Oleh:
Dita Mintardi
Pembimbing:
dr. Petty Purwanita, Sp.M(K)
Etiologi
Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata
digolongkan menjadi 2 kelompok :
1. Alkali/basa
Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:
a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga,
zat pendingin, dan pupuk.
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api
e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur.
2. Acid/asam
Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:
a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan pembersih (industry).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan trauma alkali.
Ditemukan pada pembersih karat, pengilat aluminium, penggosok kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.
Trauma Asam
A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang
memiliki pH < 7.
B. Patofisiologi
Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan
anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi
yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari
stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada
mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa
berikut:
a. Pada minggu pertama:
Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada
kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi
protein ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.
Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma
kornea, keratosit dan endotel kornea.
Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea,
iritis, dan katarak.
Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam
beberapa hari dan kemudian sembuh.
Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu
infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan
asam terjadi dalam waktu 24 jam.
Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi
menjadi hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada
konjungtiva bulbi.
Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat
menjadi normal atau merendah.
Trauma Basa
A. Definisi
Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia yang
memiliki pH >7.
B. Patofisiologi
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola
mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam
lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan
glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi,
yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat
kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui
kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan
menyebabkan kekeruhan kornea.Kolagenase yang terbentuk akan menambah
kerusakan kolagen kornea. Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan
terjadinya perlunakan kornea.
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel
jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai
dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan
mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh
basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat
kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea
akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel
ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan
sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan
langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan
dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan
merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel
yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea.
Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada
hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma
kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke
dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar.
Gambar. Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut
Gejala klinis
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase,
yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase
penyembuhan:
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh
hal- hal sebagai berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi.
Kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis
pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel
kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat
terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak
ditangani dengan baik . Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea,
karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin
luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi
keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya
reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi
dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering
menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat
menembus lapisan kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari
deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin.
Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat
kerusakan segmen anterior akibat peradangan.
1) Klasifikasi Hughes
a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis
iskemik konjungtiva atau sklera.
b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang
minimal di konjungtiva dan sklera.
c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sklera
yang signifikan.
2) Klasifikasi Thoft
a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik
b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3
limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat
kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus
Gambar. Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b) derajat 2 (c)
derajat 3(d) derajat 4
Diagnosis
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak
dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat
darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat.
A. Anamnesis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada
anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan
penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi
yang cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah
dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat
kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal.
Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa
terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
Peningkatan tekanan intraokular.
Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah
terkena trauma.
Inflamasi konjungtiva.
Iskemia perilimbus.
Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan kekeruhan
kornea.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada
mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior
mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu
dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraokular.
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi
pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan
prognosisnya.
D. Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan
tatalaksana sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan
inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4
kali sehari).
5. Steroid topikal (Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih
lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya
lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory
agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan
TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum
oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat
ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang
dapat terjadi pada kasus trauma kimia pada mata antara lain:
Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan
penyebab trauma tersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan
konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan
prognosis penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah
limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye
dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.
Acetazolamide adalah golongan obat yang bekerja dengan cara menghalangi aktivitas
enzim karbonat anhidrase agar dapat mengurangi tekanan di area mata. Saat ini aplikasi
klinis acetazolamide yang utama menyangkut transport cairan dan HCO 3- yang
bergantung pada karbonik anhidrase di tempat lain selain ginjal. badan siliaris mata
menyekresi HCO3- dari darah ke dalam aqueous huumor. Pembentukan cairan
serebrospinal oleh pleksus koroideus juga menyangkut sekresi HCO3-. Walaupun
berbagai proses ini memindahkan HCO3- dari darah (arah yang berlawanan dengan arah
di tubulus proksimal), proses-proses ini juga dihambat oleh penghambat karbonik
anhydrase.