Proposal
Untuk Pengajuan Usulan Penelitian Tesis S2 Magister
Ilmu Biomedik
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
DAFTAR I
Y
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Tujuan Penelitian.........................................................................................
1.3 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
2.1 Kulit Manusia....................................................................................
2.1.1 Epidermis.................................................................................
2.1.2 Dermis......................................................................................
2.1.3 Jaringan Subkutan....................................................................
2.1.4 Adneksa Kulit..........................................................................
2.2 Abses Perianal.............................................................................................
2.3. Ozon
2.3.1 Karakteristik Ozon…………………………………………………………..
2.3.2 Efek Reologis ………………………………………………………………….
2.4. VEGF..........................................................................................................
2.5. Peran Ozon sebagai Terapi Penyembuhan Abses Perianal.........................
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................
3.1 Rancangan penelitian..................................................................................
3.2. Penelitian Tahap I.......................................................................................
3.3. Jadwal penelitian........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
LAMPIRAN......................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur mikroskopis kulit.
Gambar 2. Klasifikasi Fistula Perianal Menurut Parks
Gambar 3. Lokasi Abses
Gambar 4. Patofisiologi abses dan fistula perianal
Gambar 5. Daerah penyebaran infeksi pada perianal space
Gambar 6. Lokasi abses dan fistula perianal
Gambar 7. Fistulografi (anteroposterior)
Gambar 8. USG Endoanal
Gambar 9. CT Scan Abses dan Fistula Perianal
Gambar 10. MRI Abses Perianal
Gambar 11. Drainase Abses Perianal
Gambar 12. Fistulotomi
Gambar 13. Fistulektomi
Gambar 14. Placement of a noncutting seton
Gambar 15. Advancement Flap
Gambar 16. Fibrin Glue
Gambar 17. Mekanisme metabolik pada Reaksi Ozon Criegee dan aldehide.
Gambar 18. Diagram fish bone rancangan penelitian.......................................
Gambar 19. Skema alat Reaktor double DBD..................................................
Gambar 20. Skema alat pembuatan minyak berozon........................................
Gambar 21. Alur penelitian uji coba minyak berozon pada tikus model abses
perianal..............................................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi............................................................................................
Tabel 2. Efek biokimia ozon dalam darah.........................................................
Tabel 3. Dosis ozon secara empiris mempengaruhi kapasitas antioxidant di tubuh
manusia..............................................................................................................
Tabel 4. Dosis pemakaian terapi ozon untuk penyembuhan luka.....................
Tabel 5. Jadwal penelitian.................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
Dari hal-hal yang telah dikemukakan diatas maka dapat kami rangkum
beberapa permasalahan yaitu :
1.3.1. Masalah Umum
Apakah pemakaian salep ozon efektif dalam meningkatkan respon
penyembuhan luka pada luka abses perianal tikus Sprague Dawley?
2.1.1 Epidermis
Lapisan epidermis adalah suatu lapisan kulit yang selalu beregenerasi
setiap sekitar dua setengah bulan dengan ketebalan antara 0,4 mm – 1,5
mm. Epidermis tidak memiliki aliran darah langsung. Sel-sel epidermis
mendapat makanan melalui difusi dari jaringan vascular padat dermis.
Epidermis terutama terdiri dari epitel berlapis gepeng berkeratin.(22)
Epidermis terdiri dari berbagai lapisan, yaitu :(22)
1) Stratum korneum.
Terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma
yang dipenuhi keratin filamentosa. Korneosit lebih berperan dalam memberi
penguatan terhadap trauma mekanis, produksi sitokin yang memulai proses
peradangan serta perlindungan terhadap sinar ultraviolet.
2) Stratum lusidum.
Hanya dijumpai pada kulit yang tebal dan terdiri atas lapisan tipis
translusen sel eosinofilik yang sangat pipih.
3) Stratum granulosum.
Terdiri atas 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang mengalami diferensiasi
terminal.
4) Stratum spinosum.
Merupakan lapisan epidermis yang paling tebal, terdiri atas sel kuboid atau
agak gepeng dengan inti di tengah. Keratinosit stratum spinosum memiliki
bentuk polygonal.
5) Stratum basalis.
Terdiri atas selapis sel kuboid atau kolumnar basofilik. Keratinosit berjajar
di atas lapisan structural yang disebut basal membrane zone (BMZ).
Sitoplasma keratinosit banyak mengandung melanin, pigmen warna yang
tersimpan di dalam melanosome.
Epidermis secara dominan terusun dari keratinosit, melanosit, sel
Langerhans, dan sel Merkel. Melanosit memproduksi melanin dari tirosin
dan sistein. Melanin akan melindungi kulit dari efek sinar ultraviolet. Sel
Langerhans berfungsi sebagai makrofag dan menghasilkan antibody yang
menjaga tubuh melalui mekanisme reaksi imun terhadap infeksi virus atau
pembentukan neoplasma.(22)
2.1.2 Dermis
Dermis adalah lapisan di bawah epidermis, suatu lapisan jaringan ikat
yang menunjang epidermis dan mengikatnya pada jaringan subkutan
(hypodermis). Dermis tersusun dari fibroblast, sel Mast, histiosit, monosit,
limfosit, dan sel Langerhans. Integritas dermis disokong oleh matriks yang
mengandung substansi dasar dan dua tipe serabut protein, yaitu kolagen
(penyokong utama, untuk kekuatan) dan elastin (untuk peregangan). Pada
dermis juga ditemukan atribut tambahan, seperti folikel rambut, kelenjar
sebaseus, dan kelenjar keringat (apokrin dan ekrin). Pada dermis, terdapat
dua lapis pleksus kapiler dan di antaranya terdapat badan glomus yang
mengandung shunt arteri vena. Terdapat juga reseptor saraf sensorik berupa
badan Pacini (tekanan), Meissner (getaran), dan Rufini (sentuhan), serta
Merkel (suhu, sentuhan, sensasi nyeri dan gatal).(22)
Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu stratum papilare dan stratum
retikulare.(21,22)
Kulit mengandung tiga jenis kelenjar, yaitu kelenjar keringat ekrin di
telapak tangan dan kaki, aksila, serta dahi; kelenjar keringat apokrin di
aksila dan anogenital; serta kelenjar sebaseus. Folikel rambut selain
menumbuhkan rambut juga mengandung sel pluripotent yang dapat
bermigrasi dan menjadi epitel bila terjadi luka, serta dapat melakukan
hematopoiesis.(22)
Jika terjadi perlukaan pada kulit, epitel pada kelenjar dan folikel rambut
akan bermitosis dan bermigrasi untuk menutupi luka. Bila tidak ada sisa
epitel, luka yang tidak terlalu luas masih dapat tertutup melalui proses
mitosis dan migrasi epitel dari tepi luka disertai kontraksi luka. Migrasi
epitel hanya dapat berlangsung secara mendatar, tetapi tidak bisa naik
(misal pada luka yang tertutup granuloma).(22)
Pemeriksaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan untuk
mengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali pada pasien
tertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan imunitas tubuh
yang rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya sepsis bakteremia
yang dapat disebabkan dari abses anorektal. Dalam kasus tersebut, evaluasi
laboratorium lengkap adalah penting. (Gearheart, Susan L. 2008)
Gambar 10. MRI Abses Perianal
Terapi pembedahan
Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang
kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem. Fistulotomy
merupakan tindakan bedah untuk mengobati anal fistula dengan cara membuka
saluran yang menghubungkan anal canal dan kulit kemudian mengalirkan pus
keluar. Fistulotomy dikerjakan bila saluran fistula melewati spingter ani, dan
bila tidak melewati spingter ani maka dilakukan Fistulectomy. (Zollinger R.M,
2011)
Teknik Operasi
Posisi pasien litotomi atau knee chest :
1. Dilakukan anestesi regional atau general
2. Sebelum melakukan operasi sangat penting untuk meraba adanya jaringan
fibrotik saluran fistel di daerah perianal maupun dekat linea dentata,
sehingga dapat ditentukan asal dari fistel
3. Dengan tuntunan rektoskopi dicari internal opening dengan cara
memasukkan methilen blue yang dapat dicampuri perhidrol
4. Bila internal opening belum terlihat dilakukan sondage secara perlahan
dengan penggunaan sonde tumpul yang tidak kaku kedalam fistula dan
ujung sonde diraba dengan jari tangan operator yang ditempatkan dalam
rektum
5. Bila internal opening telah ditemukan, dengan tuntunan sonde, dapat
dilakukan fistulotomi yaitu dengan cara insisi fistula searah panjang
fistula dan dinding fistula dilakukan curettage untuk pemeriksaan
patologi. Hati-hati jangan sampai memotong sfingter eksterna.
6. Luka operasi ditutup dengan tampon
Gambar 12. Fistulotomi
Seton: benang atau karet diikatkan melalui saluran fistula. Terdapat dua macam
Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk
memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang
Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh
tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.
Gambar 14. Placement of a noncutting seton
Pasca Operasi
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama
setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat
inap beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun
cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar.
Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat
dengan cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat-obatan
yang diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif.
Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali
bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah
berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak
disarankan untuk duduk diam berlama-lama. (Tabry Helena, 2011)
Prognosis pada pasien dengan fistel perianal adalah fistel dapat kambuh
bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut
dibuka atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai
permukaan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi
yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan
mengalami kekambuhan). (Tabry Helena, 2011)
Fistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses anorektal.
Fistula Anorectal muncul sebagai akibat obstruksi dari kripta anal dan atau
kelenjar anal, yang teridentifikasi dengan adanya drainase dari kanal anal atau
dari kulit disekitar perianal. Penyebab lainnya dari fistula perianal merupakan
multi faktor, termasuk penyakit divertikular, inflammatory bowel disease,
keganasan dan infeksi, seperti tuberkulosis dan actinomikosis. (Tabry Helena,
2011)
2.3. Ozon
Ozon merupakan suatu allotropi oksigen dengan rumus kimia O3. Berada
di udara bebas dengan konsentrasi kecil, kurang lebih 0,00006%. Ozon dapat
ditimbulkan secara alamiah di bumi dengan adanya energi petir, sinar
ultraviolet, radiasi sinar kosmis atau sinar radioaktif yang dapat mengubah O2
menjadi O3. Selain itu ozon juga dapat terbentuk karena proses reaksi kimiawi.
A. Karakteristik Ozon
Atom oksigen di alam terdapat dalam beberapa bentuk: (1) sebagai
partikel atom bebas (O), atom ini sangat reaktif dan tidak stabil (2) oksigen
(O2), paling banyak, lebih stabil, dalam bentuk gas tidak berwarna dan
dalam bentuk cair berwarna biru (3) ozon (O3), memiliki berat molekul 48,
kepadatan gas ini satu setengah kali lebih padat dari oksigen, memiliki energi
yang sangat besar (3/2 O2 + 143 KJ/mol), dalam bentuk gas berwarna biru
dan dalam bentuk padat berwarna biru tua (4) O4, gas biru pucat
nonmagnetik, sangat tidak stabil, jarang terdapat, biasanya sudah dipecah
menjadi 2 molekul oksigen.
Efek Biokimia dan Fisiologis Ozon
Beberapa literatur menyebutkan saat ini diketahui bahwa ozon dapat
larut dalam plasma atau air atau serum atau salin fisiologis dan menghasilkan
ROS (radical oxygen species). Lipid yang ada di plasma menyerupai yang
ada di lipoprotein, dapat mengalami peroksidasi yang prosesnya tergantung
pada dosis ozon. Produksi H2O2 (yang berkaitan dengan ozon) dikatakan
penting dalam mengaktivasi tubuh baik secara biokimia maupun
imunologis. Ozon menginduksi sitokin (TNF-alfa, IFN-gamma dan IL-2)
ketika darah secara langsung terpapar ozon. Hal ini terjadi secara konsisten
walaupun sedikit.
Efek biokimia
Dalam pertahanan terhadap oksidasi dan terjadinya ROS, berbagai
sistem anti-oksidan diaktifkan dan terjadilah produksi enzim anti-oksidan serta
pembersih racun. Karena efek oksidasi ozon hampir berbanding lurus
dengan konsentrasinya di dalam darah maka di atas kadar tertentu, ozon bisa
bersifat sangat sitotoksik dan menyebabkan terjadinya hemolisis. Rentang
terapeutik ozon sempit namun jendela kadar aman telah diketahui dengan
jelas saat ini. Waktu paruh ozon tergolong pendek. Secara cepat, ozon akan
berubah menjadi oksigen melalui reaksi endotermik dan reaksi ini hanya
berlangsung selama 10 menit. Proses stres oksidasi oleh ozon terjadi dalam
waktu singkat, namun reaksi antioksidan yang berlangsung diyakini dapat
bertahan lebih lama dari bentuk awalnya. Berikut reaksi sistem anti-
oksidan terhadap stres oksidasi oleh ozon yang meliputi eritrosit, trombosit,
leukosit, endotel dan hemostasis yang diadaptasi dari Bocci.
Efek Reologis
Efek Metabolik
Ozon merupakan suatu germisida kuat, hanya dibutuhkan beberapa
mikrogram per liter saja untuk bisa membunuh kuman. Pada konsentrasi
H2O 1 g/m3 suhu 10C, ozon dapat menginaktivasi Coliform, Staphylococcus
aureus dan Aeromonas hydrophilia dengan cepat. Dimana kecepatan
inaktivasi enterovirus lebih cepat lagi dibandingkan dengan E. Coli. Pada
bakteri, akan mengganggu integritas kapsul sel bakteri melalui oksidasi
fosfolipid dan lipoprotein. Ozon juga terbukti dapat berinteraksi dengan
protein. Pada suatu studi yang menyelidiki efek ozon terhadap E.Coli,
ditemukan bukti bahwa ozon dapat berpenetrasi ke dalam membran sel,
bereaksi dengan substansi sitoplasma dan mengubah circular plasmid DNA
tertutup menjadi circular DNA terbuka sehingga dapat mengurangi efisiensi
proliferasi bakteri.
Ozon juga dapat berpenetrasi ke kapsul sel bakteri, mempengaruhi secara
langsung integritas cytoplasmic, dan mengganggu beberapa tingkat
kompleksitas metabolik. Pada jamur, mekanisme efek fungisidal ozon
belum dipahami. Ozon dikatakan dapat menghambat pertumbuhan sel jamur
pada beberapa tahap. Pada suatu studi, penghambatan pertumbuhan Candida
utilis dengan ozon tergantung dari fase pertumbuhannya dan adanya budding
cell.
Selain itu, ozon juga dapat menginduksi stress oksidatif dengan dosis
yang tepat dengan cara menginduksi anti oksidan. Stress oksidatif ini digunakan
untuk mengindikasikan rangkaian kompleks proses biokimia yang dapat
mengenai makhluk hidup pada kondisi tertentu yang jelas berbeda dan memiliki
efek fisiologi maupun patologi. Substansi penting untuk ozon adalah lipid,
protein, karbohidrat, dan DNA di mana lipid dan protein merupakan target
utama reaksi ozon di dalam plasma darah, mukosa rektum, ataupun cairan
biologis. Jika berekasi dengan lipid akan terjadi Criagee reaction, lalu akan
menghasilkan produk akhir Thiobarbituric Acid Reactive Substance (TBARS)
yang dapat diukur sebagai stress oksidatif jaringan. (Bocci 2005, WFOT 2015)
Gambar 17. Mekanisme metabolik pada Reaksi Ozon Criegee dan aldehide.
(Bocci, 2005).
Pemberian ozon pada konsentrasi 50 g/cc akan meningkatkan produksi
interferon. Tumor necrosis factor (TNF) akan dilepas dalam jumlah besar pada
konsentrasi 30-55 g/cc. Produksi interleukin 2 memulai seluruh kaskade reaksi
imunologi. Ozon dalam darah adalah oksidator kuat dan menyebabkan: 1.
Stimulasi produksi antioksidan 2. Vasodilatasi dan hiperemi (NO) 3.
Mengurangi viskositas darah dan plasma 4. Meningkatkan erythroyte
membrane fluidity 5. Hiperoksigenasi dan fasilitasi pelepasan oksigen di
jaringan
2.4 VEGF
Tabel 5. Dosis pemakaian terapi ozon untuk penyembuhan luka (Sastroasmoro dkk, 2004)
Indikasi Bentuk aplikasi Konsentrasi Lama Frekuensi
ozon (μg/ml) (menit)
Pembersihan Setiap hari,
luka Plastic bag 80-100 10-20 dilanjutkan dengan
Kompres dengan air 1-2x/minggu
Penyembuhan yang telah diozonisasi 20 20 Beberapa kali
luka sehari
1-2
Luka bakar Plastic bag atau 20-30 10-20 1-2 kali per hari
stadium I atau kompres dengan air 1-2 beberapa kali sehari
II yang telah diozonisasi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Sampel penelitian ini adalah 30 tikus jantan jenis BALB/c dewasa dengan berat
250±50 gram.
Keterangan:
Kelompok K :Kelompok kontrol, kelompok yang mendapatkan perlakuan secara
konvensional berupa (drainase air + ditutup kassa+antibiotik)
Kelompok P1 :Kelompok perlakuan 1, Subjek memperoleh perlakuan secara
kompres ozon + terapi minyak ozon dengan dosis 0,2 μg/ ml
Kelompok P2 :Kelompok perlakuan 2, Subjek memperoleh perlakuan secara
kompres ozon + terapi minyak ozon dengan dosis 0,25 μg/ ml
Kelompok P3 : Kelompok perlakuan 3, Subjek memperoleh perlakuan secara
kompres ozon + terapi minyak ozon dengan dosis 0,3 μg/ ml
Kelompok P4 : Kelompok perlakuan 4, Subjek memperoleh perlakuan secara
kompres ozon + terapi minyak ozon dengan dosis 0,35 μg/ ml
3.2.1.5 Definisi Operasional
Abses Perianal adalah infeksi jaringan lunak di sekitar kanalis analis, dengan
pembentukan rongga abses.
Fistula perianal adalah suatu hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis
anal dan epidermis dari kulit perianal.
Konsentrasi dosis ozon adalah dosis ozon yang diberikan secara bervariasi
terhadap masing masing sampel.
Gula darah sewaktu adalah pengukuran kadar gula darah melalui pemeriksaan
laboratorium.
VEGF adalah suatu protein yang membantu proses angiogenesis. Diperiksa secara
imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal terhadap VEGF dan
divisualisasi menggunakan DAB . Dihitung dengan melihat 20 lapangan pandang
dengan perbesaran 1000x
Superoxide dismutase merupakan enzim yang mengkatalisis dismutasi radikal
superoxide (O2-) menjadi molekul O2 atau H2O2. Superoxide (O2-) diproduksi dari
metabolisme oksigen dan meregulasi kerusakan jaringan.
H2O2 merupakan salah satu ROS yang berperan pada kerusakan jaringan sampai
struktur sel, dan secara kumulatif disebut dengan stres oksidatif.
Malondialdehida (MDA) adalah salah satu produk akhir dari peroksidasi asam
lemak tak jenuh dalam sel. Peningkatan radikal bebas menyebabkan produksi
MDA berlebih. Tingkat Malondialdehid umumnya dikenal sebagai penanda stres
oksidatif dan status antioksidan.
Dielectric
Barrier
High Voltage
AC
Generator
Ground Electrode
Alat yang digunakan untuk pembuatan minyak berozon adalah generator ozon dan
pengaduk magnetis (magnetic stirrer). Saluran keluaran ozon menggunakan selang
anti oksidasi yang diberikan diffuser yang berfungsi untuk menambah efektivitas
penyerapan ozon ke dalam minyak. Pengaduk magnetis digunakan untuk
memudahkan melarutkan ozon dengan minyak.
Diffuser
Magnetik Stirrer
1. Jaringan diambil dari area luka dengan ukuran 2 mm dibandingkan dengan lebar
luka dan kulit sekitarnya pada hari 2, 10, dan hari 20.
Jaringan luka dan pengambilan darah dari sampel difiksasi di formalin lalu
diblok dengan paraffin kemudian dipanaskan selama 20 menit pada suhu 105 C
di antigen retrieval buffer. Setelah diblocking, slides yang sudah diinkubasi
menggunakaan antibody polyclonal lalu diberikan Diaminobenzidine
Tetrahydrochloride (DAB) lalu pengecatan menggunakan hematoxylin yang
kemudian dianalisis dengan pembesaran 400c mikroskop. Dikatakan positif
apabila terdepat sel yang tercat dengan antibody.
1. Dosis ozon konstan (D) adalah 0,2 μg/ml, 0,25 μg/ml, 0,3 μg/ml, 0,35 μg/ml.
2. Konsentrasi kompres ozon konstan 0,25 μg/ml.
3. Waktu eksposur konstan yang diberikan pada kompres ozon (te) selama 2
menit.
4. Sedangkan variabel yang digunakan adalah variasi konsentrasi ozon dan
kecepatan penyembuhan luka. (C).
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Karakterisasi arus-tegangan
2. Pengaruh tegangan terhadap konsentrasi ozon
3. Pengaruh flowrate terhadap konsentrasi ozon
4. Pengaruh diameter dan panjang elektroda terhadap konsentrasi ozon
5. Karakteristik waktu penyembuhan luka (tp) terhadap dosis konsentrasi ozon O3
melalui faktor konversi variasi tegangan reaktor terhadap konsentrasi ozon O3.
6. Kecepatan penyembuhan luka pada masing-masing perlakuan. Penyembuhan
luka ulkus berdasarkan kriteria berikut ini.
Grade 0 : Tidak ada perubahan
Grade 1 : Ukuran luka mengecil kurang dari ½ luka sebelumnya
Grade 2 : Ukuran luka mengecil kurang dari ½ luka sebelumnya tetapi sudah
tampak adanya granulasi .
Grade 3 : luka sudah menutup sempurna.
7. Peningkatan ekspresi VEGF pada pemeriksaan jaringan hasil biopsi.
Jaringan diambil dari luka berukuran 5mm x 5mm x 1 mm pada hari ke 2,10,
dan ke 20. Setengah dari jaringan diukur dan dihomogenikan pada 3 ml PHS
(pH 7,4) lalu diikuti sentrifugasi yang kemudian disimpan pada -80 C freezer
dengan ELISA kit. Setiap spesimen akan diekspresikan pada pg/mg dengan
mean ± SD.
8. Pengukuran parameter biokimia nitric oxide, glutathione peroxidase, catalase,
superoxide dismutase, H2O2, dan MDA.
9. Analisis Data menggunakan SPSS v.16.0 menggunakan T test tidak
berpasangan digunakan untuk membandingkan distribusi dari variabel dengan
membandingkan data dari kelompok perlakuan. T tes berpasangan digunakan
dengan membandingkan data sebelum dans etelah terapi pada grup yang sama
yang dilanjutkan dengan Chi square test. Signifikansi positif apabila P<0,05.
3.2.1.7 Alur Penelitian
Sampel penelitian
K P1,2,3,4
6 sampel @6 sampel
Gambar 21. Alur penelitian uji coba minyak berozon pada tikus model abses perianal
Hasil yang diharapkan pada penelitian tahap 1 adalah didapatkan sediaan minyak
ozon dengan dosis yang optimum sebagai terapi adjuvan abses perianal.