DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
KETUA KELOMPOK : Alfitra Salam (70600117004)
ANGGOTA :Husnul Khatimah Sanusi (70600117020) (Scriber)
KELOMPOK :Andi Nurfadilah Syam (70600117004)
:Dwi Prihati Ningsih Ikro (70600117008)
:Andi Nurul Hidayah Azzahra (70600117010)
:Muaffikah Putri (70600117017)
:Resky Nursyifah Husain (70600117030)
:Rezky Amalia Basir (70600117032)
:Apriani (70600117037)
:Mulkiyah Zul Fadhilah (70600117039)
Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Berkat limpahan karunia nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Problem
Based Learning tepat pada waktunya.
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada tutor kami yang telah membantu dan membimbing kami, dan kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan PBL Modul ”Nyeri
Perut” ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok III
HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 SKENARIO 1 1
1.2 KATA SULIT 1
1.3 KATA KUNCI 1
1.4 PERTANYAAN 1
1.5 LEARNING OUTCOME 2
1.6 PROBLEM TREE 3
BAB II 4
PEMBAHASAN 4
2.1 ETIOPATOMEKANISME NYERI 4
2.2 DEFINISI DAN KLASIFIKASI NYERI PERUT 8
2.3 ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI REGIO ABDOMEN 10
2.4 ETIOPATOMEKANISME NYERI PERUT KANAN BAWAH 25
DAN HUBUNGANNYA DENGAN GEJALA PENYERTA 25
2.5 HUBUNGAN HAID TIDAK LANCAR DENGAN GEJALA UTAMA 28
2.6 PENDEKATAN DIAGNOSTIK TERHDAP KELUHAN UTAMA 29
2.7 DIAGNOSIS BANDING 32
2.8 INTEGRASI KEISLAMAN 73
BAB III 76
PENUTUP 76
TABEL DIAGNOSA BANDING 76
DAFTAR PUSTAKA iv
Skenario 1
Seorang wanita, usia 25 tahun, datang ke UGD RS dengan nyeri
perut kanan bawah yang dirasakan tiba-tiba 2 jam yang lalu.
Keluhan disertai mual muntah, riwayat demam 2 hari yll, Haid
tidak lancar, VAS 6. BAB/BAK lancar.
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1 – 3 : Nyeri ringan
4 – 6 : Nyeri sedang
7 – 10 : Nyeri berat
Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di antara dada dan region
inguinalis. Nyeri perut bukanlah suatu diagnosis, tapi merupakan gejala dari
suatu penyakit. Nyeri akut abdomen didefinisikan sebagai serangan nyeri
perut berat dan persisten, yang terjadi tiba-tiba serta membutuhkan tindakan
bedah untuk mengatasi penyebabnya. Appley mendefinisikan sakit perut
berulang sebagai serangan sakit perut yang berlangsung minimal 3 kali selama
paling sedikit 3 bulan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Nyeri Viseral
Nyeri iseral terjadi bila terdapat ragsangan pada organ atau struktur
dalam rongga perut, misalnya karena cedera atau radang. Pasien yang
merasaan nyeri viseral biasanya tak daat menunjukkan secara tepat letak
nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya
untuk menunjukkan daerah yng nyeri.
Nyeri Peritoneum
Terjadi apabila rongga peritoneum berisi cairan, darah, atau pus.
Bersifat konstan dan tumpul, membertat bila ada pergerakan atau
palpasi pada permukaan serosa yang mendorong.
Nyeri Kolik
Nyeri Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ
berongga dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ
tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan
intraluminar). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh
jaringan dinding saluran. Karena kontraksi ini berjeda, kolik dirasakan
hilang timbul.
Nyeri somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang
dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietale,
dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti ditsuk atau disayat,
dan pasien dapat menunjukkan letak nyeri dengan jarinya secara tepat.
Rangsangan yang menimbulkaan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan,
rangsangan kmiawi atau proses radang.
ILEUM
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m.
Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium
ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula
2.2.2. FISIOLOGI
1. GASTER
Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan
fungsi motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan
pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain
mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga
mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting yaitu kelenjar
oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada
2.2.3 HISTOLOGI
1. GASTER
Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya
dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu
lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.14
a. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan
muskularis mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina
propia dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-
sumur lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang menutupi
permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah epitel
selapis silindris dan semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina
propia lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi sel
otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan
mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos.14
JEJUNUM
Histologi duodenum bagian bawah, jejunum dan ileum serupa dengan
duodenum bagian atas. Satu-satunya pengecualian adalah kelenjar
duodenal (Brunner); kelenjar ini biasanya terbatas di submukosa pada
bagian atas duodenum dan tidak ditemukan di jejunum dan ileum. Gambar
ini memperlihatkan lipatan permanen dan menonjol plika sirkularis (10)
yang meluas ke dalam lumen jejunum. Bagian tengah plika sirkularis (10)
dibentuk oleh jaringan ikat padat tidak teratur submukosa (3, 15) yang
mengandung banyak arteri dan vena (13). Banyak tonjolan mirip-jari, vili
(12), melapisi plika (10). li antara vili (12) terdapat ruang intervilus (11),
dan di dasar vili (12) terdapat kelenjar intestinal (14) yang berada di lamina
propria (5). Kelenlar intestinal (krlptus Lieberkrihn) (4) bermuara ke ruang
intervilus (11). Di lumen, setiap vilus (12) memperlihatkan epitel (1)
silindris dengan limbus striatus dan sel goblet. Di bawah epitel (1) di
lamina propria (5) terdapat nodulus limfoid (6) dengan pusat germinal.
Berkas serat otot polos dari rnuskularis mukosa (2) meluas di lamina
ILEUM
Ciri khas ileum adalah agregasi nodulus limfoid (5,12) yaitu nodulus
lymphoideus aggregatus submucosus (Peyer's patch) (5,12). Setiap bercak
Peyer adalah agregasi banyak nodulus limfoid yang terdapat di dinding
ileum berseberangan dengan perlekatan mesenterium. Kebanyakan nodulus
limfoid (5,12) memperlihatkan pusat germinal (5). Uodutus limfoid
biasanya menyatu dan batas di antara nodulus menjadi tidak jelas. Nodulus
limfoid (5,12)berasal dar ijaringan limfoid difus lamin apropria(10).Vili
tidak terdapat di daerah lumen usus tempat nodulus mencapai permukaan
mukosa. Nodulus limfoid (5,12) biasanya meluas ke dalam submukosa (6),
menembus muskularis mukosa (13), dan menyebar di jaringan ikat longgar
3. USUS BESAR
Dinding usus besar terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, sub
mukosa, muskularis eksterna dan serosa. Mukosa terdiri atas epitel selapis
silindris, kelenjar intestinal, lamina propiadan muskularis mukosa.Usus
besar tidak mempunyai plika dan vili, jadi mukosa tampak lebih rata
daripada yang ada pada ususkecil. Submukosa di bawahnya mengandung
sel dan serat jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf. Tampak
kedua lapisan otot di muskulus eksterna. Baik kolon tranversum maupun
kolon sigmoid melekat ke dinding tubuh oleh mesenterium, oleh karena
itu, serosa menjadi lapisan terluar pada kedua bagian kolon ini. Di dalam
mesenterium terdapat jaringan ikat longgar, sel-sel lemak, pembuluh
Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik.
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
Epidemiologi
Insiden apendisitis di negara maju lebih tinggi dari pada di negara
berkembang. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya
pada anak kurang dari satu tahun jarang terjadi. Insiden tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada pria
dengan perbandingan 1,4 lebih banyak dari pada wanita.
Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya
disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam
tubuh, tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian
terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E
Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya apendisitis pada lebih
dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan lumen. Beberapa
penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan makan. Faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori belum
dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor lingkungan,
Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan
bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
Gambaran Klinis
Apendisitis biasanya dimulai dengan rasa tidak nyaman yang menetap
dan progresif di bagian tengah abdomen, di daerah epigastrium di
sekitar umbilikalis. Hal ini disebabkan oleh obstruksi dan distensi
apendiks yang merangsang saraf otonom aferen viseral dan membuat
nyeri alih pada daerah periumbilikal (distribusi dari nervus T8 – T10).
Apendisitis diikuti dengan anoreksia dan juga demam ringan (<38,5° C).
Dengan berlanjutnya sekresi cairan musinosa fungsional, terjadilah
peningkatan tekanan intralumen yang menyebabkan kolapsnya vena
drainase. Hal ini mengakibatkan timbulnya sensasi kram yang segera
diikuti oleh mual dan muntah. Sembilan puluh persen pasien anoreksia,
tujuh puluh persen menjadi mual dan muntah, dan sepuluh persen diare.
Ketika inflamasi dari apendiks terus berlanjut dan mencapai bagian luar
apendiks, serabut saraf dari peritoneum parietal akan membawa
informasi spasial tepat ke korteks somatosensori dan setelah peritoneum
parietal terlibat, nyeri yang dihasilkan lebih intens, konstan, dan nyeri
somatik akan terlokalisasi di fossa iliaka kanan, di daerah apendiks yang
mengalami inflamasi tersebut.
Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi
pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada
seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus
vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat
infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau
terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang
meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit
meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi
akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin)
nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat
infeksi pada ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara
peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam
untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram
dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian
cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks.
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainase.
Prognosis
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan
prabedah, serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah. Apendisitis
tak berkomplikasi membawa mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran yang
mencerminkan perawatan prabedah, bedah dan pascabedah yang tersedia
saat ini. Angka kematian pada apendisitis berkomplikasi telah berkurang
dramatis menjadi 2 sampai 5 persen, tetapi tetap tinggi dan tak dapat
diterima (10-15%) pada anak kecil dan orang tua. Pengurangan mortalitas
lebih lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.
Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut
adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung
empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%)
yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu,
sedangkan sebagian kecil kasus kolesititis (10%) timbul tanpa adanya batu
empedu.
Epidemiologi
Kira-kira 10-20% penduduk Amerika memiliki batu empedu, dan
sepertiganya berkembang menjadi kolesistitis akut. Insidensi terjadinya
Patogenesis
Kolesistitis kalkulus akut disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
oleh batu empedu yang menyebabkan distensi kandung empedu. Akibatnya
aliran darah dan drainase limfatik menurun dan menyebabkan iskemia mukosa
dan nekrosis. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan
cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. 1,2
Faktor predisposisi terbentuknya batu empedu adalah perubahan
susunan empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Perubahan
susunan empedu mungkin merupakan faktor terpenting pada pembentukan
batu empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati penderita batu
kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan
cara yang belum dimengerti sepenuhnya. Stasis empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur
tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme sfingter Oddi atau
keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal terutama pada
kehamilan dapat dikaitkan dengan pengosongan kandung empedu yang lebih
lambat. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
Diagnosis
Anamnesis :
Pasien kolesistitis akut memiliki riwayat nyeri hebat pada abdomen
bagian atas yang bertahan dalam beberapa jam hingga akhirnya mereka
mencari pertolongan ke unit gawat darurat lokal. Secara umum, pasien
kolesistitis akut juga sering merasa mual dan muntah serta pasien melaporkan
adanya demam. Tanda-tanda iritasi peritoneal juga dapat muncul, dan pada
beberapa pasien menjalar hingga ke bahu kanan atau skapula. Kadang-kadang
nyeri bermula dari regio epigastrium dan kemudian terlokalisisr di kuadran
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien akut kolesistitis, dapat
ditemukan leukositosis dan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Pada
15% pasien, ditemukan peningkatan ringan dari kadar aspartate
aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), alkali fosfatase
(AP) dan bilirubin jika batu tidak berada di duktus biliaris. 27,31,32
Pemeriksaan pencitraan untuk kolesistitis diantaranya adalah
ultrasonografi (USG), computed tomography scanning (CT-scan) dan
skintigrafi saluran empedu. Pada USG, dapat ditemukan adanya batu,
penebalan dinding kandung empedu, adanya cairan di perikolesistik, dan
tanda Murphy positif saat kontak antara probe USG dengan abdomen kuadran
kanan atas. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.26,32
Komplikasi
Komplikasi yag dapat terjadi pada pasien kolesistitis:
Empiema, terjadi akibat proliferasi bakteri pada kandung empedu yang
tersumbat. Pasien dengan empiema mungkin menunjukkan reaksi toksin dan
ditandai dengan lebih tingginya demam dan leukositosis. Adanya empiema
kadang harus mengubah metode pembedahan dari secara laparoskopik
menjadi kolesistektomi terbuka.
Ileus batu kandung empedu, jarang terjadi, namun dapat terjadi pada batu
berukuran besar yang keluar dari kandung empedu dan menyumbat di ileum
terminal atau di duodenum dan atau di pilorus.
Kolesistitis emfisematous, terjadi ± pada 1% kasus dan ditandai dengan
adanya udara di dinding kandung empedu akibat invasi organisme penghasil
gas seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan Klebsiella sp.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes, lebih sering
pada laki-laki, dan pada kolesistitis akalkulus (28%). Karena tingginya
insidensi terbentuknya gangren dan perforasi, diperlukan kolesitektomi
darurat. Perforasi dapat terjadi pada lebih dari 15% pasien.
Komplikasi lain diantaranya sepsis dan pankreatitis. 28
Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma
tertusuk pisau). Trauma tumpul perut yang mengenai usus lebih sering
ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Perforasi usus karena
obat aspirin, NSAID, steroid, sering ditemukan pada orang dewasa.
Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akuta,
divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang terinflamasi. Appendicitis
akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum perforasi usus pada
pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir yang buruk. Luka
usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh ERCP dan
Epidemiologi
67% kasus kematian perforasi usus diakibatkan oleh appensitis akut yang
kemudian berkembang menjadi perforasi usus.35
Gejala klinik
Nyeri perut hebat tiba tiba yang makin meningkat dengan adanya pergerakan
disertai nausea, vomitus, pneumoperitoneum pada keadaan lanjut disertai demam
dan mengigil.35
Penegakkan Diagnosis
1.) Anamnesis35,36
Keluhan khas (nyeri tiba-tiba dan tajam, muntah), Riwayat trauma,
konsumsi obat, riwayat penyakit appendisitis, ulkus peptikum, colitis
ulseratif, riwayat prosedur bedah
Penatalaksanaan36
Tindakan operatif dengan menstabilkan ABC (airway, breathing,
circulation)
Resusitasi cairan (kristaloid, koloid)
Stop intake oral
Medikamentosa (antibiotic, analgetik)
Pasang kateter
Pasang NGT
Operasi laparatomi
Komplikasi36
Peritonitis
Prognosis35
Baik bila segera ditangani. Namun seringkali perforasi usus dapat
menyebabkan kematian.
Etiologi 38
Patogenesis belum dipahami secara lengkap, tetapi melibatkan infeksi
polimikrobial yang terjadi akibta naiknya flora bakteri dari vagina dan serviks.
Chlamydia trachomatis dan/atau Neisseria gonorrhoeae dapat dideteksi
pada >50% pasien. Patogen ini mungkin bertanggung jawab untuk invasi awal
saluran genitalia atas saluran genitalia atas, dengan organisme –organisme lain
terlibat secara sekunder.
Epidemiologi37
Bagi wanita berusia 16-25 tahun, salpingitis adalah infeksi serius yang
paling umum. Ini mempengaruhi sekitar 11% dari wanita usia reproduktif.
Salpingitis memiliki insiden yang lebih tinggi di antara anggota kelas-kelas
sosial ekonomi rendah. Namun, hal ini dianggap sebagai akibat dari perilaku
seks sebelumnya, beberapa mitra dan kemampuan rendah untuk menerima
perawatan kesehatan yang layak bukan karena faktor resiko independen untuk
salpingitis. Sebagai akibat dari peningkatan risiko karena beberapa mitra,
prevalensi salpingitis tertinggi untuk orang yang berusia 15-24 tahun.
Penurunan kesadaran gejala dan kurang kemauan untuk menggunakan alat
kontrasepsi juga umum dalam kelompok ini, meningkatkan terjadinya
salpingitis.37
Patogenesis37
Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian
tuba fallopi. Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi
pada salah satu tuba fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang lain. Pada
beberapa kasus, salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Mycoplasma,
Staphylococcus, dan Streptococcus. Selain itu salpingitis dapat disebabkan oleh
penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia.
Infeksi ini dapat terjadi sebagai berikut :
- Naik dari cavum uteri
- Menjalar dari alat yang berdekatan sepert dari apendiks yang meradang
- Haematogen terutama salpingitis tuberculosa.
Diagnosis38
Diagnosis dan pemberian terapi awal secara dini sangat penting untuk
memperkecil timbulnya parut paa tuba. Pengobatan yang tepat tidak boleh
diabaikan pada pasien-pasien dengan diagnosis yang masih samar karena
penundaan pada terapi dapat berkembang menjadi parut tuba
Manifestasi klinis penyakit radang panggul (PRP) seringkali kurang
jelas sehingga diagnosis sulit ditegakkan.
Hingga 50% pasien yang memenuhi kriteria klinis dan laboratorium untuk
penyakit radang panggul mengalami proses patologis terpisah (apendisitis,
endometriosis, ruptur massa adneksal) atau panggul normal.
Kultur endoserviks untuk klamidia dan gonorea harus dilakukan pada saat
pasien datang.
Deteksi USG untuk mencari adanya abses, cairan purulen pada
kuldosentesis, dan/atau peningkatan laju endap darah (LED) dapat
membantu.
Metode diagnosis PRP akut paling akurat adalah visualisasi langsung
dengan menggunakan laparoskopi.
Penatalaksanaan38
Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian antibiotic
(sesering mungkin sampai beberapa minggu). Antibiotik dipilih sesuai dengan
mikroorganisnya yang menginfeksi. Pasangan yang diajak hubungan seksual
harus dievaluasi, disekrining dan bila perlu dirawat, untuk mencegah
komplikasi sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual selama masih
menjalani perawatan untuk mencegah terjadinya infeksi kembali. Perawatan
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a.) Antibiotik
Jika keadaan umum baik, tidak disertai demam, Berikan antibiotic seperti :
- Cefotaksitim 2 gr IM, at au
- Amoksisilin 3 gr peroral, atau
- Ampisilin 3,5 per os
Komplikasi39
Komplikasi potensial yang dapat terjadi akibat salpingitis meliputi
ooforitis, peritonitis, piosalping, abses tuboovarium, tromboflebitis septik,
limfangitis, selulitis, perihepatitis, dan abses didalam ligamentum latum,
Infertilitas dimasa depan, dan kehamilan ektopik akibat kerusakan tuba. Tanpa
pengobatan, salpingitis dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk:
- Infeksi lebih lanjut - infeksi dapat menyebar ke struktur di dekatnya,
seperti indung telur atau rahim.
- Infeksi pasangan seks - mitra wanita atau mitra bisa mengontrak bakteri
dan terinfeksi juga.
Pencegahan37
Pencegahan PRP tergantung pertama pada pengawasan infeksi gonokokus
klamidial yang efektif. Metode yang efektif meliputi penyuluhan perubahan
perilaku seksual dan penggunaan kontrasepsi penghalang sementara
menyediakan metode pemeriksaan yang modern untuk menegakkan diagnosis
dan memberikan pengobatan yang efektif terhadap mitra seksual untuk
mengendalikan penyebaran yang lebih jauh. Penurunan popularitas alat dalam
rahim, terutama pada perempuan yang belum pernah melahirkan, tidak
diragukan lagi dapat menolong menurunkan insidensi PRP. Juga mungkin, tapi
belum terbukti, bahwa penggunaan kontrasepsi oral dan penghindaran
pencucian vagina dapat mengurangi risiko PRP.
Epiemiologi
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai
oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Sekitar
44% dari obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang
mengalami 3,4 strangulasi. Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia,
adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun
obstruksi usus strangulasi 3,4 (63%). Adhesi pasca operasi timbul setelah
terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi,
jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan terakhir pasien yang
telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, akan berkembang
adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan salah
satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju, adhesi intraabdomen
merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digestif
yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan obstruksi usus
akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-
75%.
Etiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh
karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari,
tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan
sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini
adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis
metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan
absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul
muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan
keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya
dibandingkan ileus obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjut ke strangulasi
dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif.
Manifestasi Klinis
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam
lumen usus bagian oral dari obstruksi,maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada
obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak,
yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama.
Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai
Diagnosis
a. Anamnesis
obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa adhesi
dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum
berupa syok,oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan
meteorismus dan kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa
kolik yang disertai mual dan muntah.
b. Pemeriksaan fisis
Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau
kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis
kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi
flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan
untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan
kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang
kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi
diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya
pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat
gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya
distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini
mudah membesar.
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus
yang berfungsi (bising usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin
terdengar sangat keras dan bernada tinggi, atau tidak terdengar sama
sekali.
Pertama : agar manusia berfikir tentang kebesaran Allah swt yang telah
menyediakan makanan untuk keperluan hidup manusia. Berkata Imam
Qurtubi dalam tafsirnya ( 20 / 143 ) : “ Maka hendaknya manusia
melihat bagaimana Allah menciptakan makanan untuk manusia… yaitu
makanan yang merupakan kebutuhan pokok hidupnya, bagaimana Allah
menyediakan baginya sarana kehidupan, hal ini agar dia mempersiapkan
diri untuk kehidupan di akherat “.
Di sisi lain Allah menjelaskan bahwa sifat orang yang bertaqwa adalah
mampu menahan kemarahannya yang sedang berkecamuk di dalam
dirinya. Allah berfirman :
PENUTUP
3.2 Kesimpulan
Berdasarkan diskusi yang telah kami lakukan, diperoleh beberapa diffential
diagnosa yang tercantum dalam tabel di atas dan kami memperoleh penyakit
apendisitis sebagai diagnosa yang paling memungkinkan.
23. Sjamsuhidajat R. Buju Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Edisi III.
EGC: Jakarta, 2014.
24. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Penerbit
buku kedokteran EGC: Jakarta, 2005.
25. D J Humes and J Simpson. Acute appendicitis.BMJ Volume : 333,H.530-
534, 2006.
26. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: