Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengobatantradisional, berdasarkanKeputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003adalahpengobatandanatauperawatandengancara,
obatdanpengobatnya yang mengacukepadapengalaman, ketrampilanturuntemurun,
danataupendidikan/pelatihan, danditerapkansesuaidengannorma yang
berlakudalammasyarakat.IstilahpengobatantradisionalolehPermenkesNomor 9
Tahun 2016 diperbaruimenjadipelayanankesehatantradisional,
denganpengertianpengobatandan/atauperawatandengancaradanobat yang
mengacupadapengalamandanketerampilanturuntemurunsecaraempiris yang
dapatdipertanggungjawabkandanditerapkansesuaidengannorma yang berlaku di
masyarakat.Sedangkan WHO mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai
jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan
pada teori-teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat
budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan
kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit
secara fisik dan juga mental (Kemenkes,2003; Kemenkes, 2016; WHO,2004).

Penelitiankesehatanberskalanasional yang
diselenggarakanBadanPenelitiandanPengembanganKesehatanKementerianKeseha
tan, menunjukkanbahwa 30,4% rumahtangga di Indonesia
memanfaatkanpelayanankesehatantradisional, diantaranya 77,8%
rumahtanggamemanfaatkanjenispelayanankesehatantradisionalketerampilantanpaa
lat, dan 49,0% rumahtanggamemanfaatkanramuan. Sementaraitu, Riskesdas 2010
menunjukkan 60% penduduk Indonesia Jamu&KesehatanEdisi II 3 diatasusia 15
tahunmenyatakanpernahminumjamu, dan 90%
diantaranyamenyatakanadanyamanfaatminumjamu. Sedangkan,
persentaserumahtangga yang menggunakanjamubuatansendirisebesar 9,53% dari

1
68.673 rumahtangga. Adapunindividu yang
menggunakanjamubuatansendiriadalah 10,27% dari total 177.926 orang.
Bahanbaku yang paling banyakdigunakanadalahkencur, jahe,
kunyitdantemulawak.

Penggunajamubuatansendiripersentasenyalebihbesarpadakelompokusialanju
t (54 tahunkeatas), perempuan, menikah, pendidikantidaktamat/ tamat SD,
petaniataunelayan, tingkatekonomimenengahkebawahdantinggal di
kelurahan.(BadanPenelitiandanPengembanganKesehatan, 2013)

Padatahun 1999, WHO mendatajumlahnegara yang


menerapkanpengobatantradisionalsebesar 65 negaradenganjumlahnegara yang
telahregulasimengenaipengobatantradisionalsebesar 25
negara.Angkatersebutterusmeningkathinggapadatahun 2013 terdapat 119
negaramenerapkanpengobatantradisionaldengan 69
negaratelahmemilikiregulasinya. Padapraktiknya,
penerapanpengobatantradisionalberbedaantarNegarasatudenganlainnya,
halinidipengaruhiolehperbedaanbudayasertakemudahanaksespengobatankonvensi
onal.Salah satucontohpengobatantradisional yang
sedangberkembangpesatadalahakupuntur.MeskipunteknikakupunturberasaldariCin
a, WHO mendatabahwa80% dari 129
negaratelahmengakuipenggunaandariakupuntur.Seiringdengansemakinpopulernya
pengobatantradisional di duniainternasional, WHO telahsepakatuntuk: (1)
memajukanpemanfaatanpengobatantradisionaluntukkesehatan, wellness yang
bersifatpeople centereddalampelayanankesehatandan (2)
mendorongpemanfaatankeamanandankhasiatpengobatantradisionalmelaluiregulasi
danproduct, practice, and practitioners. (WHO, 2013)

Mengubahkesadaran,
polapikirdangayahidupmasyarakatmemerlukanadanyasosialisasi.
Pemerintahmelaluikementeriankesehatansecaraterus-
menerusmensosialisasikantanamanobatkeluarga (TOGA)
danmemotivasimasyarakat agar menanamtanamanobat-
obatan.BekerjasamadenganDinasKesehatandan Pembina KesejahteraanKeluarga

2
(PKK) di masing-masingkabupaten di Indonesia, sosialisasi TOGA
terusdilakukanbaikmelaluipelatihan-
pelatihanhinggapengadaanlombaKelurahanatau Kota
PelaksanaTerbaikKegiatanPemanfaatanHasil TOGA hinggatingkat nasional.
Keberhasilansosialisasidapatmeningkatkanminatmasyarakatdalammemanfaatkanp
engobatantradisional.Hal
itudikarenakanmasyarakatmerasapengobatantradisionaltersebutberasaldaribahanal
ami yang lebihmurahdanbahanbakunyalebihmudahdidapatkan.(Biofarmaka IPB,
2015)

Dalammendukungpemanfaatantanamanobattuntukmeningkatkankesehatanpa
damasyarakat Indonesia,
pemerintahjugamenetapkanPeraturanMenteriKesehatanNomor 9 Tahun 2016
mengenaiupayapengembangankesehatanmelaluiasuhanmandiripemanfaatantanam
anobatkeluargadanketrampilanbudidayasertapengolahannya.
Asuhanmandirikesehatantradisionaladalahupayauntukmencegah, memelihara,
meningkatkankesehatan, danmengatasigangguankesehatanringan yang
dialamiindividu, keluarga, maupunkelompok,
sertamasyarakatdenganmemanfaatkantanamanobatkeluargadanketerampilandalam
mengelolannya. (Biofarmaka IPB, 2015)

Salah satukelurahan di KecamatanGayamsari, yaituKelurahan Pandean


Lamper, memilikitaman herbal yang telahmenjuarailombatamanobatkeluarga Kota
Semarang. Namun, prestasitersebutbelumdibarengidenganpemahamanmasyarakat
yang cukupmengenaipemanfaatantamanobatkeluargasebagaiobattradisional. Hal
inidikarenakan,padawilayahKecamatanGayamsarisendiribelumpernahdilakukanpe
latihansertapemberianwawasantentangpengobatantradisional. Oleh karenanya,
peneliti bermaksud untuk melakukan pelatihan pengobatan tradisional dan
pemberian wawasan terutama mengenai pembuatan ramuan jamu dan pelatihan
keterampilan akupresur pada kader posyandu di Kelurahan Pandean Lamper
Kecamatan Gayamsari.
Pelatihandanpemberianwawasantentangpengobatankeluarga di Kelurahan
Pandean Lamper, KecamatanGayamsari, Kota Semarang
diharapkandapatmeningkatkanpemanfaatantamanobatkeluarga,

3
budidayasertapengolahannyaolehmasyarakatsekitar,
meningkatkanketrampilanakupresur,
sertamembantuPuskesmasGayamsarisertapemerintahdalammemanfaatkanketerliba
tanmasyarakatuntukmemeliharakesehatannyasecaramandiri.

1.2 Tujuan

Adapuntujuandarikegiatanmini projectiniadalah
1. Membentukkelompokmandiripengobatantradisional di KelurahanPandean
Lamper, KecamatanGayamsari, Kota Semarang.
2. Mengetahuitingkatpengetahuananggotakelompokmandirimengenaipengob
atantradisionalmelaluipemanfaatantanaman TOGA danakupresur.
3. Memberikanpelatihankepadakelompokmandirisebagaiupayauntukmencega
h, memelihara, meningkatkankesehatan,
danmengatasigangguankesehatanringan yang dialamiindividu, keluarga,
maupunkelompok,
sertamasyarakatdenganmemanfaatkantanamanobatkeluarga,
keterampilandalammengelolannya, danketerampilanakupresur.

1.3 Manfaat

Denganadanyakegiatanminiprojectinidiharapkanmemilikimanfaatsebagaiberik
ut :
1. Terbentuknyakelompokmandiripengobatantradisional di
KelurahanPandean Lamper, KecamatanGayamsari, Kota Semarang.
2. Mendukung program
pemerintahdalammeningkatkanderajatkesehatanmasyarakatmelaluiasuhan
mandiripemanfaatantanamanobatkeluarga,ketrampilanbudidayasertapengol
ahannyadanketerampilanakupresur.

4
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengobatan Tradisional

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional,
pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat,
dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun,
dan/atau pendidikan/ pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat. Sedangkan WHO mendefinisikan pengobatan tradisional
sebagai jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang
berdasarkan pada teori-teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang
mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan
dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau
pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental (Kemenkes,2003; WHO,2004).

Sejalan dengan budaya untuk kembali ke alam (back to nature)


menyebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya bahan-bahan
kimia yang terkandung dalamobat-obatan sintetis dan semakin dirasakannya
manfaat ramuan alam tradisional.. Saat ini pola hidup sehat yang akrab
lingkungan telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang
menggunakan bahan kimia non alami. Pola hidup sehat saat ini telah
melembaga secara internasional yang mengisyaratkan akan jaminan produk
makanan dan obat aman di konsumsi, kandungan nutrisi tinggi dan ramah
lingkungan(Mayrowani 2012). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, obat
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan,
mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun digunakan untuk pengobatan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan No.6, 2012). Menurut penelitian masa
kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini
digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik

5
harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional padasaat ini banyak digunakan
karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping,
karena masih bisa dicerna oleh tubuh (Katno,2010).

Secara umum tujuan dari pelaksanaan pengobatan tradisional adalah


meningkatnya pendayagunaan pengobatan tradisional baik secara tersendiri atau
terpadu pada sistem pelayanan kesehatan paripurna, dalam rangka mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dengan demikian pengobatan
tradisional merupakan salah satu alternatif yang relatif lebih disenangi
masyarakat. Oleh karenanya kalangan kesehatan berupaya mengenal dan jika
dapat mengikut sertakan pengobatan tradisionaltersebut. Sedangkan tujuan khusus
pengobatan tradisional diantaranya yaitu meningkatnya mutu pelayanan
pengobatan tradisional, sehingga masyarakat terhindar dari dampak negatif karena
pengobatan tradisional, meningkatnya kemandirian masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatan dengan upaya pengobatan tradisional, terbinanya berbagai
tenaga pengobatan tradisional dalam pelayanankesehatan, terintegrasinya upaya
pengobatan tradisional dalam program pelayanan kesehatan paripurna, mulai dari
tingkat rumah tangga, puskesmas sampai pada tingkat rujukannya (Zulkifli, 2004).

Penelitian kesehatan berskala nasional yang diselenggarakan Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, menunjukkan bahwa 30,4% rumah
tangga di Indonesia memanfaatkan pelayanan kesehatan tradisional, diantaranya 77,8%
rumah tangga memanfaatkan jenis pelayanan kesehatan tradisional keterampilan tanpa
alat, dan 49,0% rumah tangga memanfaatkan ramuan. Sementara itu, Riskesdas 2010
menunjukkan 60%penduduk Indonesia Jamu & Kesehatan Edisi II 3 diatas usia 15 tahun
menyatakan pernah minum jamu, dan 90% diantaranya menyatakan adanya manfaat
minum jamu (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,2014).

Dari kacamata internasional, WHO telah sepakat untukmemajukan pemanfaatan


pengobatan tradisional, complementary medicine untuk kesehatan, yang bersifat
people centered dalam pelayanan kesehatan dan mendorong pemanfaatan
keamanan dan khasiat pengobatan tradisional melalui regulasi produk,
keterampilan, and praktisi (WHO,2004).

Secara filosofis maka pendekatan tradisional komplementer memang


berbeda dengan pengobatan konvensional. Prinsip pengobatan tradisonal

6
&komplementer antara lain pendekatan holistik (mind-body-spirit), modalitas
yang dipakai juga komprehensif (intervensi mindbody-spirit), pengobatan lebih
kepada mengembalikan vitalitas tubuh untuk self-healing, dan pengukuran hasil
pengobatan juga bersifat holistik (perbaikan fungsi tubuh). Mengubah kesadaran,
pola pikir dan gaya hidup masyarakat memerlukan adanya sosialisasi.
Pemerintah melalui kementerian kesehatansecara terus-menerusmensosialisasikan
tanaman obat keluarga (TOGA) dan memotivasi masyarakat agar menanam
tanaman obat-obatan. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Pembina
Kesejahteraan Keluarga (PKK) di masing-masing kabupaten di Indonesia,
sosialisasi TOGA terus dilakukan baik melalui pelatihanpelatihan hingga
pengadaan lomba Desa atau Kota Pelaksana Terbaik Kegiatan Pemanfaatan
Hasil TOGA hingga tingkat nasional. Salah satu kota yang berhasil menjuarai
lomba Desa atau Kota Pelaksanaan Terbaik Kegiatan Pemanfaatan Hasil TOGA
tingkat nasional yang diadakan oleh PKK Pusat adalah Kota Karang Anyar.
Tiga tahap keberhasilan sosialisasi pemanfaatan tanaman obat keluarga yang
dilakukan oleh Tim Pergerak PKK, yakni persiapan, pelaksanaan serta evaluasi
dan monitoring (Susanto, 2017).

Keberhasilan sosialisasi dapat meningkatkan minat masyarakat dalam


memanfaatkan pengobatan tradisional. Hal itu dikarenakan masyarakat merasa
pengobatan tradisional tersebut berasal dari bahan alami yang lebih murah dan
bahan bakunya lebih mudah didapatkan. Selain itu, kearifan lokal masyarakat
pada komunitas tertentu memungkinkan pemanfaatan obat-obat tradisional
(Sari, 2015).

Pengobatan tradisional yang berasal dari tanaman merupakan manifestasi


dari partisipasi aktif masyarakat dalam menyelesaikan problematika kesehatan
dan telah diakui peranannya oleh berbagai bangsa dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional
termasuk obat herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan
dan pengobatan penyakit, terutama untuk kronis, penyakit degeneratif dan
kanker. Selain tanaman obat digunakan untuk pengobatan penyakit degeneratif
di kota Samarinda mulai adanya upaya membangun ketahanan dan
kemandirian pangan terutama obat pada skala rumah tangga dilakukan dengan

7
memanfaatkan sumber daya yang tersedia diantaranya melalui pemanfaatan
perkarangan (Sumarmiyati, 2015). Masyarakat Indonesia secara turun temurun
telah memanfaatkan keunggulan tanaman obat untuk mengobati penyakit
degeneratif. Saat ini masyarakat perkotaan telah menyadari pemanfaatan
tanaman obat untuk mengobati penyakit degeneratif yang diderita baik oleh
dirinya sendiri dan keluarga. Terdapat beberapa jenis tanaman obat yang dapat
bermanfaat untuk pencegahan dan pengobatan penyakit degeneratif, seperti
kayu manis yang mengandung senyawa antioksidan yang dapat mencegah
penyakit degeneratif seperti kanker, jantung koroner, hipertensi dan diabetes
(Biofarmaka IPB, 2015).

2.1.1 Program Pemerintah tentang Pengobatan Tradisional

Obat tradisional telah diterima secara luas di negara-negara yang tergolong


berpenghasilan rendah sampai sedang. Bahkan di beberapa negara berkembang
obat tradisional telah dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan terutama dalam
pelayanan kesehatan strata pertama. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republim Indonesia Nomor HK. 01. 01/MENKES/187/2017 tentang Formularium
Ramuan Obat Tradisional Indonesia disebutkan bahwa obat tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan
sarian (galenik), dapat digunakan secara turun temurun untuk pengobatan, dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
(Kemenkes,2017). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor131/MENKES/SK/II/2004, mengenai Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
disebutkan bahwa pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar
diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki khasiat nyata
yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan
sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan
formal. Dengan kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut diharapkan terjadi
pengembangan dan peningkatan produksi pada industri obat tradisional sebagai
bagian integral dari pertumbuhan ekonomi nasional yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
381/MENKES/SK/III/2007. Selain itu pemerintah juga mengharapkan pengobatan

8
komplementer alternatif dilakukan sebagai upaya pelayanan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat mulai dari
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang mana
telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1109/Menkes/Per/IX/2007 (Kemenkes,2010). Dalam mendukung pemanfaatan
tanaman obat untuk meningkatkan kesehatan pada masyarakat Indonesia,
pemerintah juga menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2016
mengenai upaya pengembangan kesehatan melalui asuhan mandiri pemanfaatan
tanaman obat keluarga dan ketrampilan budidaya serta pengolahannya. Asuhan
mandiri kesehatan tradisional adalah upaya untuk mencegah, memelihara,
meningkatkan kesehatan, dan mengatasi gangguan kesehatan ringan yang dialami
individu, keluarga, maupun kelompok, sertamasyarakat dengan memanfaatkan
tanaman obat keluarga dan keterampilan dalam mengelolannya. Pemanfaatan
tanaman obat dalam keluarga di masyarakat Indonesia diharapkan dapat
membantu pemerintah dalam meningkatkan kesehatan (Kemenkes, 2016).

2.1.2 Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional


Pengobatan tradisional sebagai alternatif pengobatan di luar cara medis
hanya dapat dilakukan oleh pengobat/orang yang ahli di bidangnya. Keberadaan
pelayanan kesehatan tradisional yang dilakukan oleh pengobat tradisional yang
telah diakui oleh undang-undang sebagai salah satu bentuk pelayanan ataupun
pengobatan. Bentuk pengaturan pengobatan tradisional diterbitkan dalam
Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional. Tujuan diterbitkan Kepmenkes tersebut untuk membina
upaya pengobatan tradisional; memberikan perlindungan kepada masyarakat; dan
menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya.
Pengobatan tradisional dalam penyelenggaraannya jelas dilindungi beberapa
peraturan. Pengaturan pengobatan tradisional sebagai perangkat hukum kesehatan.
Perangkat hukum kesehatan dimaksudkan agar memberikan kepastian hukum dan
perlindungan baik bagi penyelenggara pengobatan tradisional maupun masyarakat
penerima pelayanan kesehatan serta dapat dipertanggungjwabkan secara hukum
(Kemenkes,2003).

9
Penyelenggaraan praktek pengobat tradisional diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1076/MENKES/SK/VII/2003 dengan
ketentuan sebagai berikut (Kemenkes,2003):
a. Pengobat tradisional yang melakukan pekerjaan/praktek sebagai pengobat
tradisional harus memiliki STPT atauSIPT.
b. Pengobat tradisional dapatmemberikan:
1) obat tradisional yang diproduksi oleh industri obat tradisional (pabrikan)
yang sudah terdaftar serta memiliki nomor pendaftaran, dan
2) obat tradisionalracikan.

c. Pengobat tradisional dilarang memberikan dan/atau menggunakan obat


modern, obat keras, narkotika, dan psikotropika serta bahan berbahaya.

d. Pengobat tradisional dilarang menggunakan obat tradisional yang


diproduksi oleh industri obat tradisional (pabrikan) yang tidak terdaftar dan
obat tradisional racikan yang bahan bakunya tidak memenuhi
persyaratankesehatan.

e. Setiap pengobat tradisional harus mengikuti pendidikan, pelatihan atau


kursus untuk peningkatan pengetahuan dan ketrampilan keilmuan.
Pelatihan atau kursus pengobat tradisional diselenggarakan oleh Dinas
Kesehatan, Puskesmas, organisasi profesi di bidang kesehatan,
asosiasi/organisasi profesi di bidang pengobatan tradisional dan/atau
instansi yangberwenang.

2.1.3 Klasifikasi Pengobatan Tradisional

Klasifikasi dan jenis-jenis pengobatan tradisional tersebut tercantum


dalamPasal 3Ayat (1) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional menyatakan bahwa pengobat
tradisional diklasifikasikan dalam jenis ketrampilan, ramuan, pendekatan agama
dan supranatural.Pasal 3Ayat(2)KepmenkesNo. 1076/MENKES/SK/VII/2003
tentang Penyelenggaraan PengobatanTradisional merumuskan Klasifikasi dan
jenis sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:
a. Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat urut,

10
patahtulang,sunat, dukun
bayi,refleksi,akupresuris,akupunkturis,chiropractor dan pengobat
tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
b. Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan
Indonesia (Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy,
aromatherapistdanpengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
c. Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat tradisional
dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.
d. Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional
tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun
kebatinandanpengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Pasal 3 Ayat (3) Kepmenkes No. 1076//MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional menyatakan, definisi operasional
klasifikasi pengobat tradisional sebagaimana dimaksud pada Ayat (2)
sebagaimana terlampir pada Lampiran. Klasifikasi dan jenis pengobat tradisional
dikenal dengan istilahbattra yaitu (Kemenkes,2003):

a. Battra ketrampilan adalah seseorang yang melakukan pengobatan


dan/atau perawatan tradisional berdasarkan keterampilan fisik dengan
menggunakan anggota gerak dan/atau alat bantulain:
1. Battra Pijat Urut adalah seseorang yang melakukan pelayanan
pengobatan dan/atau perawatan dengan cara mengurut/memijat
bagian atau seluruh tubuh. Tujuannya untuk penyegaran relaksasi
otot hilangkan capai, juga untuk mengatasi gangguan kesehatan
atau menyembuhkan suatu keluhan atau penyakit. Pemijatan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan jari tangan, telapan tangan,
siku, lutut, tumit, atau dibantu alat tertentu antara lain pijat yang
dilakukan oleh dukun/tukang pijat, pijattunanetra.
2. Battra Patah Tulang adalah seseorang yang memberikan pelayanan
pengobatan dan/atau perawatan patah tulang dengan cara
tradisional. Disebut Dukun Potong (Madura), Sangkal Putung
(Jawa), Sandro Pauru (SulawesiSelatan).
3. Battra Sunat adalah seseorang yang memberikan pelayanan sunat

11
(sirkumsisi) secara tradisional. Battra sunat menggunakan istilah
berbeda seperti: Bong Supit (Yogya), Bengkong (Jawa Barat). Asal
keterampilan umumnya diperoleh secara turuntemurun.

4. Battra Dukun Bayi adalah seseorang yang memberikan pertolongan


persalinan ibu sekaligus memberikan perawatan kepada bayi dan
ibu sesudahmelahirkanselama40hari.JawaBaratdisebutParaji,dukun
Rembi (Madura), Balian Manak (Bali), Sandro Pammana (Sulawesi
Selatan), Sandro Bersalin (Sulawesi Tengah), Suhu Batui di Aceh.

5. Battra Pijat Refleksi adalah seseorang yang melakukan pelayanan


pengobatan dengan cara pijat dengan jari tangan atau alat bantu
lainnya pada zona‐zona refleksi terutama pada telapak kaki
dan/atautangan.

6. Akupresuris adalah seseorang yang melakukan pelayanan


pengobatan dengan pemijatan pada titik‐titik akupunktur dengan
menggunakan ujung jari dan/atau alat bantu lainnya kecualijarum.

7. Akupunkturis adalah seseorang yang melakukan pelayanan


pengobatan dengan perangsangan pada titik‐titik akupunktur dengan
cara menusukkan jarum dan sarana lain seperti elektroakupunktur.

8. Chiropractor adalah seseorang yang melakukan pengobatan


kiropraksi (Chiropractie) dengan cara teknik khusus untuk
gangguan otot dan persendian.

9. Battra lainnya yang metodenyasejenis.


b. Battra Ramuan adalah seseorang yang melakukan pengobatan dan/atau
perawatan tradisional dengan menggunakan obat/ramuan tradisional yang
berasal dari tanaman (flora), fauna, bahan mineral, air, dan bahan alam
lain, antaralain:
1. Battra Ramuan Indonesia (Jamu) adalah seseorang yang
memberikan pelayanan pengobatan dan/atau perawatan dengan
menggunakan ramuan obat dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral,
dll, baik diramu sendiri, maupun obat jadi tradisionalIndonesia.
2. Battra Gurah adalah seseorang yang memberikan pelayanan

12
pengobatan dengan cara memberikan ramuan tetesan hidung, yang
berasal dari larutan kulit pohon sengguguh dengan tujuan
mengobati gangguan saluran pernafasan atas seperti pilek,sinusitis.
3. Shinshe adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan
dan/atau perawatan dengan menggunakan ramuan obat‐obatan
tradisional Cina. Falsafah yang mendasari cara pengobatan ini
adalah ajaran “Tao (Taoisme)” di mana dasar pemikirannya adalah
adanya keseimbangan antara unsur Yin dan unsurYang.
4. Tabib adalah seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan
dengan ramuan obat tradisional yang berasal dari bahan alamiah
yang biasanya dilakukan oleh orang‐orang India atauPakistan.
5. Homoeopath adalah seseorang yang memiliki cara pengobatan
dengan menggunakan obat/ramuan dengan dosis minimal (kecil)
tetapi mempunyai potensi penyembuhan tinggi, dengan
menggunakan pendekatan holistik berdasarkan keseimbangan
antara fisik, mental, jiwa, dan emosipenderita.
6. Aromatherapist adalah seseorang yang memberikan perawatan
dengan menggunakan rangsangan aroma yang dihasilkan oleh sari
minyak murni (essential oils) yang didapat dari sari
tumbuh‐tumbuhan (ekstraksi dari bungan, buah, daun, biji, kulit,
batang/ranting akar, getah) untuk menyeimbangkan fisik, pikiran
danperasaan.
7. Battra lainnya yang metodenyasejenis.

c. Pendekatan Agama adalah seseorang yang melakukan pengobatan


dan/atau perawatan tradisional dan/atau perawatan tradisional dengan
menggunakan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
atauBudha.

d. Battra Supranatural adalah seseorang yang melakukan pengobatan


dan/atau perawatan tradisional dengan menggunakan tenaga dalam,
meditasi, olah pernapasan, indera keenam, (pewaskita), kebatinan,
antaralain:
1. Tenaga Dalam (Prana) adalah seseorang yang memberikan

13
pelayanan pengobatan dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam
(bio energi, inner power) antara lain Satria Nusantara, Merpati
Putih, Sinlamba, Padma Bakti, Kalimasada, Anugrah Agung, Yoga,
Sinar Putih, Sinar Pedrak, Bakti Nusantara, Wahyu Sejati,
dansebagainya.
2. Battra Paranormal adalah seseorang yang memberikan pelayanan
pengobatan dengan menggunakan kemampuan indera keenam
(pewaskita).
3. Reiky Master (Tibet, Jepang) adalah seseorang yang memberikan
pelayanan pengobatan dengan menyalurkan, memberikan energi
(tenaga dalam) baik langsung maupun tidak langsung (jarak jauh)
kepada penderita dengan konsep dariJepang.
4. Qigong (Cina) adalah seseorang yang memberikan pelayanan
pengobatan dengan cara menyalurkan energi tenaga dalam yang
berdasarkan konsep pengobatan tradisionalCina.
5. Battra Kebatinan adalah seseorang yang memberikan pelayanan
pengobatan dengan menggunakan kebatinan untuk menyembuhkan
penyakit.
6. Battra lainnya yang metodenyasejenis.

2.1.3.1 Ramuan Jamu


Jamu dapat digunakan untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan.
Meskipun rasanya pahit, namun sejak berabad-abad yang lalu Jamu selalu
mendapat tempat yang penting dalam kehidupan sebagian besar masyarakat
Indonesia. Berbagai literatur yang menyatakan bahwa tumbuhan obat di sekitar
lingkungan hidup manusia telah berhasil mencegah kemusnahan mereka akibat
wabah penyakit menular-seperti wabah di masa lalu (Ahmad,2012).

Secara historis, pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional telah


berlangsung lama di Indonesia dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
hingga saat ini. Ada pendapat bahwa hal ini dapat ditelusuri pada relief Candi,
sementara istilah Jamu (Jampi Oesada) mungkin juga dapat ditelusuri pada
peninggalan tulisan jaman dulu, ada yang mengatakan mungkin ada di naskah

14
Ghatotkacasraya (Mpu Panuluh), Serat Centhini dan Serat Kawruh Bab Jampi-
Jampi Jawi. Sejarah jamu memang tidak diketahui secara pasti, ada juga yang
menghubungkan dengan kebiasaan pada Kerajaan Hindu Mataram. Catatan lain
pada kebiasaan putri-putri keraton untuk menjaga kesehatan dan kecantikan diri di
depan suami, mereka menggunakan jamu dan kosmetik herbal. “Acaraki”
misalnya, adalah sebutan bagi orang yang membuat jamu dan resep ramuan itu
terangkum dalam kitab Madhawapura‟s. Sementara itu, jamu sendiri adalah kata
dari Jawa, yang terbentuk dari kata Jampi Usodo dan mempunyai arti ramuan
kesehatan disertai dengan doa. Istilah Jamu sudah dikenal nenek moyang kita sejak
dahulu kala. Sejarah tentang jamu dapat ditelusuri dari beberapa bukti sejarah yang
ada, antara lain (Harmanto,2007):

a. Dokumentasi tertua tentang jamu yang terdapat pada relief Candi Borobudur
(tahun 772 SM), dimana terdapat lukisan tentang ramuan obat tradisional
atau jamu.
b. Relief-relief pada Candi Prambanan, Candi Penataran (Blitar), dan Candi
Tegalwangi (Kediri) yang menerangkan tentang penggunaan jamu pada
zaman dahulu.
c. Kitab yang berisi tentang tata cara pengobatan dan jenisjenis obat
tradisional
d. Pada tahun 991-1016 M, perumusan obat dan ekstraksi dari tanaman ditulis
pada daun kelapa atau lontar, misalnya seperti Lontar Usada di Bali, dan
Lontar Pabbura di Sulawesi Selatan. Beberapa dokumen tersebut telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing.
e. Pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, pengetahuan mengenai formulasi
obat dari bahan alami juga telah dibukukan, misalnya Bab kawruh jampi
Jawi oleh keraton Surakarta yang dipublikasikan pada tahun 1858 dan
terdiri dari 1734 formulasi herbal.
f. Rumphius, seorang botanis yang hidup pada masa pemerintahan Belanda di
Indonesia yaitu tahun 1775 Masehi telah melakukan penelitian tentang
jamu di Indonesia. Ia menerbitkan buku berjudul „Herbaria Amboinesis‟.
Untuk supaya jamu dapat meningkat perannya dalam kehidupan
masyarakat kita, maka sedikitnya ada lima pihak yang penting perannya.

15
Pertama adalah tentu masyarakat sendiri, dan ini tidak terlalu sulit karena
kenyataannya sebagian cukup besar memang sudah menggunakan salah satu
bentuk jamu dalam rumah tangganya. Ke dua adalah petugas kesehatan, yang
berhadapan langsung dengan pasien / masyarakat. Ini yang masih butuh
tantangan, khususnya bukti ilmiah yang dapat meyakinkan petugas kesehatan,
serta aturan yang mendukung. Untuk mendapat bukti ilmiah maka diperlukan
peran aktor ke tiga, yaitu peneliti, baik di Lembaga Riset seperti Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan
RI, atau juga dari Universitas. Pihak ke empat yang juga amat penting adalah para
Penentu Kebijakan Publik, yang dibutuhkan dukungan politik nya dan juga
ketersediaan peraturan per UU an yang diperlukan. Sementara itu, pihak ke lima
yang juga mutlak diperlukan adalah dunia usaha, yang akan membuat jamu
sebagai komoditi yang dapat dijumpai secara luas. Sementara itu, pihak ke lima
yang juga mutlak diperlukan adalah dunia usaha, yang akan membuat jamu
sebagai komoditi yang dapat dijumpai secara luas (Supardi,2010).

Pengembangan jamu dan tanaman obat berjalan seiring dengan


Pemanfaatan taman obat keluarga (TOGA). Akan sangat baik sekali bila
seluruh lapisan masyarakat dan semua pihak terkait untuk menghidupkan kembali
kegiatan Taman Obat Keluarga atau TOGA, dimana kini dilengkapi penyuluhan
oleh jajaran kesehatan. Utamanya tentang cara memanfaatkan tumbuhan obat
yang baik dan benar - guna pemeliharaan kesehatan, kebugaran, dan
pengobatan terhadap penyakit sehari-hari yang mungkin. Pemanfaatan tanaman
obat dan Jamu oleh keluarga juga bermanfaat dalam memperkuat upaya
promotif-preventif. Sebagai contoh, hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa
sekitar 40 juta orang Indonesia mengidap hipertensi. Salah satu gagasan yang
berkembang adalah jika masyarakat menanam seledri dan kumis kucing
disekitar rumahnya dan diberi penyuluhan tentang cara meracik dan
mempersiapkan Jamu hipertensi, maka masyarakat yang menderita hipertensi
akan mampu memelihara kesehatannya sendiri (Hariadi, 2001; Hariana,2007).

Seluruh lapisan masyarakat dan semua pihak terkait perlu untuk


menghidupkan kembali kegiatan Taman Obat Keluarga atau TOGA yang
dilengkapi penyuluhan oleh jajaran kesehatan. Utamanya tentang cara

16
memanfaatkan tumbuhan obat yang baik dan benar - guna pemeliharaan
kesehatan, kebugaran, dan pengobatan terhadap penyakit sehari-hari atau
common diseases. Pengembangan TOGA juga dapat diperluas menjadi
kegiatan untuk menambah penghasilan keluarga atau income generating
activities. Misalnya dengan kegiatan produksi minuman sehat, seperti
minuman jahe merah, wedang secang, beras kencur, teh temulawak, dan teh
pelangsing (Supardi,2010).

2.1.3.2 Akupresur
Akupresur atau yang biasa dikenal dengan terapi totok/tusuk jari adalah
salah satu bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan simulasi pada
titik-titik tertentu pada tubuh. Terapi akupresur merupakan pengembangan dari
ilmu akupuntur, sehingga pada prinsipnya metode terapi akupresur sama dengan
akupuntur yang membedakannya terapi akupresur tidak menggunakan jarum
dalam proses pengobatannya. Akupresur berguna untuk mengurangi ataupun
mengobati berbagai jenis penyakit dan nyeri serta mengurangi ketegangan dan
kelelahan. Proses pengobatan dengan teknik akupresur menitikberatkan pada titik-
titik saraf di tubuh. Titik-titik akupresur terletak pada kedua telapak tangan dan
kedua telapak kaki. Dikedua telapak tanga dan kaki kita terdapat titik akupresur
untuk jantung, paru-paru, ginjal, mata, hati, kelenjar tiroid, pankreas, sinus dan
otak (Sukanta,2008).
Teknik pengobatan akupresur bertujuan untuk membangun kembali sel-sel
dalam tubuh yang melemah serta mampu membuat sistem pertahanan dan
meregenerasi sel tubuh. Umumntya penyakit berasal dari tubuh yang teracuni,
sehingga pengobatan akupresur memberikan jalan keluar meregenerasi sel-sel
agar daya tahan tubuh kuat untuk mengurangi sel sel abnormal. Dalam
pengobatan akupresur tidak perlu mengkonsumsi obat- obatan, jamu, dan ramu-
ramuan sebab dengan terapi akupresur tubuh kita sudah lengkap kandungan
obat dalam tubuh jadi tinggal diaktiifkan oleh sel- sel saraf dalam tubuh.
Tubuh manusia memiliki kemampuan memproduksi zat-zat tertentu yang
berguna untuk ketahanan tubuh. Jika ditambah obat- batan yang terjadi adalah
kelebihan dosis yang justru akan mengakibatkan keusakan organ terutama organ

17
tubuh ginjal (Sukanta,2008).
Akupresur terbukti bermanfaat untuk pencegahan penyakit,penyembuhan
penyakit, rehabilitasi, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Untuk pencegahan
penyakit, akupresur dipraktikan pada saat- saat tertentu secara teratur sebelum
sakit, tujuannya untuk mencegah masuknya penyebab penyakit dan
mempertahankan kondisi tubuh. Melalui terapi akupresur penyakit pasien dapat
disembuhkan karena akupresur dapat digunakan untuk menyembuhkan keluhan
sakit dan diraktikan ketika dalam keadaan sakit. Akupresur juga dapat benmanfaat
sebagai rehabilitasi dengan cara meningkatkan kondisi kesehatan sesudah
sakit. Selain itu, akupresur juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh (promotif) walaupun tidak sedang dalam keaadaan sakit (Sukanta,2008).
Akupresur sebagai seni dan ilmu penyembuhan berlandaskan pada teori
keseimbangan yang berasal dari ajaran “Taoisme” yang menyimpulka bahwa
semua isi alam raya dan sifat-sifatnya dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok yang disebut “Yin” dan “Yang”. Untuk memahami Yin dan Yang ,
harus dipahami bahwa semua benda-benda yang sifatnya mendekati api
dikelompokkan ke dalam kelompok “Yang” dan semua benda yang sifatnya
mendekati air dikelompokkan ke dalam kelompok “Yin”. Api dan air
digunakan sebagai patokan dalam keadaan wajar dan dari sifat api dan air tersebut
kemudian di rumuskan sifat-sifat penyakit dan bagaimana carapenyembuhannya.
Seseorang dikatakan tidak sehat apabila antara Yin dan Yang di tubuhnya tidak
seimbang (Sukanta,2008).
Akupresur merupakan terapi yang dapat dilakukan dengan mudah dan
efek samping yang minimal. Meskipun demikian, akupresur tidak boleh dilakukan
pada bagian tubuh yang luka, bengkak, tulang retak atau patah dan kulit yang
terbakar (Sukanta,2008).
Titik akupresur ialah bagian atau lokasi di tubuh sebagai tempat
berakumulasinya energi vital. Pada titik akupresur inilah akan dilakukan
pemijatan terapi akupresur. Di dalam tubuh kita terdapat banyak titik
akupresur, kurang lebih berjumlah 360 titik akupresur yang terletak di
permukaan tubuh bawah kulit. Pertama kali yang harus diperhatikan sebelum
melakukan pijat akupresur adalah kondisi umum si pendertita. Pijat

18
akupresur tidak boleh dilakukan pada orang yang sedang dalam keadaan
yang terlalu lapar ataupun terlalu kenyang, dalam keadaan emosional dan
pada perempuan yang sedang dalam kondisi hamil (Sukanta,2008).
Pijatan bisa dilakukan setelah menemukan titik meridian yang tepat yaitu
timbulnya reaksi pada titik pijat berupa rasa nyeri, linu atau pegal. Dalam
terapi akupresur pijatan bsa dilakukan dengan menggunakan jari tangan
(jempol dan jari telunjuk). Semua titik pijat berpasangan kecuali untuk jalur
meridian Ren dan Tu. Lama dan banyaknya tekanan (pemijatan) tergantung pada
jenis pijatan. Pijatan yang menguatkan “Yang” dapat dilakukan dengan
maksimal 30 kali tekanan, untuk masing-masing titik dan pemutaran pemijatannya
secara jarum sedangkan pemijatan yang berfungsi melemahkan “Yin” dapat
dilakukan dengan minimal 50 kali tekanan dan cara pemijatannya berlawanan
jarum jam (Sukanta,2008).
Menurut Fengge (2012) terdapat tiga macam titik akupresur yaitu
(Fengge,2012):

a. Titik akupresur umum

Titik ini terdapat di sepanjang saluran meridian. Setiap titik umum


diberi nama oleh penemunya dalam bahasa Tionghoa yang memiliki
arti tersendiri dan dibei nomor yang bersifat universal. Misalnya, titik
Hegu yang memiliki arti kumpulan jurang. Hegu sama dengan titik usus
besar.
b. Titik akupresur istimewa
Adalah titik yang berserakan (tidak menentu). Ada yang di jalur
meridian dan ada pula yang di luar jalur meridian. Tiap-tiap titik umum
mempunyai nama dan fungsi masing-masing. Misalnya, Lamwei,
berfungsi sebagai titik untuk mengobati penyakit usus buntu.
c. Titik nyeri (Yes point)
Titik nyeri berada di daerah keluhan (daerah yang mengalami masalah)
misalnya sakit perut, sakit kepala, dan lain-lain. Untuk menemukan
titik nyeri ini adalah dengan meraba keluhan kemudian cari titik yang
paling sensitif atau nyeri. Titik ini hanya berfungsi sebagai

19
penghilang rasa sakit setempat saa, tetapi sering juga berpengaruh pada
jaringan tubuh lainnya.
2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Pengobatan Tradisional
2.1.4.1 Kelebihan PengobatanTradisional

Kelebihan yang dimiliki obat tradisional jika dibandingkan dengan obat


modern, antara lain :
a. Efek samping obat tradisional relatifkecil
Obat tradisional akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik
takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai
dengan indikasi tertentu.

1) Ketepatandosis
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa
dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti
halnya resep dokter. Buah mahkota dewa misalnya, hanya boleh
dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air. Sedangkan
daun mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam
takaran air tertentu (Suarni, 2005). Hal ini menepis anggapan
masyarakat bahwa obat tradisional tidak selamanya lebih aman dari
pada obat modern. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bisa
menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun.
2) Ketepatan waktu penggunaan
Kunyit telah diakui manfaatnya untuk mengurangi nyeri saat haid dan
telah di konsumsi secara turun temurun dalam ramuan jamu kunir
asam yang sangat baik dikonsumsi saat datang bulan (Sastroamidjojo
S, 2001). Akan tetapi jika dikonsumsi pada awal masa kehamilan
dapat membahayakan dan beresiko menyebabkan keguguran. Hal ini
menunjukan bahwa ketepatan waktu penggunaan berpengaruh
terhadap efek yang akan di timbulkan.
3) Ketepatan carapenggunaan
Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di
dalamnya. Sebagai contoh adalah daun Kecubung jika dihisap seperti
rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma. Tetapi

20
jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan atau mabuk
(Patterson S., dan O’Hagan D., 2002).
4) Ketepatan pemilihanbahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang
kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan
menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. Sebagai
contoh tanaman Lempuyang di pasaran ada 3 jenis, yaitu Lempuyang
Emprit (Zingiber amaricans L.), Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbert
L.), dan Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum L.) dimana tiap jenis
tanaman memiliki khasiat obat yangberbeda-beda.
5) Ketepatan pemilihan obat untuk indikasitertentu
Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif yang
berkhasiat dalam terapi. Sebagai contoh, daun Tapak Dara mengandung
alkaloid yang bermanfaat untuk pengobatan diabetes dan juga
mengandung vincristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan
penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga ±30%, akibatnya
penderita menjadi rentan terhadap penyakit infeksi (Wu dkk, 2004).
b. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat
tradisional atau komponen bioaktif tanamanobat.
Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis
obat tradisional yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain
untuk mencapai efektivitas pengobatan. Contohnya seperti pada Herba
Timi (Tymus serpyllum atau T.vulgaris) sebagai salah satu ramuan obat
batuk. Herba Timi diketahui mengandung minyak atsiri (yang antara lain
terdiri dari tymol dan kalvakrol) serta flavon polimetoksi. Tymol dalam
timi berfungsi sebagai ekspektoran (mencairkan dahak) dan kalvakrol
sebagai anti bakteri penyebab batuk sedangkan flavon polimetoksi sebagai
penekan batuk non-narkotik, sehingga pada tanaman tersebut sekurang-
kurangnya ada 3 komponen aktif yang saling mendukung sebagai antitusif.
c. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efekfarmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder,
sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder

21
sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek
farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung (herba timi dan
daun kumis kucing), tetapi ada juga yang seakan-akan saling berlawanan
atau kontradiksi (akar kelembak).
d. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif
Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia telah mengalami
pergeseran dari penyakit infeksi (yang terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah)
ke penyakit-penyakit metabolik degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga
sekarang). Yang termasuk penyakit metabolik antara lain : diabetes,
hiperlipidemia, asam urat, batu ginjal dan hepatitis. Sedangkan penyakit
degeneratif diantaranya : rematik, asma, ulser, haemorrhoid dan pikun.
Untuk menanggulangi penyakit tersebut diperlukan pemakain obat dalam
waktu lama sehinga jika menggunakan obat modern dikhawatirkan adanya
efek samping yang terakumulasi dan dapat merugikan kesehatan. Oleh
karena itu lebih sesuai bila menggunakan obat tradisional karena efek
samping yang ditimbulkan relatif kecil sehingga dianggap lebih aman.

2.1.4.2 Kekurangan PengobatanTradisional


Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa
kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat
tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan
kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek
farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat
higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah
tercemar berbagai jenis mikroorganisme (Katno dan Pramono, 2010).
2. 1 Pengetahuan
2.2.1 Definisi Penngetahuan
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil “tahu”
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya yang meliputi
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Penginderaan yang
menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. (Notoatmodjo, 2010).

22
2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Bloom (1987) dikutip dalam Notoatmodjo (2010), terdapat enam
tingkatan pengetahuan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) memori yang telah ada
sebelumnya yang didapat setelah mengamati sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari.Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.Orang yang paham sebuah materiharus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, memberi alasan dan sebagainya tentang materi
tersebut.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang ada.Pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis apabila
orang tersebut telah mampu membedakan atau memisahkan,
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) mengenai pengetahuan atas
objek tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
merangkaikan secara logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimilikinya, atau menyusunformulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)

23
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang umtuk melakukan
justifikasi atau memberikan penilaian terhadap suatu materi atau
objek.Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
a. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) dari berbagai macam cara yang telah di
gunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Cara tradisional atau non ilmiah


1)Trial and Error
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka di coba
kemungkinan yang lain sampai berhasil.
2) Kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin masyarakat baik
formalmaupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, dan
sebagainya.
3) Pengalaman pribadi
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu.
4) Jalan pikiran
Manusia mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan
manusia telah menjalankan jalan pikirannya, dengan cara melahirkan
pemikiran secara tidak langsung melalui pertanyaan-pertanyaan.
b. Cara modern atau cara ilmiah
Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini telah sistematis, logis,
dan ilmiah yang disebut metode ilmiah. Kemudian metode berfikir induktif
bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan

24
observasi langsung, membuat catatan terhadap semua fakta dari objek yang
diamati.

b. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok dan mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang
tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang
akan semakin cenderung mendapatkan informasi.
b. Informasi atau media massa
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, meyiapkan,
menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan
menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Informasi yang diperoleh
baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh
jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan.
c. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seseorang
yang bekerja di sektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap
berbagai informasi, termasuk kesehatan.
d. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan masyarakat tidak melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi juga
menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
e. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

25
terhadap proses masuknya pengetahuan ke individu dalam lingkungan
tersebut.

f. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh. Pengalaman dalam bekerja yang
dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan
keterampilanprofesional,serta mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja.
g. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan
demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua.
2.2.5 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari responden atau
subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur atau diketahui
dapat disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

26
2. 2 Kerangka Konsep

Pelatihan Pengobatan
Tradisional

Tingkat pengetahuan kader posyandu


tentang pengobatan tradisional

Faktor :
1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan

Baik Cukup Kurang

27
BAB III

METODE

3.1 Tempat dan WaktuPenelitian


Kegiatansosialisasiawal penelitian dan pelatihan
pengobatantradisionaldilakukandanpengambilan data primer
sertapelatihandilakukanpadatanggal 14 Desember 2018. Penelitian dilakukan di
Aula Puskesmas Gayamsari Semarang.

3.2 MetodedanDesainPenelitian
Metode yang
digunakandalampenelitianinimenggunakanmetodeeksperimen.Dalampenelitianeks
perimen, terdapatbeberapabentukdesainantara lain pre-eksperimental design, true
eksperimental design, factorial design, dan quasi eksperimental
design.Adapundesain yang dipilihadalah quasi eksperimentaldesign
ataueksperimenkuasi.
Metodepengumpulan data padakegiataninimenggunakan data primer yakni
data yang
diperolehlangsungdarisumbernyayaituhasilpengisiankuisionermengenaipengetahu
anibukaderkesehatanmengenaipengobatantradisionaldalampemanfaatn TOGA
sertaAkupresur.
Intervensidilakukandengancarapelatihansecaralangsungdengandiskusioleh
penyajimateri (dokter internship) denganpeserta (ibukaderKelurahan Pandean
Lamper). Setelahituperwakilan peserta akan presentasi untuk menjelaskan
kembali apa yang telah didiskusikan dengan penyaji di depan semua peserta.
Kemudianpesertadiberikankuisionerdenganpertanyaan yang sama.
Kuisioner yang dibagikanberisibeberapapertanyaanberikut:
No. Pertanyaan Pilihanjawaban
1 Salah satu titik akupresur untuk a. Telapak kaki
meningkatkan ASI adalah b. Punggung atas
c. Jari kelingking tangan

2 Bahan ramuan meredakan batuk a. Kunir

28
adalah b. Rimpang kencur
c. Laos
3 Bahan ramuan meningkatkan nafsu a. Ketumbar, madu, air
makan adalah b. Teh, madu, air
c. Ketumbar, miri, air
4 Salah satu titik akupresur untuk a. Punggung atas
mengurangi nyeri haid adalah b. Leher belakang
c. 4 jari di atas mata kaki dalam
5. Beberapa titik akupresur untuk a. Belakang paha, bawah lutut,
mengurangi kram otot pada kaki betis
adalah b. Punggung, bawah lutut, betis
c. Pinggang, betis, belakang paha
6. Bahan ramuan untuk kram otot a. Daun landep, kapur sirih, air
adalah matang
b. Daun bawang, kapur sirih, air
matang
c. Ketumbar, madu, air matang
7 Beberapa titik akupresur untuk a. Pinggang, belakang kepala
migrain adalah b. Puncak kepala, punggung
c. Sebelah luar mata, belakang
kepala
8 Bahan ramuan untuk sulit tidur a. Pala, madu, air panas
adalah b. Pala, merica, air panas
c. Madu, jahe, air panas
9 Titik akupresur untuk nyeri a. Bahu, punggung
pinggang adalah b. Pinggang belakang, belakang
lutut
c. Belakang lutut, bahu
10 Bahan ramuan untuk sembelit a. Buah mengkudu, garam
adalah b. Buah mangga muda, cabe
c. Buah jambu air, garam

Jawabanresponden:
Pertanyaan Skor
1 10
2 10
3 10
4 10
5 10

29
6 10
7 10
8 10
9 10
10 10
Total 100

Jumlahkeseluruhanskorpadajawabantersebutselanjutnyadiketegorikanmenjadi 3,
yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1. Baik : 80-100
2. Cukup : 50-70
3. Kurang : 10-40

3.3 SubjekPenelitian
Subjekpenelitianpadakegiatan mini projectiniadalahibukaderdariKelurahan
Pandean Lamper RW 1 dan 2yang bersedia mengikuti rangkaian kegiatan
penelitian danakanmembentuksuatukelompokpengobatantradisional yang
mandiridanmempunyaikemampuanmengenaipemanfaatn TOGA
danAkupresursertamempunyaiketerampilansetelahdilakukanintervensi berupa
pelatihan dan pemberian wawasan. Pemilihan subjek penelitian dengan metode
purpose sampling. Jumlah subjek penelitian dengan metode eksperimen sederhana
dapat berjumlah 10-20 orang ( Sugiono, 2010).

3.4 TahapanPenelitiandanBaganAlurPenelitian
Tahapankegiatan yang
akandilakukanadalahdenganmembentukkelompokmandiridarikelompokmasyaraka
t yang sudahadayaitu Kader Kelurahan Pandean Lamper. Kemudiankader-
kadertersebut di bagimenjadi 3 kelompokuntukdibagisesuaidengan sub
babtopicpengobatantradisional(Kelompok pertama:ibuhamil,nifas,menyusui dan
balita; Kelompok kedua: anakusiasekolah, remaja, usiakerja; Kelompok
ketiga:lansia) berdasarkanbukupanduanPedomanPraktis TOGA
danAkupresurolehKementrianKesehatanRepublik Indonesia Tahun 2015.

30
Kemudian Kader diujisejauhmanakemampuanibukadermengenaipemanfaatan
TOGA danAkupresurmenggunakanPretest yang
kemudianakandilakukandiskusikecilantarapenyajidenganibu Kader Kelurahan
Pandean Lamperdandilanjutkandenganpraktekakupresursetelah itu perwakilan
dari masing masing kelompok akan presentasi untuk menjelaskan kembali apa
yang telah didiskusikan dengan penyaji di depan semua
pesertadanterakhirakandilakukanPosttestuntukmengetahuisejauhmanatingkatpeng
etahuanparapesertasetelahdilakukandiskusi. Kemudian hasil pretest dan posttest
peserta dianalisis untuk mengetahui pengaruh pelatihan pengobatan tradisional
terhadap tingkat pengetahuan subjek penelitian.

Kader yang hadir pada pelatihan


pengobatan tradisional

Informed Consent (Lisan)

Bersedia TidakBersedia

KriteriaInklusi KriteriaEksklusi

PembagianKelompok

Pengisianpretest

Pemaparan materi
danPelatihan

Presentasi

Post Test

AnalisaHasildanPembahasan

Gambar. Diagram alurpelaksanaankegiatan

31
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan dijelaskan hasil dari pembentukan dan pengambilan data
melalui kuisioner masing-masing responden sebanyak 11orang. Penyajian hasil
dimulai dari profil umum, data geografis, data demografik, sumber daya kesehatan,
beserta hasil kegiatan.

Kegiatan ini dilaksanakan padatanggal 14 Desember 2018. Peserta yang


hadir dari Kelurahan Pandean Lamper sebanyak 75 orang, dimana perwakilan RW
7 dan 8 sebanyak 11 orang telah bersedia secara lisan untuk mengikuti penelitian
ini. Pada tanggal 14 Desember 2018bertempat di Aula PuskesmasGayamsari
Semarangdilaksanakan pengarahan dan pelatihan pengobatantradisional, dan
persetujuan mengikuti kegiatan ini, kader-kader yang sudah memberikan
persetujuan untuk mengikuti penelitian dan pelatihan ini kemudian dibagi menjadi
3 kelompokuntukdibagisesuaidengan sub
babtopicpengobatantradisional(Kelompok pertama:ibuhamil,nifas,menyusui dan
balita; Kelompok kedua: anakusiasekolah, remaja, usiakerja; Kelompok
ketiga:lansia) berdasarkanbukupanduanPedomanPraktis TOGA
danAkupresurolehKementrianKesehatanRepublik Indonesia Tahun
2015.Selanjutnyadilakukanpembagian kuisioner Pretest untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan ibu kader mengenai pegobatan tradisional melalui pemanfaatan
TOGA dan akupresur. Kemudian dilanjutkan presentasi perwakilan masing
masing kelompok didepan seluruh peserta dan terakhir dilakukan pengisian
kuisioner kembali Posttest setelah dilakukan pelatihan
untukmengetahuisejauhmanatingkatpengetahuanparapesertasetelahdilakukandisku
si.

Pada akhir kegiatan dilakukan pembagian simbolik BukuSaku BATRA pada


masing-masing kelompok untuk dapat diterapkan pemanfaatan secara mandiri.

32
4.1 Profil Umum

Wilayah Kelurahan Pandean Lamper berada di Kecamatan Gayamsari


Kota Semarang. Luas seluruh wilayah kerja Kelurahan Pandean Lamper
adalah0,98km2, dari seluruh luas area tersebut kesemuanya merupakan dataran
rendah, tidak terdapat dataran tinggi.Adapun batas wilayah Kelurahan
Gayamsari adalah sebagai berikut :
 Batas sebelah barat : Kelurahan Karang Tempel
 Batas sebelah timur : Kelurahan Gayamsari
 Batas sebelah Utara : Kelurahan Sambirejo
 Batas sebelah selatan : Kelurahan Lamper Tengah

Gambar. Peta Wilayah Kelurahan Pandean Lamper, Kecamatan Gayamsari, Kota


Semarang

Berikut ini data demografi pertumbuhan penduduk Kelurahan Pandean Lamper


(tahun 2018)

- Jumlah Penduduk : 15556 Jiwa


- Jumlah KK : 4284 KK

33
- Jumlah Warga Miskin : 517 Jiwa
- Jumlah Bayi 0-1 tahun : 96 Bayi
- Jumlah Balita 0-5 tahun : 3922 Anak
- Jumlah PUS : 1172
- Jumlah WUS : 3547
- Jumlah Ibu Hamil : 165
- Jumlah Bulin : 134
- Nifas Paripurna : 126

4.2 Sumber Daya Kesehatan


Sarana Kesehatan di Kelurahan Pandean Lamper
- Puskesmas Pembantu :1
- Klinik / Balai Pengobatan :3
- Dokter Praktek Swasta : 13
- Bidan Praktek Swasta :2
Apotek
- :4
4.3 Gambaran Khusus
Jumlah Kematian Ibu dan Bayi (Tahun 2017)
- Jumlah kematian ibu :- orang
- Jumlah Kematian perinatal :- orang
- Jumlah Lahir mati :- orang
- Jumlah lahir hidup : 196 orang
- Jumlah Kematian balita :- orang

Data Peran Serta Masyarakat


- Jumlah dukun bayi (Tidak Aktif) :- orang (tidak aktif)
- Jumlah kader posyandu : 71 orang
- Jumlah kader posyandu aktif : 71 orang
- Jumlah guru UKS : 7 orang
- Jumlah kader bina keluarga balita : 45 orang
- Jumlah kader kesehatan lainnya : 12 orang

34
- Jumlah posyandu : 12 pos
Data Lain
- Jumlah balita yang ada : 3922 Balita
- Jumlah balita punya kms ::: 3922 Balita
- Jumlah balita ditimbang : 1961 Balita
- Jumlah balita naik berat badan : 1950 Balita
- Jumlah balita gizi buruk : 11 Balita
- Jumlah bumil kek : 12 Ibu Hamil
- Jumlah kasus diare balita :1 Orang
- Jumlah kasus tersangka dbd : 6 Orang
- Jumlah kematian dbd : - Orang
- Jumlah penderita kusta diobati : - Orang

4.4 Hasil Pembentukan Kelompok


Dari 11 ibu kader yang hadir dalampertemuan rutin tiap bulan dan setuju
untuk dibentuk kelompok mandiri pengobatan tradisional,diperoleh pembagian
kelompok sebagai berikut:
Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
(Ibu Hamil, Menyusui (Remaja dan Usia (Lansia)
dan Balita) Kerja)
Bu Sri Hartini Bu Supriyati Bu Bram
Bu Abu Bu Kastinah Bu Supiyati
Bu Miranti Bu Warsini Bu Sumi
Bu Rodiyah Bu Ngadini

3 kelompok tersebut masing masing akan diberi topic yang berbeda


sesuai dengan sub topic pengobatan tradisional berdasarkan buku panduan
Pengobatan Tradisional Kementrian Kesehatan tahun 2015.

35
4.5 Data Hasil Kuesioner
4.5.1 Hasil Pretest peserta

Nilai Pretest
63,7
63,7
%%
7
6
5 27,3
27,3 Kurang
4 %% Cukup
3 Baik
9%
2
1
0
Kurang Cukup Baik

Grafik pretest pengetahuan peserta


Pada grafik tersebut didapatkan peserta dengan pengetahuan yang kurang
terhadap pengobatan tradisional melalui pemanfaatan TOGA dan akupresur
sebanyak 3 orang (27,3%), peserta yang berpengetahuan cukup sebanyak 7 orang
(63,7%), dan peserta yang berpengetahuan baik sebanyak 1 orang (9%).

Nilai Posttest
63,7
%
7
6 36,3
5 % Kurang
4 Cukup
3
Baik
2 0%
1
0
Kurang Cukup Baik

Grafik Post test pengetahuan peserta

36
Dari grafik posttest pengetahuan peserta didapatkan tidak ada peserta yang
berpengetahuan kurang (0%), peserta yang berpengetahuan cukup sebanyak 4
orang (36,3%), dan peserta yang berpengetahuan baik sebanyak 7 orang (63,7%).
Dari hasil tes yang telah dilakukan sebelum dan setelah pemberian pelatihan
TOGA dan akupresur, kemudian dilakukan uji normalitas data menggunakan
Shapiro-Wilk karena jumlah data kurang dari sama dengan 50 sampel dan
didapatkan hasil distribusi data normal pada nilai Pretest (p = 0,333) dan
distribusi data normal pada nilai Posttest (P = 0,448). Maka uji data dilanjutkan
menggunakan metode uji T berpasangan (paired T-test).
Dari hasil tes yang telah dilakukan sebelum dan setelah pemberian pelatihan
TOGA dan akupresur, kemudian dilakukan uji analisa data menggunakan metode
uji T berpasangan (paired T-test).

Hasil Uji T berpasangan (paired T-test)


Dari hasil uji T berpasangan didapatkan adanya peningkatan pengetahuan
peserta secara signifikan (P=0,000) mengenai pengobatan tradisional melalui
pemanfaatan TOGA dan Akupresur.

37
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a) Dari hasil kegiatan ini terbentuk 3 kelompok mandiri pengobatan
tradisional yang terdiri dari ibu kader kesehatan di Kelurahan Pandean
Lamper RW 7 dan 8.
b) Dari hasil Pretest peserta didapatkan 3 orang berpengatahuan kurang, 7
orang berpengetahuan cukup, dan 1 orang berpengetahuan baik.
c) Dari hasil Posttest didapatkan tidak ada peserta yang berpengetahuan
kurang, 4 orang berpengetahuan cukup, dan 7 orang berpengetahuan
baik.
d) Hal ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan peserta setelah
dilakukan pelatihan mengenai pengobatan tradisional.
e) Pelatihan yang telah dilaksanakan dapat meningkatkan wawasan dan
keterampilan peserta dan memberikan dampak positif bagi para ibu kader
sehingga lebih memahami dan terampil dalam pemanfaatan tanaman
TOGA dan akupresur dalam menangani penyakit atau masalah ringan
kesehatan.

5.2 Saran
Berdasarkan kegiatan ini, penulis menyarankan:
a. Perlu dilakukan pelatihan yang berkelanjutan agar kelompok mandiri ini
lebih terampil dalam pengobatan tradisional melalui pemanfaatan
tanaman TOGA maupun terampil dalam melakukan akupresur untuk
mengatasi masalah kesehatan ringan.

38
b. Perlu dilakukan pertemuan khusus secara berkala selain untuk
meningkatkan keterampilan, juga untuk pengembangan dan menciptakan
inovasi terbaru sehingga pengobatan tradisional ini dimanfaatkan secara
luas untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat.
c. Diharapkan terjadi pengembangan dan peningkatan produksi pada
industri obat tradisional sebagai bagian integral dari pertumbuhan
ekonomi lokal hingga nasional.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad, A.F. 2012. Analisis Penggunaan Jamu Untuk Pengobatan Pada


Pasien Di Klinik Saintifikasi Jamu HortusMedicusTawangmangu. Depok :
Universitas Indonesia.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2014. Buku 1:Pokok-pokok
Hasil Riskesdas Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
3. Biofarmaka IPB. 2015. Tanaman Obat. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka
4. Fengge,A. 2012. Terapi akupresur : Manfaatdan Teknik Pengobatan.
Yogyakarta. Crop CircleCrop
5. Hariyadi, S., 2001, Khasiat Tanaman TOGA untuk Pengobatan Alternatif,
Jakarta: Kalamedia.
6. Harmanto, dan Subroto, 2007, Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek Samping.
Bandung: Elekmedia. 67
7. Katno, dan Pramono, 2010, Tingkat Manfaat Dan Keamanan Tanaman Obat
Dan Obat Tradisional, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
8. Katno, dan Pramono, 2010, Tingkat Manfaat Dan Keamanan Tanaman Obat
Dan Obat Tradisional, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
9. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. 2003.Peraturan Menteri
Kesehatan RepublikIndonesia Nomor: 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Jakarta.
10. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. 2010. KeputusanMenteri
Kesehatan RepublikIndonesia Nomor : 381/Menkes/SK/III/2007 tentang
Kebijakan Obat Tradisional Tahun 2007.Jakarta; 2007.
11. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016 tengatng Pelayanan
Kesehatan Tradisional Empiris. Jakarta;2016.
12. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia. 2017. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/187/2017 tentang Formularium
Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Jakarta
13. Notoadmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta. Halaman 139-140.

40
14. Notoadmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta. Halaman 45, 50-52.
15. Patterson,S., dan O’Hagan, D., 2002, Biosynthetic studies on the tropane
alkaloid hyoscyamine in Datura stramonium; hyoscyamine is stable to in
vivo oxidation and is not derived from littorine via a vicinal interchange
process., Phytochemistry, 61(3): 323-9.
16. Sari, I.D., Yuniar,Y., Siahaan,S., Riswati., Syaripuddin, M. 2015. Tradisi
Masyarakat dalam Penanaman dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Lekatdi
Pekarangan. Jurnal Kefarmasian Indonesia,5(2).
17. Sastroamidjojo, S., 2001, Obat Asli Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat.
18. Suarni, 2005, Tanaman Obat tak Selamanya Aman, http://pikiranrakyat.com,
Diakses 17 Mei 2015.
19. Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RND.
Bandung: Alfabeta
20. Sukanta, P.O. 2008. Akupresur untuk kesehatan. Jakarta. Penebar Plus
21. Sumarmiyati, Sri Wulan Pamuji Rahayu. Potensi pengembangan tanaman
obat lokal skala rumah tangga untuk mendukung kemandirian pangan dan
obat di Samarinda, Kalimantan Timur. PROS SEM NAS MASY BIODIV
INDON Volume 1, Nomor 2, April 2015 ISSN: 2407-8050 Halaman: 330-
336
22. Supardi, S., dan Susyanty, A.L., 2010, Penggunaan Obat Tradisional dalam
Upaya Pengobatan Sendiri di Indonesia (Analisis Data Susenas Tahun
2007), Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 38.
23. Supardi, S., Herman, M, J., dan Raharni. R., 2010, Karakteristik Penduduk
Sakit yang Memilih Pengobatan Rumah Tangga di Indonesia (Analisis Data
Riskesdas 2007), Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol 13.
24. Susanto, A. 2017. Komunikasi Dalam Sosialisasi Tanaman Obat Keluarga
(TOGA) di Kecamatan Margadana. Jurnal Para Pemikir, 6(1)
25. WHO, 2004, WHO Guidelines on Safety Monitoring of Herbal Medicines
In Pharmacovigilance Systems, Geneva: World Health Organization.
26. Wu, M.L., Deng, J.F., Wu, J.C., Fan, F.S., dan Yang, C.F., 2004, Severe bone
marrow depression induced by an anticancer herb Cantharanthus roseus, J
Toxicol Clin Toxicol, 42(5): 667-71.
27. Zulkifli. 2004. Pengobatan Tradisional Sebagai Pengobatan Alternatif Harus
Dilestarikan. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera
Utara.

41
LAMPIRAN

No Nama Peserta Nilai Pre-Test Nilai Post-Test


1 Bu Sri Hartini 80 90
2 Bu Abu 60 80
3 Bu Miranti 60 60
4 Bu Rodiyah 40 100
5 Bu Supriyati 50 80
6. Bu Kastinah 50 90
7 Bu Warsini 50 70
8 Bu Ngadini 50 70
9 Bu Bram 60 100
10 Bu Supiyati 30 70
11 Bu Sumi 30 80

42
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Nilai_Pretest 50.9091 11 14.45998 4.35985

Nilai_Posttest 80.9091 11 13.00350 3.92070

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Nilai_Pretest &


11 .155 .650
Nilai_Posttest

43
Gambar 1. Registrasi Peserta

Gambar 2. Registrasi Peserta

44
Gambar 4. Sambutan oleh Kepala Puskesmas Gayamsari

Gambar 5. Sambutan oleh Lurah Kecamatan Pandean Lamper

45
Gambar 6. Pengarahan Pengisian Kuisioner

Gambar 7. Pemberian Materi TOGA dan Akupresure

46
Gambar 8. Pemberian Materi TOGA dan Akupresure

Gambar 9. Presentasi Perwakilan Masing-Masing Kelompok

47
Gambar 10. Presentasi Perwakilan Masing-Masing Kelompok

Gamba 11. Penyerahan Buku Saku

48
Gambar 12. Penyerahan Buku Saku

Gambar 13. Foto Bersama

49
Gambar 14. Foto Bersama

50

Anda mungkin juga menyukai