yang memiliki latar
baik, tiap pagi ke sawah. Tapi semenjak belakang yang sama, akan tetapi pada saat
istrinya kesini minta rujuk kok malah perkenalan keluarga perempuan menolak
tidak mau ngomong, dikamar aja, tidak JM karena keluarga perempuan
mau makan, tidak mau minum menginginkan calon dengan riwayat yang
obat.”(Keluarga WD). tidak pernah mengalami gangguan jiwa.
Peristiwa pemicu kekambuhan Peristiwa penolakan tersebut membuat JM
yang lain adalah karena keinginan SP murung dan berperilaku anarkis. Menurut
yang tidak terpenuhi. Sepulang dari Maslow dalam Alwisol (2008), kegagalan
Rumah Sakit, keluarga mengakui kondisi dalam memenuhi kebutuhan dimiliki dan
SP membaik, ditunjukkan dengan cinta atau kasih sayang menyebabkan
perilaku yang tidak begitu kasar, mau psikopatologi, dalam hal ini adalah
dimintai tolong tetangga menebang pohon kekambuhan penderita skizofrenia.
dan lain sebagainya. Akan tetapi ketika Kurangnya Peran Keluarga
SP kehabisan uang dan ingin membeli Penderita Skizofrenia tidak mampu
motor, dia kembali mengamuk karena memanajemen dirinya untuk teratur dalam
orang tua tidak memiliki sejumlah uang minum obat. Selain itu efek samping yang
yang diminta SP. Murray dalam Alwisol membuat klien merasa tidak nyaman
(2008) menjelaskan bahwa kebutuhan sehingga klien menolak untuk minum
merupakan penentu tingkah laku yang obat. Tidak jarang obat yang diberikan
berasal dari dalam individu, tekanan tidak ditelan dan dibuang oleh klien,
adalah bentuk penentu tingkah laku yang maka dari itu diperlukan pengawasan oleh
berasal dari lingkungan. Kebutuhan yang keluarga dalam minum obat sehingga obat
tidak dapat terpenuhi ini menjadi tekanan yang diberikan benar-benar ditelan.
bagi mereka. Murray menambahkan Permasalahan yang umum terjadi di
bahwa tekanan dari suatu obyek (bisa keluarga para subjek adalah keluarga
berupa manusia, benda, atau situasi) merasa tidak mampu untuk mengawasi
adalah apa yang dapat dilakukan dan mengingatkan pemberian obat kepada
lingkungan itu kepada subjek (penerima subjek. Keluarga SA, JM, LS, dan WD
tekanan). Seperti tekanan yang mereka memilih untuk bersikap pasrah dan tidak
dapat akhirnya mempengaruhi perilaku melanjutkan pemberian obat, keluarga SP
mereka. Para subjek yang kondisinya memilih sembunyi-sembunyi untuk
masih labil setelah keluar dari Rumah memberikan obat dengan cara
Sakit jiwa kembali rentan mengalami mencampurkan ke dalam makanan atau
kekambuhan karena masalah yang minuman SP.
membuat mereka tertekan, cemas dan “Kami takut kalau mengingatkan SP bu,
tidak tenang sehingga menyebabkan dia itu galak. Bapaknya saja pernah
mereka mengalami kekambuhan. Apalagi ketakutan karena mau di bunuh. Selama
jika didukung dengan ketidakpatuhan lima tahun merantau di Sumatra. Obatnya
mereka terhadap pengobatan sehingga saya campurkan ke dalam makanan atau
kemungkinan mereka mengalami kambuh minuman meskipun kadang dia bisa
semakin besar. merasakan ”(Keluarga SP, 2013).

69
Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan …. Siti Qurrotu Aini

“Tidak ada yang mempan untuk mereka pernah menghadiri penyuluhan


mengingatkan. Ibunya sudah tua. mengenai tata cara perawatan penderita
Kakaknya pergi merantau karena Skizofrenia yang diselenggarakan oleh
dimusuhi terus. Masyarakat disini takut Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Akan
sama dia”(Tetangga LS, 2013). tetapi dalam hal prakteknya tidaklah
“Gimana ya bu, kalau di ingatkan untuk mudah. Keluarga Subjek SP, JM dan WD
minum obat, dia itu ngeyel. Lha dia itu mengaku bahwa informasi didapatkan
pinter kok bu..kadang seperti orang cukup dengan bertanya kepada petugas
waras” (Keluarga SA, 2013). kesehatan jiwa yang datang atau kepada
Bidan Desa.
“Kami tidak punya cukup waktu untuk
selalu ngawasi dia bu, kami juga harus Selain pengetahuan, faktor ekonomi
mencari uang untuk menyambung hidup. keluarga juga menjadi penyebab
Jadi ya bagaimana lagi” (keluarga JM, terjadinya kekambuhan pada para subjek
2013). baik secara langsung maupun tidak
langsung. Subjek SP pernah kambuh
Salah satu faktor penyebab
karena mengetahui tabungannya habis. SP
kurangnya peran keluarga dalam
pernah ngamuk karena meminta sejumlah
perawatan klien Skizofrenia adalah karena
uang kepada orang tua diluar kemampuan
keluarga tidak tahu cara menangani
mereka. Kelurga SP, SA, JM dan WD
perilaku klien di rumah, keluarga jarang
mengikuti proses keperawatan klien, mengakui mengalami kesulitan menebus
keluarga dengan aktivitas yang tinggi dan obat jika obat yang disediakan Puskesmas
tim kesehatan di Rumah Sakit juga jarang tidak mencukupi. Seperti yang dijelaskan
melibatkan keluarga Keliat (1996). Hal ini oleh Simanjuntak (2008) bahwa masalah
sesuai dengan pendapat Nurdiyana dalam keuangan bisa mengganggu keteraturan
Wulansih dan Widodo (2008) bahwa pasien dalam pengobatan saat rawat jalan
kekambuhan yang tinggi disebabkan juga karena beberapa pasien mungkin tidak
oleh kurangnya pengetahuan keluarga mampu untuk membeli obat seperti yang
tentang penyakit Skizofrenia sehingga dialami oleh SP, SA, JM dan WD.
peran serta keluarga rendah. Ketidakpatuhan dan Ketidakteraturan
Selain ketidakmampuan untuk Minum Obat
mengingatkan subjek meminum obat dan
Berbagai permasalahan yang
kesibukan, masing-masing keluarga
dihadapi subjek, telah memicu
subjek juga mengaku tidak tahu jenis obat
kekambuhan gangguan skizofrenia yang
dan fungsinya serta cara memperlakukan
dialami subjek. Hal ini diperparah dengan
subjek ketika mengamuk.
Menurut Sena dalam Purwanto kondisi subjek yang tidak mau minum
(2010), untuk mengurangi perawatan obat sesuai aturan karena efek obat yang
ulang atau frekuensi kekambuhan dan sangat mengganggu aktivitas dan
untuk mengurangi klien Skizofrenia yang pekerjaan mereka, merasa tidak sakit,
dirawat di Rumah Sakit Jiwa, perlu merasa sudah sembuh dan juga terjadi
adanya pendidikan kesehatan jiwa yang kebosanan minum obat karena
ditujukan kepada klien dan keluarga yang berlangsung dalam jangka waktu yang
merawat klien, sebagai upaya lama. Hal ini seperti yang diungkapkan
meningkatkan pengetahuan klien dan oleh Subjek:
keluarga tentang Skizofrenia dan “Sakit semua dibadan, perut bagian yang
kepatuhan dalam pengobatan. sini, kepala juga pusing…..tolong pijeti
Berdasarkan pengakuan dari keluarga SA, mb…kepalaku”(SA, 52 tahun)

70
Jurnal Litbang Vol. XI, No. 1 Juni 2015: 65-73

Dalam buku Minister Supply dan bahwa tiga bulan terakhir WD tidak
Service Canada (2005) menjelaskan mengambil obat di Puskesmas.
bahwa pasien mungkin menderita efek “Mboten nopo-nopo kok bu…sudah
samping dari obat-obatan yang baik” (WD, 32 tahun)
dikonsumsinya dan meyakini hanya akan
Menurut Kaplan dkk (2005),
menimbulkan lebih banyak permasalahan
beberapa pasien tidak melanjutkan
dibanding menemukan jalan keluar.
pengobatannya karena merasa obat yang
Menurut Keliat (1996) makan obat secara
diminum tidak efektif atau efek obat yang
teratur dapat mengurangi frekuensi
rendah, banyak pasien menghentikan
kekambuhan, namun pemakaian obat
pengobatannya karena merasa lebih baik.
neuroleptik yang lama dapat
menimbulkan efek samping Tardive Keterbatasan Obat dan Pendampingan
Diskinesia yang dapat mengganggu Petugas Jiwa di Puskesmas
hubungan sosial seperti gerakan tidak Setelah pulang dari Rumah Sakit
terkontrol. Selain karena Jiwa, subjek menjalani rawat jalan di
ketidaknyamanan yang dirasakan akibat Puskesmas masing-masing. Kendala yang
obat yang dikonsumsi, alasan lainnya terdapat di lapangan adalah ketersediaan
adalah karena merasa tidak sakit. Hal ini obat yang yang terkadang kurang dari
dialami oleh keseluruhan subjek. rangkaian resep yang disarankan oleh
“Orang kalau di suruh minum obat itu Rumah Sakit Jiwa tempat perawatan
malah bilangnya gini kok bu: coba saja sebelumnya. Hal ini di sebabkan karena
minum sendiri obatnya, biar tau rasanya keterbatasan anggaran dari pemerintah
seperti apa. orang tidak sakit kok disuruh untuk penderita gangguan jiwa.
minum obat terus-terusan” (Keluarga “Biasanya dapat obat dari Rumah Sakit
SA). itu ada tiga jenis. Tapi kalau dari
“Ya kalau di suruh minum obat ya puskesmas seringnya cuma dua jenis,
bilangnya begini: Tidak mau…orang kadang juga tiga jenis. kata bu dokter
tidak sakit kok disuruh minum obat” obatnya habis. Sementara diminum
(Keluarga SP). seadanya” (Keluarga SP, 2013).
Para subjek merasa tidak sakit Keterbatasan obat juga
karena mengalami gangguan realitas. diungkapkan oleh petugas kesehatan jiwa
mereka tidak mampu menyadari bahwa dimasing-masing Puskesmas.
mereka sedang dalam kondisi mengalami “Ya memang ada terjadi kekurangan
gangguan jiwa dan membutuhkan obat. pasokan obat. Seharusnya dari Dinas
Hal ini dapat dijelaskan dengan pendapat yang menyediakan. Kami hanya
Keliat (1996) bahwa pasien dengan melaksanakan. Kalau Jenisnya
gangguan jiwa Skizofrenia biasanya sukar Trifluooperazine, Fluphenazine, dan
mengikuti aturan minum obat karena Haloperidol. Biasanya salah ada salah
adanya gangguan realitas dan satu jenis yang tidak ada.” (Petugas Jiwa
ketidakmampuan mengambil keputusan. Puskesmas Gabus II, 2013).
Hal berbeda dialami oleh WD. Selain pelayanan dalam pemberian
Setelah pulang dari Rumah Sakit Jiwa, obat, petugas kesehatan juga melakukan
kondisi WD membaik dan dapat pendampingan dan kunjungan ke rumah
menjalankan aktivitas sebagai petani. subjek. Kunjungan dilakukan untuk
Setiap bulan WD rajin berkunjung ke memberikan arahan, motivasi maupun
Puskesmas untuk mengambil obat. konseling kepada pasien dan keluarga.
Diketahui dari petugas jiwa Puskesmas Kendala yang dialami oleh Petugas

71
Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan …. Siti Qurrotu Aini

Kesehatan Jiwa adalah minimnya karena subjek tidak mampu mengatur diri
sumberdaya manusia. Setiap Puskesmas untuk minum obat serta keterbatasan obat
hanya memiliki satu petugas jiwa yang dan pendampingan tenaga puskesmas.
juga merangkap sebagai perawat umum. Saran
Akibatnya, tidak setiap pasien dapat
terpantau secara optimal. 1. Keluarga memberikan perhatian dan
menguasai pengetahuan meliputi
“Mas WD ini sebenarnya sudah baik, gangguan mental yang diderita
sudah mandiri kontrol ke puskesmas klien/penyakit skizofrenia dan faktor
setiap bulan. Tapi sudah tiga bulan ini penyebabnya. Selain itu, keluarga
tidak datang ke Puskesmas.karena harus menguasai cara merawat pasien
kesibukan saya belum bisa mengunjungi dengan benar setelah pasien keluar
dan mencari tau kenapa” (Petugas dari Rumah Sakit Jiwa yang meliputi
Kesehatan Jiwa Puskesmas Gabus II, cara pemberian obat, dosis obat, dan
2013). efek samping pengobatan, gejala
“Kurangnyaa tenaga bu. Saya sendirian kekambuhan, serta sikap yang perlu
mengurusi penderita gangguan jiwa ditunjukkan dan dihindari selama
sekecamatan. masih harus menjalankan merawat klien di rumah.
tugas di Puskesmas. Akibatnya waktu 2. Meningkatkan kerjasama Pihak
untuk kunjungan jadi sebisanya” (Petugas Rumah Sakit Jiwa dan/atau Petugas
kesehatan Jiwa Puskesmas Batangan, Kesehatan Jiwa Puskesmas dengan
2013). keluarga mengenai tata cara
Menurut Keliat (1996), perawatan penderita gangguan jiwa
Penanggung Jawab Pasien (case setelah dari Rumah Sakit.
manager) atau perawat Puskesmas tetap 3. Dinas Kesehatan menyediakan obat
bertanggungjawab atas program adaptasi yang sesuai dengan jenis obat yang
pasien di rumah setelah pasien pulang ke ramah pasien dan minim efek
rumah. samping, serta dosis yang sesuai dari
Rumah Sakit Jiwa.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
Alwisol. 2008. Psikologi kepribadian.
Hasil penelitian menunjukkan Malang: UMM Press.
kekambuhan pada pasien Skizofrenia
disebabkan oleh empat faktor yaitu: 1) Amelia, D. R., Z. Anwar. 2013.
tekanan peristiwa kehidupan meliputi Kekambuhan Pada Pasien
pasangan tidak memberikan dukungan Skizofrenia. Jurnal Ilmiah
bahkan meninggalkan pasien selama masa Psikologi Terapan 1(1): 52-64.
pemulihan, memikirkan biaya untuk rujuk Arif, I. S. 2006. Skizofrenia (Memahami
dengan mantan istri dan kegagalan Dinamika Keluarga Pasien).
menikah. 2) kurangnya peran keluarga Bandung: Refika.
juga memicu kekambuhan pasien Departemen Kesehatan Republik
diantaranya disebabkan kurangnya Indonesia. 2008. Riset Kesehatan
pengetahuan, dan kurangnya ekonomi Dasar 2007. Jakarta: Badan
keluarga.3)Permasalahan peristiwa Penelitian dan Pengembangan
kehidupan dan kurangnya peran keluarga Kesehatan Republik Indonesia.
diperparah dengan ketidakpatuhan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. 2013.
ketidakteraturan minum obat. 3) Rekapitulasi Data Gangguan Jiwa
ketidakpatuhan minum obat disebabkan Di Kabupaten Pati.

72
Jurnal Litbang Vol. XI, No. 1 Juni 2015: 65-73

Dorland. 2002. Ilustrated Medical Simanjuntak, Y. P. 2008. Faktor Risiko


Dictionary: Kamus Kedokteran. Terjadinya Relaps pada Pasien
Jakarta: EGC. Skizofrenia Paranoid.
Ingram, I. M., G. C. Timbury, G.C., R. M. (http://www.repository.usu.ac.id/bit
Mowbray. 1993. Catatan Kuliah stream/123456789/6360/3/00E008
Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran 35.pdf, diakses 2 Maret 2013).
EGC. Stuart., J. S. Sundeen. 2007. Buku Saku
Kaplan, H. I., B. J. Sadock., J. A. Grebb. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
2005. Sinopsis Psikiatri (Ilmu Sugihantono, A. 2013. Laporan
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Penyelenggaraan Rakerkesda Dinas
Klinis). Jakarta: Binarupa Aksara. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Keliat, B. A. 1996. Peran Serta Keluarga (http://Www.Dinkesjatengprov.Go.I
dalam Perawatan Gangguan Jiwa. d/Dokumen/2013/Publik/Rakerkesd
Jakarta: EGC. a/Narasumber/Lap_Kadinkes_Rake
Minister Supply & Service Canada. 2005. rkesda_2013.Pdf, diakses 6 April
Skizofrenia (Sebuah Panduan Bagi 2015).
Keluarga Penderita Skizofrenia). Tomb, D. A. 2004. Buku Saku Psikiatri.
Yogyakarta: Dozz (Kelompok Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Penerbit Qalam). Wiramihardja, S. A. 2007. Pengantar
Moleong, L. J. 2004. Metodologi Psikologi Abnormal. Bandung:
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Refika Aditama.
Remaja Rosdakarya. Wulansih, H. S., Widodo, A. 2008.
Purwanto. 2010. Faktor-faktor yang Hubungan Antara Tingkat
Berhubungan dengan Kekambuhan Pengetahuan dan Sikap Keluarga
Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Dengan Kekambuhan Pasien
Daerah Surakarta. Skripsi tidak Skizofrenia di RSJD Surakarta.
diterbitkan. Surakarta: Universitas Jurnal Ilmu Keperawatan 1(4):
Muhammadiyah Surakarta. 181-186.
Puspitasari., E. Perdana. 2009. Peran Yosep, Iyus. 2006. Keperawatan jiwa
Dukungan Keluarga Pada (Cetakan 1). Bandung : PT Refika
Penanganan Penderita Skizofrenia. Aditama.
(http://eprints.ums.ac.id/4929,
diakses 21 Februari 2013).
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi BIODATA PENULIS
Jawa Tengah. 2014. Sepuluh Besar Siti Qorrotu Aini, lahir 5 Agustus 1985 di
Diagnoa Penyakit RSJD Dr. Amino kota Pati Jawa Tengah. Sarjana (S1)
Dondohutomo. Unit Gawat Darurat Universitas Diponegoro Semarang
(http://rs- Jurusan Psikologi Tahun 2009. Bekerja
amino.jatengprov.go.id/daftar-10- sebagai peneliti di Kantor Penelitian dan
besar-penyakit/9-artikel, diakses 1 Pengembangan Kabupaten Pati.
Maret 2015).

73

Anda mungkin juga menyukai