Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO PBL 2

Informasi 1
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang ke klinik setelah 2 jam yang lalu laboratorium tempat ia
bekerja mengalami ledakan. Mata kanan terkena percikan bahan kimia yang merupakan
campuran dari sulfuric acid, chromic acid, dan sodium hidroksida. Saat ini mata kanan terasa
tidak nyaman, pedih, mengganjal, merah, dan penglihatan menjadi kabur. Serta terdapat luka
robek kecil di sekitar alis kanan pasien. Pasien merupakan seorang staf laboratorium dari sebuah
perusahaan bahan kimia. Pasien tidak menggunakan kacam ata pelindung, hanya menggunakan
jas laboratorium saja.

1. Keluhan Utama : Mata kanan terasa tidak nyaman, pedih, pengganjal, merah, dan
penglihatan kabur,
2. RPS :
a. Lokasi : di Mata sebelah kanan
b. Onset : 2 Jam yang lalu di laboratorium tempat bekerja di perusahaan bahan kimia
c. Kualitas : tidak nyaman, pedih, mengganjal, penglihatan menjadi kabur
d. Kuantitas : -
e. Faktor yang memerperat : -
f. Faktor yang memperingan : -
g. Keluhan penyerta : luka robek kecil disekitar alis kanan pasien
3. RPD : apakah pernah seperti ini sebelumnya?
4. RPK : -
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
a. Pekerjaan : Staf Laboratorium
b. Nama Perusahaan : Perusahaan Bahan Kimia
c. Tempat kejadian kecelakaan : didalam lokasi kerja
d. Deskripsi Kecelakaan :
- Tindakan bahaya penyebab kecelakaan : Pasien tidak menggunakan kacamata
pelindung (Lupa memakai APD)
- Corak kecelakaan yang terjadi : terpapar
- Sumber penyebab cedera : Bahan Kimia yang merupakan campuran dari
sulfuric acid, chromic acid, dan sodium hidroksida.

A. PATOFISIOLOGI TRAUMA ASAM


Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam
kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara
anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi
protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan
tampilan ground glass dari stromakorneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga
trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan dari pada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan
terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung
terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga
terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak
menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan dikornea. Bila trauma diakibatkan asam
keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel
kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak
tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya
pada bagian superficial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan
asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.
Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, asam sulfit, asam hidrklorida, zat
pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan
baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab
tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah
pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati
membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan
menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium
membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari
immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion
potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi,
dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan
neurologik.

B. PATOFISIOLOGI TRAUMA BASA


Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi
sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan
memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada
bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan
menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir
dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan
dehidrasi. Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan.
Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi
asam lemak membran sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi
lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi
penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma
kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke
dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh
darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan
memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan
langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan
dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen
kornea. Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea
dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma
dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk
2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi
lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk
ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata
susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang.
Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.
Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan
pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih
dalam rumah tangga, soda kuat.
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan. Kerusakan
yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.
2. Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada
epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
3. Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
4. Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
5. Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
6. Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:


1. Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-
sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus
2. Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.

Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan dalam :


a) Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat
baik)
b) Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan
terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
c) Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran
iris tidak jelas dan sudah terdapat ½ iskemik limbus (prognosis kurang)
d) Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari ½ limbus
(prognosis sangat buruk)

Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan


kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis.
Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan
keparahan iskemik limbus.

Sedangkan Menurut klasifikasi Hughes, di bagi atas tingkat


keparahan, antara lain :
1. Ringan
a. Prognosis baik
b. Terdapat erosi epitel kornea
c. Kekeruhan yang ringan pada kornea
d. Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
2. Sedang
a. Prognosis baik
b. Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara
terperinci
c. Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea
3. Berat
a. Prognosis buruk
b. Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat
c. Konjungtiva dan sklera pucat
C. DIAGNOSIS TRAUMA KIMIA PADA MATA
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan
trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan
anamnesa singkat.
1. Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu,
epifora, blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam
biasanya dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial
kornea. Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering
bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan
yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.
2. Anamnesis
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan
atau tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata.
Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut
(misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta
kapan terjadinya trauma tersebut. Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus
setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi
secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan
kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai
adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila
trauma terjadi akibat ledakan.
PPT dr Teguh Anamani
1. Mata merah, bengkak dan iritasi
2. Rasa sakit pada mata
3. Penglihatan buram
4. Sulit membuka mata
5. Rasa mengganjal pada mata
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena
zat kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral.
Obat anestesi topical atau local sangat membantu agar pasien tenang, lebih
nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi,
pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan
keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi
pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap
dan berulang.
PPT dr. Teguh Anamani
Dengan bantuan senter dan lup, dapat ditemukan kelainan berikut ini:
1. Hiperemia konjungtiva
2. Defek epitel kornea dan konjungtiva
3. Iskemia limbus kornea
4. Kekeruhan kornea dan lensa
5. Pemeriksaan visus menunjukkan ada penurunan ketajaman penglihatan.
Bila tersedia, dapat dilakukan tes dengan kertas lakmus untuk mengetahui
zat kimia penyebab
1. Bila kertas lakmus terwarnai merah, maka zat penyebab bersifat asam
2. Bila kertas lakmus terwarnai biru, maka zat penyebab bersifat basa

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah
pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata
harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata
dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan
oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular.
D. KOMPLIKASI TRAUMA ASAM/BASA
1. Simblefaron adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
korneadan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH
cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi
akut ataupun perlahanlahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam
mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Hipotoni bola mata
7. Ptisis bulbi
8. Entropion
9. Neovaskularisasi kornea

E. COMPREHENSIVE PLANNING / Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
1. Segera lakukan irigasi mata yang terkena zat kimia dengan cairan mengalir
sebanyak mungkin dan nilai kembali dengan kertas lakmus. Irigasi terus
dilakukan hingga tidak terjadi pewarnaan pada kertas lakmus. (pH 7,3-7,7)
2. Lakukan eversi pada kelopak mata selama irigasi dan singkirkan debris yang
mungkin terdapat pada permukaan bola mata atau pada forniks.
3. Setelah irigasi selesai dilakukan, nilai tajam penglihatan, kemudian rujuk segera
ke dokter spesialis mata di fasilitas sekunder atau tersier.
Konseling & Edukasi
Anjuran untuk menggunakan pelindung (kacamata / goggle, sarung tangan, atau
masker) pada saat kontak dengan bahan kimia
Kriteria Rujukan
Setelah penanganan awal dengan irigasi, rujuk pasien ke dokter spesialis mata
untuk tatalaksana lanjut
Pengobatan (selama dan setelah irigasi) :
– Siklopegik (homatropin 1%)
– Hindari penggunaan epinefrin →konstriksi pembuluh darah.
– Berikan salep mata antibiotika (gentamisin, kloramfenikol) setiap 1-2 jam,
sewaktu bangun.
– Balut tekan selama 24 jam.
– Analgetika (asetaminofen, NSAID)
– Bila tekanan bola mata meningkat → asetazolamid 250 mg sehari 4 kali atau
500mg sehari 2 kali.
– β-blocker topikal (timolol 0,5% sehari 2 kali)
– Air mata buatan tanpa pengawet sesering mungkin bila tidak dilakukan balut
tekan.
– Lepaskan perlekatan konjungtiva → spatula kaca + salep antibiotika sampai
mencapi forniks → dua kali sehari. Bila simblefaron → sclera shell/ring.
– lensa kontak, collagen shield atau tarsorafi bila penyembuhan lebih dari 2
minggu.
– Bila tetap progresif → penempelan sianoakrilat, cangkok konjungtiva/amnion
atau transplantasi kornea.
– Air mata buatan tanpa pengawet diberikan sesering mungkin.
Tatalaksana Emergensi

Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera


mungkin. Tujuan dari terapi ini adalah menekan inflamasi, nyeri dan risiko inflamasi. Sedangkan
pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi,
membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.. Tatalaksana emergensi,
dapat diberikan:

1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30
menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam
tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan
anestetik topikal dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah
dan eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi fornices.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan menggunakan
kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva fornices diswab dengan menggunakan moistened
cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat
membantu dalam pembersihan partikel dari fornix dalam.

Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi:
1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod
untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin
masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan
dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme
silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi inf
lamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid
(4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), betablocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi:
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali
sehari)
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama
dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis
kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan intraocular. Peningkatan tekanan
intraocular bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blockade jaringan trabekulum
oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan obat tetes atau salep mata
8. Dapat diberikan air mata artifisial
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam
menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi
kornea.
Obat tambahan yang biasa diberikan:
a. Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan
secara
topikal dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam
askorbat 10% terbukti dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana
ini baru digunakan pada tahap eksperimental (asam askorbat topikal 10%, setiap 2
jam dan sistemik 4x 2 g per hari).
b. Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian
topikal 10 % setiap 2 jam selama 10 hari.
c. Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat neutrofil
dan mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik
(doksisiklin 2 x 100 mg)
d. Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih
belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai
media irigasi atau untuk tetes mata. Bahan – bahan mengandung Magnesium juga
digunakan pada kasus ini. Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung
efektifitas terapi – terapi tersebut. Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti
tidak bersifat toksik terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih
dapat ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana
medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan
penggunaan sebagai tetes mata setiap 2 – 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat
mengiritasi mata dan menimbulkan ulserasi kornea. Injeksi subkonjungtival
kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak direkomendasikan karena terbukti
tidak bermanfaat dalam terapi.
e. Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel
limbus dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft
konjungtiva atau membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata,
keratoplasti, serta keratoprostheses.

Medikamentosa

a. Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian
steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen
dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan
ditappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
b. Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin
1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
c. Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea.
Natrium askorbat 10 % topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat
diberikan sampai dosis 2 gr.
d. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan
mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid
(diamox)500 mg.
e. Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif
untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi
pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin
100mg).

Pembedahan

a. Pembedahan Segera: sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,


mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur
berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
1. Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan
vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
2. Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar donor
(allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
3. Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
b. Pembedahan Lanjut: pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
1. Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
2. Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
3. Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
4. Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
5. Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan
hasildari graft konvensional sangat buruk
Sasaran Pembelajaran PBL 2.2

1. Apa Diagnosis Klinis pasien sesuai kasus?


Diagnosis Klinis : Trauma bahan kimia pada mata
2. Jelaskan Etiologi yang menyebabkan kelainan pada kasus!
Etiologi : Trauma Asam/Basa bahan kimia yang merupakan campuran dari sulfuric acid,
chromic acid, dan sodium hidroksida
3. Apa saja faktor risiko terjadinya kelainan pada kasus?
Penggunaan APD yang tidak sesuai dengan standar,
kelalaian pemakaian APD,
Pekerja laboratorium
4. Apa saja jenis-jenis trauma yang menyebabkan penyakit mata akibat kerja?
Kelainan mata akibat kecelakaan kerja dan PAK yang terjadi dapat berupa:
1. Kelainan jaringan penunjang dan adneksa mata:
- Kelopak mata : laserasi atau ruptur kelopak mata akibat trauma
- Tulang orbita : fraktur dinding orbita akibat trauma
- Sistem air mata (lakrima): sumbatan sistem lakrima oleh trauma
- Konjungtiva : radang konjungtiva (konjungtivitis) akibat kontak iritan atau bahan
kimia, benda asing di konjungtiva
- Otot mata : kelumpuhan otot mata akibat trauma.
2. Kelainan bola mata
- Kornea : ruptur kornea akibat trauma, trauma kimia asam dan basa, trauma
termal (panas atau dingin), trauma radiasi (misalnya akibat lampu ultraviolet,
ledakan nuklir, sinar-X atau radio-isotop), trauma akibat kontak dengan
serangga/tumbuhan, benda asing kornea, dan erosi / abrasi kornea, dry eye
syndrome
- Sklera : ruptur sklera akibat trauma
55
- Lensa : katarak traumatik, luksasi/subluksasi lensa
- Bilik mata depan : hifema akibat trauma
- Iris : iridodialisis, siklodialisis, ruptur iris akibat trauma, midriasis atau miosis
traumatik
- Badan kaca (vitreus) : perdarahan vitreus akibat trauma, benda asing dalam
vitreus, endoftalmitis pasca trauma
- Koroid : ruptur koroid akibat trauma
3. Kelainan saraf/jaras penglihatan
- Retina : edema makula, komosio retina, perdarahan retina dan/atau robekan
retina akibat trauma, retinopati toksik (terutama kloroquin), retinopati radiasi
(misalnya pada radioterapi), atau retinopati akibat cahaya (efek mekanik, termal
atau fotokimia, contohnya solar retinopathy pada pekerja las)
- Saraf optik : neuropati optik akibat kontak, inhalasi atau ingesti zat toksik atau
nutrisional (lihat tabel), neuropati optik akibat trauma, neuropati akibat radiasi (>
3000 rad), dan avulsi papil n.optik.
Berbagai Zat yang dapat menyebabkan Neuropati Optik Toksik
• Metanol
• Etilen glikol (antifreeze)
• Kloramfenikol
• Isoniazid
• Etambutol
• Digitalis
• Klorokuin
• Streptomisin
• Amiodaron
• Kuinin
• Vinkristin and metotreksat
• Sulfonamides
• Melatonin dengan Zoloft dalam diet protein tinggi
• Karbon monoksida
• Timah
• Merkuri
• Talium
• Malnutrisi dengan defisiensi vitamin B-1
• Anemia pernisiosa (fenomena malabsorpsi vitamin B-12)
• Arsenik pentavalen
• Nitrobenzol
• Karbon disulfida
• Disulfiram
- Korteks penglihatan : akibat trauma kepala atau intoksikasi, misalnya oleh metil
merkuri
5. Bagaimana patogenesis terjadinya kelainan pada kasus?

6. Bagaimana tatalaksana klinis dan okupasi pada kasus?


Tatalaksana okupasi : Pemberian APD, cek kesehatan rutin
Tatalaksana klinis : sesuai yang telah saya jelaskan di halaman sebelumnya
7. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus tsb?
a. Simblefaron adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga
korneadan penglihatan terganggu.
b. Kornea keruh, edema, neovaskuler
c. Sindroma mata kering
d. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun
perlahanlahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang
terjadi katarak traumatik.
e. Glaukoma sudut tertutup
f. Hipotoni bola mata
g. Ptisis bulbi
h. Entropion
i. Neovaskularisasi kornea

8. Jelaskan permenakertrans untuk pedoman diagnosis karena kecelakaan dan penyakit


akibat kerja!

Anda mungkin juga menyukai