ABSES PARU
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
SUPERVISOR PEMBIMBING:
RESIDEN PEMBIMBING :
Kelompok : Kelompok 1
Supervisor Pembimbing,
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 29 September 2019
No. RM : 896743 – Perawatan IC Lantai 2
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
3. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis
Sakit sedang / gizi baik / composmentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/ menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36o C
Saturasi Oksigen : 96% dengan modalitas 3 lpm via nasal kanul
Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : Vokal fremitus melemah pada hemithorax kanan,
setinggiICS IV.
Perkusi : Redup hemithorax kanan setinggi ICS IV.
Auskultasi : Bronkovesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-).
Pemeriksaan ekstremitas
Edema pretibial (-), hangat.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (29/9/2019)
- Tampak cairan (17HU) pada cavum pleura dextra disertai penebalan dan
penyangatan dinding pleura yang memberikan gambaran pleural split
sign.
- Tampak multiple cavitas berdinding tebal, disertai ganbaran airfluid
level didalamnya pada lobus superior paru bilateral
- Tampak konsolidasi inhomogen, ground glass opacity, garis-garis
fibrosis dan dilatasi bronchus yang memberikan signet ring sign dan tran
track pada segmen superior dan posterobasal lobus inferior paru sinistra
- Trachea di midline
- Tampak pembesaran kelenjar getah bening di subcarina (station 7)
- Cor : ukuran dalam batas normal, kalsifikasi pada aorta (atherosclerosis)
- Tidak tampak densitas cairan bebas pada cavum pleura sinistra
- Hepar, gaster, dan lien yang terscan dalam batas normal
- Tampak garis fraktur pada sisi lateral costa IV-VIII sinistra, callus
forming positif,korteks belum intak
Kesan
- Multiple cavitas paru dextra suspek absess DD/ cavitas TB
- TB paru lama aktif lesi luas disertai bronchectasis
- Emphyema pulmo dextra
- Fraktur sisi lateral costae IV-VIII sinistra
5. DIAGNOSIS
• Abses paru dextra
• Hiponatremia
6. TERAPI
1. Oksigen 4L/menit/nasal kanul
2. NaCl 0,9% infus 20 tpm
3. Metronidazole 500 gram/8 jam/intravena
4. Levofloxacin 750 gram /8 jam/intrvena
5. Clindamycin 300 gram/8 jam/oral
6. N-acethylsistein 200 gram/8 jam/oral
7. Ranitidin 50 mg/12 jam/intravena
7. PLANNING
1. Pasang WSD
2. Evaluasi darah rutin dan cairan elektrolit
3. Bronkoskopi
8. DIAGNOSIS
Abses paru dextra
Hipoalbuminemia
9. TERAPI
Infus NaCl 0.9% 20 TPM
Pembahasan
Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang
didefinisikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga
yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi destruktif berupa lesi
nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas
yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. 1
Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan
penyebabnya. Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan
menjadi akut dan kronik. Disebut akut apabila perlangsungannya terjadi
dalam waktu 4 minggu. Abses disebut kronik apabila perlangsungannya
terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan menurut penyebabnya abses
paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses primer muncul karena
nekrosis jaringan paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma) ataupun
pneumonia pada orang normal. Disebut abses sekunder apabila disebabkan
kondisi sebelumnya seperti septik emboli (misalnya endokarditis sisi kanan),
obstruksi bronkus (misalnya aspirasi benda asing), bronkiektasis ataupun
pada kasus imunokompromis.1,2,7
Epidemiologi
Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan
antibiotik, dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%.
Faktor host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia
lanjut, kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain
imunosupresi, keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat
kematian untuk pasien dengan status imunokompromis mendasar atau
obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai
75%.
Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat
menghasilkan prognosa yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan
tingkat kematian abses paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan
gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%.
Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses
paru yang dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.
Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan
meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan
aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di
pusat perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-
rata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun.2
Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi,
debilitated dan khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan
antibiotik adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki prognosis
yang paling buruk.3
Etiologi
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu :
a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi
- Bacteriodes melaninogenus
- Bacteriodes fragilis
- Peptostreptococcus species
- Bacillus intermedius
- Fusobacterium nucleatum
- Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari
spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
b. Kelompok bakteri aerob
Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi
- Staphillococcus aureus
- Streptococcus micraerophilic
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae1,2,3,5
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi
lain. Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik);
penyebaran hematogen (endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi
dari daerah sekitar (mediastinum, subphrenic).3
Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
- Klebsiella pneumoniae
- Pseudomonas aeroginosa
- Escherichia coli
- Actinomyces species
- Nocardia species
- Gram negatif bacilli
c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba,
mikobakterium1,2,3,5
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan
mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam
kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan.
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan
kanker paru yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker
esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus,
bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi
abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju
lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam
keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior
atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadang-kadang
aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.4
Patofisiologi
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik
yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor, dan struktur
bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan terbawanya organisme
virulen yang akan menyebabkan infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut.
Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju ke lobus medius atau
segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat
akan menuju ke segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior
paru kanan, hanya kadang-kadang saja aspirat dapat mengalir ke paru kiri.1,4
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi
akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah
periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gigi
yang sampai ke saluran pernapasan bawah akan menimbulkan infeksi. Tubuh
memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya
terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada
seseorang yang tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang,
obat bius, atau penyalahgunaan alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada penderita
gangguan sistem saraf.1,2,3
Jika bateri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan
tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-14 hari kemudian
akan berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan abses.2,3
Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat septikemi atau
sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada bagian lain
tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya
akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus.
Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami ruptur dan menembus
diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan
rongga pleura.1
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang
terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang
yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti obstruksi, bronkiektasis dan
gangguan imunitas.1
Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas besar
dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada bentuk
perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih banyak terjadi
pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta lebih banyak berupa
kavitas tunggal. Abses yang terjadi bersamaan dengan adanya pneumonia atau
bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terletak di basal dan tersebar luas. Septik
emboli dan abses yang diakibatkan oleh penyebaran hematogen umumnya bersifat
mulitipel dan dapat menyerang bagian paru manapun.5,6
Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya
diekspektoransikan ke luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara.
Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang
diikuti dengan terbentuknya fistula bronkopleura.1,6
Gejala klinis:
Abses paru-paru dibagi menurut durasinya menjadi akut (<6 minggu) dan
kronis (> 6 minggu) gejala biasanya tidak spesifik pada infeksi non-kavitas.
Gejalanya meliputi demam, batuk, sputum produktif dan sesak napas. Abses perifer
juga dapat menyebabkan nyeri dada pleuritik. Jika kronis, dapat terjadi penurunan
berat badan dan gejala konstitusional. Dalam beberapa kasus erosi ke dalam
pembuluh darah bronkial dapat terjadi secara tiba-tiba dan berpotensi menjadi
hempotisis masif yang mengancam nyawa. Abses paru primer yang disebabkan
oleh bakteri flora anaerob mulut biasanya hadir dalam mode sub-akut atau indolen
dengan gejala yang muncul beberapa minggu atau lebih lama. Kebersihan gigi yang
buruk memungkinkan terjadinya aspirasi. Abses anaerob jarang terjadi pada pasien
edentulous (kehilangan semua gigi asli) kecuali ada kelainan predisposisi pada
paru. Kelainan paru predisposisi termasuk karsinoma bronkogenik, obstruksi
bronkial, bronkiektasis, dan infark paru. COPD tidak mempengaruhi infeksi paru-
paru anaerob. Demam, malaise, keringat malam, dan batuk dengan dahak purulen
sering ditemukan, Nyeri pleuritik sering terjadi. Penurunan berat badan yang besar
dapat terjadi bahkan tanpa adanya keganasan yang mendasarinya. Menggigil
kedinginan hampir tidak pernah ditemukan pada penderita abses paru-paru. Pasien
mulai mencari fasilitas medis ketika produksi dahak berlebihan atau mengalami
nyeri pleuritik. Dahak berbau busuk sekitar 50% kasus dan pasien, atau orang yang
dekat dengan pasien abses paru mengeluh bau busuk atau napas yang berbau .
Hemoptisis dapat terjadi dalam beberapa kasus. Pasien dengan abses paru sering
ada riwayat kehilangan kesadaran sebelumnya yang disebabkan oleh kejang atau
kemabukan. Pemeriksaan fisik meliputi demam, kebersihan gigi-geligi yang buruk
serta penyakit gingiva dan temuan paru abnormal berupa infeksi parenkim, kelainan
cairan plerural, atau keduanya. Suara napas amforis atau kavernosa mungkin
terdengar. Dapat terjadi clubbing finger pada penderita abses paru. Anemia
penyakit kronis dan leukositosis ≥ 15.000 sel darah putih / mm3 sering terjadi.
Empiema dapat terjadi sekitar sepertiga dari kasus dan dapat disertai dengan atau
tanpa fistula bronkoplerural. Necrotizing pneumonia kadang-kadang terjadi dengan
cepat, biasanya muncul dalam 1 minggu setelah onset gejala. Penyebaran kelobus
lainya dan ruang pleura, demam tinggi, dan leukositosis > 20.000 / mm3sering
terjadi. Pneumonia yang berprogresif cepat disebut dengan gangren paru. 7
Diagnosis
Terapi
1. Terapi antibiotic
Dalam sebuah studi oleh Smith dengan 1650 kasus dari periode 1935
hingga 1945, ketika sulfonamid tersedia, laporan tersebut menunjukkan
bahwa penggunaan agen-agen ini pada dasarnya tidak berdampak pada
penyembuhan abses paru-paru. Selama bertahun-tahun, penicillin dianggap
sebagai obat pilihan untuk infeksi anaerob "di atas diafragma". Dalam
beberapa dekade terakhir, bagaimanapun banyak flora mulut anaerob,
termasuk fusobacteria, Prevotella, spp., dan Bacteroides spp. non fraglis,
telah terbukti menghasilkan penisilinase. Penelitian prospektif telah
menunjukkan keunggulan clindamycin dibandingkan penisilin dalam
pengobatan abses paru-paru sebagaimana terjadi resolusi dahak busuk, dan
tingkat kekambuhan. 7
Jawaban efektif untuk terapi antibiotik dapat dilihat setelah 3-4 hari,
kondisi umum akan membaik setelah 4-7 hari, tetapi penyembuhan total,
dengan normalisasi radiografi dapat dilihat setelah dua bulan. Jika tidak ada
perbaikan kondisi umum atau temuan radiografi, perlu dilakukan
bronkoskopi karena beberapa faktor etiologi lain dan ubah jenis
antibiotik.Durasi pengobatan: Tidak ada durasi yang disepakati secara
umum untuk pengobatan abses paru-paru. Pasien sering dirawat selama 6
hingga 8 minggu atau lebih. Satu studi menggunakan clindamycin untuk
mengobati abses anaerob menunjukkan hasil yang sangat baik selama 3
minggu terapi (Murtaza,2015) . Terapi antibiotik harus bertahan setidaknya
sampai demam, dahak busuk dan cairan abses telah sembuh, biasanya antara
5-21 hari untuk aplikasi antibiotik intravena dan kemudian per aplikasi oral,
14
total dari 28 hingga 48 hari Banyak penelitian merekomendasikan foto
thorax setiap minggu atau dua minggu sekali untuk melihat perbaikan klini.
Penghentian terapi dilakukan ketika foto thoraks sudah bersih atau masih
ada lesi residual kecil yang stabil.
2. Bronkoskopi
3. Bedah