Anda di halaman 1dari 28

TRAUMA KIMIA

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Dita Mintardi

Pembimbing:
dr. Petty Purwanita, Sp.M(K)

DEPARTEMEN KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
Trauma Kimia Pada Mata
Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan
substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma
kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan
dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.

Etiologi
Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata
digolongkan menjadi 2 kelompok :

1. Alkali/basa
Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:
a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga,
zat pendingin, dan pupuk.
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api
e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.
2. Acid/asam
Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:
a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali.
Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.

Trauma Asam
A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang
memiliki pH < 7.

B. Patofisiologi
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan
anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi
yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari
stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada
mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.

Asam hidroflorida adalah satu pengecualian.Asam lemah ini secara


cepat melewati membran sel, seperti alkali.Ion fluoride dilepaskan ke dalam
sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan
kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang
ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung
pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium.

Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan


denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya
daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein
maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea
juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang
seluruh epitel kornea terlepas.Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan
proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya
mirip dengan trauma basa.Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera
terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada
kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat
destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian
superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam
dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih
dalam.

Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa
berikut:
a. Pada minggu pertama:
 Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada
kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi
protein ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.
 Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas
 Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma
kornea, keratosit dan endotel kornea.
 Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea,
iritis, dan katarak.

 Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam
beberapa hari dan kemudian sembuh.
 Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu
infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan
asam terjadi dalam waktu 24 jam.
 Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi
menjadi hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada
konjungtiva bulbi.
 Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat
menjadi normal atau merendah.

b. Trauma asam pada minggu 1-3:


 Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini.
 Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan
vaskularisasi yang bersifat progresif.
 Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa
vaskularisasi berat pada kornea.

c. Trauma asam sesudah 3 minggu:


 Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu.
 Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk
penyembuhan kerusakan endotel.
Gambar.Trauma Asam

Trauma Basa
A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang
memiliki pH >7.

B. Patofisiologi
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola
mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam
lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan
glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi,
yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat
kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui
kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan
menyebabkan kekeruhan kornea.Kolagenase yang terbentuk akan menambah
kerusakan kolagen kornea. Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan
terjadinya perlunakan kornea.

Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga


terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang
dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Basa yang menembus
dalam bola mata akan dapat merusak retina sehingga akan berakhir dengan
kebutaan penderita.
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat
gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata
depan dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis
liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan
dalam waktu 7 detik.
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron,
kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan
terjadi ftisis bola mata. Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah
glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron,
entropion, dan keratitis sika.
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-
bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara
cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai
retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari
luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini
mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli
anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada
trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa
bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel
jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai
dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan
mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh
basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat
kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea
akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel
ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan
sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan
langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan
dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan
merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel
yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea.
Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada
hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma
kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke
dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.

Gambar. Trauma basa

Gambar. Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut

Gejala klinis
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase,
yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase
penyembuhan:

Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh
hal- hal sebagai berikut:
 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
 Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi.
 Kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.

 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:


 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
sel epitelial yang berasal dari stem sel limbus.
 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.

Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain :


1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel
kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam
akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi
penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan palpebra sehingga mata tidak dapat
menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis
pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel
kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat
terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak
ditangani dengan baik . Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea,
karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin
luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi
keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya
reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi
dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering
menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat
menembus lapisan kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari
deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin.
Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat
kerusakan segmen anterior akibat peradangan.

Klasifikasi Derajat Keparahan


Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat
keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi
ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang
muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan
tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi
ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan
profunda).

Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan


prognosis adalah:

1) Klasifikasi Hughes
a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis
iskemik konjungtiva atau sklera.
b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang
minimal di konjungtiva dan sklera.
c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sklera
yang signifikan.

2) Klasifikasi Thoft
a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik
b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3
limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat
kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus

Gambar. Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b) derajat 2 (c)
derajat 3(d) derajat 4

Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak
dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat
darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat.

A. Anamnesis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada
anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan
penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.

Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan


cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah
terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah
dan rasa terbakar.
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol
bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang
mengenai mata.Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera
setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian
juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi
yang cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah
dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat
kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal.

Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek


epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh
epitel. Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai :
 Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total
sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
 Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.

 Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa
terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
 Peningkatan tekanan intraokular.
 Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah
terkena trauma.
 Inflamasi konjungtiva.
 Iskemia perilimbus.
 Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan kekeruhan
kornea.

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat


ditemukan berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu
pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada
kornea dapat ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan
kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah,
melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva.
Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit
sekitar mata, serta opasitas pada kornea.

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada
mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior
mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu
dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraokular.

Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi
pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan
prognosisnya.

Tabel 1. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa


No Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa
1 Kerusakan Kerusakan Kerusakan yang
yang yang ditimbulkan lebih berat
ditimbulkan ditimbulkan karena sudah mencapai
lebih terbatas, bagian yang lebih dalam
batas tegas dan yaitu stroma
bersifat tidak
progresif
2 Kemampuan Tidak sekuat Penetrasi bisa terjadi
penetrasi trauma basa lebih dalam hingga
pada organ mencapai stroma
mata
3 Mekanisme Koagulasi -Saponifikasi dari
terjadinya pada selular barrier
kerusakan permukaan -Denaturasi mukoid
pada mata protein yang -Pembengkakan kolagen
akan -Disrupsi
membentuk mukopolisakarida
barier stroma
4 Derajat kerusakan Lebih ringan karena Lebih berat
hanya di bagian
permukaan
5 Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

D. Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan
tatalaksana sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan
inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.

Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu:


1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama
minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat
digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma
basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal dapat digunakan sebelum
dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk
dapat mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan
menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral
(pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan
moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid
retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam.

Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga


derajat sedang meliputi:
1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau
glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis
yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih
mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah
spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan
mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin).
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau
Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan


irigasi, meliputi:

1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4
kali sehari).
5. Steroid topikal (Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih
lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya
lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory
agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan
TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum
oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.

Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat


dibagi menjadi:
A. Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi
penyebab sebersih mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama
dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci
matanya di rumah sesaat setelah kejadian.

Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi


pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih
dahulu. Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata
kembali normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis
harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam
bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan
RL. Teknik irigasi :

1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.


2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan.
3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola
mata.
4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di
atas mata.
5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan
forceps.
6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi
kelopak mata.

Gambar. Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia

B. Fase akut (sampai hari ke 7)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit
dengan prinsip sebagai berikut :

a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea


Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga
diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air
mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.

b. Mengontrol tingkat peradangan


1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang.
2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase.
Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat
menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topikal steroid. Tapi
pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.

c. Mencegah infeksi sekunder


d. Mencegah peningkatan TIO
e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan

Tindakan Grade I Grade II Grade III Grade IV


A - Bandage Bandage Lens Bandage
Lens Autoserum tetes Lens
6x Autoserum
tetes /jam
B (AB+) Kortikoster Dexamethason/pre Dexametha
steroid oid tetes 6x dnisone tetes /jam son/prednis
tetes 4-6x Na-EDTA Na-EDTA tetes one tetes /
EDTA 1% 1% tetes 6x /jam 30 menit
tetes 4-6x Autoserum tetes Na-EDTA
6x tetes /30
menit
Autoserum
tetes /jam
C (AB+) Tetrasiklin Tetrasiklin salep Tetrasiklin
steroid salep 4x 4x salep 4x
tetes 4-6x Doksisiklin Doksisiklin Doksisiklin
2x100mg 2x100mg 2x100mg
D - Timolol Timolol 0,5% tetes Timolol
0,5% tetes 2x 0,5% tetes
2x Acetazolamid 2x
2x500mg + Acetazolam
substitusi ion id 2x500mg
Kalium + substitusi
ion Kalium
E SA 1% 3x SA 1% 3x SA 1% 3x SA 1% 3x
Vit C Vit C Vit C 4x500mg Vit C
4x500mg 4x500mg 4x500mg
F - - Nekrotomi + Graf Nekrotomi
konjungtiva + Graf
limbus konjungtiva
limbus

C. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut
setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah :

a. Hambatan reepitelisasi kornea


b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

Tindakan Grade I Grade II Grade III Grade IV


A Re- Re-epitelisasi (±) Bandage Lens Bandage Lens
epitelisasi Bandage Lens Autoserum tetes Autoserum tetes
sempurna 6x /jam
(+)
B (AB+) Kortikosteroid tetes Dexamethason/pre Dexamethason/p
steroid tetes tapp.off dnisone tapp.off / rednisone
tapp.off Na-EDTA 1% tetes dihentikan ganti dihentikan,
tapp.off dengan: ganti dengan :
NSAID NSAID tetes
(Indhomethasin/Di /jam
clofenac) tetes 6x Na-EDTA tetes /
Na-EDTA tetes 30 menit
/jam Autoserum tetes
Autoserum tetes /jam
6x
C (AB+) Tetrasiklin salep 2x Tetrasiklin salep Tetrasiklin salep
steroid tetes Doksisiklin 2x 4x
tapp.off 2x100mg Doksisiklin Doksisiklin
2x100mg 2x100mg
D - Peningkatan TIO (-) Peningkatan TIO (-) Timolol 0,5%
Timolol 0,5% Timolol, tetes 2x
dihentikan Acetazolamid + Acetazolamid
substitusi ion 2x500mg +
Kalium dihentikan substitusi ion
Kalium
E Uveitis (-) Uveitis (-) SA 1% SA 1% 3x SA 1% 3x
SA 1% dihentikan Vit C 4x500mg Vit C 4x500mg
dihentika Vit C 2x500mg Retinoic acid salep Vit A dan E
n 2x

F - - Jaringan nekrotik Jaringan


(+): eksisi nekrotik(+):
Ulserasi stroma eksisi
(+): Graf Ulserasi stroma
konjungtiva/muko (+): Graf
sa bibir mukosa
bibir/amnion +
stem cell
limbus/sclera/fa
sia
lata/keratoplasti

D. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)


Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya)
untuk penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka
sangat penting untuk dilakukan operasi.

Tindakan Grade I Grade II Grade III Grade IV


A Solcosery Epiteliopati (±): Epiteliopati (±): Re-epitelisasi (±):
3x Solcosery 4x Solcosery 4x Bandage Lens
Retinoic acid
1% 1x malam
B - NSAID tetes 4x NSAID tetes 4x NSAID
Medroxy- tetes 4-6x
progesteron 1% Medroxy-
4x progesteron 1% 4-
6x
C - - - Tetrasiklin salep 4x
Doksisiklin
2x100mg
D - - - Peningkatan TIO
(-): Timolol 0,5%
tapp.off
Acetazolamid +
substitusi ion
Kalium dihentikan
E - - - Uveitis (-) : SA 1%
dihentikan
Vit C 4x500mg
Vit A dan E
F - - - Graft konjungtiva-
limbus/keratoplasti
terapeutik/keratopr
ostesis

Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk


revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan
mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat
digunakan untuk pembedahan:
 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan
ulkus kornea.
 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft)
atau dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel
kornea menjadi normal.
 Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan
fibrosis

Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:


 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands
dan simblefaron.
 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin
baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat
berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat
ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang
dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata antara lain:

1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan


konjungtiva bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia,
lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein
dan kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering
menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata
menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar
glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka
jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada
drainase cairan aqueous humour
6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi
jangka panjang pada trauma kimia.

Gambar. Simblefaron Gambar. Phtisis Bulbi

Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan
penyebab trauma tersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan
konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan
prognosis penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah
limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye
dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.

Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang


disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome
dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.
Acetazolamid

Acetazolamide adalah golongan obat yang bekerja dengan cara menghalangi aktivitas
enzim karbonat anhidrase agar dapat mengurangi tekanan di area mata. Saat ini aplikasi
klinis acetazolamide yang utama menyangkut transport cairan dan HCO 3- yang
bergantung pada karbonik anhidrase di tempat lain selain ginjal. badan siliaris mata
menyekresi HCO3- dari darah ke dalam aqueous huumor. Pembentukan cairan
serebrospinal oleh pleksus koroideus juga menyangkut sekresi HCO3-. Walaupun
berbagai proses ini memindahkan HCO3- dari darah (arah yang berlawanan dengan arah
di tubulus proksimal), proses-proses ini juga dihambat oleh penghambat karbonik
anhydrase.

Anda mungkin juga menyukai