Anda di halaman 1dari 9

Telaah Artikel Ilmiah

Ocular chemical injuries and their management

Pembimbing:
dr. Lenggogeni Oetami, Sp.M

Penyusun:
Yinvill
406152049

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 15 JUNI 15 JULI 2017
JAKARTA
TELAAH ARTIKEL ILMIAH

Judul Artikel:
Ocular chemical injuries and their management

Penulis:
Parul Singh1, Manoj Tyagi2, Yogesh Kumar3, K. K. Gupta4, P. D. Sharma5

Publisher:
Department of Ophthalmology, V. C. S. G. Government Medical Sciences and Research
Institute, Srinagar, Garhwal, Uttarakhand, India

Penelaah:
Yinvill (406152049)
Pendahuluan
Trauma kimia okular adalah suatu kegawatdauratan mata yang perlu evaluasi dan
penaganan secara cepat dan intensif, karena sekuelenya yang dapat sangat berat dan
sulit untuk ditangani.
Perlunya pengertian dalam tentang patofisiologi trauma kimia pada mata serta
perkembangan rekonstruksi permukaan mata dapat memberikan harapan baik dan
memperbaikin prognosis pengelihatan pasien.
Pada artikel ini, target terapi berupa mengembalikan keadaan permukaan mata pasien
menjadi normal kembali serta kejernihan kornea.
Beberapa cara dilakukan dengan tujuan mengembalikan pengelihatan, terutuma pada
jaringan parut kornea yang ekstensif yakni; limbal stem cell grafting, amniotic
membrane transplantation, dan kemungkinan keratoprosthesis.
Pada artikel ini akan dibahas tentang literature-literatur yang berisikan tentang trauma
okular dan teknik terbaru yang dapat dilakukan untuk memperbaiki prognosis pasien
dengan trauma kimia okular

Epidemiologi
Trauma kimia okular dapa terjadi dalam keadaan apapun dan dimanapun; dirumah,
ditempat kerja dan sekolah. Trauma kimia sangat sering terjadi di laboratorium kimia
di industri, pabrik mesin, agrikultural dan diantara pekerja laboratorium serta
konstruksi. Selain itu juga sering dilaporkan di pabrik fabric, fasilitas ototmotif dan
pekerja kebersihan.
Trauma kimia pada mana juga sering terjadi pada kelompok usia 20 hingga 40 tahun,
terutama pada laki-laki muda.
Pada penelitian retrospektif insiden serta pravelensi trauma kimia okular, 61% trauma
kimia terjadi akibat kecelakaan industrial dan 37% terjadi di rumah, sisanya tidak
diketahui. Sekarang ini trauma kimia pada mata akibat asam dari baterai ototmotif kian
meningkat, akibat kadungannya yang berupa gas mudah terbakar; 25% asam sulfur,
hidrogen dan oksigen.
Tabel 1: Etiologi tersering pada trauma kimia okular
Jenis bahan kimia Contoh
Asam sulfat Baterai, pembersih di industri
Asam asetat Cuka, asam asetat glasial
Asam klorida Bahan kimia laboratorium
Asam sulfit Pemutih, pendingin kulkas, pengawet buah dan
sayur
Asam fluorida Pembersih kaca, alkilasi gasolin, produksi silikon

Amonia Pupuk, pendingin kulkas


Metal hidroksida (alkali Pembersih air, produksi sabun
kuat)
Kalsium hidroksida Plastik, mortar, sement, pemutih
Kalium hidroksida Baterai alkali, caustic potash
Magnesium hidroksida Bahan peledak

Patogenesis
Trauma kimia asam:
o Asam merupakan senyawa yang mempunyai pH dibawah pH mata yaitu 7.4
o Asam menyebabkan presipitasi protein pada mata sehingga akan membentuk
suatu pembatas sehingga mencegah penetrasi lebih dalam, sehingga trauma
cenderung tidak terlalu berat dibandingkan dengan trauma oleh alkali.
o Terkecuali pada asam klorida, asam klorida dapat menembus membrane sel
dengan cepat dan masuk kedalam kamera okuli anterior. Asam akan bereaksi
dengan kolagen dan menyebabkan serat kolagen memendek sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra okuli (TIO) secara cepat. Selain itu,
asam juga merusakan badan siliar, akan terjadi penurunan asam askorbat
aqueous humor.
Trauma kimia alkali:
o Trauma okular oleh alkali dapat menyebabkan kerusakan kornea dengan
merubah pH mata, menyebabkan ulserasi, dan sifat proteolisisnya, serta
menyebabkan defek sintesis kolagen.
o Trauma oleh alkali cenderung lebih berat, akibat sifatnya yang lipofilik dan
dapat berpenetrasi secara cepat. Senyawa ini dapat secara cepat terdeposit ke
jaringan permukaan mata dan mengalami reaksi saponifikasi dengan sel mata.
o Jaringan mata yang rusak akan mensekresi enzim proteolitik sebagai respon
inflamasi, sehingga akan menyebabkan kerusakan yang lebih lanjut
o Selain itu senyawa alkali juga dapat menembus kamera okuli anterior dan
menyebabkan pembentukan katarak, kerusakan badan siliar dan kerusakan pada
anyaman trabekula.
o Kerusakan yang terjadi pada epitel kornea dan konjungtiva dapat berupa berat
terutama bila kerusakan tersebut terjadi pada sel induk limbus yang pluripotent,
sehingga menyebabkan defisiensi sel induk limbus. Kerusakan yang terjadi juga
akan menyebabkan opasifikasi dan neovaskularisasi kornea. Kerusakan
kojungtiva oleh alkali juga menyebabkan pembentukan jaringan parut yang
ekstensif, iskemia perilimbus dan kontraktur forniks.
o Hilangnya sel goblet serta terjadinya inflamasi konjungtiva akan menyebabkan
mata menjadi cepat kering. Selain itu trauma pada kelopak akan menyebabkan
pembentukan simblefaron yang kemudian menjadi entropion atau ektroprion.
o Peningkatan TIO mendadak terjadi akibat pengerutan dan kontraksi kornea
serta sklera. Sedangkan peningkatan TIO jangka lama disebabkan oleh
akumulasi debris inflamasi pada anyaman trabekula, serta kerusakan anyaman
trabekula itu sendiri.

Klasifikasi
Klasifikasi trauma okular pertama kali dikembangkan oleh Ballen pada tahun 1960, dan
kemudian dimodifikasi oleh Roper-hall. Sekarang ini sistem klasifikasi Roper-hall
dipakai luas untuk menentukan derajat kerusakan kornea serta iskemia perilimbus.
Tabel 2: Klasifikasi trauma kimia okular oleh Roper-hall (Ballen)
Grade Prognosis Kornea Limbus
I Baik Kerusakan epitel kornea Tidak ada iskemia
limbus
II Baik Kesuraman kornea, namun iris Iskemia limbus <1/3
terlihat jelas
III Ragu-ragu Kerusakan seluruh epitel, Iskemia limbus 1/3-
kesuraman stroma, struktur iris 1/2
agak tertutup
IV Buruk Kornea opak, iris dan pupil Iskemia limbus >1/2
terhalangi

Pfister kemudian membuat suatu klasidikasi berdasarkan gambaran kesuraman kornea


dan iskemia perilimbus, yakni; ringan, ringan-sedang, sedang-berat, berat, sangat berat.
Dua et al membuat klasifikasi kerusakan limbal berdasarkan berapa jam dan persentasi
kerusakan pada konjungtiva bulbi.

Tabel 3: Klasifikasi baru trauma kimia okular


Grade Prognosis Temuan Persentase Skala analog
klinis kerusakan visual (%)
konjungtiva
(%)
I Sangat baik 0 jam 0 0

II Baik <3 jam <30 0.1-3/129.9

III Baik >3-6 jam >30-50 3.16/3150


IV Baik hingga >6-9 jam >50-75 6.19/5175
ragu-ragu
V Ragu-ragu >9-<12 jam >75-<100 9.111.9/75.199.9
hingga buruk
VI Buruk 12 jam 100 12/100
Perjalanan klinis
Menurut McCulley, perjalanan klinis trauma kimia okular dibagi menjadi empat fase,
yakni: imediet, akut, pemulihan dini dan pemulihan akhir.
Fase imediet: fase dimana bahan kimia berkontak dengan permukaan mata. Yang
penting disini adalah luas atau tingkat keparahan trauma dan prognosis, yaitu:
o Total area defek epitel kornea
o Total area defek epitel konjungtiva
o Jumlah jam atau derajat memutihnya limbus
o Area dan densitas opasifikasi kornea
o Adanya peningkatan TIO (berdasarkan temuan klinis)
o Hilangnya kesuraman lensa

Fase akut: fase pemulihan 7 hari setelah terpapar kimia. Pada masa ini, jaringan mata
sendiri membersihkan diri dari kontaminan dan juga membuat lapisan epitel permukaan
kornea baru. Epitel kornea berfungsi sebagai pertahanan terhadap enzim di air mata
yang dapat menyebabkan penipisan dan progresi menjadi perforasi. Selain itu, juga
terjadi regenerasi stroma dan mekanisme inflamasi signifikan mulai terjadi pada
permukaan mata serta bagian dalam mata. Pada fase ini terdapat peningkatan TIO.
Fase pemulihan awal (hari ke 8-20): fase ini merupakan fase transisi pemulihan mata,
dimana terjadi regenerasi permukaan epitel mata dan inflamasi akut menjadi kronik.
Pada fase ini akan terjadi reparasi dan pembentukan jaringan parut stroma. Namun
sering timbul ulserasi kornea yang terjadi akibat enzim digestif seperti kolagenase,
metalloproteinase dan protease lainnya, akibat regenerasi epitel kornea dan leukosit
polimorfonuklear.
Fase pemulihan akhir dan sekuele: fase 3 minggu setelah trauma kimia, dimana akan
terjadi penyembuhan. Fase ini dikarakteristikan dengan selesainya pemulihan dengan
prognosis visual yang baik (grade I dan II) atau terjadi komplikasi visual (grade III &
IV) seperti visus buruk, jaringan parut kornea, xerophthalmia, mata kering,
simblefaron, glaukoma, uveitis, katarak, kelainan kelopak (lagophthalmus, entropion,
ektropion dan trikiasis)
Penatalaksanaan
Irigasi mata seawal mungkin tanpa menunggu pemeriksaan lanjut sangat
mempengaruhi hasil akhir atau prognosis.
Evaluasi dini dan penanganan cepat setibanya pasien di instalasi gawat darurat (IGD)
harus dilakukan. Pasien dengan riwayat trauma kimia okular sebaiknya langsung
evaluasi jenis kimia dan dilakukan irigasi terus menerus dengan salin (NACl 0.9%) atau
ringer laktat (RL). Biasanya diperlukan irigasi menggunakan lebih dari 20L cairan
irigasi dengan tujuan mengembalikan pH fisiologis mata. Setelah itu lakukan
pemeriksaan mata terutama bagian forniks, visus, TIO dan limbus. Gunakan anestesi
topikal bila perlu.
Penatalaksanaan fase akut: setelah dilakukan tatalaksana gawat darurat dan evaluasi,
lakukan penatalaksanaan lanjut dengan tujuan:
o Pengembalian atau menjaga agar epitel kornea tetap intak dan baik
o Mengendalikan keseimbangan antara sintesis kolagen dan kolagenolisis
o Meminimalisir sekuele pasca trauma kimia
Terapi fase akut termasuk: antibiotik topikal, siklopegik, antiglaukoma dan medikasi
lain yang membantu reepitelisasi serta mengendalikan inflamasi.
Obat yang membantu reepitelisasi:
o Air mata buatan: membantu penyembuhan epitel dan menurunkan resiko erosi
rekuren serta mempercepat rehabilitasi visual
o Bandage soft contact lens: lensa yang memiliki sifat hidrofilik dengan
permeabilitas terhadap oksigen yang tinggi membantu migrasi epitel dan
regenerasi membrane basal, serta meningkatkan adhesi epitel stroma
o Obat lainnya: adam retinoat (terutama pada disfungsi sel goblet), epidermal
growth factor dan fibronectin (membantu epitelisasi)
Obat yang membantu reparasi jaringan dan minimalisir ulserasi:
o Asam askorbat: vitamin larut air yang berperan sebagai rate limiting step
sintesis kolagen. Dosis PO 2g/hari dan topikal solusi 10% pada air mata buatan
efektik untuk membantu mencegah penipisan kornea dan ulserasi.
o Kolagenase inhibitor: membantu penyembuhan luka dengan menghambat
aktivitas enzim kolagenolitik sehingga mencegah terjadinya ulserasi. Contoh
obat: cysteine, acetylcysteine, sodium ethylenediamine tetra acetic acid
(EDTA), calcium EDTA, penicillamine dan citrate telah dilaporkan efikasinya
pada trauma kimia mata. Hanya 1020% acetylcysteine (mucomist) yang
tersedia, preparat yang tidak stabil dan perlu dikulkas dengan pemaikaian dalam
1 minggu.
Obat yang mengendalikan inflamasi
o Kortikosteroid membantu mengurangi infiltrasi sel inflamasi dan stabilisasi
sitoplasmik neutrofilik juga membrane lisosomal. Namun penggunaan
berlebihan dapat menyebabkan corneal melt.
Penatalaksanaan fase pemulihan awal
o Pada fase ini seharusnya sudah terbentuk epitel yang intak, bila tidak perlu
terapi agresif seperti lubrikan, punctual plugs, punctual occlusion dengan
kauter, bandage contact lens, dan tarsorrhaphy. Bila epitel tidak intak, dosis
kortikosteroid diturunkan dengan tapering off selama 14 hari dan dihentikan,
namun asam askorbat dan sitrat tetap diteruskan, serta terapi antiglaukoma juga
dilanjutkan. Penggunaan antibiotik dijaga dan dilakukan pemeriksaan
terbentuknya simblefaron.
Penatalaksanaan fase pemulihan akhir: pasien yang tidak terjadi pemulihan epitel yang
intak setelah 21 hari pasca trauma memilikin resiko tinggi kehilangan visual permanen.
Terapi dengan operasi diperlukan untuk menjaga pengelihatan. Terapi operasi dapat
berupa conjunctival/tenons advancement, tissue adhesives, therapeutic penetrating
keratoplasty, amniotic membrane transplantation.
Fase rehabilitasi: setelah keadaan mata sudah stabil, transplantasi sel induk limbus
memberikan hasil yang baik. Setelah permukaan mata yang sehat tercapai, dapat
dilanjutkan dengan penetrating keratoplasty atau keratoprosthesis.

Kesimpulan

Pasien yang datang dengan trauma kimia okular perlu evaluasi cepat dan penanganan
intensif.
Mendalami patofisiologi trauma kimia okular telah memberikan perkembangan terapi
seperti penggunaan asam askorbat dan sitrat serta terapi pembedahan seperti Amniotic
membrane transplantation, stem cell transplantation, penetrating keratoplasty dan
keratoprosthesis placement sangat penting.
Tujuan dari terapi adalah mengembalikan permukaan mata yang normal secara anatomi
dan juga mengendalikan glaukoma serta mengembalikan kejernihan kornea.

Anda mungkin juga menyukai