PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam
pengembangan sumber daya manusia. Tujuan dalam pengembangan
kesehatan yang tercantum dalam fungsi kesehatan nasional (SKN) adalah
tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan nasional (Sumarmo,1998).
Struma koloid, difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan
gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan
dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang
telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di
Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan
kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma
mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia.
Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain
misalnya bertambahnya kebutuhan yodiujm pada masa pertumbuhan,
kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ?
2. Apa penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ?
3. Bagaimana patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan penanganan
pada pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Makalah ini dibuat sebagai pedoman atau acuan dalam
membandingkan antara teori dan praktek dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertrofi kelenjar
1
tiroid, serta untuk mengetahui informasi-informasi mengenai
hipertrofi kelenjar tiroid lebih dalam.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ?
b. Mengetahui penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ?
c. Mengetahui patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan
penanganan pada pasien hipertrofi kelenjar tiroid ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Adapun struktur tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel
yang dibatasi oleh epitelium silinder disatukan oleh jaringan ikat sel-
selnya mengeluarkan sera. Adapun fungsi kelenjar tiroid adalah:
1. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
2. Mengatur pengguanaan oksidasi
3. Mengatur pengeluaran karbondioksida
4. Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam
jaringan
5. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.
4
benjolan biasa yang bersifat setempat hingga terjadi pembengkakan pada
kedua sisi kelenjar tiroid. Berat kelenjar tiroid adalah sekitar 30 gram,
berbentuk dasi kupu-kupu. Kelenjar ini berperan penting dalam menjaga
kesehatan tubuh, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan anak
kelenjarnya (paratiroid) berfungsi dalam mengontrol kadar kalsium dalam
darah.
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid
dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar -
debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, diare, berat badan menurun,
mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher
oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid
dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan
morfologinya.
C. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
1. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma
sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya
kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon
tyroid.
3. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi
dalam kol, lobak, kacang kedelai).
4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya:
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
D. Klasifikasi Struma
Secara klinis pemeriksaan klinis struma dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut :
5
1. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik
dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi
oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan
diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak
disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama berbulan-bulan.
Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi
darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung
menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan
turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan
penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme
bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi
krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat,
mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan,
koma dan dapat meninggal.
2. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik.
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang
kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik,
atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang
6
menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam
pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran
ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa
non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda
dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat
karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun
sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan
pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium
urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam
tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria
daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis
ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20
% - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.
D. Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan
perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan
TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor
agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa.
Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna
metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa (Mulinda,
2005) Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir
level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma.
7
Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon
tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005)
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis
TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi
TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di
hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi
human chorionic gonadotropin (Mulinda, 2005)
Pathway Struma
Hypothalamus
TRH
Hipofise anterior
TSH
Kelenjar tiroid
Pembesaran pada
Menekan pita menekan Menekan
leher
suara trakea esofagus
8
Gangguan citra
Suara serak/ Kesulitan
Disfagia tubuh
parau bernafas
E. Manifestasi Klinis
Gejala utama :
1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah
benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi
batang tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Distensi vena leher.
7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala.
8. Kelainan fisik (asimetris leher).
Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :
1. Tingkat peningkatan denyut nadi
2. Detak jantung cepat
3. Diare, mual, muntah
4. Berkeringat tanpa latihan
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan sidik tiroid.
Berfungsi untuk melihat teraan ukuran, bentuk lokal dan yang
bermasalah. Fungsi bagian-bagian tiroid.
9
2. Pemeriksaan Ultrasonografi.
Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk kelainan dan
konsistensinya.
3. Biopsi Aspirasi Jarum halus.
4. Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan
pengukuran suhu kulit pada suatu tempat.
5. Penanda tumor berfungsi untuk mengukur peninggian tiroglobulin
kadar tg serum normal antara 1,5-30 nymle.
6. X Ray (foto leher)
G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul :
1. Obstruksi jalan nafas
2. Infeksi luka
3. Hipokalsemia
4. Ketidakseimbangan hormone tiroid
H. Penatalaksanaan
1. Obat antitiroid:
a. Inon tiosianat mengurangi penjeratan iodide
b. Propiltiourasil (PTU) menurunkan pembentukan hormon tiroid
c. Iodida pada konsentrasi tinggi menurunkan aktivitas tiroid dan
ukuran kelenjar tiroid.
2. Tindakan Bedah:
a. Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebgaian kelenjar tiroid.
Lobus kiri atau kanan yang mengalami perbesaran diangkat dan
diharapkan kelenjar yang masihtersisa masih dapat memenuhi
kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak
diperlukan terapi penggantian hormon.
b. Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien
yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormon
pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan
dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktivitas.
10
I. Pencegahan primer, sekunder dan tertier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk
menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan
yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :
a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah
pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam
yodium.
b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium
seperti ikan laut.
c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam
beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan
garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya
yodium dari makanan.
d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi.
Cara ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan
dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan
terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam
saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang
mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada
penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang.
Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun
dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui
yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang.
Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%)
diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-
anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun
0,2-0,8 cc.
2. Pencegahan Sekunder
11
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu
penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui
beberapa cara yaitu :
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan
penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit
fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan
atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu
lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler
kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan
pulpasi pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta
untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di
belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu
jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan
perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit
tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum
diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik
aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay
radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator
fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme
sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien
peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki
penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI)
12
digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah
menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).
e. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran
gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan
ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-
kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista,
adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif
bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke
dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran,
bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian
tiroid.
g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena
lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang
benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental,
fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan.
Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
13
a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk
memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau
penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih
percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan
masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan
fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu
dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan
rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang
berhubungan dengan kecantikan.
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTROFI KELENJAR
TIROID (STRUMA)
A. Pengkajian
1. Kaji Riwayat Penyakit.
a. Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien.
b. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
2. Tempat tinggal sekarang dan masa balita
3. Usia dan Jenis kelamin.
4. Kebiasaan makan.
5. Penggunaan obat – obatan :
a. Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3
bulanterakhir.
b. Sudah berapa lama digunakan.
c. Tujuan pemberian obat.
6. Keluhan klien :
a. Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas.
b. Sulit menelan.
c. Leher bertambah besar.
d. Suara serak/parau.
e. Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris.
7. Pemeriksaan fisik :
a. Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi
dan simetris tidaknya, apakah terasa nyeri padasaat di palpasi.
b. Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya.
c. Auskultasi bruit pada arteri tyroidea.
d. Nilai kualitas suara.
e. Palpasi apakah terjadi deviasi trachea.
f. Pemeriksaan diagnostic.
g. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum.
h. Pemeriksaan RAI.
15
i. Test TSH serum.
8. Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis diatas
terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen,
nutrisi, cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan
perubahan konsep diri seperti :
a. Status pernapasan.
b. Warna kulit.
c. Suhu kulit (daerah akral).
d. Keadaan / kesadaran umum.
e. Berat badan dan tinggi badan.
f. Kadar hemoglobin.
g. Kelembaban kulit dan teksturnya.
h. Porsi makan yang dihabiskan.
i. Turgor.
j. Jumlah dan jenis cairan per oral yang dikonsumsi.
k. Kondisi mukosa mulut.
l. Kualitas suara.
m. Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya
interaksi klien dengan orang di sekitarnya.
n. Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi.
16
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri klien 1. Mengetahui tingkat nyeri klien
dan sebagai dasar untuk menentu-
kan rencana tindakan selanjutnya.
2. Anjurkan klien untuk makanan 2. Mengurangi resiko nyeri
lunak. saat menelan.
3. Menganjurkan klien supaya 3. Dengan makan sedikit-sedikit
makan sedikit-sedikit tapi tidak akan memperberat rasa sakit
sering. saat menelan.
4. Kolaborasi dengan tim medis 4. Analgetik dapat menekan pusat
dalam pemberian analgetik. nyeri sehingga impuls nyeri tidak
diteruskan ke otak
Tujuan : mengatasi nyeri klien.
17
c. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada
esofagus, kesulitan menelan.
Tujuan : Pasien mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari
tanda-tanda malnutrisi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor intake tiap hari 1. Nutrisi merupakan
kebutuhan yang harus tetap terpenuhi
setiap hari untuk mencegah terjadinya
malnut-risi.
2. Anjuran klien untuk makan 2. Suplemen makanan tersebut akan
makanan yang tinggi kalori dan mempertahankan jumlah kalori dan
kaya akan gizi. protein dalam tubuh tetap dalam
keadaan stabil.
3. Kontrol faktor lingkungan 3. Lingkungan yang buruk akan
seperti bau yang tidak sedap memperburuk keadaan mual dan
dan hindari makanan yang menyebabkan muntah, efektifitas diet
pedas dan berminyak. merupakan hal yang individual untuk
dapat mengatasi adanya mual.
18
kan perawatan diri secara melakukan perawatan diri.
bertahap.
5. HE kepada klien dan 5. Klien dan keluarganya bisa
keluarganya tentang penting- termotifasi untuk tetap menjaga personal
nya kebersihan. hygiene klien.
19
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita
suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan
bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
20
indikasi menimbulkan nyeri yang berat,
tetapi hal itu perlu untuk
membersihkan jalan nafas
6. Lakukan pengisapan lendir 6. Edema atau nyeri dapat
pada mulut dan trakea mengganggu kemampuan pasien
sesuai indikasi, catat warna untuk mengeluarkan dan
dan karakteristik sputum membersihkan jalan nafas sendiri
7. Lakukan penilaian ulang 7. Jika terjadi perdarahan, balutan
terhadap balutan secara bagian anterior mungkin akan
teratur, terutama pada tampak kering karena darah
bagian posterior tertampung/terkumpul pada
daerah yang tergantung
8. Selidiki kesulitan menelan, 8. Merupakan indikasi edema/per-
penumpukan sekresi oral darahan yang membeku pada
jaringan sekitar daerah operasi
9. Pertahankan alat 9. Terkenanya jalan nafas dapat
trakeosnomi di dekat pasien menciptakan suasana yang
mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang
darurat
10. Pembedahan tulang 10. Mungkin sangat diperlukan untuk
penyambungan/perbaikan pem-
buluh darah yang mengalami
perdarahan yang terus menerus
21
pada saraf laringeal yang berakhir
dalam beberapa hari kerusakan
saraf menetap dapat terjadi
kelumpuhan pita suara atau
penekanan pada trakea
2. Pertahankan komunikasi 2. Menurunkan kebutuhan beres-
yang sederhana, beri pon, mengurangi bicara
pertanyaan yang hanya
memerlukan jawaban ya atau
tidak
3. Memberikan metode 3. Memfasilitasi ekspresi yang
komunikasi alternatif yang dibutuhkan
sesuai, seperti papan tulis,
kertas tulis/papan gambar
4. Antisipasi kebutuhan sebaik 4. Menurunnya ansietas dan
mungkin. Kunjungan pasien kebutuhan pasien untuk
secara teratur berkomunikasi
5. Beritahu pasien untuk terus 5. Mencegah pasien bicara yang
menerus membatasi bicara dipaksakan untuk menciptakan
dan jawablah bel panggilan kebutuhan yang diketahui/me-
dengan segera merlukan bantuan
6. Pertahankan lingkungan yang 6. Meningkatkan kemampuan men-
tenang dengarkan komunikasi perlahan
dan menurunkan kerasnya suara
yang harus diucapkan pasien
untuk dapat didengarkan
22
catat adanya peningkatan pembedahan dapat mengakibat-
suhu tubuh, takikardi (140 – kan peningkatan pengeluaran
200/menit), disrtrimia, hormon yang menyebabkan krisis
syanosis, sakit waktu tyroid
bernafas (pembengkakan
paru)
2. Evaluasi refleksi secara 2. Hypolkasemia dengan tetani
periodik. Observasi adanya (biasanya sementara) dapat ter-
peka rangsang, misalnya jadi 1 – 7 hari pasca operasi dan
gerakan tersentak, adanya merupakan indikasi hypopara-
kejang, prestesia tiroid yang dapat terjadi sebagai
akibat dari trauma yang tidak
disengaja pada pengangkatan
parsial atau total kelenjar
paratiroid selama pembedahan
3. Pertahankan penghalang 3. Menurunkan kemungkinan
tempat tidur/diberi bantalan, adanya trauma jika terjadi kejang
tmpat tidur pada posisi yang
rendah
4. Memantau kadar kalsium 4. Kalsium kurang dari 7,5/100 ml
dalam serum secara umum membutuhkan
terapi pengganti
5. (Kolaborasi) Berikan 5. Memperbaiki kekurangan kal-
pengobatan sesuai indikasi sium yang biasanya sementara
(kalsium/glukonat, laktat) tetapi mungkin juga menjadi
permanen
23
1. Kaji tanda-tanda adanya 1. Bermanfaat dalam mengevaluasi
nyeri baik verbal maupun nyeri, menentukan pilihan in-
non verbal, catat lokasi, tervensi, menentukan efektivitas
intensitas (skala 0 – 10) dan terapi
lamanya
2. Letakkan pasien dalam posisi 2. Mencegah hiperekstensi leher
semi fowler dan sokong dan melindungi integritas garis
kepala/ leher dengan bantal jahitan
pasir/bantal kecil
3. Pertahankan leher/kepala 3. Mencegah stress pada garis
dalam posisi netral dan jahitan dan menurunkan tegangan
sokong selama perubahan otot
posisi. Instruksikan pasien
menggunakan tangannya
untuk menyokong leher
selama pergerakan dan untuk
menghindari hiperekstensi
lehe
4. Letakkan bel dan barang 4. Membatasi ketegangan, nyeri
yang sering digunakan dalam otot pada daerah operasi
jangkauan yang mudah
5. Berikan minuman yang 5. Menurunkan nyeri tenggorok
sejuk/ makanan yang lunak tetapi makanan lunak ditoleransi
ditoleransi jika pasien jika pasien mengalami kesulitan
mengalami kesulitan menelan menelan
6. Anjurkan pasien untuk 6. Membantu untuk memfokuskan
menggunakan teknik kembali perhatian dan membantu
relaksasi, seperti imajinasi, pasien untuk mengatasi nyeri/rasa
musik yang lembut, relaksasi tidak nyaman secara lebih efektif
progresif
7. (Kolaborasi) Beri obat 7. Beri obat analgetik dan/atau
analgetik dan/atau analgetik analgetik spres tenggorok sesuai
24
spres tenggorok sesuai kebutuhannya
kebutuhannya
8. Berikan es jika ada indikasi 8. Menurunnya edema jaringan dan
menurunkan persepsi terhadap
nyeri
C. Implementasi Keperawatan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi
keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria
hasil.
Komponen tahap Implementasi:
1. Tindakan keperawatan mandiri
2. Tindakan keperawatan kolaboratif
3. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan.
( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )
D. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi disesuaikan
dengan diagnosa dan intervensi yang telah ditentukan
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (Iodine Deficiency Disorder)
adalah gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan iodium sehingga
tubuh tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Definisi lain, GAKY
merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan
Yodium, akibat kekurangan Yodium ini dapat menimbulkan penyakit
salah satu yang sering kita kenal dan ditemui dimasyarakat adalah
Gondok.
Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak
mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran
hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu
diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang,
bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.
Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang
mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi
hormone tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, dan kubis.
B. Saran
Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab
dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas
sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan
seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting
mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap
kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang.
26
DAFTAR PUSTAKA
http://malakastellorios.blogspot.com/2011/11/askep-hipertrofi-kelenjar-tiroid.html
diakses tanggal 5 maret 2012 . jam 10.23
27
LEMBAR KONSULTASI
28