Anda di halaman 1dari 30

TRAUMA KIMIA

DISUSUN OLEH

DR. Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis,M.Ked (Oph) Sp.M

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1.Latar Belakang..........................................................................................1
1.2.Tujuan.......................................................................................................2
BAB 2 TINJAUANPUSTAKA................................................................................3
2.1. AnatomiMata........................................................................................3
2.1.1. Rongga Orbita...............................................................................3
2.1.2.Palpebra..........................................................................................3
2.1.3. Konjungtiva...................................................................................4
2.1.4. Cornea............................................................................................4
2.1.5.Uvea................................................................................................4
2.1.6.Lensa...............................................................................................5
2.2. Trauma Kimia padaMata.....................................................................5
2.2.1.Defenisi...........................................................................................5
2.2.2.Etiologi............................................................................................5
2.2.3. Trauma Asam................................................................................6
2.2.4. Trauma Basa.................................................................................9
2.2.5. Gejala Klinis................................................................................11
2.2.6. Klasifikasi Derajat Keparahan.....................................................13
2.2.7. Diagnosis.....................................................................................15

Universitas Sumatera Utara

2.2.8. Penatalaksanaan...........................................................................17
2.2.9. Komplikasi..................................................................................22
2.2.10 Prognosis....................................................................................23
Bab 3 KESIMPULAN
3.1.Kesimpulan..........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25

Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN

Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung dengan


lingkungan luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari posisi
anatominya tersebut. Mata sering terpapar dengan keadaan lingkungan sekitar
seperti udara, debu, benda asing dan suatu trauma yang dapat langsung mengenai
mata. Trauma pada mata meliputi trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, dan
trauma radiasi.1,2
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan
sampai kehilangan penglihatan.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau
basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.1,2
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat
mengalami gangguan penglihatan akibat trauma.75% dari kelompok tersebut buta
pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam
penglihatan setiap tahunnya.Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat
menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja.Lebih dari
800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap
tahunnya.Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma
mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat
kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian
besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa
antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan
oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi
kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan
umur rata-rata 31 tahun. 1,2,3

Universitas Sumatera Utara

Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit


berbeda.Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan
menembus kornea dibandingkan bahan asam.Dampak yang ditimbulkan dari
trauma kimia pada mata sangat tergantung pada tingkat pH, kecepatan, dan jumlah
bahan kimia yang mencapai mata. Walaupun demikian, setiap bahan kimia yang
masuk ke dalam mata perlu diwaspadai agar tidak meningkatkan morbiditas dan
mengganggu fungsi penglihatan dari organ ini. Trauma pada mata memerlukan
penanganan yang tepat untuk mencegah kerusakan yang lebih berat agar tidak
berujung pada kebutaan. 1,2,3

Universitas Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Anatomi Mata

2.1.1. Rongga Orbita


Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang
yang membentuk dinding orbita: lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita
yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan
zigomatikus.Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi
rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding
medialnya1,2,4,5
Dinding orbita terdiri atas tulang:
1. Superior

: os. Frontal

2. Lateral

: os. Frontal, os. Zigomatikus, ala magna os. Sfenoid

3. Inferior

: os. Zigomatik, os. Maksila, os. Palatina

4. Nasal

: os. Maksila, os. Lakrimal, os. Etmoid

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1.Rongga Orbita

2.1.2

Palpebra
Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan

sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra
merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. 1,2,5

2.1.3. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.Konjungtiva terdiri atas 3 bagian: 1,2,4,5
-

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar


digerakkan dari tarsus

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari


sklera di bawahnya

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan


tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi

2.1.4. Kornea
Kornea adala selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas
lapis: 1,2,4
-

Epitel

Membran Bowman

Stroma

Membran Descement

Endotel

2.1.5. Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar, dan
koroid. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2
buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan

Universitas Sumatera Utara

nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat
2 pada setiap otot superior, medial inferior, datu pada otot rektus lateral. Arteri
siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis
mayor pada badan siliar.Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20 buah arteri
siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optika.
1,2,4

2.1.6. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening.Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris
yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal
dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.Lensa berbentuk lempeng cakram
bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. 1,2,4,5

Gambar 2.Anatomi Mata

2.2.

Trauma Kimia Pada Mata

2.2.1. Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan
substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia
biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah.Bahan
kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa
bila mempunyai pH > 7. 1,2,6,7

2.2.2. Etiologi

Universitas Sumatera Utara

Substansi kimia

yang biasanya

menyebabkan

trauma

pada

mata

digolongkan menjadi 2 kelompok : 6,7,8,9


1. Alkali/basa
Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:
a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih
rumah tangga, zat pendingin, dan pupuk.
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2 ) seperti pada kembang api
e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.
2. Acid/asam
Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:
a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih
(industry).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma
alkali. Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium,
penggosok kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.

2.2.3. Trauma Asam


A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang
memiliki pH < 7. 1,2,6,7

B. Patofisiologi
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan
anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi
dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut
dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang
mengikuti trauma akibat asam.Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara

zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat
kimia basa. 1,2,6,7,8,9,10
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian.Asam lemah ini secara cepat
melewati membran sel, seperti alkali.Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan
memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan
magnesium membentuk insoluble complexes.Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi
sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf
dengan pemindahan ion potassium.6,7,8,9,10,12
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi
dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari
jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya
cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan
presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea
terlepas.Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea.
Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.Bila
bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel
kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi
tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya
kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada
daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai
jaringan yang lebih dalam. 6,7,8,9,11,12
Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa
berikut: 10,11,12
a. Pada minggu pertama:

Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada


kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi.
Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.

Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas

Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti
stroma kornea, keratosit dan endotel kornea

Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea,
iritis, dan katarak

Universitas Sumatera Utara

Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi
dalam beberapa hari dan kemudian sembuh

Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna
kelabu infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh
bahan asam terjadi dalam waktu 24 jam

Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi
menjadi hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada
konjungtiva bulbi.

Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat
menjadi normal atau merendah.

b. Trauma asam pada minggu 1-3:

Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga
ini

Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan
vaskularisasi yang bersifat progresif

Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa
vaskularisasi berat pada kornea

c. Trauma asam sesudah 3 minggu:

Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu

Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk


penyembuhan kerusakan endotel

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.Trauma Asam

2.2.4. Trauma Basa


A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang
memiliki pH >7. 1,2,6,7

B. Patofisiologi
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata.
Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak,
sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan.
Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan
enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini
menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi
lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.Kolagenase yang
terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.Berlanjutnya aktivitas
kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea. 9,10,11,12
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga
terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses
ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak
retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita. 6,7,8,9,11,12
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat
gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan
dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive.
Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7
detik. 7,8,9,12
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron,
kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan
terjadi ftisis bola mata.Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah
glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron,
entropion, dan keratitis sika. 10,11,12

Universitas Sumatera Utara

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahanbahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara
cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai
retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari
luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini
mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera
okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada
trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa
bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. 7,8
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel
jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai
dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan
mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh
basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat
kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea
akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel
ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan
sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan
langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan
dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan
merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel
yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea.
Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada
hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah
trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap
atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke
dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. 9,10,11,12

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.Trauma basa

Gambar 5.Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut

2.2.5. Gejala klinis


Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu
fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
6,7,8,10,11,12

Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh halhal sebagai berikut:

Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan
oklusi pembuluh darah pada limbus.

Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi

kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea
bersih.

Universitas Sumatera Utara

Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan
dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.

Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan


kerusakan iris dan lensa.

Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan


untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.

Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran


dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem sel limbus

Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis


kolagen yang baru

Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain : 6,7,8,10,12


1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada
epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan
tetapi trauma asam akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang
cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak

mata yang disebabkan adanya peningkatan

permeabilitas pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga


mata tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada
palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6.Kemosis

4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu
keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea,
hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi
kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada
trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik . Pada defek epitel
luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi
sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan
kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel
kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga
semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak
dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk
bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih
sering menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya
yang dapat menembus lapisan kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat
dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan
prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung
berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat peradangan.

2.2.6. Klasifikasi derajat keparahan


Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat
keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma.Klasifikasi ini
juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul
serta indikasi penentuan prognosis.Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat
kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga
untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda).7,8,9,10
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis
adalah:

Universitas Sumatera Utara

1) Klasifikasi Hughes
a) Ringan

: Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada


nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera.

b) Sedang

: Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik


yang minimal di konjungtiva dan sclera.

c) Berat

: Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau


sclera yang signifikan.

2) Klasifikasi Thoft
a) Grade 1

: Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik

b) Grade 2

: Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil


dari 1/3 limbus

c) Grade 3

: Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga


terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus

d) Grade 4

: Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus

Gambar 7.Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b)


derajat 2 (c) derajat 3(d) derajat 4

Universitas Sumatera Utara

2.2.7. Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak
dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat
sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat.1,6,8,10,11,12

A. Anamnesis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri
dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo
di sekitar cahaya.
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan
atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa
mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar.
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan
kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai
mata.Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan,
serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian juga merupakan
anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang
cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi,
dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas
kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan pemberian anestesi topikal.9,11,13
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel
kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel.
Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai : 9,11,13,14,15

Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai


opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.

Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.

Universitas Sumatera Utara

Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan
ini biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang
lebih dalam.

Peningkatan tekanan intraokular

Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini
menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan
bola yang telah terkena trauma.

Inflamasi konjungtiva.

Iskemia perilimbus

Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena

kerusakan epitel dan

kekeruhan kornea

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan
berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit
sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat
ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada
stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena
terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan
derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta opasitas pada
kornea. 9,13,14,15

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan
pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada mata harus
dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan
lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan
oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular. 9,11,13,14,15
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi
pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan
dan prognosisnya. 9,11,12,14,15

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa


No Perbedaan
1

Kerusakan

Trauma Kimia Asam


yang Kerusakan yang

ditimbulkan

Kemampuan

Trauma Kimia Basa


Kerusakan yang

ditimbulkan lebih

ditimbulkan lebih berat

terbatas, batas tegas

karena sudah mencapai

dan bersifat tidak

bagian yang lebih dalam

progresif

yaitu stroma

Tidak sekuat trauma Penetrasi

bisa

penetrasi pada organ basa

lebih

mata

mencapai stroma

Mekanisme

Koagulasi pada

dalam

terjadi
hingga

-Saponifikasi dari

terjadinya kerusakan permukaan protein

selular barrier

pada mata

yang akan membentuk

-Denaturasi mukoid

barier

-Pembengkakan kolagen
-Disrupsi
mukopolisakarida
stroma

Derajat kerusakan

Lebih ringan karena

Lebih berat

hanya di bagian
permukaan
5

Prognosis

Lebih baik

Lebih Buruk

2.2.8. Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana
sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan
risiko inflamasi.
Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu: 10,12,13,16,17,18
1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat
selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air
tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk
menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal

Universitas Sumatera Utara

dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan
eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan
menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral
(pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan
menggunakan moistened

cotton-tipped applicator atau glass

Penggunaan

eyelid

Desmarres

retractor

dapat

membantu

rod.
dalam

pembersihan partikel dari forniks dalam.

Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat


sedang meliputi: 13,16,17,18
1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator
atau glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang
nekrosis yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium
hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk
mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas
pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi.
(tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5%
atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi,


meliputi: 13,16,17,18
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai
tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.

Universitas Sumatera Utara

4. Antibiotik

topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4

kali sehari;

eritromisin 2-4 kali sehari)


5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per
hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang
menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari
pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan
migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga
meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat
diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.
Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade
jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.

Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi


menjadi : 10,12,13,16,17,18
A. Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi
penyebab sebersih mungkin.Tindakan ini merupakan tindakan yang utama
dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci
matanya di rumah sesaat setelah kejadian.
Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi
pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih
dahulu.Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata
kembali normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis
harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik
mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi :
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan
di bola mata

Universitas Sumatera Utara

4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30


cm di atas mata
5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau
dengan forceps
6. Lakukan

pembilasan

juga

pada

konjungtiva

palpebral

dengan

mengeversi kelopak mata.

Gambar 8.Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia

B. Fase akut (sampai hari ke 7)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan
prinsip sebagai berikut :
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat.Disamping itu
juga

diperlukan

pemberian air

mata

buatan untuk

mengatasi

pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada
epitelisasi.
b. Mengontrol tingkat peradangan
1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang
2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase
Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat
menghambat

reepitelisasi

sehingga

perlu

diberikan

topikal

steroid.Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase


pemulihan dini.
c. Mencegah infeksi sekuder

Universitas Sumatera Utara

d. Mencegah peningkatan TIO


e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan

C. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase
akut. Yang menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

D. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)


Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya)
untuk penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses,
maka sangat penting untuk dilakukan operasi.

Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi


limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan
forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan
ulkus kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau
dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea
menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan
fibrosis

Universitas Sumatera Utara

Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:


Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands
dan simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin baik,
hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

2.2.9. Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,
dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma
kimia pada mata antara lain: 9,10,12,13,18,19
1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva
bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan
kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan
pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat
terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke
bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada
drainase cairan aqueous humour
6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka
panjang pada trauma kimia.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 9.Simblefaron

Gambar 10. Phtisis Bulbi

2.2.10. Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakan

salah

satu

indikator

keparahan

trauma

dan

prognosis

penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan


konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma
kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah
yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.13,20,21
Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai
komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa
kasus menimbulkan kebutaaan. 20,21

Universitas Sumatera Utara

BAB 3
KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan


oftalmologi.Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata
akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat
merusak struktur bola mata tersebut.
Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit
berbeda.Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan
menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma basa biasanya memberikan
dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki
dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk
penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina.
Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana
merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam
lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme
dan nyeri yang hebat yang disertai dengan penurunan fungsi penglihatan.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata
dengan segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat
terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, dan lain lain. Terapi pembedahan
merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat darurat dan gagal dengan terapi nonoperatif

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG; Taylor A ; Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.


Jakarta. 2000.

2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
3. Radosavljevi A, Kalezi, T, Golubovi S. The Frequency of Chemical
Injuries of the Eye in a Tertiary Referral Centre. School of Medicine,
University of Belgrade, Belgrade, Serbia. 2013;141(9-10):592-596
4. American Academy of Ophthalmology. The eye: Fundamental and
princilples of ophthalmology. BSSC, section2.2012.p41-50

5. Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.


12th ed. John Wiley & Sons.
6. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and
traumatic onjuries of the anterior segment: External Disease and Cornea.
BSSC, section8.2012.p353-359

7. Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford American


Handbook of Ophthalmology.2011. Oxford University Press Inc.p84-85

8. Schlote, T. Rohrbach, J. Grueb, M. Mielke, J. Pocket Atlas of


ophthalmology.2006. George Theime Verlag. p105-107.
9. James, bruce. Lecture notes on ophthalmology. 9 th edition. Blackwell
scientific.2003.p1-16,p194-195.

Universitas Sumatera Utara

10. Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye


Injuries and Illnesses in the Wilderness.2012. Denver Health Medical
Center. Denver,wilderness and environmental medicine 23, 325336

11. R. Palao , I. Monge, M. Ruiz, J.P. Barret. Chemical burns: Pathophysiology


and treatment. Burns .2009. Burn Centre, Department of Plastic Surgery and
Burns, University Hospital Vall d Hebron doi:10.1016/ j.burns.2009.07.009

12. Kosoko, Adeola. Chemical ocular burns.2009.American journal of clinical


medicine.Vol:6-3

13. Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injuries,


including amniotic membrane therapy.2010. University of Colorado School
of Medicine, Opinion in Ophthalmology 2010, 21:317321

14. Lang, Gerhard. A short textbook : Ophtalmology. 2000. Georg Thieme


Verlag.New York. p517-522

15. Schrage, Norbert. Current Recommendations for Optimum Treatment of


Chemical Eye Burns.2012. Ophthalmology Department, Municipal Hospital
of Cologne-Merheim p327-332

16. Ralf, Kuckelkorn ; Norbert, Schrage; Gabriela, Keller; Claudi, Redbrake.


Emergency treatment of chemical and thermal eye burns.2002. Department
of Ophthalmology, Universittsklinikum der RWTH Aachen Germany.
Acta Ophthalmol. Scand. 2002: 80: 410

17. Morgan, J Stephen. Chemical burns of the eye : causes and management.
1987. British journal of ophthalmology.p854-857

18. Olver, Jane. Ophthalmology at glance : Ophthalmic trauma principles and


management of chemical industry .2005. Blackwell science.p36-38

Universitas Sumatera Utara

19. Houman, Hemmati ; Colby, Kathryn. Treating acute chemical injuries of the
cornea. 2012.Ophthalmic Pearls EyeNet Magazine.p43-45

20. Hall, Alan.Epidemiology of ocular chemical burn injuries. 2011. SpringerVerlag Berlin Heidelberg.p9-15

21. Gerald,Lim, ; Lung-Kun, Yeh: Chiung, Lin. Sequels, Complications and


Management of A Chemical Burn Associated with Cement Splash.2006.
Chang Gung Med J Vol. 29 No. 4.p424-428

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai