Anda di halaman 1dari 26

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

PAPER

Pemeriksaan Refraksi

Disusun oleh :
AARON CHRISTHOPER ANTHONY
130100324

Supervisor :
dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU


KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Pemeriksaan Refraksi”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 16 Juni 2020

Penulis

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3

2.1 Anatomi Mata ............................................................................................................. 3

2.2 Fisiologi Penglihatan ................................................................................................. 6

2.3 Pemeriksaan Refraksi ................................................................................................ 8

2.3.1 Pemeriksaan Subjektif.......................................................................8

2.3.2 Pemeriksaan Objektif…………………………………….……… ..15

BAB 3 KESIMPULAN ..................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 21

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Potongan Sagital Bola Mata .............................................................. ...3


Gambar 2 Trial and Error Lens dan Snellen Chart…………………….…….…10
Gambar 3 Duochrome Chart…………………………………………………….11
Gambar 4 Pinhole Disc Occluder………………………………………………..14
Gambar 5 Astigmatic Clock Dial Chart………………………………………….15
Gambar 6 Autorefraktometer……………………………………………….…....16
Gambar 7 Streak Retinoskopi.................................................................................18
Gambar 8 Gerakan Refleks Retina Pada Pemeriksaan Retinoskopi
Pada Mata dengan Emetropia, Miopia dan Hipermetropia….………..19

iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mata adalah suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan


cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk
sebuah gambar. Struktur mata yang banyak berkontribusi dalam proses
refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous dan vitreous humor. Cahaya yang
masuk akan direfraksikan ke retina, yang akan dilanjutkan ke otak berupa
impuls melalui saraf optik agar dapat diproses oleh otak.1
Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu kelainan pada mata
yang paling umum terjadi dimana keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak
dibiaskan tepat pada retina sehingga menyebabkan penglihatan kabur. Hal
ini juga dapat dijelaskan pada kondisi kelainan refraksi dapat diakibatkan
karena kelainan kurvatur atau kelengkungan kornea dan lensa, indeks bias
atau refraktif, dan kelainan aksial atau sumbu mata. Kelainan refraksi dapat
terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, jenis
kelamin, ras, lingkungan dan genetik.2
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi ini juga dapat menyebabkan
kecacatan penglihatan. World Health Organization (WHO) pemperkirakan
sekitar 285 juta orang di dunia mengalami kecacatan penglihatan, 39 juta
diantaranya mengalami kebutaan dan 246 juta mengalami low vision.
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi menduduki urutan pertama sebagai
penyebab cacat penglihatan dengan presentase sebesar 42%, di atas katarak
yang tidak dioperasi 33% dan glaukoma 2%. Sekitar 90% orang yang
menderita cacat penglihatan hidup di negara berkembang, termasuk
Indonesia.3
Sekitar 1,5% atau 3,6 juta penduduk di Indonesia mengalami
kebutaan. Angka kejadian kebutaan yang disebabkan oleh kelainan refraksi
menduduki urutan pertama sebagai penyebab kebutaan di Indonesia.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa proporsi pengguna kaca mata atau lensa kontak pada penduduk umur
di atas 6 tahun di Indonesia adalah sebesar 4,6% proporsi penurunan tajam
penglihatan sebesar 0,9% proporsi

1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

kebutaan sebesar 0,4%. Sedangkan proporsi pengguna kaca mata atau lensa
kontak pada penduduk dengan umur di atas 6 tahun di provinsi Jawa Timur
adalah sebesar 4,8%; proporsi penurunan tajam penglihatan sebesar 1,0%;
proporsi kebutaan sebesar 0,4%.4
Keadaan kelainan refraksi yang tidak ditangani secara sungguh-
sungguh akan terus berdampak negatif pada perkembangan kecerdasan
anak dan proses pembelajarannya yang selanjutnya juga mempengaruhi
mutu, kreativitas dan produktivitas angkatan kerja. Hal ini akan
mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat, dalam rangka mewujudkan
manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera
lahir batin karena kesehatan indera penglihatan ini merupakan syarat
penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.5 Maka dari itu,
pencegahan dan pemeriksaan mata rutin sangat penting dilakukan untuk
deteksi dini kelainan refraksi. Kelainan refraksi ini dapat dikoreksi dengan
menggunakan kacamata, lensa kontak, maupun dengan cara operasi.5

2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata

Gambar 2. 1 Potongan Sagital Bola Mata.

Diameter bola mata pada orang dewasa berkisar sekitar 2,5 cm. Dari

seluruh permukaan bola mata, 1/6 bagian anterior tampak terlihat

sedangkan 5/6 bagian posterior sisanya terletak dan terlindung pada ruang

orbita. Secara histologik, dinding bola mata tersusun dari 3 lapisan yaitu

tunika fibrosa, tunika vaskulosa (uvea), dan tunika nervosa (retina)6.

3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

1) Tunika Fibrosa

Tunika fibrosa adalah lapisan terluar pada bola mata yang terdiri dari

kornea pada bagian anterior dan sklera pada bagian posterior. Kornea

adalah suatu bagian yang memiliki struktur avaskular yang bening yang

sangat kaya dengan persarafan. Sklera merupakan suatu lapisan jaringan

ikat padat yang menutupi seluruh permukaan bola mata, kecuali pada

bagian kornea. Sklera berfungsi untuk memberikan bentuk bola mata,

menjadikannya kaku, dan melindungi bagian dalam mata. Pada tautan

antara sklera dan kornea terdapat sinus venosus sklera yang disebut kanalis

Schlemm.6

2) Tunika Vaskulosa

Tunika vaskulosa merupakan lapisan tengah pada bola mata. Bagian

ini terdiri dari tiga bagian, berikut adalah bagian-bagiannya apabila

diurutkan dari posterior ke anterior : koroid, korpus siliaris, dan iris. Koroid

adalah bagian posterior pada tunika vaskulosa, bagian ini merupakan bagian

yang kaya dengan vaskularisasi. Lapisan ini bertugas untuk memberikan

pasokan bahan nutrisi ke permukaan posterior retina. Melanosit berfungsi

untuk menghasilkan pigmen melanin dan memberikan warna coklat-hitam

pada koroid. Terdapat prosesus siliaris dan muskulus siliaris pada korpus

siliaris.

Prosesus siliaris adalah sebuah tonjolan atau lipatan yang terletak

pada permukaan dalam dari korpus siliaris, dimana sel-sel epitelnya

bertugas untuk menyekresi humor akueus. Muskulus siliaris adalah otot

polos yang berbentuk pita sirkular, bagian ini bertugas untuk mengubah

bentuk lensa untuk penglihatan jauh atau dekat. Iris adalah bagian yang

berwarna pada bola mata, bentuknya seperti donat gepeng.

4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

Iris terletak diantara kornea dan lensa, bagian luar dari iris dilekatkan pada

prosesus siliaris. Iris berfungsi untuk untuk mengatur jumlah cahaya yang

masuk ke bagian posterior bola mata melalui pupil.6

3) Tunika Nervosa

Tunika nervosa adalah lapisan mata yang paling dalam yaitu retina.

Bagian ini melapisi 3/4 posterior dari bola mata dan menjadi awal dari suatu

jalur penglihatan. Retina terdiri dari epitel pigmen yang merupakan bagian

non – visual dan bagian neural yang merupakan bagian visual. Epitel pigmen

ini berupa selapis sel epitel yang di dalamnya mengandung pigmen melanin.

Letak dari epitel pigmen yaitu diantara koroid dan bagian neural retina. Fungsi

melanin pada koroid dan epitel adalah utuk menyerap cahaya, hal tersebut

bertujuan untuk mencegah pantulan dan penyebaran cahaya di dalam bola

mata. Sehingga diharapkan bayangan tersebut dapat terlihat dengan jelas.

Bagian neural retina adalah suatu bagian yang merupakan hasil

penonjolan otak. Bagian ini berfungsi untuk memroses data sebelum data

tersebut dihantarkan oleh impuls saraf menuju ke hipotalamus, kemudian

menuju ke korteks visual primer. Terdapat tiga lapisan utama pada neuron

retina. Ketiga lapisan itu adalah lapisan sel fotoreseptor, sel bipolar, dan sel

ganglion. Pada bagian ini terdapat juga sel horisontal dan sel amakrin.6

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

2.2. Fisiologi Penglihatan

Penglihatan dimulai dari masuknya cahaya ke dalam mata dan

difokuskan pada retina. Cahaya yang datang dari sumber titik jauh, ketika

difokuskan di retina menjadi bayangan yang sangat kecil.7

Cahaya masuk ke mata direfraksikan atau dibelokkan ketika melalui

kornea dan bagian- bagian lain dari mata (aqueous humor, lensa, dan

vitreous humor). Bagian- bagian tersebut mempunyai kepadatan yang

berbeda-beda sehingga cahaya yang masuk dapat difokuskan ke retina.

Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan

lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya

yang masuk ke mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil, misalnya

saat berada di tempat gelap. Apabila berada di tempat terang atau intensitas

cahaya tinggi maka pupil akan mengecil. Pengatur perubahan pupil tersebut

adalah iris yang merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak dalam

aqueous humor. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke

lensa.7

Ketika kita melihat benda pada jarak lebih dari 6 m (20 ft), lensa

akan memipih hingga ketebalan sekitar 3,6 mm. Sedangkan ketika kita

melihat sesuatu pada jarak kurang dari 6 m, lensa akan menebal hingga 4,5

mm pada pusatnya dan membelokkan cahaya (refraksi) dengan lebih kuat.

Perubahan ketebalan lensa tersebut dikenal dengan lens accommodation

(akomodasi lensa).8 Selain daya akomodasi, lensa juga berfungsi untuk

memfokuskan bayangan agar jatuh tepat di retina.7

Bila cahaya sampai ke retina, maka sel- sel batang dan sel- sel

kerucut (sensitif terhadap cahaya) akan meneruskan sinyal- sinyal cahaya

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap

oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi pada persepsi otak

terhadap benda tetap tegak, karena otak mempunyai mekanisme menangkap

bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal (tegak).7

Penglihatan manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Central Vision

Central vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya

jatuh pada area macula lutea retina dan memberikan stimulus pada

fotoreseptor yang berada pada area tersebut. Dalam pemeriksaaannya,

central vision dapat dibagi menjadi uncorrected visual acuity di mana mata

diukur ketajamannya tanpa menggunakan kacamata maupun lensa kontak

dan corrected visual acuity dimana mata yang diukur telah dilengkapi

dengan alat bantu penglihatan seperti kacamata maupun lensa kontak.

Karena penurunan ketajaman penglihatan jarak jauh dapat disebabkan oleh

kelainan refraksi, umumnya jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menilai

kesehatan mata adalah corrected visual acuity.9

b. Peripheral Vision

Peripheral vision adalah penglihatan yang timbul pada saat cahaya

jatuh pada area di luar macula lutea retina dan memberikan stimulus pada

fotoreseptor yang berada pada area tersebut.9

Penglihatan perifer dapat ditinjau secara cepat dengan menggunakan

confrontation testing. Pada pemeriksaan ini, mata yang tidak diperiksa

ditutup dengan menggunakan telapak tangan dan pemeriksa duduk sejajar

dengan pasien. Jika mata kanan pasien diperiksa, maka mata kiri pasien

ditutup dan mata kanan pemeriksa ditutup. Pasien diminta untuk melihat

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

lurus sejajar dengan mata kiri pemeriksa. Untuk mendeteksi adanya

gangguan, pemeriksa menunjukkan angka tertentu dengan menggunakan

jari tangan yang diletakkan di antara pasien dan pemeriksa pada keempat

kuadran penglihatan. Pasien diminta untuk mengidentifikasi angka yang

ditunjukkan.9

2.3. Pemeriksaan Refraksi

Pemeriksaan refraksi didefinisikan sebagai pengukuran terhadap

gangguan refraksi dan merupakan penerapan klinis dari prinsip optik oleh

seorang pemeriksa dengan menggunakan instrumen dari yang sederhana

hingga menggunakan alat yang canggih. Pemeriksaan refraksi adalah

pemeriksaan yang paling umum dilakukan oleh seorang ahli oftalmologi dan

merupakan salah satu pemeriksaan yang paling mendasar dalam menentukan

kelainan mata serta terapi yang dibutuhkannya. Ahli oftalmologi dalam

melakukan pemeriksaan refraksi dapat menentukan penyebab pasien

mengeluhkan penurunan fungsi penglihatan, berasal dari gangguan refraksi

atau kelainan organik.10

Pemeriksaan refraksi dibagi menjadi dua kategori yaitu pemeriksaan

objektif dan subjektif. Metode objektif dilakukan hanya menggunakan alat

untuk menentukan status refraksi pasien. Keuntungan pemeriksaan ini adalah

tidak adanya ketergantungan kepada pasien untuk memberikan jawaban dan

hasil dapat diperoleh dalam waktu singkat. Pemberian terapi hanya dengan

mengandalkan pemeriksaan objektif seringkali tidak cukup dalam

meningkatkan kondisi penglihatan dan berakibat pada ketidakpuasan pasien.

Metode pemeriksaan refraksi subjektif memberikan hasil yang lebih baik dan

8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

akurat untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan terapi, tetapi bergantung

pada kerjasama pasien dalam menilai perbaikan refraksi selama pemeriksaan.

Ketajaman penglihatan maksimal sangat bergantung pada respon dan pendapat

pasien dan hasil pemeriksaan refraksi secara subjektif tidak selalu mewakili

kondisi refraksi murni mata yang diperiksa sehingga pemeriksaan refraksi

subjektif masih menjadi baku emas dalam menentukan status refraksi pasien.10

2.3.1 Pemeriksaan Refraksi Subjektif

Pemeriksaan refraksi subjektif adalah pemeriksaan mata (refraksi)

dimana pasien bersifat aktif dan ada kerja sama antara penderita dan

pemeriksa. Ketajaman penglihatan maksimal sangat bergantung pada

pernyataan dan pendapat individu yang diuji, kombinasi resultan dioptri

mungkin tidak selalu mewakili status refraksi murni mata yang diperiksa.

Maka dari itu, salah satu kendala pemeriksaan refraksi subjektif yaitu hasil

pemeriksaan sangat bergantung pada laporan pasien dari perbedaan ketajaman

penglihatan pada setiap setiap percobaan kekuatan refraksi.10

1. Penentuan Best Visus Sphere (BVS)

Best Visus Sphere (BVS) merupakan penglihatan spheris terbaik yang

dirasakan pasien, hal ini dilakukan dengan menggunakan lensa yang dapat

memberikan penglihatan terbaik hanya dengan kekuatan spheris dengan

menggunakan lensa plus (+) atau minus (-) untuk menggambarkan suatu

keadaan. Pemeriksaan BVS dapat dilakukan tanpa retinoskopi dan setelah

retinoskopi.11

9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

Prosedur penetuan BVS tanpa retinoskopi:11

1. Tutup mata kiri

2. Ukur penglihatan tanpa alat bantu

3. Jika memungkinkan, perkirakan ametropia. Hal ini bermanfaat pada


kasus miopia yang tidak dikoreksi. Pada miopia, posisi titik jauh yang
sebenarnya dapat digunakan untuk memperkirakan kelainan refraktif,
contoh seseorang dengan miopia -8.00 D melihat jelas jika terget
ditempatkan pada jarak sekitar 12.5 cm dari mata.

4. Tambahkan lensa +1.00D

5. Tanyakan apakah penglihatan memburuk?

6. Tidak: tambahkan kekuatan lensa positif sampai penglihatan kabur.


Dari titik kabur, turunkan dengan +0.25 DS. BVS merupakan lensa
positif maksimum dimana mata dapat melakukan toleransi tanpa
menyebabkan kekaburan pada grafik huruf.

7. Ya: tambahkan lensa dengan kekuatan negatif sampai grafik huruf


terlihat jelas. Yakinkan bahwa setiap penambahan sebenarnya
meningkatkan tajam penglihatan dan tidak hanya membuat huruf-
huruf menjadi lebih kecil.

8. Jika memungkinkan, atur lensa akhir pada grafik huruf dan/atau


duochrome dengan menggunakan putaran ±0.25 DS

9. Catat tajam penglihatan

10. Tutup mata kanan dan ulangi prosedur yang sama pada mata kiri.

Gambar 2 Trial and Error Lens dan Snellen Chart

10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

2. Tes Duokrom

Tes duokrom atau bikromatik umumnya digunakan sebagai

pemeriksaan dalam menentukan refraksi monokuler untuk penglihatan

sferis terbaik. Pemeriksaan ini didasarkan pada prinsip aberasi kromatik

aksial yaitu cahaya dengan Panjang gelombang lebih pendek akan

dibiaskan lebih banyak oleh optik mata dibandingkan cahaya dengan

panjang gelombang yang lebih panjang. Pemeriksaan tes duokrom

menggunakan sebuah warna merah (panjang gelombang 620 nm) dan

warna hijau (panjang gelombang 535 nm) dengan kecerahan yang sama.

Warna merah-hijau tersebut membuat latar belakang grafik secara vertikal

tampak terbagi menjadi dua.12

Gambar 3 Duochrome chart

Akibat adanya proses aberasi kromatik pada mata, gelombang dengan

panjang gelombang yang lebih pendek (hijau) akan difokuskan di depan

gelombang dengan panjang gelombang yang lebih panjang (merah), kemudian

mata biasanya fokus dekat dengan pertengahan spekrum, antara panjang

gelombang hijau dan merah. Dengan koreksi lensa sferis yang optimal, huruf-

huruf pada bagian merah dan hijau akan tampak sama jelas. Filter yang

digunakan dalam uji duochrome menghasilkan interval kromatik sekitar 0,50

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

di antara merah dan hijau. Ketika gambar tampak jelas pada cahaya putih,

kekuatan mata adalah 0,25 D miopia untuk simbol hijau dan 0,25 D hyperopia

untuk simbol merah.12

Setiap mata diuji secara terpisah untuk tes duochrome, yang dimulai

dengan mata sedikit berkabut (0,5 D untuk tanpa akomodasi). Huruf-huruf

pada sisi merah harus tampak lebih jelas, dan pemeriksa dapat menambahkan

lensa sferis negatif sampai 2 sisi tampak sama. Jika respon pasien menyatakan

huruf-huruf pada sisi hijau lebih tajam, pasien menggunakan lensa sferis

negatif yang berlebihan dan lensa sferis positif seharusnya ditambahkan.

Beberapa klinisi menggunakan RAM-GAP mnemonicred-merah tambahkan

lensa negatif-hijau tambahkan lensa positif-untuk membantu mereka dengan

uji duochrome.12

Karena tes ini berdasarkan kelainan kromatik dan bukan diskriminasi

warna, tes ini juga dapat digunakan pada pasien buta warna. Mata dengan

akomodasi berlebihan masih mungkin memerlukan lensa negatif untuk

menyeimbangkan merah dan hijau. Cycloplegia mungkin diperlukan. Tes

duochrome tidak digunakan pada pasien dengan ketajaman visual lebih buruk

dari 20/30 (6/9), karena perbedaan 0.50 D antara 2 sisi terlalu kecil untuk

dibedakan.12

3. Pinhole Disc

Dimensi objek yang buram bergantung pada derajat ametropia,

diameter pupil individu, dan jarak sumber cahaya ke mata. Pinhole berperan

untuk mengecilkan diameter dari disc yang buram ini sehingga jelas terlihat.

Disc pinhole merupakan disc opak dengan lubang berdiameter kurang dari 1

mm yang dapat menyebabkan efek difraksi dan juga penurunan iluminasi

retina. Hal ini dapat terjadi dalam ruangan redup, gambar yang tidak fokus.

12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

Lubang dengan diameter lebih besar dari 2 mm mendekati ukuran pupil

manusia sehingga secara bermakna tidak dapat menurunkan lingkaran buram

yang dihasilkan oleh kelainan refraktif yang tidak dikoreksi.13

Jika pinhole diletakkan pada mata ametropik yang tidak dikoreksi,

tajam penglihatan akan meningkat. Normalnya, koreksi kelainan refraksi dapat

meningkatkan tajam penglihatan minimal sebanyak yang dihasilkan oleh

pinhole. Disc pinhole oleh karena itu dapat digunakan untuk memprediksi

tajam penglihatan maksimal yang mata dapat peroleh jika kelainan refraktif

dikoreksi. Jika ketajaman penglihatan tidak ada perbaikan dengan pinhole,

tidak mungkin bahwa penurunan tajam penglihatan disebabkan oleh kelainan

refraksi yang tidak dikoreksi dan diduga ada patologi, contoh tajam

penglihatan pada ambliopia, penyakit makular, dan kepadatan media sentral

tidak meningkat dengan menggunakan disc pinhole; bahkan disc pinhole dapat

menurunkan ketajaman penglihatan pada beberapa kasus.13

Namun demikian, jika pasien memiliki kornea yang ireguler atau

kepadatan media perifer, pinhole dapat memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan yang dapat diperoleh dengan refraksi. Jika pinhole tidak

dapat memperbaiki tajam penglihatan, alasan penurunan tajam penglihatan

tidak mungkin merupakan kelaianan refraksi. Prakteknya, uji dapat disc

pinhole dapat membuktikan kelainan refraksi, terutama jika teknik subjektif

tidak berhasil dan tajam penglihatan tidak mengalami perbaikan dengan

penambahan lensa.13

13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

Gambar 4 Pinhole Disc Occluder

4. Astigmatic Dial

Astigmatic dial merupakan pemeriksaan grafik dengan garis-garis


yang tersusun secara radial yang dapat digunakan untuk menentukan aksis
astigmatisme. Seberkas cahaya dari titik sumber digambarkan oleh mata
astigmat sebagai Sturm konoid. Jari-jari astigmat yang sejajar dengan
meridian mata astigmat akan digambarkan sebagai garis tajam sesuai
dengan garis-garis fokus Sturm konoid.13

Berikut ini langkah-langkah yang digunakan dalam pemeriksaan refraksi


dengan dial astigmat: 13
1. Ketajaman visual terbaik hanya dengan lensa sferis.
2. Buramkan penglihatan sekitar 20/50 dengan menambahkan lensa positif.
3. Perhatikan baris paling hitam dan tajam dari dial astigmat.
4. Tambahkan silinder negatif dengan aksis tegak lurus terhadap
garis yang paling hitam dan tajam sampai semua garis terlihat
sama.
5. Kurangi sferis positif (atau tambah dengan lensa negatif) sampai
diperoleh ketajaman visual yang terbaik

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

Gambar 5 Astigmatic Clock Dial Chart

2.3.2 Pemeriksaan Refraksi Objektif

Pemeriksaan refraksi objektif adalah pemeriksaan mata (refraksi)

dimana pasien bersifat pasif, hasil pengukuran diperoleh dari pemeriksaan

dengan alat.pemeriksaan refraksi objektif dengan autorefractometer dan streak

retinoskopi.14,15,16

1. Autorefraktometer

Autorefraktometer adalah suatu alat untuk pengukuran indeks bias pada

kelainan refraksi. Indeks bias dihitung dari hukum Snell sedangkan untuk

campuran, indeks bias dapat dihitung dari komposisi bahan menggunakan

beberapa aturan pencampuran seperti hubungan Gladstone - Dale dan

persamaan Lorentz Lorenz.17

15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

Gambar 6 Autorefraktometer

2. Retinoskopi

Retinoskopi disebut juga skiaskopi atau shadow test merupakan suatu

metode objektif untuk mengetahui suatu kelainan refraksi dengan metode

netralisasi. Retinoskopi didasarkan pada adanya cahaya yang direfleksikan

dari suatu cermin ke mata, secara langsung cahaya akan melewati pupil dan

hasil yang didapat tergantung pada kondisi refraksi mata.18,19

Pada umumnya, retinoskopi yang dipakai sekarang ini menggunakan

sistem Streak Projection yang dikembangkan oleh Copeland (cermin yang

seluruhnya perak mengelilingi lubang kecil) atau cermin setengah perak

(model Welch-Allyn). Meskipun berbagai merek streak retinoskopi berbeda

dalam desain, alat-alat tersebut bekerja dengan cara yang sama. Berkas cahaya

melewati lapisan air mata pasien, kornea, ruang anterior, lensa, ruang vitreus

dan retina. Hal ini kemudian tercermin pada koroid dan epitel pigmen retina

sebagai refleks merah linear yang kembali melalui retina sensorik, vitreus,

lensa, akuos, kornea, dan air mata melalui udara antara pasien dan pemeriksa,

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

dan ke kepala dari retinoskopi, melalui lubang di cermin, yang akhirnya keluar

melalui belakang retinoskopi ke mata pemeriksa (retinoscopist).20

Retinoskopi ada 2 jenis:

1) Spot Retinoscopy, yaitu retinoskopi dengan memakai berkas sinar yang

dapat difokuskan.

2) 2. Streak Retinoscopy, yaitu retinoskopi dengan memakai berkas sinar

dengan bentuk celah/slit.

Teknik untuk mendapatkan hasil pemeriksaan streak retinoskopi yang

objektif :

1. Retinoskopi Dinamik, saat dilakukan pemeriksaan pasien berakomodasi dan

berfiksasi pada benda dekat.

2. Retinoskopi Statik, saat dilakukan pemeriksaan akomodasi pasien

dilumpuhkan (dengan pemberian siklopegik).

3. Retinoskopi Binocular Barratt, retinoskopi fiksasi dari jarak dekat. Kerugian

dari metode ini adalah ketidak tepatan potensial yang disebabkan oleh adanya

perubahan akomodasi pasien, teknik ini sering digunakan pada kasus diplopia

dengan keluhan turunnya tajam penglihatan.

4. Retinoskopi Mohindra, pengembangan dari retinoskopi fiksasi dekat yang

sering digunakan pada bayi dan juga anak-anak tanpa menggunakan

siklopegik. Cahaya ruangan yang tidak terang dan oklusi mata dapat

mengurangi stimulus untuk berakomodasi.

5. Retinoskopi Carter, teknik ini menggunakan sikloplegik untuk mengatur

pembesaran pupil mata pasien dan mempermudah untuk melihat reflek cahaya.

Teknik ini sangat berguna apabila pasien disertai dengan katarak. Teknik ini

dilakukan pada jarak 40 cm, lensa +5D dipegang diantara retinoskopi dan

17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

pasien. Penilaian astigmatisma lebih mudah walaupun tanpa menggunakan

lensa silindris, karena hubungan antara posisi retinoskopi dan kekuatan dioptri

terletak dalam satu bidang garis lurus.

6. Retinoskopi Radikal, digunakan pada jarak pengerjaan yang lebih rendah

untuk memungkinkan reflex terlihat lebih mudah pada kasus miotic pupil atau

opaque medii. Jika medianya bersih, maka jarak optimum pengerjaan

retinoskopi adalah 66 cm. Jarak pengerjaan yang pendek akan memperlihatkan

refleks yang lebih jelas dan mempermudah dalam menjangkau pasien akan

tetapi jarak tersebut tidak diperbolehkan, dengan lensa WD atau perhitungan

maka kemungkinan untuk terjadinya kesalahan menjadi lebih tinggi. Jarak

pengerjaan lebih dari 66 cm mengurangi resiko untuk terjadinya kesalahan

dalam pengerjaannya namun refleknya menjadi kurang jelas.

Gambar 7 Streak Retinoskopi

Lintasan yang diproyeksikan, membentuk bayangan kabur dari filamen

pada retina pasien, yang dapat dianggap sebagai sumber cahaya batu yang

kembali ke mata pemeriksa melalui pengamatan karakteristik dari refleks ini,

seseorang dapat menentukan status refraktif mata pada pasien emetropia,

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

cahaya muncul secara paralel. Apabila pasien adalah miopia, maka cahaya

yang muncul akan konvergen.Dan apabila pasien adalah hipermetropia, maka

cahaya muncul secara divergen.melalui lubang intip pada retinoskop, cahaya

yang muncul ini terlihat sebagai reflek berwarna merah pada pupil pasien. Jika

pemeriksa berada pada titik jauh pasien, maka semua cahaya memasuki pupil

pemeriksa dan penerangan merata. Meskipun demikian, jika titik jauh dari

mata pasien bukan di lubang intip retinoskopi, maka beberapa cahaya yang

memancar dari pupil pasien tidak akan memasuki lubang intip dan penerangan

pupil tidak sempurna.21

Jika titik jauh berada diantara pemeriksa dan pasien (miopia lebih besar

daripada jarak kerja dioptri pemeriksa), cahaya akan bertemu dan akan

menyebar kembali. Posisi cahaya dari pupil akan bergerak mengayun dalam

arah berlawanan (dikenal sebagai pergerakan berlawanan/against motion). Jika

titik jauh tidak berada diantara pemeriksa dan pasien (hiperopia), cahaya akan

bergerak searah dengan ayunan (dikenal dengan gerakan searah/with motion).

Ketika cahaya memenuhi pupil pasien dan tidak bergerak karena mata

emetropia atau karena sebelumnya telah dipasang koreksi lensa yang sesuai

kondisi ini dikenal dengan netralisasi.21

Gambar 8 Gerakan Refleks Retina Pada Pemeriksaan Retinoskopi Pada Mata

dengan Emetropia, Miopia dan Hipermetropia

19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

BAB 3
KESIMPULAN

Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang paling

umum terjadi. Kelainan refraksi ini merupakan salah satu kelainan mata yang

jarang mendapat perhatian oleh masyarakat. Kelainan refraksi yang tidak

terkoreksi ini juga dapat menyebabkan kecacatan penglihatan. Pencegahan

dan pemeriksaan mata rutin sangat penting dilakukan untuk deteksi dini

kelainan refraksi.

Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau perubahan

panjang bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula.

Keadaan ini disebut ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau

astigmatisma. Prosedur dalam menemukan dan mengoreksi kesalahan bias

disebut dengan refraksi. Pemeriksaan refraksi terdiri dari dua metode, yaitu

objektif dan subjektif.

Pemeriksaan refraksi subjektif adalah pemeriksaan mata (refraksi)

dimana pasien bersifat aktif dan ada kerja sama antara penderita dan

pemeriksa. Ketajaman penglihatan maksimal sangat bergantung pada

pernyataan dan pendapat individu yang diuji, kombinasi resultan dioptri

mungkin tidak selalu mewakili status refraksi murni mata yang diperiksa.

Terdapat beberapa langkah dan teknik pemeriksaan refraksi subjektif

diantaranya adalah penentuan best vision sphere,test duachrome,,pinhole

disc,astigmatic dial.

Pemeriksaan refraksi objektif adalah pemeriksaan mata (refraksi)

dimana pasien bersifat pasif, hasil pengukuran diperoleh dari pemeriksaan

dengan alat.pemeriksaan refraksi objektif dengan autorefractometer dan

streak retinoskopi.

20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, dkk. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika; 2000.
p 1-26, 382-398
2. Ilyas, HS. Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015. p2-9
3. Mariotti SP, Pascolini D. Global Estimates of Visual Impairment: 2010. Br
J Ophthalmology. 96(5):614-8. 2012 Diunduh dari:
http://www.who.int/blindness/data_maps/VIFACTSHEETG
LODAT2010full.pdf
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013.
5. Indonesia. Menteri Kesehatan RI. Rencana Strategis Nasional
Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan untuk Mencapai
Vision 2020. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2005.
6. Wangko S. Histofisiologi-retina Bagian Anatomi-Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Man. Jurnal Biomedik, Vol 5:No .
2013. p1-6
7. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC. 2008. p613-637
8. Saladin, Kenneth S., Anatomy and Physiology: The Unity of Form and
Function, New York: Mc Graw Hill, 2004. p610-626
9. Riordan-Eva, P & Witcher, JP (2008). Vaughan & Asbury’s General
Ophtalmology, 17th Edition. New York: McGraw-Hill Companies. p24-27,
30-34
10. American Academy of Opthalmology. Practising Ophthamologists
Curriculum 2017-2019, Section 3: Optics, Refractions and Contact lenses.
American Academy of Opthalmology; 2016. p12-32
11. Keirl A, Christie A. Clinical Optics and Refraction : A Guide for
Optometrist. Elsevier Inc.; 2007. p79-96
12. Gantz L, Schrader S, Ruben R, Zivotofsky AZ. Can the red-green
duochrome test be used prior to correcting the refractive cylinder
component? Department of Optometry and Vision Science, Hadasah
Academic College Jerusalem, Israel, 2015

21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : AARON CHRISTHOPER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM: 130100324
SUMATERA UTARA

13. Elliott DB. Clinical Procedures in Primary Eye Care. 4th ed. Vol. 1.
Elsevier Ltd; 2014. p32-62
14. Khurana, AK. In Comprehensive Ophthalmology (4th ed.). New Delhi:
New Age International Limited Publisher. 2007. p543-570
15. American Academy of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course:
Surgery for Cataract, San Francisco, American Academy of Ophthalmology.
2014. p69-82
16. Lang GK. Lang GE. Ophthalmology 2nd ed:A pocket textbook Atlas. New
York: Thieme Stuttgart. 2000 p429-431
17. Tien YW. The Ophthalmology examination review. World scientific
publishing. Singapore. 2001 p370-373
18. Agarwal A., Jacob S. Color of Atlas Ophthamology, The Quick Reference
Manual for Diagnosis and Treatment. 2016. p486-499
19. Cordero I. Understanding and looking after a retinoscope and trial lens set.
Community eye Health Journal. Vol 30(98): 40-41. 2017
20. Wirtscafter JD. Schwartz GS. Duane’s Ophthalmology, Chapter 37
Retinoscopy. Lippincott Williams & Wilkins. 2013. Available :
https://books.google.com.my/books/about/Duane_s_Ophthalmology.html?i
d=A9l1kgEACAAJ&redir_esc=y
21. Siregar, NH. Kelainan refraksi yang menyebabkan glaukoma. Universitas
Sumatera Utara. 2018

22

Anda mungkin juga menyukai