Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

Oleh:
Zilga Ekha Regina
1840312781

Preseptor
Dr. dr. Yusri Dianne Jurnalis, Sp.A (K)

ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertusis merupakan infeksi akut pada saluran napas yang disebabkan oleh
bakteri Gram-negatif Bordetella pertusis dengan gejala klinis batuk hebat yang
khas. Pertusis atau juga dikenal sebagai batuk rejan, whooping cough, tussis quinta,
violent cough, dan di Cina disebut batuk seratus hari. Disebut whooping cough
karena penyakit ini ditandai suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat
spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi, karena pasien berupaya
keras untuk menarik nafas sehingga pada akhir batuk sering disertai bunyi yang
khas Pertusis dapat menyerang setiap orang yang rentan terhadap bakteri Bordetella
pertusis seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan
tubuh yang menurun dan juga lansia.1
Manusia merupakan satu - satunya pejamu bakteri pertusis dan
penularannya melalui udara dan kontak langsung dengan droplet penderita selama
batuk. Pertusis salah satu penyakit paling menular yang dapat menimbulkan attack
rate sebesar 80-100% pada penduduk yang rentan. 2
Menurut WHO, pada tahun 2008 terjadi 16 juta kasus diseluruh dunia, 95%
diantaranya terjadi di negara yang sedang berkembang. Angka kematian akibat
pertusis mencapai 195.000 anak per tahun. Angka kejadiannya kurang lebih 35%
kasus pada usia <6 bulan dan 45% terjadi pada usia <1 tahun dan 20% pada usia <5
tahun. Kematian dan jumlah kasus dirawat tertinggi terjadi pada usia 6 bulan
pertama kehidupan.3
Di Amerika Serikat, antara tahun 1932-1989 telah terjadi 1.188 kali puncak
epidemi pertusis. Penyakit ini menyerang semua golongan umur. Lebih sering
menyerang anak perempuan daripada laki-laki. Angka kejadiannya kurang lebih
35% kasus pada usia <6 bulan dan 45% terjadi pada usia <1 tahun dan 20% pada
usia <5 tahun. Kematian dan jumlah kasus dirawat tertinggi terjadi pada usia 6
bulan pertama kehidupan.5 Pada laporan kasus ini dibahas tentang definisi,
epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis
penyakit pertusis.4

2
1.2 Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis penyakit pertusis

1.3 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.

1.3 Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
mengenai etiologi, gambaran klinis, diagnosis, dan penatalaksanan, prognosis pada
penyakit pertusis.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pertusis
Pertusis merupakan infeksi akut pada saluran pernafasan yang disebabkan
oleh bakteri Bordotella pertusis yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu
sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai
nada yang meninggi.
Pertusis dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak yang belum di
imunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yang menurun.3
Pertusis disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough, dan di
Cina disebut batuk seratus hari.1 Disebut juga whooping cough karena penyakit ini
ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik dan
paroksismal disertai nada yang meninggi akhir batuk, karena pasien berupaya keras
untuk menarik nafas atau inspirasi mendadak pada saat yang bersamaan glotis
belum terbuka sempurna sehingga jalan napas masih obstrruksi sebagian
menyebabkan pada akhir batuk sering disertai bunyi yang khas namun, tidakk
semua pasien pertusis memiliki klinis disertai bunyi yang khas.3

2.2 Etiologi
Pertusis disebabkan oleh bakteri Gram-negatif Bordetella pertusis. Bakteri
Bordetella pertusis berbentuk kokobasilus, tidak bergerak, tidak berspora, memiliki
tonjolan seperti fimbriae. Menghasilkan pertussigen, dermonekrotik toksin,
trakheal sitotoksin dan filamentous hemaglutinin. Genus Bordetela mempunyai 4
spesies, yaitu B. pertusis, B. parapertusis, B. bronkiseptika, dan B. avium.3
Bordetella pertusis dapat mati dengan pemanasan pada suhu 50oC selama setengah
jam, tetapi dapat bertahan pada suhu rendah (0-10oC).5 Bordetella pertusis
merupakan patogen yang hanya dapat menginfeksi manusia.3

2.3 Epidemiologi
Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2008 terdapat 16 juta kasus pertusis
diseluruh dunia dengan angka kematian sebanyak 195.000 orang, 95% diantaranya
terjadi di negara berkembang. WHO memperkirakan pada tahun 2008 bahwa 82%

4
bayi diseluruh dunia menerima 3 dosis vaksin pertusis mengurangi angka kematian
hingga 687.000 bayi. Sebelum adanya vaksinasi, di Amerika Serikat pertusis
merupakan penyebab utama kematian akibat penyakit menular pada anak-anak usia
kurang dari 14 tahun dengan angka kematia 10.000 setiap tahun.4
Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang dapat
menimbulkan attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan. Di seluruh dunia
ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari setengah juta meninggal.
Selama masa pra-vaksin tahun 1922-1948, pertusis adalah penyebab utama
kematian dari penyakit menular pada anak di bawah usia 14 tahun di Amerika
Serikat. Dilaporkan juga bahwa 50 persen adalah bayi kurang dari setahun, 75 %
adalah anak kurang dari 5 tahun3

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi pertusis dimulai setelah penularan bordela pertusis melalui
udara dan terhirup saat bernapas kemuadian melekat pada silia epitel saluran
pernafasan. Filamentous hemaglutinin (FHA), lymphositosis promoting factor
(LPF) / pertusis toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan dalam perlekatan B. pertusis
pada silia. Setelah perlekatan, B. pertusis akan menyebar ke seluruh epitel saluran
pernapasan. Toxin yang dihasilkan B.pertusis menyebabkan whooping cough.
Toksin pertusis akan merusak epitel saluran pernapasan dan memberikan efek
sistemik berupa sindrom yang terdiri dari batuk spasmodik dan paroksismal disertai
bunyi keras karena pasien berupaya keras untuk menarik napas ketika sebagian
saluranan nafas belum terbuka sepenuhnya, sehingga pada akhir batuk disertai
bunyi yang khas yang dikenal dengan whooping cough.3,4
Mekanisme toxin pertusis menimbulkan gejala klinis diawali dengan toxin
sub unit B berikatan dengan reseptor sel target yang menghasilkan sel unit A yang
aktif pada daerah aktivasi ezim membran sel. Toxin menyebabkan peradangan
ringan dengan hiperplasia jaringan limfoid peri bronkial dan meningkatkan jumlah
mukus pada permukaan silia, sehingga fungsi silia sebagai pembersih jadi
terganggu dan memudahkan terjadinya infeksi sekunder. Sedangkan LPH berperan
dalam menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah infeksi. Antibodi

5
pejamu akan berperan menetralkan toksin pertusis dan pada prn akan
meningkatkan opsonofagositosis.4

2.5 Gejala klinis


Stadium kataralis (1-2 minggu)
Stadium kataralis dimulai setelah masa inkubasi sekitar 6-20 hari. Pada stadium ini
gejala tidak khas sehingga sulit menegakkan diagnosis sebagai pertusis karena
simtompnya hampir mirip dengan common cold. Biasanya gejala yang muncul
rinorea dengan lendir cair dan jernih, injeksi pada konjungtiva, lakrimasi, batuk
ringan dan demam yang tidak terlalu tinggi. Setelah gejala berkurang makan akan
muncul batuk yang menandai masuknya stadium paroksismal.4
Pada stadium kataralis droplet anak menjadi sangat infeksius oleh karena bakteri
tersebar dalam sebagian inti droplet.3

Stadium paroksismal (2-6 minggu)


Pada stadium ini anak cendrung menjadi apatis dan berat badan menurun. didahului
timbulnya batuk kering yang berulang-ulang 5- 10 dalam satukali ekspirasi. Selama
batuk muka anak tampak merah bahkan dapat sianosis, mata menonjol, lidah
menjulur, lakrimasi, salivasi dan distensi vena leher bahkan sampai terjadi ptekie
di wajah (terutama dikonjungtiva bulbi). Setelah episode batuk saat ekspirasi diikuti
dengan inspirasi yang tiba-tiba pada saat yang bersamaan saluran penapasan masih
tertutup sebagian sehingga menyebakan bunyi memelengking (whoop) pada akhir
serangan batuk. Muntah pada akhir batuk yang paroksismal salah satu gejala klinis
yang khas pada anak yang terserang pertusis walaupun tidak disertai dengan bunyi
whoop.

Stadium konvalesen ( 1-2 minggu)


Pada stadium ini gejala klinis pada anak mulai mengalami penyembuhan. Serangan
batukparoksismal mulai hilang namun batuk masih menetap hingga 2-3 minggu.

6
2.6 Diagnosis
Anamnesis
Pada umumnya pasien yang menderita pertusis datang dengan keluhan batuk. Batuk
yang khas yaitu dengan serangan paroksismal dan bunyi whoop yang jelas.
Kecurigaan kearah pertusis makin diperkuat dengan keluhan batuk tanpa disertai
dengan demam, mialgia, sakit tenggorokan, suara serak, takipnea, wheezing dan
ronkhi. Untuk bayi kecil dari 3 bulan biasanya dengan klinis tersedak, napas cuping
hidung, sianosis.
Penting menanyakan riwayat riwayat kontak dengan pasien pertusis selain itu juga
penting menanyakan mengenai riwayat imunisasi. 3
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tergantung pada stadium apa pasien pada saat diperiksa.
Saat serangan paroksismal terjadi terjadi perlu diperhatikan tanda bahaya yang
mengancam jiwa. Durasi serangan yang lebih dari 45 detik, sianosis, takikardi,
bradikardi < 60 x/ detik dan penurunan saturasi oksigen pada akhir paroksismal.4
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Pada stadium akhir kataral dan selama stadium paroksismal ditemukan leukosit
dengan jumlah 20.000 – 50.000 IU dengan limfositosis absolut.3
 Pemeriksaan radiologi
Pada sebagian besar bayi menunjukan ilfiltrat atau edema perihilar (kadang
tampilan seperti kupu-kupu). Gambaran konsolidasi parenkin pada rontgen thorak
menunjukkan adanya infeksi bakteri sekunder. 4
 Tes serologi
ELISA dapat dipakai untuk menentukan serum IgM, IgG, dan IgA terhadap
FHA dan PT. Nilai serum IgM FHA dan PT menggambarkan respons imun primer
baik disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi. IgG toksin pertusis merupakan tes
yang paling sensitif dan spesifik untuk mengetahui infeksi. 4

7
2.7 Penatalaksanaan
- Rawat inap dan isolasi
Rawat inap bertujuan untuk memonitoring penyakit, observasi ketat untuk
mencegah/mengatasi terjadinya apnea, sianosis, atau hipoksia, memaksimalkan
nutrisi, mencegah atau mengobati komplikasi dan mengedukasi orang tua mengenai
perawatan yang akan diberikan dirumah. Isolasi untuk pasisen pertusis selama 4
minggu, diutamakan 5 – 7 hari setelah pemeberian antibiotik karena akan terjadi
penurunan transmisi setelah pemberian antibiotik hari ke 5.
- Suportif umum (terapi oksigen dan ventilasi mekanik jika dibutuhkan).
- antibiotik

2.8 Pencegahan
 Kewaspadaan terhadap penularan melalui droplet sampai hari ke-53
 Bila kontak dengan pasien pertusis, tapi belum pernah diimuniasi
hendaknya diberikan eritromisin selama 14 hari setelah kontak
diputuskan.3

8
 Bila ada kontak erat penderita pada anak <7 tahun yang telah
diimunisasi, hendaknya diberikan booster (kecuali bila imunisasi
dilakukan dalam 6 bulan terakhir), juga berikan eritromisin
50mg/kgBB/24 jam dalam 2-4 dosis selama 14 hari. Jika kontak erat
pada usia >7 tahun, berikan eritromisin sebagai profilaksis.3
 Imunisasi: ada 2 tipe vaksin pertusis, yaitu: 1) vaksin whole-cell (wP)
dengan basis B. pertussis yang dimatikan dan 2) vaksin acellular (aP)
dengan komponen organisme highly purified.3
 Imunisasi DPT 12 IU yang diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan dengan
jarak 8 minggu.3
 Vaksin pertusis monovalen (0,25 ml IM) dipakai untuk mengontrol
epidemi orang dewasa yang terpapar.5
 Kontraindikasi vaksin : anak mengalami ensefalopati 7 hari sebelum
imunisasi, anak mengalami kejang demam atau kejang tanpa demam 3
hari sebelum imunisasi, menangis >3 jam, high pitch cry dalam 2 hari,
hiporesponsif dalam 2 hari, peningkatan suhu >40oC dalam 2 hari.4

2.9 Komplikasi
Komplikasi dari gangguan intake seperti dehidrasi, penurunan berat badan,
ulkus frenulum lidah. Komplikasi perdarahan hidung, konjungtiva, otak,
hemoptisis. Bisa juga terjadi kejang - kejang karena gangguan elektrolit,
perdarahan otak, anoksia otak, ensefalitis, atau infeksi sekunder seperti
pneumonia, bronkiektasis, emfisema.4

9
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
 Nama : Hafizah Rajwa Nasyauqi
 Anak ke : 5 dari 5 bersaudara
 Umur/Tgl Lahir : 2 tahun / 05-10-2017
 Jenis kelamin : Perempuan
 No MR : 01070279
 Nama ayah / ibu : Tn. A / Tn. M
 Alamat : Lakuak gadang, tanjuang bonai
 Tanggal masuk : 10 desember 2019

Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak Napas bertambah berat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
• Sesak nafas sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, makin sesak sejak 3
sejak sebelum masuk rumah sakit, sesak tidak menciut, sesak tidak di
pengaruhi aktifitas, makanan dan cuaca.
• Batuk dan pilek sejak 2 minggu yang lalu, batuk panjang didahului menarik
nafas panjang, batuk berdahak warnanya bening-kuning, kadang disertai
ujung jari kebiruan diakhir batuk.
• demam sejak 2 minggu yang lalu, demam hilang timbul, suhu tertinggi 40
C, tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak disertai kejang. demam
berkurang bila diberi antipiretik.
• keringat malam tidak ada, penurunan berat badan tidak ada
• Muntah sejak 2 minggu yang lalu, 4 - 5x sehari, memuntahkan apa yang
dimakan, jumlahnya 1/2 - 1 gelas aqua 240ml, muntah tidak menyemprot.
• BAB 2x sehari warna kuning, konsistensi lunak, tidak berlendir dan
berdarah.

10
• BAK frekuensi dan warna biasa
• pasien sebelumnya dirawat di rs swasta dengan diagnosa Bronkopneumonia
dengan terapi ampisilin 3x 200 mg (i.v), kloramfenikol 4 x 200 mg (IV),
ventolin nebu 0.5 cc, PCT bila demam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat sebelumnya 2 kali. Rawatan pertama usia 6 bulan, dirawat di
rs. Swasta dengan diagnosis bronkopneumonia. Rawatan kedua pada usia 21 bulan
di rs. Swasta dengan diagnosis bronkopneumonia dan selulitis.
Riwayat Penyakit Keluarga
Saudara laki-laki pasien ada riwayat batuk hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu
Riwayat Persalinan
- Lama hamil : 9 bulan
- Cara lahir : operasi
- Indikasi :
- Ditolong oleh : Dokter kebidanan
- Berat lahir : 3300 gram
- Panjang lahir : 49 gram
- Saat lahir : langsung menangis
- Kesan :

Riwayat Makanan dan Minuman


 Bayi
o ASI : 0-6 bulan
o Susu formula : 6 bulan
o Buah biskuit : 6 bulan
o Bubur susu :-
o Nasi tim : 6 bulan
o Makanan utama : makanan keluarga
 Anak
o Makan utama : 3x sehari
o Daging : 2x seminggu
o Ikan : 5 – 6x seminggu
o Telur : 4x seminggu

11
o Sayur : 4x seminggu
o Buah : 4x seminggu
 Kesan : kualitas baik.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar (Umur) Booster (Umur)
BCG 2 bulan -
DPT 1 - -
2 - -
3 - -
Polio 1 - -
2 - -
3 - -
Hepatitis B 1 0 bulan -
2 - -
3 - -
Haemofilus influenza B 1 - -
2 - -
3 - -
Campak - -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Umur
Tertawa 1 bulan
Miring 2 bulan
Tengkurap 6 bulan
Duduk 8 bulan
Merangkak 10 bulan
Berdiri 12 bulan
Lari 17 bulan
Gigi pertama 6 bulan
Bicara 13 bulan

12
Membaca -
Prestasi di sekolah -
Riwayat Gangguan Perkembangan Mental Umur
Isap jempol -
Gigit kuku -
Sering mimpi -
Mengompol -
Aktif sekali -
Apatik -
Membangkang -
Ketakutan -
Pergaulan jelek -
Kesukaran belajar -
Kesan: perkembangan dalam batas normal
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny. M
Umur 42 tahun 39 tahun
Pendidikan S1 D3
Pekerjaan PNS wiraswasta
Penghasilan 5.000.000 6.000.000
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada

No. Saudara Kandung Umur Keadaan Sekarang


1 Perempuan 18 tahun Sehat
2 Laki-laki 14 tahun Sehat
3 Laki-laki 21 bulan
4 Laki-laki 4,5 tahun
5 Pasien 2 tahun

13
Riwayat Perumahan dan Lingkungan
- Rumah tempat tinggal : Permanen
- Sumber air minum : air galon
- Buang air besar : jamban di dalam rumah
- Pekarangan : luas
- Sampah : dibuang ke penampungan sampah
- Kesan : sanitasi dan hygiene cukup baik

Pemeriksaan Fisik
Umum
- Keadaan umum : sakit sedang
- Kesadaran : sadar
- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 110 x/menit
- Frekuensi napas : 32 x/menit
- Suhu : 37 c
- Edema : tidak ada
- Ikterus : tidak ada
- Anemia : tidak ada
- Sianosis : tidak ada
- Berat badan : 10,2 kg
- Panjang badan : 82
- BB/U : z score > -2 SD s/d Z score < 0 gizi
- TB/U : z score > -2 SD s/d Z score < 0 gizi
- BB/TB : z score > -2 SD s/d Z score < 0 gizi
- Status gizi : Gizi baik
Khusus
- Kulit : teraba hangat
- Kepala : normocephal, bulat, simetris
- Rambut : hitam, tidak mudah rontok
- Telinga : tidak ditemukan kelaianan, tidak ada cairan keluar
dari kedua telinga.

14
- Hidung : napas cuping hidung tidak ada
- Tenggorok : tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis

- Toraks
o Paru
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada tidak
ada
 Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : SN vesikuler, Rh di kedua basal paru, rongki basah
halus nyaring, Wh -/-
o Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
 Perkusi : batas astas RIC II batas kanan LSD. Batas kiri 1
jari medial LMCS RIC V
 Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-)
- Abdomen
o Inspeksi : Tidak tampak membuncit
o Palpasi : Nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba
o Perkusi : Timpani
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Punggung : Tidak tampak kelainan
- Genitalia : Tidak diperiksa
- Anggota gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hematologi (10/12/2019)
 Hb : 13,3 g/dl
 Leukosit : 62,810/mm3

15
 Hematokrit : 38 %
 Trombosit : 84,900/mm3
 Retikulosit :1.99%
 MCV : 75 %
 MCH : 26%
 MCHC :35 %
 Eritrosit : 5.11 Juta
 Hitung jenis
- Basofil :0%
- Eosinofil :2%
- Netrofil Batang : 1-4 %
- Netrofil Segmen : 1 %
- Limfosit : 61 %
- Monosit :6%
Kesan : leukositosis, trombositosi
Kimia Klinik
 Glukosa sewaktu : mg/dl
 Kalsium : mg/dl
Elektrolit (10 Desember 2019)
 Natrium : Mmol/L
 Kalium : Mmol/L
 Klorida serum : Mmol/L
Analisa Gas Darah
 pH :
 pCO2 : mmHg
 pO2 : mmHg
 HCO3- : mmol/L
Imunologi
- TSH : µIU/mL
- Free : pmol/L

16
Rontgen Thorax (10 Desember 2019)
Rontgen Thorax (10 Desember 2019)

Kesan : Kardiomegali (CTR 57,89%), Bronkopneumoni

Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding


- Susp Pertusis
- Bronkopneumonia
- Susp LGK
Masalah Medis
- Demam
- Sesak nafas
- Batuk pajang

17
Penatalaksanaan
- O2 2L/menit
- IVFD KAEN IB 12 tpm makro (sementara puasa)
- Azitromicin 1x100mg selanjutnya 1x50 mg (p.o)
- Ampicilin 4 x 100 mg (i.v)
- Kloramfenikol 4 x 125 mg (i.v)
- Paracetamol 100mg (kp)

Edukasi
 Harus imunisasi DPT catch up

Foto Klinis Pasien

Follow up
11/12/19 S/ - Sesak nafas tidak bertambah
- Namun batuk-batuk panjang masih ada
- Demam sudh tidak ada
- Intake sementara puasa
O/
- BAB dan BAK baik

KU Kes TD HR RR T
- Berat sadar 90/60 100x/ 24x/ 36,8C

- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik (-


/-),
A/ - Thoraks : retraksi (+) epigastrium,
bronkovesikuler, ronkhi kasar dan basah halus
nyaring +/+, wheezing -/-
P/
- Abdomen: supel, distensi tidak ada, BU (+)
normal
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

18
- Bronkopneumonia
- Pertusis
- Susp. LGK

- O2 2L/menit
- IVFD kaen 1B 12 tpm makro
- Azitromicin 1x50 mg p.o (H2)
- Paracetamol 100 mg ( T> 38,5 C)
- Ampicilin 4 x 100 mg i.v (H2)
- Gentamicin 2x 120 mg i.v (H2)
12/12/19 S/ - Sesak napas tidak bertambah, namun batuk-
batuk panjang masih ada.
- Demam sudah tidak ada
- Intake sementara puasa
- BAB dan BAK baik
- Makanan cair 8x50 cc toleransi baik

O/ - KU Kes TD HR RR T
- Berat sadar 90/60 100 x/’ 24 x/’ 36,5C
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera
ikterik (-/-)
- Thoraks : Retraksi (+) epigastrium,
- Bronkovesikuler, Ronkhi +/+ kasar dan basah
halus nyaring +/+, Whezing -/-
- Abdomen: supel, distensi tidak ada
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

A/ - Susp. pertusis
- Bronkopneumonia
- Susp. LGK

P/ - Sementara puasa

19
- O2 2L/menit
- IVFD KAEN 1B 12 tpm
- Azitromicin 1x 50 mg p.o (H3)
- Paracetamol 100mg (> 38.5 C)
- Ampicilin 4 x 100 mg i.v (H3)
- Gentamicin 2 x 125 mg i.v (H3)
- Naikkan pemberian minum
- Makanan cair 8x75 cc
13/12/2019 S/ - Sesak napas ada
- Demam tidak ada
- Batuk ada

O/ - KU Kes TD HR RR T
- Berat sadar 93/60 98x/’ 47x/’ 37C

- Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera


ikterik (-/-),
- Thoraks : Retraksi (+) di epigastrium dan
interkostal, Rh +/+ basah halus, Wh -/-
- Abdomen: supel, distensi tidak ada, BU (+)
normal
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

- Hb : 12 gr/dl
-
Leukosit : 52.230/mm3
- Hematokrit : 37%
-
Trombosit :758.000/mm3
- Eritrosit 4,89
- Retikulosit 1.33
- Diff count 0/1/2/30/65/2
- Kesan : lekositosis, trombositosis

20
A/ - Bronkopneumonia
- Pertusis

P/ - IVFD KAEN 1B
- Azitromicin 1x50 mg p.o (H3)
- Ampicilin 4x100 mg i.v (H3)
- Gentamicin 2 x 125 mg i.v (H3)
16/12/2019 S/ - Anak tidak demam, tidak kejang
- Batuk masih ada
- Sesak tidak ada
- Muntah tidak ada terutama setelah batuk
- BAB dan BAK tidak ada keluhan

O/ - KU Kes TD HR RR T
- sedang sadar 90/60 110 x/’ 24 x/’ 36,8 C
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera
ikterik (-/-),
- Thoraks : Retraksi (-), Rh +/+, Wh -/-
- Abdomen: supel, distensi tidak ada, BU (+)
normal
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan DPL
- Hb : 12,1 g/dl
-
Leukosit : 52.230 / mm3
- Hematokrit :37%
-
Trombosit : 758.000 /mm3
-
Eritrosit :4.890.000
- Retikulosit :1.33%
- Basofil : 0
- Eosinofil : 1%
- Neutrofil batang: 2%
- Neutrofil segmen : 30 %
- Limfosit : 65%
- Monosit :2%

21
Kesan : leukositosis

- Bronkopneumonia
A/
- Pertusis

- Azitromicin 1x50 mg p.o (H6)


P/
- Ampicilin 4x100 mg i.v (H6)
- Gentamicin 2 x 125 mg i.v (H6)
- Peracetamol 100 mg (>38,5)

17/12/2019 S/ Anak tidak ada demam


Sesak napas sudah berkurang
Batuk sudak berkurang
Muntah tidak ada

O/ KU Kesadaran TD HR RR T
Sedang sadar

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),


Thoraks : Retraksi (-), Rh +/+, Wh -/-
Abdomen: supel, distensi tidak ada, BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Bronkopneumonia
Pertusis
-
P/ Azitromicin 1x50 mg p.o (H7)
Ampicilin 4 x 100 mg i.v (H7)
Gentamicin 2 x 125 mg i.v (H7)
18/12/2019 S/ Anak tidak demam
Batuk masih ada
Sesak berkurang dari sebelumnya
Intak masuk peroral

22
O/ KU Kesadaran TD HR RR T
Sedang sadar

Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),


Thoraks : Retraksi (-), Rh +/+, Wh -/-
Abdomen: supel, distensi tidak ada, BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ Bronkopneumonia
Pertusis
P/ Ampicilin 4x100 mg (H8)
Gentamicin 2 x 125 mg (H8)
Azitromicin 1x 50 mg (H8)
Ganti antibiotik ceftriakson 2x500 mg i.v
Stop ampicilin dan gentamicin

19/12/19
20/12/19 S/ Anak tidak demam
Sesak nafas berkurang dari sebelumnya
Intake masuk, toleransi baik
O/ KU Kesadaran TD HR RR T
Sedang sadar 120x/’ 28x/’. 36,8 C
Mata : konjungtiva tidak anemis
Thorak : retraksi (-), ronkhi (+/+)
Abdomen : distensi (-)
Ekstremitas : CRT < 2 detik
A/ Bronkopneumonia
Pertusis
P/

23/12/19 S/ Anak tidak demam


Tidak sesak
Tidak mual dan muntah

23
Intake masuk toleransi baik
O/ KU Kesadaran TD HR RR T
Sedang sadar. 96x/ 24x/ 37C
A/ Bronkopneumoni
Pertusis
P/ Boleh pulang
Dengan obat :
Ambroxol 3x5 mg
Cefixime 2x50 mg

24
BAB 4
DISKUSI

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, Antonius H. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Edisi II. Jakarta : IDAI,
2011. Hlm 224.
2. Kandun I N. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Dirjen P2PL Departemen
Kesehatan. Jakarta; 2000.
3. Soedarmo, Sumarmo S. Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Pertusis. Buku ajar

infeksi & pediatri tropis.2nded. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2015. h. 331-7.

4. Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 21 vol 1.
Jakarta : EGC, 2019.Hlm

26

Anda mungkin juga menyukai