Skizofrenia Paranoid
Disusun oleh :
Pembimbing :
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU JIWA
RS. Jiwa dr. Soeharto Heerdjan
I. IDENTITAS PASIEN
Nama (inisial) : Tn. T alias Tn. WP
TTL / usia : Jakarta, 5 Maret 1978 / 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status perkawinan : Belum menikah
Alamat : Pejaten Timur, Jakarta Selatan
1
II. RIWAYAT PSIKIATRIK
Autoanamnesis :
Tanggal 29 Mei 2018, pukul 16.00 WIB, di bangsal Nuri Rumah Sakit Jiwa dr.
Soeharto Heerdjan
Tanggal 30 Mei 2018, pukul 16.00 WIB, di bangsal Nuri Rumah Sakit Jiwa dr.
Soeharto Heerdjan
Alloanamnesis :
Tanggal 3 Juni 2018, pukul 15.00 WIB, melalui telepon dengan Ibu pasien di
Pejaten Timur, Jakarta Selatan.
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang ke IGD RSJSH dibawa oleh keluarganya (ibu dan pamannya)
dikarenakan sering berbicara sendiri, tertawa, dan marah-marah sejak putus obat 6
bulan yang lalu.
2
C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA
1. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Pada tahun 1996 semasa kelulusan SMA, pasien pernah mengonsumsi
NAPZA dengan jenis heroin termasuk golongan opioid yakni putauw karena
dipaksa oleh teman-temannya selama enam tahun dengan tidak kontinu
menggunakannya setiap hari. Putauw yang dikonsumsi biasanya dibeli dengan
harga Rp.20.000 dan digunakan dengan cara dimunum per oral, dihisap melalui
hidung, serta dengan jarum suntik langsung ke pembuluh vena. Dosis yang
digunakan juga 0,2 – 0,3 gram. Pasien mengaku kepada orangtuanya mengenai
perbuatannya tsb sehingga orangtuanya membawa pasien ke rehabilitasi dan ke
psikiater dr. DH, Sp.KJ, akan tetapi dosis terapi yang diberikan Psikiater saat itu
terlalu tinggi dan akhirnya membuat pasien menjadi mual, tidak nyaman
mengonsumsi terapi pengobatan tsb serta membuat pikirannya kacau.
Pada tahun 1999, pasien pernah ingin bunuh diri setelah putus dari
pacarnya menggunakan pisau bahkan mengancam ibunya. Keinginan bunuh diri
tersebut atas dasar kemauan pasien sendiri.
Pada tahun 2010, pasien mengalami gangguan seperti di atas yakni seperti
memiliki teman bicara sehingga mampu mendengar bisikan-bisikan dan berbicara
sendiri, berawal setelah Bapaknya pasien meninggal. Pasien sering merenung, jika
Bapaknya masih ada, pasien tidak akan seperti ini. Pasien merasa ada yang kurang
pada dirinya sehingga pasien sudah mulai mengancam ibunya, jarang tidur pada
malam hari dan suka berpergian jauh menggunakan taksi, pergi sampai ke rumah
neneknya. Pasien sering membuat rumah menjadi berantakan dan hampir
memukul orangtuanya. Selama ini pasien mengonsumsi Risperidon,
Trihexyphenidyl, Chlorpromazine atau Excimer, dan Sodium (natrium) divalproat
atau depakote akan tetapi suka dibuang dan tidak patuh minum obat karena
merasa mampu dengan tidak harus minum obat-obatan tsb. Terkadang pasien juga
suka meminta uang hingga memaksa pada orangtuanya untuk membeli rokok.
Pada tahun 2012, gejala pasien seperti berbicara sendiri, kurang mampu
dalam mengendalikan emosi sehingga berteriak-teriak dengan penuh amarah
3
belum terlalu parah. Namun, pada tahun 2014 ketika pasien ditipu oleh teman
bisnis kulinerannya dengan dana yang besar, pasien kembali kambuh gejala sering
bicara sendiri yang menyalahkan teman bisnisnya tsb. Pasien masih juga suka
menolak jika akan diberikan obat. Pasien juga pernah tiba-tiba ceramah dan
dakwah lalu menyalahkan Hpnya asmaul husna.
Pada tanggal 24 Mei 2018, pasien cukup kesal saat pertama kali di bawa
ke RSJSH karena pasien merasa tidak sakit dalam hal kejiwaan hingga harus
rawat inap. Sebelumnya, pasien juga pernah kesal dengan ibunya karena merasa
ribet dan cerewet terlebih saat ibu pasien mengajak pasien untuk kontrol rutin ke
dr. S, Sp.KJ menggunakan angkutan umum dan bukan taksi. Pasien juga turut
kesal saat menunggu lama dalam mengontrol rutin menggunakan BPJS.
Dirumahpun (daerah Pejaten Timur), pasien hanya mengenal tukang ojek saja
disekitaran lingkungan selebihnya jarang bergaul dengan tetangga. Saat di bangsal
Nuri, pasien tidak bisa sembarangan minum menggunakan gelas sembarang orang
dan mandi makan dll secukupnya tetap terjaga. Pasien tidak merasa asing akan
dirinya dan terhadap lingkungannya. Pasien ingin segera pulang dan mandiri
dengan tidak merepotkan oranglain lagi. Pasien memiliki karakter yang pendiam
dan sulit untuk menceritakan masalahnya pada orang lain. Namun kini, pasien
juga sedang belajar untuk tidak menyalahkan diri sendiri dan keadaan serta
belajar untuk patuh terhadap terapi yang diberikan oleh Psikiatri.
4
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pada tahun 1996, pasien mengatakan pernah diajak teman-temannya
mengonsumsi NAPZA dengan jenis heroin golongan opioid yakni putauw yang
biasanya dibeli dengan harga Rp.20.000 dengan dosis 0,2 – 0,3 gram dan dengan
cara diminum per oral, dihisap melalui hidung, atau dengan jarum suntik ke
pembuluh vena selama enam tahun namun tidak kontinu tiap hari
menggunakannya. Pada awal masuk kuliah pasien juga pernah dipaksa oleh kakak
tingkatnya untuk mencoba mengonsumsi ganja. Keluargapun telah mengetahui
bahwa pasien telah mengonsumsi NAPZA dengan jenis heroin golongan opioid
(putauw) tsb. Pasien juga mengonsumsi rokok.
5
Sangat dekat dengan Bapaknya. Pasien juga tidak mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Dari kecil pasien cukup alergi terhadap telur
dan akan bisul bila konsumsi banyak.
b. Masa Kanak Menengah
Menurut ibu pasien, pasien selalu naik kelas, tidak pernah membolos,
nilai di sekolah cukup baik sesuai rata-rata. Kehidupan keluarga pasien pun
termasuk keluarga harmonis.
c. Masa Kanak Akhir
Pasien mengatakan bahwa ia tidak pernah diledek, diganggu (bully)
oleh teman-temannya selama sekolah. Namun pasien masih anak yang
pendiam dan memiliki teman dekat beberapa saja.
2. Riwayat Pendidikan
Setelah tamat SMA mengonsumsi putauw bersama teman-temannya saat
acara kelulusan sekolah. Pasien sudah 4 kali pindah-pindah perguruan tinggi dan
tidak pernah selesai.
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja hingga pada tahun 2014 ditipu oleh temannya saat
akan melakukan bisnis kuliner dengan dana yang besar. Kemudian, pasien tidak
bekerja lagi dan hanya dirumah saja.
5. Kehidupan Perkawinan/Psikoseksual
Pasien belum menikah hingga saat ini. Akan tetapi, pasien pernah
memiliki pacar semasa SMA.
6
6. Riwayat Pelanggaran Hukum
Sejauh ini pasien belum pernah berurusan dengan penegak hukum.
E. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara. Sejak lahir hingga saat ini
pasien diasuh oleh orangtuanya. Pasien tinggal bersama ibunya di Pejaten Timur
dekat RS Pasar Rebo. Adik laki-lakinya, pamannya serta ibunya berasal dari
Sukoharjo, Jawa Tengah. Adik laki-lakinya telah bercerai dengan istrinya sedangkan
pasien kurang dekat dengan kakak perempuannya. Pasien sebenarnya lebih dekat
dengan Bapaknya. Akan tetapi, pasien tetap menyayangi orangtua dan adik maupun
kakaknya. Orang-orang sering mengatakan bahwa pasien cuek namun pasien memang
tidak suka ikut campur pada urusan oranglain. Dikeluarga tidak ada yang memiliki
riwayat seperti pasien.
Genogram
Keterangan :
= laki-laki
= perempuan
= pasien
= meninggal
7
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan : pasien seorang laki-laki, berusia 40 tahun, tampak terawat dan
sesuai usia pasien
2. Kesadaran neurologik : compos mentis
3. Perilaku dan psikomotor
a. Sebelum wawancara : pasien dalam posisi sedang berisitirahat sambil
menonton TV
b. Selama wawancara : pasien dalam posisi duduk cukup tenang di sebelah kiri
pemeriksa. Terdapat kontak mata saat wawancara dengan pemeriksa. Tidak
ada perlambatan gerakan. Semua pertanyaan dijawab dengan cukup baik oleh
pasien.
4. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif terhadap pemeriksa
5. Pembicaraan
a. Cara berbicara : spontan, artikulasi jelas, intonasi cukup, dan volume cukup
b. Gangguan berbicara : tidak terdapat hendaya atau gangguan berbicara
B. ALAM PERASAAN
1. Mood : hipotim
2. Afek : datar
3. Keserasian : serasi
C. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi : (+) halusinasi auditorik, visual
2. Ilusi : (-) tidak ada
3. Depersonalisasi : (-) tidak ada
4. Derealisasi : (-) tidak ada
8
D. FUNGSI INTELEKTUAL
Taraf Pendidikan Sekolah Menengah Atas
Pengetahuan Umum Baik (pasien mengetahui ibukota provinsi Jawa Barat dan
beberapa lagu barat lama contohnya the reason -
hoobastank)
Kecerdasan Rata-rata
Konsentrasi dan Konsentrasi baik (saat diminta untuk menjawab
Perhatian pengurangan 2018-20 (hingga pertambahan ataupun
perkalian, pasien dapat menjawab dengan tepat)
Perhatian kurang baik (pasien tidak mengingat salah satu
pasien berpakaian hijau yang mendatangani pemeriksa)
Orientasi Baik (pasien dapat membedakan pagi, siang dan malam
- Waktu hari)
9
Visuospasial Baik (pasien mampu menggambar segitiga tumpang tindih
yang diinstruksikan oleh pemeriksa)
Kemampuan Baik (pasien dapat makan, minum, dan buang air sendiri)
Menolong Diri
E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
a. Produktivitas : cukup
b. Kontinuitas : koheren
c. Hendaya bahasa : tidak ada gangguan
2. Isi pikir
a. Waham : (-) tidak ada
b. Preokupasi : (-) tidak ada
c. Obsesi : (-) tidak ada
d. Fobia : (-) tidak ada
F. PENGENDALIAN IMPULS
Baik.
G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : tidak terganggu, pasien dapat mengingat apa yang telah dia
lakukan
2. Uji daya nilai : tidak terganggu (jika pasien melihat ada api didalam ruangan
bangsal, ia merespon dengan cara memadamkan api tersebut atau memanggil
bantuan perawat ataupun satpam disekiatarn bangsal tsb untuk memadamkan api)
3. Daya nilai realitas : terganggu, karena pasien mengalami halusinasi auditorik
H. TILIKAN
Derajat 1, dimana pasien tidak merasa dirinya sakit
10
I. REALIABILITAS
Dapat dipercaya, karena pasien dapat menceritakan apa yang ia rasakan dan terbuka
seakan-akan memang hal tersebut yang ia rasakan
11
Auskultasi : suara nafas normovesikuler di seluruh lapang paru, tidak terdapat
ronkhi dan wheezing pada kedua paru
Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis teraba
Perkusi: batas jantung DBN
Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: bentuk datar
Auskultasi: bising usus normoperistaltik
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi: timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas : akral hangat, tidak ada oedeme, CRT < 2 detik
B. STATUS NEUROLOGIK
Saraf kranial : dalam batas normal
Refleks fisiologis : dalam batas normal
Refleks patologis : tidak ada
Motorik : tidak terganggu
Sensibilitas : dalam batas normal
Fungsi luhur : tidak terganggu
Gejala EPS : akatisia (-), bradikinesia (-), rigiditas (-), resting tremor (-), distonia
(-), tardive diskinesia (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal namun disarankan untuk pemeriksaan
lebih lanjut khususnya untuk memastikan keadaan kondisi medis pasien yang
berdasarkan alloanamnesis (ibu pasien) pernah memiliki riwayat hepatitis C.
12
VI. PENEMUAN BERMAKNA
Seorang laki-laki berusia 40 tahun. Penampilan tampak terawat dan sesuai usia
pasien, kesadaran compos mentis, perilaku dan psikomotor selama wawancara tampak
kooperatif dalam menjawab pertanyaan dari pemeriksa, cara berbicara spontan dan
volume serta intonasi cukup tapi sesekali berkurang, mood yang eutim disertai dengan
afek meluas namun pada pertemuan ke-2 mood pasien mengalami hipotim dengan afek
datar, keserasian afek serasi. Pada persepsi terdapat halusinasi auditorik dan visual,
dikarenakan pasien tidak mampu melihat temannya yang datang kepada pemeriksa saat
wawancara psikiatrik yang ke-2 sedangkan pemeriksa melihat. Daya nilai realitas
terganggu dan tilikan derajat I karena merasa tidak memiliki gangguan kejiwaan hingga
harus dibawa ke rawat inap RSJSH.
Berdasarkan hasil anamnesis, ditemukan pemicu pasien mengalami gangguan
seperti sering berbicara sendiri, tertawa, dan marah-marah adalah putus obat Risperidon,
Trihexyphenidyl, Chlorpromazine atau Excimer, dan Sodium (natrium) divalproat atau
depakote selama 6 bulan serta memiliki riwayat penggunaan psikoaktif yakni jenis heroin
golongan opioid (putauw) selepas masa SMA tahun 1996 dan dipaksa mengonsumsi
ganja saat masuk perkuliahan oleh kakak tingkat diperkuliahannya selama enam tahun
tapi tidak kontinu setiap hari. Pasien juga merokok hingga memaksa dan mengancam
orangtuanya untuk membelikan rokok. Pasien cenderung pendiam dan memang jarang
mengungkapkan permasalahan pribadi pada keluarga. Cukup jarang bergaul dan lebih
dekat dengan almarhum Bapaknya sehingga sungguh merasa tidak berarti lagi saat
Bapaknya meninggal pada tahun 2010 dan kembali kambuh gejala berbicara sendiri,
marah-marah hingga berteriak saat ditipu oleh teman bisnis kulinerannya pada tahun
2014.
13
1. Gangguan kejiwaan karena adanya:
Gangguan/hendaya dan disabilitas: hendaya dalam fungsi sosial
Distress/penderitaan: bila sedang putus obat pasien mudah marah, mengamuk,
mendengar bisikan (halusinasi auditorik) sehingga bisa berbicara sendiri
2. Gangguan merupakan gangguan fungsional karena:
Tidak disebabkan oleh gangguan medik umum (penyakit metabolik, infeksi,
penyakit vaskuler, neoplasma)
3. Gangguan psikotik, karena adanya hendaya dalam menilai realita yang dibuktikan
dengan adanya riwayat:
Halusinasi auditorik, pasien seperti memiliki teman imajinasi yang mampu
diajak berbicara
Gangguan psikotik dikarenakan terinduksi zat psikoaktif yakni jenis heroin
termasuk golongan opioid (putauw)
Pedoman diagnostik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan:
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol:
a. Suara-suara halusinasi yang mampu membuat pasien bercerita
seperti memiliki teman imajinasi;
b. Halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol.
14
dengan lingkungan tetangga kecuali pekerja-pekerja ojek. Oleh sebab itu, axis II perlu
diobservasi lebih lanjut.
15
X. PENATALAKSAAN
1. Rawat inap, dengan indikasi :
Timbulnya tindakan agitasi
Dapat membahayakan orang lain
Mencegah pasien melakukan tindakan kekerasan
Mencegah munculnya gejala yang lebih berat
Untuk observasi lebih lanjut dan pengontrolan pengobatan
2. Psikofarmaka
Risperidon 2x2 mg PO; pastikan monoterapi terlebih dahulu antipsikotik yang
diberikan dengan pengaturan dosis: ‘dosis awal’ – evaluasi selama 2 minggu dan
bila perlu dinaikkan – ‘dosis optimal’ – dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi) – diturunkan selama 2 minggu – dosis ‘maintenance’ – dipertahankan
6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) – tappering off
(dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) – stop. Untuk pasien dengan serangan sindrom
Psikotik yang multiepisode, terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling
sedikit 5 tahun. Pemberian obat antipsikotik ‘long acting’ hanya untuk terapi
stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus skizofrenia.
Depakote/Sodium (natrium) divalproat 3x250 mg sebagai terapi mood stabilizer
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga
Dilakukan edukasi pada pasien dan keluarganya mengenai gangguan yang dialami
pasien, gejala yang mungkin terjadi, rencana tatalaksana yang diberikan, pilihan obat,
efek samping pengobatan dan prognosis penyakit, pentingnya dukungan keluarga
serta keharusan pasien dalam patuh terhadap terapi yang diberikan saat rawat jalan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi suportif kepada pasien
Sugesti:
1. Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya akan hilang
atau dapat dikendalikan
2. Menyadarkan pasien bahwa dampak dari gangguan menyebabkan disfungsi
diri, hubungan dengan keluarga, maupuan hubungan sosialnya
16
Reassurance: Memberitahukan kepada pasien bahwa kontrol teratur dan minum
obat sangat penting untuk perbaikan dirinya
Edukasi pada keluarga pasien
Melibatkan keluarga dalam pemulihan, dengan memberikan pengarahan kepada
keluarga agar tetap memberi dukungan untuk perbaikan pasien
Edukasi keluarga tentang pentingnya mengawasi dan ikut serta dalam
mendisiplinkan pasien untuk mengonsumsi obat yang diberi dan kontrol rutin
setelah pulang dari rumah sakit untuk memperbaiki kualitas hidup pasien
Menjelaskan kepada keluarga tentang kemungkinan adanya efek samping obat
5. Sosioterapi
Menganjurkan pasien untuk mau bersosialisasi dengan pasien lain dan
berolahraga bersama
XI. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
a. Faktor yang memperingan : keluarga yang mendukung pemulihan dan keteraturan
dalam kontrol rutin
b. Faktor yang memperberat : sering putus obat dikarenakan merasa tidak harus
bergantung pada obat-obatan
17