Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO C

BLOK 17

Disusun Oleh
KELOMPOK 4
TUTOR: dr. Ardesy Melizah Kurniati, M.Gizi
MODERATOR: Halery Veltivanie
SEKRETARIS: Nur Fatihahemani Bt Mohd. Kamil
SEKRETARIS PAPAN:

Anggota Kelompok:
Muhammad Nurhidayatullah Pascadh (04011181520058)
Nur Fatihahemani Bt Mohd. Kamil (04011381520189)
M. Fadlillah Al Fitrah (04011281520114)
Nopasari (04011181520059)
Muhammad Fitrizal (04011381520089)
Shagnez Dwi Putri (04011181520015)
Muhamad Ikmal Bin Md.Shahrom (04011381520187)
Halery Veltivanie (04011281520119)
Vedhaa Naayyagen K Padamanathan (04011381520192)
Andi Kania Putri Noviami (04011281520120)

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial dalam Blok 17 (Skenario C)
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2015. Di sini kami
membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai
dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan
antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar dari
dosen-dosen pembimbing.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Allah SWT, orang tua,
tutor kami dr. Ardesy Melizah Kurniati, M.Gizi dan para anggota kelompok yang telah
mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam
penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan
mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Palembang, 19 April 2017

Penyusun

Page 2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. 2
Daftar Isi ........................................................................................................................... 3
Skenario............................................................................................................................. 4
I. Klarifikasi Istilah ..................................................................................................... 5
II. Identifikasi Masalah ................................................................................................ 6
III. Analisis Masalah ..................................................................................................... 8
IV. Hipotesis .................................................................................................................. 19
V. Learning Issue.......................................................................................................... 26
VI. Kerangka Konsep..................................................................................................... 49
VII. Kesimpulan............................................................................................................... 50
VIII. Daftar Pustaka.......................................................................................................... 51

Page 3
SKENARIO
Amir, a boy, 13 month, was hospitalized due to diarrhea. Four days before admission, the patient had
non projectile vomiting 6 times a day. He vomited what he ate. Three days before admission the
patient got diarrhea 10 times a day around half glass in every defecation, there was no blood and
mucous/pus in it. The frequency of vomiting decreased. Along those 4 days, he drank eagerly and
was given plain water. He also got mild fever. Yesterday, he looked worsening, lethargy, didnt want
to drink, still had diarrhea but no vomiting. The amount of urination in 8 hours ago was less than
usual. Amirs family lives in slum area.

Physical Examination

Patient looks severely ill, compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHG, RR 38x/m, HR
144x/m regular but weak, body temperature 38,7c, BW 10 kg, BH 75cm

Head: sunken frontanella, sunken eye, no tears drop, and dry mouth.

Thorax: similar movement on both side, retraction (-/-), vesicular breath sound, normal heart sound.

Abdomen: flat, shuffle, bowel sound increases. Liver palpable 1 cm below arcus costa and xiphoid
processus, spleen unpalable. Pinch the skin of the abdomen: very slowly (longer than 2 seconds).
Redness skin surrounding anal orifice.

Extremities: cold hand and feet.

Laboratory Examination

Hb 12,8 g/dl, WBC 14.000/mm3, differential count: 0/1/16/48/35/0.

Urine routine

Macroscopic: yellowish colour,

Microscopic: WBC (-), RBC (-), protein (-), keton bodies (+).

Faeces routine

Macroscopic: water more than waste material, blood (-), mucous (-)

WBC: 4-6/HPF, RBC 0-1/HPF, bacteria (++), Entamoeba coli (+), fat (+)

I. Klarifikasi Istilah

Page 4
No Istilah Definisi

1. Diarrhea Sebuah penyakit disaat tinja atau feses berubah


menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi
paling sedikit 3x dalam 24 jam

2. Non projectile vomiting Muntah yang tidak disertai semburan yang kuat

3. Defecation Proses pengeluaran sisa pencernaan atau feses


melalui anus

4. Pus Cairan kaya protein hasil proses yang mengandung


leukosit, debris seluler, dan cairan encer (liquor
puris)

5. Lethargic Tingkat kesadaran yang menurun dan disertai


pusing, berkurangnya fungsi pendengaran dan apatis

6. Sunken frontanella Bagian lunak diantara belah tengkorak di kepala


bayi (ubun-ubun) yang cekung

7. Sunken eye Bentuk mata yang cekung

8. Retraction Kontraksi yang terjadi pada otot perut dan iga yang
tertarik ke dalam saat menarik napas

9. Shuffle Perut yang lunak atau dengan defans muscular (-)

10 Bowel Sound Suara Bising Usus


.

11. anal orifice Mulut Anus

12 HPF High Power Field (Lapangan Pandang Besar)


.

13 Keton Bodies Tiga senyawa yang diproduksi ketika asam lemak


. dipecah untuk energy dalam hati dan ginjal, larut
dalam air

II. Identifikasi Masalah

No Problem Concern
.

Page 5
1. Amir, a boy, 13 month who lives in slum area, was hospitalized due to *****
worsening diarrhea.

2. Four days before admission, the patient had non projectile vomiting 6 **
times a day. He vomited what he ate.

3. Three days before admission the patient got diarrhea 10 times a day **
around half glass in every defecation, there was no blood and
mucous/pus in it. The frequency of vomiting decreased.

4. Along those 4 days, he drank eagerly and was given plain water. He ***
also got mild fever.

5. Yesterday, he looked worsening, lethargy, didnt want to drink, still had ****
diarrhea but no vomiting. The amount of urination in 8 hours ago was
less than usual.

6. Physical Examination *

Patient looks severely ill, compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50
mmHG, RR 38x/m, HR 144x/m regular but weak, body temperature
38,7c, BW 10 kg, BH 75cm

Head: sunken frontanella, sunken eye, no tears drop, and dry mouth.

Thorax: similar movement on both side, retraction (-/-), vesicular breath


sound, normal heart sound.

Abdomen: flat, shuffle, bowel sound increases. Liver palpable 1 cm


below arcus costa and xiphoid processus, spleen unpalable. Pinch the
skin of the abdomen: very slowly (longer than 2 seconds). Redness skin
surrounding anal orifice.

Extremities: cold hand and feet.

7. Laboratory Examination *

Hb 12,8 g/dl, WBC 14.000/mm3, differential count: 0/1/16/48/35/0.

Urine routine

Page 6
Macroscopic: yellowish colour,

Microscopic: WBC (-), RBC (-), protein (-), keton bodies (+).

Faeces routine

Macroscopic: water more than waste material, blood (-), mucous (-)

WBC: 4-6/HPF, RBC 0-1/HPF, bacteria (++), Entamoeba coli (+), fat
(+)

I. ANALISIS MASALAH

1. Amir, a boy, 13 month who lives in slum area, was hospitalized due to worsening
diarrhea.

a. Apa hubungan usia, jenis kelamin dan lingkungan tinggal Amir dengan diare ?

Tempat tinggal

Higiene sanitasi lingkungan berhubungan dengan proses transmisi infeksi enterik. Higiene-
sanitasi buruk dapat berakibat masuknya bakteri atau virus secara berlebihan ke dalam usus,
sehingga mengalahkan pertahanan tubuh normal dan akan mengakibatkan tumbuhnya bakteri
ataupun infeksi virus.

Usia

Episode diare banyak terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden tertinggi pada
golongan umur 6 11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Sistem pertahanan saluran
cerna pada bayi masih belum matang. Sekresi asam lambung belum sempurna saat lahir dan
membutuhkan waktu hingga beberapa bulan untuk dapat mencapai kadar bakteriosidal dimana kadar
pH<4. Begitu pula dengan barier mukosa berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Ada
perbedaan ikatan mikrovilus terhadap bakteri atau toksinnya serta komposisi mukus intestinal pada
bayi dan dewasa. Perbedaan jumlah flora normal terjadi karena saluran pencernaan awalnya steril

Page 7
dan flora normal saluran cerna berkembang beberapa bulan awal kehidupan. Pada neonatus, produksi
beberapa enzim pencernaan belum berkembang sempurna, misalnya produksi lipase oleh pankreas.

Jenis Kelamin

Laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1
(dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan sebesar 40%.

b. Apa penyebab dari diare yang dialami Amir ?

I. . Infeksi enteral infeksi pada GIT (penyebab utama)


Bakteri : Vibrio cholerae, Salmonella spp, E. coli dll
Virus : Rotavirus (40-60%), Coronavirus, Calcivirus dll
Parasit: Cacing (Ascaris, Oxyuris,dll), Protozoa (Entamoba histolica,Giardia Lambia, dll)
Jamur (Candida Albicans)
II. Infeksi parenteral infeksi di luar GIT (OMA, BP, Ensefalitis,dll)
Faktor malabsorbsi : KH, Lemak, P
Faktor makanan : basi/ beracun, alergi
Faktor psikologis : takut dan cemas

c. Bagaimana fisiologi defekasi ?

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap
kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik
pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses
kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak
menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi parasimpatis

Page 8
Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2
4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal sinyal
parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal
dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu yang duduk ditoilet
atau bedpan, spingter anus eksternal akan tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum.
Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi
secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses.

Defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi yang salah satu refleksnya adalah refleks
intrinsic yang diperantarai oleh system saraf enteric setempat didalam dinding
rectum. Hal ini apat dijelaskan bahwa bila feses memasuki rekrum, distensi dinding
rectum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus
mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic didalam kolon desenden,
sigmoid dan rectum, mendorong feses kearah anus. Sewaktu gelombang paristaltik
mendekati usus, sfingter ani internus direlaksasikan oleh sinyal-sinyal penghambat
dari pleksus mienterikus , jika sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar dan
berelaksasi secara volunter pada waktu yang bersamaan , terjadilah defikasi.
Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya sfingter yang
lemah 20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rectum serta sudut
tajam yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi pergerakan massa ke
rectum, kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi.

Page 9
Pendorongan massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari 1)
sfingter ani interni; 2) sfingter ani eksternus
Refleks Defekasi. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum
mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan
eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah
refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen
menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic
dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika
gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal
penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar
berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu
rectum teregang Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai,
defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter
eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian
defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan
menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan
megontraksikan otot abdomen. Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih
lemah sebagai relfeks defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks
defekasi parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis). Bila ujung saraf dalam
rectum terangsang, sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara
refleks kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut
parasimpatis n. pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang
peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi
intrinsic menjadi proses defekasi yang kuat. Sinyal defekasi masuk ke medula
spinalis menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glottis,
kontraksi otot dinding abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan
saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus
mengeluarkan feses.

d. Bagaimana mekanisme dari diare pada Amir ?

Virus masuk melalui makanan & minuman ke tubuh masuk ke sel epitel usus halus terjadi
infeksi sel-sel epitel yang rusak digantikan oleh enterosit (tapi belum matang sehingga belum

Page 10
dapat menjalankan fungsinya dengan baik) villi mengalami atrofi & tidak dapat mengabsorbsi
cairan & makanan dengan baik meningkatkan tekanan koloid osmotik usus hiperperistaltik
usus cairan & makanan yang tidak terserap terdorong keluar.

e. Bagaimana klasifikasi dari diare pada anak ?

Berdasarkan berat ringannya

- Ringan : 1-2 x/hari

- Sedang: 3-7 x/hari

- Berat : >8 x/hari

Berdasarkan isi dari muntah

- Apa yang baru saja dimakan

- Hematemesis, muntah yang bercampur darah

- Cairan empedu, bisa ikut termuntah bila kontraksi duodenum yang terjadi pada muntah yang

parah

- Muntah fekal, terjadi pada obstruksi saluran cerna atau fistula.

Berdasarkan proses terjadinya

- Muntah non-proyektil (tidak menyemprot): muntah yang melalui 3 fase yaitu fase nausea,

fase retching, dan diakhiri fase ekspulsi atau vomition.

- Muntah proyektil (menyemprot): muntah yang tidak melalui ketiga fase pada muntah non

proyektil.

Klasifikasi Tanda dan Gejala

Dehidrasi Berat Dua atau lebih tanda berikut:

(kehilangan cairan >10% berat Kondisi umum lemah, letargis/tidak


badan) sadar

Page 11
Ubun-ubun besar, mata sangat

Malas minum/tidak dapat minum

Cubitan perut kembali sangat


lambat (2 detik)

Dehidrasi Ringan-Sedang Dua atau lebih tanda berikut :

(kehilangan cairan 5-10% berat Rewel, gelisah, cengeng


badan)
Ubun-ubun besar, mata sedikit
cekung

Tampak kehausan, minum lahap

Cubitan perut kembali lambat

Tanpa Dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda untuk


diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat
(kehilangan cairan <5% berat
atau ringan
badan)

(World Health Organization, 2009)

Tabel 2. Klasifikasi diare berdasarkan waktu

Klasifikasi Tanda dan Gejala

Diare Akut Diare yang berlangsung <14 hari (umumnya < 7


hari)

Diare Kronik Diare yang yang berlangsung >14 hari

Klasifikasi diare berdasarkan mekanisme patofisiologi menurut Kemenkes RI tahun 2011 :

1) Diare Sekretorik (secretory diarrhea)

Disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorpsi
natrium oleh villus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat.
Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik

Page 12
ditemukan pada diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus oleh
toksin, misalnya toksin E. Coli atau V. Cholera

2) Diare Osmotik (osmotic diarrhea)

Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk
mempertahankan tekanan osmotik antara lumen lumen usus dan cairan ekstrasel. Oleh karena itu,
bila di lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap akan menyebabkan
diare. Bila bahan tersebut adalah larutan isotonik, air atau bahan yang larut maka akan melewati
mukosa usus halus tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare.

f. Apa saja factor yang dapat memperburuk diare berdasarkan kasus ?

Faktor resiko yang meningkatkan transmisi enteropatogen :

1. Tidak cukup tersedianya air bersih

2. Tercemarnya air oleh tinja

3. Tidak ada / kurangnya sarana MCK

4. Higiene per orangan dan penyediaan makanan tidak higieni

5. Cara penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol dan
terlalu cepat diberi makanan padat)

6. Beberapa faktor resiko pada pejamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap
enteropatogen di antaranya adalah :

- Malnutrisi

- BBLR

- Imunodefisien

- Imunodepresi

- Rendahnya kadar asam lambung

- Peningkatan motilitas usus

Page 13
- Faktor genetik

Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :

a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan pada
bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi
AsI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh Kuman ,
karena botol susah dibersihkan

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu
kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,

d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada
saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak
tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum
makan dan menyuapi anak,

f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa tinja bayi
tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar
sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia

g. Bagaimana pertolongan pertama pada kasus Amir ? (ikmal, al)

2. Four days before admission, the patient had non projectile vomiting 6 times a day. He
vomited what he ate.

a. Apa perbedaan dari projectile vomiting dengan non-projectile vomiting ? (Nova, vanie)

Muntah non-proyektil (tidak menyemprot): muntah yang melalui 3 fase yaitu fase nausea,
fase retching, dan diakhiri fase ekspulsi atau vomition.

Page 14
Muntah proyektil (menyemprot): muntah yang tidak melalui ketiga fase pada muntah non
proyektil. Contohnya seperti pada stenosis pilorus hipertrofi, biasanya setelah makan, bisa jadi
muntahan keluar melalui hidung.

b. Bagaimana mekanisme muntah terkait kasus ?

Muntah terjadi setelah adanya rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah (vomiting center,
VC) atau pada zona pemicu kemoreceptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ) yang berada di sistim
syaraf pusat (central nervous system). Pusat-pusat koordinasi muntah ini dapat diaktifkan oleh
berbagai cara. Muntah yang terjadi karena stress fisiologis, berlangsung karena adanya sinyal yang
dikirimkan melalui lapisan otak luar danlimbic system ke pusat muntah (VC). Muntah yang
berhubungan dengan gerakan terjadi jika VC distimulasi melalui sistim pengaturan otot
(vestibular atauvestibulocerebellar system) dari labirin yang terdapat pada telingan bagian
dalam. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal (jaringan syaraf otak sampai tulang
ekor) dideteksi oleh CTZ. Ujung syaraf dan syaraf-syaraf yang ada didalam saluran pencernaan
merupakan penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung dan tertundanya
proses pengosongan lambung.

Virus tersebut menginfeksi saluran pencernaan atas sehingga memunculkan gerakan antiperistaltik
yang kuat pada lambung dan merangsang reseptor muntah.

c. Apa penyebab dari muntah terkait kasus ?

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis,
keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang
didapatkan takikardi, peningkatan suhu tubuh dan leukositosis serta adanya faktor risiko lingkungan
yang kumuh, maka kemungkinan terbesar diare disebabkan karena adanya infeksi.

Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 60%) sedangkan virus lainya
ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus.

Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus,
Compylobacter jejuni, Clostridium defficile,Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas,
Shigelloides, Salmonella spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica,
Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis,

Page 15
Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski,
Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercorlis, dan trichuris trichiura.

d. Mengapa muntah pada amir muncul sebelum terjadi diare ?

Pada kasus ini terjadi infeksi virus (kemungkinan besar Rotavirus), sesudah masa inkubasi
kurang dari 48 jam biasanya terjadi demam ringan sampai sedang dan muntah yang disertai dengan
mulainya tinja cair yang sering. Muntah dan demam khas mereda selama hari kedua atau ketiga
sakit, tapi diare sering masih berlanjut dan biasanya makin menjadi-jadi. Tinja tanpa sel darah merah
atau darah putih yang nyata. Dengan terjadinya muntah dan diare yang berat dapat meningkatkan
resiko terjadi dehidrasi karena kekurangan cairan tubuh seperti pada kasus ini. Dehidrasi memburuk
dengan cepat, terutama pada bayi, sehingga dapat mencapai dehidrasi berat yang dapat dilihat dari
tanda-tanda pada pasien ini.

e. Apa dampak dari muntah ?

Berdasarkan kesimpulan dari kasus Amir menderita diare yang mengakibatkan terjadinya
dehidrasi berat. Keadaan ini akan mengakibatkan hilanganya banyak cairan dan elektrolit yang
berujung pada kematian. Kehilangan cairan dan elektrolit pada muntah terjadi karena keluarnya isi
cairan perut sedangkan pada diare kehilangan elektrolit disebabkan karena absorpsi natrium dan
glukosa rusak karena sel pada villi yang terinfeksi virus mati dan digantikan sel kripta imatur yang
tidak melaksanakan fungsi absorbsi. Sementara enterosit juga terinfeksi, enzim-enzim pencernaan
seperti sukrase dan isomaltase juga menurun. Ketika gula terakumulasi, gradien osmotik lebih
semakin meningkatkan sekresi cairan ke dalam lumen yang memperparah keadaan dehidrasi pada
Amir

3. Three days before admission the patient got diarrhea 10 times a day around half glass in
every defecation, there was no blood and mucous/pus in it. The frequency of vomiting
decreased.

a. Apa saja organ yang terkait ? (nova, vanie)

b. Mengapa pada hari ketiga frekuensi muntah pada Amir menurun?

Page 16
- Hal itu terjadi karena infeksi sudah sampai ke ujung distal ileum dan kolon, dimana disana
sudah tidak ada lagi saraf-saraf yang berespon terhadap muntah. Saraf-saraf yang berespon terhadap
muntah terdapat di lambung dan duodenum. Banyak kehilangan elektrolit dari diare yang dialami
serta tidak adekuat suplai cairan pengganti elektrolit yang diberikan (hanya air biasa), membuat amir
berada dalam keadaan hyponatremia. Keadaan ini, menghambat rangsangan terjadinya muntah.
Berangsue-angsur keluhan muntah berkurang. Muntah dan diare pada kasus ini bila tidak ditangani
dengan baik dapat berujung pada syok hipovolemik, multiple organ failure, dan kematian.

c. Apa dampak dari diare 10 kali per hari dengan jumlah sekitar setengah gelas setiap defekasi ?
(1 gelas = 250 ml)

Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat mengakibatkan berbagai macam
komplikasi, yaitu:

Dehidrasi : ringan, sedang, dan berat.

Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang.

Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala meteorismus
(kembung perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung dan usus),
hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.

Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.

Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus.

Kejang terutama pada hidrasi hipotonik.

Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan
(masukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah)

d. Apa makna klinis dari tidak ada darah dan mucus/pus ?

Diare yang disertai darah dan mukus pada feses disertai tenesmus, nyeri perut, dan demam disebut
sindrom disentri. Dengan karakteristik berupa feses dengan pus, mukus, atau darah karena
kerusakan mukosa.

Page 17
Tidak adanya darah maupun mukus pada feses dalam kasus ini menunjukkan tidak terjadinya
kerusakan dinding usus seperti nekrosis dan ulserasi. Kejadian ini biasanya disebabkan oleh bakteri
invasif. Dengan begitu, dalam kasus ini tidak adanya darah maupun mukus pada feses menunjukkan
diare disebabkan oleh virus (rotavirus).

4. Along those 4 days, he drank eagerly and was given plain water. He also got mild fever.

a. Apa yang menyebabkan amir minum dengan lahap selama 4 hari?

Muntah bisa menyebabkan dehidrasi. Pada awalnya, dehidrasi merangsang pusat haus di otak supaya
ditingkatkan pengambilan cecair. Sekiranya dehidrasi bertambah berat, air akan berpindah dari
dalam sel ke dalam aliran darah untuk mengekalkan volume darah dan tekanan darah. Apabila
dehidrasi berterusan, jaringan tubuh akan mengering, dan sel akan mengkerut dan tidak berfungsi.
Simptom dehidrasi ringan dan sedang adalah haus, keringat berkurang, elastilitas kulit menurun,
produksi urin menurun dan mulut kering.

b. Apa efek dari pemberiaan air putih terhadap Amir ?(nova, Vanie)

c. Bagaimana mekanisme demam ringan terkait kasus ?

Demam ringan merupakan respon sistemik terhadap terjadinya suatu infeksi, dalam hal ini infeksi
Rotavirus. Infeksi mengakibatkan peningkatan sekresi sitokin (pirogen endogen) yang merupakan
pemicu sekresi asam arakidonat yang merupakan prekusor dari pembentukan prostaglandin.
Pembentukan prostaglandin E2 akan merubah set point di hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh.

5. Yesterday, he looked worsening, lethargy, didnt want to drink, still had diarrhea but no
vomiting. The amount of urination in 8 hours ago was less than usual.

a. Apa makna klinis dari diare yang semakin berat, letargi dan tidak mau minum ?(Adit Fadil)

b. Mengapa diare tidak disertai muntah ? (ikmal, al)

c. Mengapa pada 8 jam yang lalu produksi urin berkurang ?

Berkurangnya H2O bebas dan kelebihan H2O bebas menstimulasi osmoreseptor hipotalamus yang
terletak dengan sel penghasil vasopressin dan rasa haus. Osmoreseptor memantau osmolaritas cairan

Page 18
tubuh dan ketika osmolaritas meningkat (penurunan kadar H2O) terjadi perangsangan sekresi
vasopressin. Vasopresin meningkatkan permeabilitas tubulus distal pada ginjal sehingga reabsorbsi
meningkat. Pada akhirnya, volume urin yang dikeluarkan menurun. Normalnya 400-500 ml urin/
hari.

Jumlah urin 8 jam terakhir lebih sedikit dari biasa dikarenakan kompensasi tubuh terhadap kondisi
diare dengan dehidrasi berat (output > input) yang meyebabkan :

1.penurunan cardiac output, perfusi ke ginjal menurun

2.osmolaritas plasma menurun dan sekresi ADH meningkat dan terjadi retensi urin di tubulus
kolektivus pars kortikal sampai duktus kolektivus pars medial

3.Hal ini yang menyebabkan urin berkurang 8 jam lalu.

Diare osmotik > cairan plasma tertarik ke dalam lumen > penurunan volume cairan > volume darah yang
difiltrasi ginjal menurun > volume urine berkurang

d. Bagaimana mekanisme dari letargi ?

Diare menyebabkan elektrolit menurun saraf, kontraksi otot, absorbsi menurun penurunan
kesadaran

e. Apa factor yang menyebabkan Amir tidak mau minum ?

Amir menderita dehidrasi berat yang merupakan salah satu komplikasi dari diare akut yang dia
derita. Cairan dan nutrisi pada Amir sudah terlalu banyak keluar melalui muntah dan diare sehingga
salah satu kompensasi tubuh adalah tidak muntah lagi. Sedangkan tidak mau minum merupakan
penanda adanya dehidrasi berat pada Amir.

6. Physiscal Examination

Patient looks severely ill, compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHG, RR 38x/m, HR
144x/m regular but weak, body temperature 38,7c, BW 10 kg, BH 75cm

Page 19
Head: sunken frontanella, sunken eye, no tears drop, and dry mouth.

Thorax: similar movement on both side, retraction (-/-), vesicular breath sound, normal heart
sound.

Abdomen: flat, shuffle, bowel sound increases. Liver palpable 1 cm below arcus costa and
xiphoid processus, spleen unpalable. Pinch the skin of the abdomen: very slowly (longer than 2
seconds). Redness skin surrounding anal orifice.

Extremities: cold hand and feet.

a. Bagaimana Interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik ?

Hasil Pemeriksaan Kriteria Normal Interpretasi

Lethargic Compos Mentis tanpa Abnormal


kelemahan

BP 70/50 mmHg 99/65 mmHg (1-4 tahun) Hipotensi

RR 38x/m 25-50x/ menit (1-2 tahun) Normal

HR 144 x/m regular but weak 110x/ menit (1-2 tahun) Takikardi

body temperature 38,7 C 36,5-37,5 C Hipertermis/ febris

BW 10 kg, BH 75 cm 8.0 - 12.1 (berat WHO 3-97 Gizi Baik


persen)

72.4 - 81.5 (Panjang badan


WHO 3-97 persen)

Head

sunken Frontanella Tidak cekung Abnormal (Gejala dehidrasi)

sunken eye Tidak cekung

no tears drop Ada air mata

dry mouth Tidak kering

Thorax

similar movement on both side, - Normal (Tidak ada gangguan


retraction (-/-), vesicular breath pada jantung dan paru)
sound, normal heart sound

Abdomen

Page 20
Flat & Shuffle - Normal

bowel sound increases Bising usus 2-6x/ menit Abnormal (motilitas usus
meningkat)

Liver is palpable 1 cm below arcus Liver is unpalpable Hepatomegali (disebabkan


costa and xiphoid processus oleh malabsorbsi yang
berujung pada malnutrisi)

spleen unpalpable - Normal

Pinch the skin of the abdomen: very Cubitan kulit cepat kembali Turgor kulit melambat
slowly (longer than 2 seconds) (gejala dehidrasi)

Redness skin surrounding anal Tidak ada kemerahan di Abdormal (Bisa karena zat-
orifice sekitar orificium anal zat iritan dari feses)

Extremities

cold hand and feed Warm hand and feed Abnormal (Perfusi Oksigen
ke Jaringan menurun akibat
hipotensi)

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas hasil pemeriksaan fisik ?

Demam

Karena adanya kerusakan pada epitel epitel usus yang menyebabkan terjadinya inflammasi ,
inflammasi ini akan memberikan respon imun kepada tubuh dengan melepaskan sitokin, sitokin ini
nantinya akan menyebabkan naiknya set point pada hipothalamus (melalui jalur asam arakidonat)
maka terjadilah demam

Hipotensi

Penurunan dari volume darah, akan menurunkan cardiac output. Dimana Blood Pressure sendiri
adalah cardiac output x resistensi perifer

Mata cekung

Dehidrasi menyebabkan jaringan lunak di belakang mata mengering dan menyusut sehingga mata
akan tertarik ke dalam.

Mulut kering dan tidak ada air mata

Page 21
Anak yang menderita dehidrasi, sehingga produksi cairan tubuh juga akan berkurang

Bowel sound increase

Keadaan ini terjadi karena makanan dan cairan tidak dapat diabsorbsi dengan baik. Akibatnya akan
terjadi peningkatan tekanan koloid osmotic dalam lumen usus yang kemudian merangsang
hiperperistaltik usus untuk mendorong makanan dan cairan yang tidak dapat dicerna keluar dari usus.

Turgor > 2 detik

Pada bagian bawah kulit terdapat jaringan elastin yang berisi cairan, jika terjadi dehidrasi maka
cairan yang mengisi jaringan elastin tersebut juga ikut berkurang sehingga timbullah manifestasi
klinis turgor (+).

Redness skin surrounding anal orifice

Warna kulit kemerahan di sekitar anus ini terjadi karena adanya iritasi akibat seringnya defekasi dan
perubahan derajat keasaman feses yang menjadi lebih asam karena adanya malabsorbsi dari glukosa
yang menyebabkan terjadinya perubahan glukosa menjadi asam yang dirubah oleh bakteri bakteri
pada usus. yang tidak mampu direabsorbsi oleh usus selama diare.

Extremities: cold hand and feet

Dehidrasi yang menyebabkan berkurangnya Cardiac output. Karena berkurangnya kardiak output ini,
maka perfusi darah ke seluruh jaringan akan berkurang, dan tubuh akan mengorbankan bagian yang
dianggap kurang penting ( seperti telapak tangan dan telapak kaki) demi menjaga perdarahan vital
organ yang lainnya.

7. Laboratory Examination

Hb 12,8 g/dl, WBC 14.000/mm3, differential count: 0/1/16/48/35/0.

Urine routine

Macroscopic: yellowish colour,

Microscopic: WBC (-), RBC (-), protein (-), keton bodies (+).

Faeces routine

Page 22
Macroscopic: water more than waste material, blood (-), mucous (-)

WBC: 4-6/HPF, RBC 0-1/HPF, bacteria (++), Entamoeba coli (+), fat (+)

a. Bagaimana Interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium ?

Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

Hb 12,8 g/dl 10,5 -13,5 g/dl Normal

WBC 14.000/mm3 6-18.000 /mm3 Normal

Diff. Count Basofil : 0 1 (%) Normal


0/1/16/48/35/0 Eosinofil : 1 4 (%)
Normal
Batang : 2 5 (%)
Segmen : 50 70 (%) Meningkatkarena adanya infeksi
Limfosit : 20 40 (%)
Normal
Monosit : 0 6 (%)
Normal

Normal

Urine Kuning Normal

Macroscopic : WBC (-) Normal


yellowish colour
RBC (-) Normal
Microscopic : WBC
Protein (-) Normal
(-), RBC (-), protein
(-).

Faeces Agak lunak dan Tidak Normal


Macroscopic: water berbentuk
more than waste
darah (-)
material, blood (-), Normal
mucous (-) mucous (-)
Normal
WBC: 2-4/HPF, RBC
WBC : -
0-1/HPF Tidak Normal
RBC : -
Normal

Page 23
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas hasil pemeriksaan laboratorium ?

Mekanisme abnormal dari neutrofil batang:


Perubahan struktur mukosa usus halus pemendekan vili sehingga terdapat infiltrat sel sel radang
mononuklear di lamina propria.
Reaksi inflamasi sekresi kemokin (IL-8 dan granulosit stimulating colony) neutrofil meningkat
(shift to the left)
Neutrofil merupakan sel yang paling banyak jumlahnya pada sel darah putih dan berespon lebih
cepat terhadap inflamasi dan sisi cedera jaringan daripada jenis sel darah putih lainnya. Pada kasus
ini dari hitung jenis, neutrofil meningkat menandakan infeksi akut (shift to the left). Neutrofil batang
adalah neutrofil yang immatur yang dapat bermultiplikasi dengan cepat selama infeksi akut sehingga
pada kasus ini, neutrofil batang meningkat karena diare yang dialami oleh Amir merupakan diare
akut.

Pada Urin didapatkan badan keton karena diduga telah terjadi lipolisis akibat rendahnya
glukosa yang ada dalam darah, sehingga menghasilkan zat sisa yang lainnya yaitu badan keton.
Perubahan makroskopis tinja terjadi karena kemungkinan adanya infeksi dari Rotavirus.
Pada diare karena infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh
toksin Rotavirus. Hal ini disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang
terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus
atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit
dari tubuh sebagai tinja cair.
Adanya sedikit WBC menunjukkan bahwa adanya mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi yang terjadi di saluran cerna.
Adanya sedikit RBC menunjukkan bahwa ada sedikit pendarahan di saluran cerna akibat
dari infeksi yang mungkin merusak mukosa dinding usus sehingga mengakibatkan adanya ditemukan
RBC.
Adanya bacteri dan Entamoeba Coli menunjukkan bahwa keadaan masih normal, karena
mereka merupakan flora normal usus.

c. Bagaimana hubungan Entamoeba coli dengan keluhan terkait kasus ?

Entamoeba coli adalah spesie non-patogenik dan merupakan flora normal di saluran pencernaan
manusia. Tidak ada hubungan antara Entamoeba coli dan diare.

Page 24
8. Aspek Klinis

a. DD

Diare
a. DD

Diare akut Disentri Kolera


Diare + + +
Berbau akasia
Muntah +/- +/- +
Darah di tinja -/+ + +
Demam +/- + +
TD
RR Takipnea Takipnea Takipnea

HR Takikardi Takikardi Takikardi


Mata cekung + + +

Turgor + + +

Merah di sekitar anus + + +

b. Penegakan Diagnosis

c. WD

Dehidrasi berat disebabkan oleh diare akut dengan penyebab kemungkinan besar Rotavirus.

Page 25
d. Epidemiologi

Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus
kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5
7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 5 episode per anak
per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka
kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila
dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan
penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian
bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 2. Diare
pada anak merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak
terdapat pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3
juta poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat.

e. Etiologi

Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis,
keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi diare pada 25 tahun yang lalu
sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya diketahui. Pada
saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi.

Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 60%) sedangkan virus lainya
ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus.

Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus,
Compylobacter jejuni, Clostridium defficile,Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas,
Shigelloides, Salmonella spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica,
Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis,
Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski,
Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercorlis, dan trichuris trichiura.

Tabel 1. Etiologi Diare Akut

Page 26
Infeksi

1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia entreo colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus,
VNAG, Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas,
Aeromonas, Proteis, dll
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus (CMV), echovirus , virus HIV
Parasit Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporadium parvum, Balantidium coli.
Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichura, S.
Sterocoralis, cestodiasis dll
Fungus: Kardia/moniliasis
2. Parenteral: Otitits media akut (OMA), pneumonia, Travelers diartthea:
E.Coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll
Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat,
makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B. Cereus,
S. aureus, Streptococcus anhaemohytivus, dll
Alergi: susu sapi, makanan tertentu
Malabsorpsi/maldifesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, galaktosa,
fruktosa), disakarida(laktosa, maltosa, sakarosa), lemak: rantai panjang
trigliserida, protein: asam amino tertentu, celiacsprue gluten
malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin &mineral

Imunodefisiensi
Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi
radiasi
Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropatik diabetik)

Tabel 2. Etiologi Diare kronik berdasarkan patofisiologi

Jenis Diare Etiologi

1. Diare osmotic A. Eksogen


1. Makanan cairan yang aktif osmotik, sulit
diabsorbsi seperti katartik sulfat dan fosfat,
antasida, laktulosa dan sorbitol
2. Obat-obatan lain: kolkisin, paraamino asam
salisilac, antibiotika, anti kanker, anti
depresan, anti hipertensi, anti konvulsan,
obat penurun kolesterol, obat diabetes
mellitus, diuretika, theofilin
B. Endogen
1. Kongenital: kelainan malabsorpsi spesifik,
penyakit malabsorpsi umum
2. Didapat: kelainan malabsorpsi spesifik,

Page 27
penyakit malabsorpsi umum
A. Infeksi
B. Neoplasma: Gastrinoma, sindrom Zollinger
Ellison, Ca meduler tirois, Adenoma Vilosa,
Kolera pankreatik/vasoaktif intersinal
polypeptide (vipoma), yumor/sindrome karsinoid
2. Diare sekretorik C. Hormon & Neurotransmiter:Secretine,
Prostaglandin E, Cholecystokinine, Kolinergik,
Serotonin, Calcitonine, Gastric Inhibitory
Polipeptide, Glukagon, Substansi P
D. Katartik: hidroksi asam empedu (asam
dioksilat dan kenodioksilat) dan hidroksi asam
lemak (resinoleat kastroli)
E.Kolitis mikroskopik (limfositik), kolagen
F. Lain-lain: Dioctyl natrium sulfosuccinaat, diare
asam empedu karena pasca kolesistektomi,
reseksi ileum terminal, alergi makanan,
enterokolitis iskemik
A. Maldigesti intraluminal: Sirosis hati,
obstruksi saluran empedu, pertumbuhan bakteri
yang berlebihan (Bacterial overgrowth),
insufisiensi eksokrin pankreas, insufisiensi
endokrin pankreaik kronik, fibrosis kistik,
somatostatinoma
B. Malabsorpsi mukosa: Obat, penyakit
infeksi, penuakit sistem imun (systemic
mastocytosis, gastroenteritis eosinofilik), spru
tropik, spru seliak, dermatitis herpetiformis,
penyakit Whipple, Abetalipoprote inemia
3. Malabsorbsi asam C. Obstruksi pasca mucosa: limflangiektasia
empedu, malansorbsi intestinal kongenital atau didapat karena trauma,
lemak limfoma, karsinoma atau penyakit Whipple
D. Campuran: sindrom usus pendek (short
bowel), penyakit metabolik (tirotoksikodid,
indufisiensi adrenal, malnutrisi protein-kalori),
enterokolitis radiasi
A. Infeksi usus
B. Kongenital:
1. Diare klorida kongenital
2. Diare karena kelainan transpor Na+ usus
Sindrom kolon iritabel (psikogen), hipertiroid,
diabates melitus dengan polineuropati otonom,
skleroderma, amiloidosis, pasca reseksi lambung
dan vagotomi, sindrom karsinoid, obat prostigmin

A. Penyakit seliak
B. Penyakit usus inflamatorik
C. Infeksi usus
Kolitis ulseratif, Penyakit Srohn, Amubiasis,
4. Defek pada sistem
Shigelasis, Kampilobakteriasis, Yersiniasis,

Page 28
pertukaran anion/transport Enterokolitis radiasi, Gandidiasis, TB usus, Kanker
elektrolit aktif di enterosit usus, Kolitis pseudomembran
5. Motilias dan waktu transit
usus abnormal

6. Gangguan permeabilitas
usus

7. Eksudasi cairan, elektrolit


dan mukus berlebihan

f. Faktor Resiko

Risiko utama adalah kontaminasi lingkungan dan meningkatnya paparan enteropatogen. Risiko
tambahan adalah umur yang muda, imunodefisiensi, measles, malnutrisi, dan pemberian ASI yang
tidak sesuai dengan anjuran (<6 bulan). Malnutrisi meningkatkan risiko diare dan kematian. Risiko
tertinggi umumnya ada pada anak dengan defisiensi mikronutrein seperti defisiensi Vitamin A dan
zink yang dapat meningkatkan derajat mortilitas pada anak yang mengalami diare, pneumonia dan
malaria sekitar 13-21%.

Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman

enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :

a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih
besar dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar.

b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh


Kuman , karena botol susah dibersihkan

c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,

d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi

Page 29
kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak,

f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia

Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya diare.

Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v
cholerae

b. Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.

c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat
dari penurunan kekebalan tubuh penderita.

d. Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung


sementara, misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy
Syndrome ) pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang
tidak parogen dan mungkin juga berlangsung lama,

e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )

3) Faktor lingkungan dan perilaku :

Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor yang dominan,
yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi bersamadengan

Page 30
perilaku manusia Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman,
maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

g. Klasifikasi

Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi atas infeksi dan
non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obat-obatan dan lain-lain. Penyebab
infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan non infeksi karena alergi, radiasi.

Diare terdiri dari beberapa jenis yang dibagi secara klinis, yaitu :

Diare cair akut (termasuk kolera), berlangsung selama beberapa jam atau hari. mempunyai
bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan juga dapat terjadi jika makan tidak
dilanjutkan.

Diare akut berdarah, yang juga disebut disentri, mempunyai bahaya utama yaitu kerusakan
mukosa usus,sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi seperti dehidrasi.

Diare persisten, yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya utamanya adalah
malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi.

Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) mempunyai bahaya utama adalah
infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung dan kekurangan vitamin dan mineral.

h. Patogenesis

Diare terjadi karena adanya gangguan proses absorpsi dan sekresi cairan serta elektrolit di dalam
saluran cerna. Pada keadaan normal, usus halus akan mengabsorbsi Na+, Cl-, HCO3-.
Timbulnya penurunan dalam absorpsi dan peningkatan sekresi mengakibatkan cairan berlebihan
melebihi kapasitas kolon dalam mengabsorpsi.Mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh faktor
mukosa maupun faktor intra luminal saluran cerna. Faktor mukosa dapat berupa perubahan
dinamik mukosa yaitu adanya peningkatan cell turnover dan fungsi usus yang belum matang
dapat menimbulkan gangguan absorpsi-sekresi dalam saluran cerna. Penurunan area permukaan
mukosa karena atrofi vilus, jejas pada brush border serta pemotongan usus dapat menurunkan

Page 31
absorpsi. Selain itu, gangguan pada sistem pencernaan (enzim spesifik) atau transport berupa
defisiensi enzim disakaridase dan enterokinase serta kerusakan pada ion transport (Na+/H+,
Cl-/HCO3-) juga menimbulkan gangguan absorpsi. Faktor-faktor dalam intraluminal sendiri juga
ikut berpengaruh, seperti peningkatan osmolaritas akibat malabsorpsi ( defisiensi disakaridase)
dan bacterial overgrowth. Insufisiensi pankreatik eksokrin, defisiensi garam empedu dan
parasit adalah faktor intra luminal lain penyebab penurunan absorbsi. Sedangkan
peningkatan sekresi disebabkan oleh toksin bakteri ( toxin cholera, E. coli), mediator inflamasi
( eicosanoids, produk sel mast lain), asam empedu dihidroksi, asam lemak hidroksi dan obat-obatan.

i. Patofisiologi

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan
Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan
manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang
menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam,
tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis
ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan
volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama
sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat
cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik,
sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat
diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.
Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun
sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin
kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik.
Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat
menyebabkan diare sekretorik.

Page 32
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus
besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti
gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain
adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini
terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua
mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri
menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi
bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri
pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat
mengatasi pertahanan mukosa usus.

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili
dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis,
disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada
enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC) .

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan
gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan
arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat
pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga
adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari
ETEC atau EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi
multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi
intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella
juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan

Page 33
menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain
bersifat invasif misalnya Salmonella.

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang
bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli
(EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik,
kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis
sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5
subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP
intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat
Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase,
fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.

Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural 5-HT pada
saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron
sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan
refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik,
interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan
pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka
kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik
pada enterosit.

j. Manifestasi Klinis

Page 34
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan
asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air
dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari
5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan dhidrasi berat bila penurunan
lebih dari 10%.

Derajat Dehidrasi

Keadaan Estimasi
Gejala & Mulut/
Mata Rasa Haus Kulit BB % def.
Tanda Umum Lidah
cairan

Minum
Tanpa Turgor
Baik, Sadar Normal Basah Normal, Tidak <5 50 %
Dehidrasi baik
Haus

Dehidrasi
Gelisah Tampak Turgor
Ringan Cekung Kering 5 10 50100 %
Rewel Kehausan lambat
-Sedang

Letargik, Sangat Turgor


Dehidrasi Sangat Sulit, tidak
Kesadaran cekung dan sangat >10 >100 %
Berat kering bisa minum
Menurun kering lambat

Sumber : Sandhu 2001

Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu : dehidrasi


hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema (130m 150 mEg/L) dan dehidrasi
hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi adalah tipe iso natremia (80%)
tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya 15 % adalah diare hipernatremia dan 5%
adalah diare hiponatremia.

Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis metabolik dengan
anion gap yang normal ( 8-16 mEg/L), biasanya disertai hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat
serum terdapat pula penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan

Page 35
untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru
(pernapasan Kussmaul) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak
yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan
bayi. Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan
akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.

Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa , sehingga pada keadaan
asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia. Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan
perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia.
Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan
dan otot pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan pernapasan.
Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG mnunjukkan
gelombang T yang mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan
K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal yang
berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal

k. Pemeriksaan Penunjang

l. Tata Laksana

a. Tanpa Dehidrasi

Beri cairan tambahan, sebagai berikut:

1. Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu untuk menyusui anaknya lebih sering dan lebih
lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak mendapat ASI eksklusif, beri larutan oralit atau
air matang sebagai tambahan ASI dengan menggunakan sendok. Setelah diare berhenti,
lanjutkan kembali ASI eksklusif kepada anak, sesuai dengan umur anak.

2. Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan dibawah ini:

larutan oralit

cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)

air matang

Page 36
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan tambahan sebanyak yang
anak dapat minum:

Untuk Anak Berumur < 2 Tahun, Beri + 50100 Ml Setiap Kali Anak BAB

Untuk Anak Berumur 2 Tahun Atau Lebih, Beri + 100200 Ml Setiap Kali Anak BAB.

b. Dehidrasi Ringan Sedang

Page 37
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral sesuai dengan
defisit yang terjadi dalam 3 jam pertama, namun jika gagal dapat diberikan secara intravena
sebanyak : 70 ml/kg bb selama 5 jam untuk anak umur < 12 bulan dan 2,5 jam untuk anak > 12
bulan. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam.
Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila
masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah. (WHO.
2011)

Page 38
c. Dehidrasi Berat

Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan
menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan
dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral
menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut :

Tabel 4.

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori,
namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek.
Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya. Segala kekurangan tubuh akan
karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada
pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan
makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan
terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan. (WHO. 2011)

Page 39
m. Pencegahan

Karena penularan
diare menyebar melalui jalur
fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk
sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran
manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian
khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan
untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air
yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit
sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak
menelan air.

Page 40
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan,
saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak
dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut
harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah
EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari
apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan
demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk
digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin
tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin
parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua
hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

n. Edukasi

1. Selalu pakai alas kaki, terutama jika berada di tempat yang becek atau terdapat genangan air
hujan, untuk mencegah masuknya kuman melalui kulit.
2. Jaga kebersihan diri dengan cara mencuci tangan dengan sabun hingga bersih setiap sebelum
dan sesudah mengolah makanan, sebelum makan, setelah bepergian, dan setelah dari toilet.
3. Jaga kebersihan lingkungan, baik di dalam maupun di sekitar rumah Anda, dengan
membuang sampah pada tempatnya, dan membersihkan selokan yang tersumbat oleh
sampah, dan sebagainya.
4. Selalu cuci sayuran dan buah sebelum dikonsumsi.
5. Sebaiknya tidak memotong maupun mengolah bahan makanan makanan yang mentah dengan
yang matang dengan alat masak yang sama, untuk mencegah kontaminasi silang.
6. Masak makanan hingga matang, terutama bahan makanan seperti daging, ayam, ikan maupun
telur, minimal hingga suhu 70 derajat Celcius.
7. Sebaiknya simpan makanan matang yang tidak habis dimakan dalam lemari es dan panaskan
kembali terlebih dahulu jika ingin dikonsumsi kembali.
8. Selalu konsumsi air minum dan air untuk memasak dalam kondisi matang atau sudah
dimasak hingga mendidih, agar bakteri yang terdapat dalam air tersebut mati.

Page 41
9. Konsumsi makanan dengan nutrisi yang cukup, terutama protein, vitamin, mineral, dan air
untuk menjaga daya tahan tubuh tetap kuat sehingga terlindungi dari infeksi kuman penyakit.
10. Berolahraga teratur untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.

o. Komplikasi

Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat
terjadi hipontremia (Na < 130 mol/L).

Dehidrasi
Diare berat yang disertai nausea dan muntah sehingga asupan oral berkurang dapat menyebabkan
dehidrasi, terutama pada anak dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat,
berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan
ortostatik . Hal ini disebabkan oleh tubuh yang senantiasa menjaga homeostasis. Rasa haus dan pengeluaran
urin yang sedikit saat tubuh kekurangan cairan bertujuan mengatur osmolaritas cairan ekstraseluler.

Syok Hipovolemia
Hipovolemia adalah keadaan berkurangnya volume darah yang bersirkulasi dalam tubuh. Keadaan ini
tergolong darurat dimana jumlah darah dan cairan yang hilang membuat jantung tidak mampu memompa
darah dalam jumlah yang cukup. Kehilangan cairan pada syok hipovolemik bisa disebabkan oleh terbakar,
diare, muntah-muntah, dan kekurangan asupan makan. Untuk mempertahankan perfusi jantung dan otak,
maka terjadi peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stress
serta ekspansi besar untuk pengisian kembali cairan interstitial dan ekstraseluler, serta penurunan volume urin.

Gejala klinis syok hipovolemik

Feses Berdarah

Page 42
Feses yang disertai darah dapat disebabkan oleh Entamoeba hystolytica. Meskipun mekanisme
pastinya belum diketahui, diduga trofoit menginvasi dinding usus dengan mengeluarkan enzim
proteolitik. Pelepasan bahan toksik menyebabkan reaksi inflamasi yang merusak mukosa. Bila
berlanjut maka akan timbul ulkus hingga lapisan submukosa atau lapisan muskularis. Pada
pemeriksaan tinja pasien ditemukan darah yang menandakan bahwa protozoa ini memfagosit eritrosit
(eritrofagositosis).

Demam
Bakteri yang masuk ke dalam tubuh dianggap sebagai antigen oleh tubuh. Bakteri tersebut
mengeluarkan toksin lipopolisakarida dari membran sel. Sel yang bertugas menghancurkan zat-zat
toksik atau infeksius tersebut adalah neutrofil dan makrofag dengan cara fagositosis atau non-
fagositosis. Sekresi fagositik menginduksi timbulnya demam, terutama melalui pelepasan pirogen
endogen ((Interleukin-I). Respons ini utama muncul ketika bakteri invasif beredar di dalam sirkulasi
lalu difagosit oleh makrofag dan netrofil. Pirogen endogen selanjutnya merangsang pengeluaran
prostaglandin (prostaglandin E2) dari hipotalamus sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Oleh
karena itu, pemberian aspirin dapat menurunkan demam sehingga disebut sebagai antipiretik. Suhu
yang lebih tinggi ini meningkatkan proses fagositosis dan kecepatan aktivitas enzim yang
diperantarai enzim. Melalui studi eksperimen pada hewan, mekanisme kerja endogen dapat secara
langsung atau tidak langsung (membutuhkan beberapa jam untuk mempengaruhi hipotalamus).

p. Prognosis

Bonam, apabila ditangani segera dan tepat, serta nutrisi yang seimbang.

q. SKDI

Hipotesis :

Amir, 13 bulan, menderita diare akut dengan dehidrasi berat

Page 43
II. LEARNING ISSUE

1. DIARE

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi
lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar
encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang
diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun
non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan
Virus, Bakteri, dan Parasit.

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang
tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)
dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.

Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden
diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita
diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita
diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan
waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus
aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di
Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang
lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari
beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang
dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella

Page 44
spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-
01, dan Salmonella paratyphi A.

EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare
menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di
beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat
pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara


berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode
diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus
diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Bila angka itu diterapkan di Indonesia,
setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan
terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare .

didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05
% pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya
disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri,
Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang
disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik,
HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi
untuk diare infeksi.

PATOFISIOLOGI

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan
Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan
manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang
menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam,
tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis
ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Page 45
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan
volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama
sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat
cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik,
sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat
diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.
Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun
sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin
kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik.
Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat
menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus
besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti
gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain
adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini
terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua
mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri
menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi
bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri
pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat
mengatasi pertahanan mukosa usus.

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili
dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis,

Page 46
disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada
enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC) .

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan
gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan
arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat
pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga
adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari
ETEC atau EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi
multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi
intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella
juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan
menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain
bersifat invasif misalnya Salmonella.

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang
bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli
(EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik,
kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis
sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5
subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP
intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi
klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat
Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase,
fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.

Page 47
Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural 5-HT pada
saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron
sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan
refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik,
interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan
pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka
kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik
pada enterosit.

DIAGNOSIS

Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak dengan diare.
Tanyakan juga hal-hal berikut:
Diare
o frekuensi buang air besar (BAB) anak
o lamanya diare terjadi (berapa hari)
o apakah ada darah dalam tinja
o apakah ada muntah
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
o rewel atau gelisah
o letargis/kesadaran berkurang
o mata cekung
o cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
o haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
Tanda-tanda gizi buruk

Page 48
Perut kembung.
Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare.
Diagnosis untuk dehidrasi berat:
Jika terdapat dua atau lebih tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:
Letargis atau tidak sadar, mata cekung
Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( 2 detik)
Tidak bisa minum atau malas minum.
MANIFESTASI KLINIK

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan


pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat
dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar
pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda
denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka
pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare
akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila
keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti
pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam
sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Page 49
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit.
Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon
baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera
mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan
Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis
patogennya.

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein
bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon.
Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi
dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 93 %
dan spesifisitas 61 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp,
yang dideteksi dengan biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi
berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya. Pasien
dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia
darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah
lengkap.

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu
untuk evaluasi diare akut infeksi.

PENATALAKSANAAN

A. Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus
dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang
memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.17 Idealnya, cairan rehidrasi oral harus
terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan

Page 50
rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh garam, sendok teh
baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan
untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka
merasa haus pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan
saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan
kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,
pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan
rehidrasi oral sesegera mungkin.

B. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus
diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di
indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,,
leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan
jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.

C. Obat anti diare

Kelompok antisekresi selektif.

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang
bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja
kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah
nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih
aman pada anak.

Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin
sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari
dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi
frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini
tidak dianjurkan.

Page 51
Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar
argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut
maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi
elektrolit.

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia),
Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan
akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan
dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam
bentuk kapsul atau tablet.

Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces
boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif
karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan
mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut
dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi
shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke
hipokalemia dan asidosis metabolik.1,8 Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan
medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat
juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC.
Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah
diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.

Page 52
Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi
potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan
Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya
pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot
pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum
diketahui.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter,
Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

PROGNOSIS

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika
diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang
minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada
lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom
uremik hemolitik.

PENCEGAHAN

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan
menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan
khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman,
dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan
yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk
membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika
ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau
air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau
sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan,
saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak
dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut
harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah
EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari
apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Page 53
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan
vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid.
Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan.
Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral
terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang
lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4
kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

2. ANATOMI GI TRACT

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem
organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi
dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus,
usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Page 54
Gambar 1: Sistem Pencernaan

Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh
selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh
saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar,
geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut
secara otomatis.

Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu
Pharynk.

Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara
jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas
tulang belakang.

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama
koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut
ismus fausium

Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak
dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai
diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir
dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan

Page 55
proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: i, oeso - "membawa", dan
, phagus - "memakan").
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)
Gaster juga mempunyai 2 kurvatura yaitu: curvatura major dan curvatura minor.

Intestinum Tenue

Terdiri dari: duodenum, jejunum, dan ileum.

DUODENUM

Duodenum adalah bagian pertama intestinum tenue dan juga yang terpendek. Duodenum mempunyai
lintasan seperti huruf C yang berada di sekitar caput pankreatis.

Duodenum sendiri dibagi menjadi 4 bagian, yaitu;


Pars superior
Pars descenden

Page 56
Pars horizontalis
Pars ascenden

JEJUNUM & ILEUM

Jejunum dan ileum merupakan organ intraperitoneal, dua perlima bagiannya adalah jejunum,
sedangkan sisanya adalah ileum. Sebagian besar jejunum terletak di kuadran kiri atas, sedangkan
sebagian besar ileum terletak di kuadrang kanan bawah. Ileum pars terminalis terdapat di bagian
pelvis, dari sini ileum akan naik kemudian bermuara di medialis caecum.

Intestinum Crassum

Dibagi menjadi 6 bagian:


1. Caecum (hijau) merupakan suatu kantung usus yang buntu, terletak pada kuadran kanan bawah
dalam fossa iliaca.
Appendix (hijau; berbentuk seperti umbai cacing) adalah diverticulum usus yang buntu, berisi
massa jaringan limfoid. Appendix muncul dari posteromedialis caecum. Posisi appendix bervariasi,
tapi biasanya retro caecalis.

Page 57
2. Colon ascenden (kuning): berjalan pada sisi kanan cavitas abdominis, mulai dari caecum hingga
lobus hepatis dexter, kemudian turun ke kiri pada flexura coli dextra. Colon ascenden lebih sempit
dari pada caecum dan retroperitoneal sekunder.

3. Colon transversum (jingga): colon yang paling mudah bergerak. Bergerak melintasi abdomen
dari flexura coli dextra hingga flexura coli sinistra, di mana dia membelok ke inferior untuk menjadi
colon descenden. Fleksura coli sinistra lebih superor, tajam dan kurang bergerak dibandingkan yang
dextra.

4. Colon descenden (jingga tua): letaknya retroperitoneal dari flexura coli sinistra dan fossa iliaca
kiri. Pada saat turun, colon akan berjalan anterior terhadap margo lateralis ren kiri.

5. Colon sigmoideum (merah muda): ditandai gelung bentuk S. Berjalan dari fossa iliaca hingga
vertebra SIII, kemudian menjadi rectum akhir dari teaniae coli.

6. Rectum (merah)
Rectum adalah saluran cerna bagian pelvis. Rectum mengikuti lengkungan os sacrum dan coccyx
membentuk flexura sacralis. Dari tampak anterior, tampak tiga flexura lateralis (flexura superior
lateralis, flexura intermedian lateralis, flexura inferior lateralis). Dalam rectum jjuga terdapat
ampulla recti, ampulla menerima dan memungkinkan akumulasi faeces, hal ini penting untuk
menjaga fecal continence. Rectum berhubunnngan dengan tiga vertebra sacrales terbawah dan
coccyx, ligamentm anoccygeum, vasa sacralis mediana, serta baian inferior truncus sympaticus dan
plexus sacralis. Pada laki-laki, anterior rectum berhubungan dengan fundus vesicae, bagian terminal
ureter, ductus defferens, vesicula seminalis, dan prostata. Pada perempuan, di anterior rectum
berhubungan dengan vagina dan dipisahkan dari bagian posterior fornix vaginae dan cervix uteri.

Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan
enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian
posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Page 58
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam
darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim
proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas
juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan
cara menetralkan asam lambung.

Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki berbagai fungsi,
beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati
biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-
kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih
besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi
pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi,
darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

Kandung empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang dapat
menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia,
panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap - bukan karena warna
jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan
dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

Page 59
ENZIM PENCERNAAN PADA BAYI
Proses pencernaan kemudian disempurnakan oleh sejumlah enzim dalan getah usus (sukus
enterikus) sehingga zat makanan menjadi bentuk yang siap diserap.
Enzim-enzim ini banyak terdapat diantara vili brush border. Beberapa organ dan enzim yang
berperan dalam proses pencernaan zat makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) pada bayi,
belum berfungsi secara optimal. Aktivitas enzim ini akan bertambah sesuai dengan
bertambahnya usia. Aktivitas amilase yang optimal akan tercapai pada usia 12 bulan, lipase
mencapai kadar seperti orang dewasa pada usia 24 bulan, sedangkan aktivitas tripsin pada
bayi baru lahir sudah sama dengan orang dewasa.
Karbohidrat terpenting dalam diet bayi adalah laktosa, sedang pada anak besar dan dewasa
60% karbohidrat dalam diet adalah pati, sedikit sukrosa dan sedikit sekali laktosa. Kurang
lebih 4,8 % ASI terdiri dari laktosa, yang menyediakan hampir 40% dari total kalori yang
disediakan oleh ASI . Kolustrum mengandung laktosa yang rendah yaitu sekitar 5,3 gram/100
ml sedangkan pada ASI matur lebih tinggi secara bermakna yaitu 6,8 gram /100ml.
Laktosa dan disakarida yang lain dicerna oleh enzim yang berada di membran brush border pada
enterosit yang telah matur. Laktase menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Aktivitas laktase meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, dari 30 % pd
kehamilan 26-34 minggu menjadi 70% pada kehamilan 35-38 minggu dan mencapai 100 % pada
usia 2-4 minggu setelah lahir. Setelah itu aktivitas enzim laktase secara genetik akan menurun dan
mencapai kadar terendah pada usia dewasa.
Lima puluh persen kebutuhan kalori pada bayi dicukupi dari lemak dalam ASI dan susu
formula. Lebih dari 98% lemak susu ini dalam bentuk triagliseride, yang mengandung asam
lemak jenuh dan tidak jenuh yag diesterasi menjadi gliserol. Asam lemak jenuh utama dalam
ASI adalah asam palmitat yang merupakan 20 25 % dari seluruh asam lemak.dalam ASI,
lebih dari 60% asam palmitat diesterasi pada posisi Sn-2 dari rantai trigliserid.

3.FISIOLOGI SISTEM PERCERNAAN

Terdiri dari:

Gerakan saluran cerna agar makanan bisa melewatinya (motorik)

Sekresi getah pencernaan dan pencernaan makanan (sekresi dan digesti)

Penyerapan hasil pencernaan, nutrien, air, elektrolit (absorpsi)

Kontrol saraf terhadap fungsi GIT:

Page 60
Sistem saraf enterik

Pleksus mienterikus Auerbach (mengatur pergerakan motorik)

Pleksus submukosa Miessner (mengatur sekresi dan aliran darah lokal)

Sistem saraf otonom

Persarafan parasimpatis, perangsangannya meningkatkan aktivitas fungsi GIT

Persarafan simpatis, perangsangannya menghambat aktivitas fungsi GIT

Fungsi Motorik

Terdapat 2 gerakan dasar saluran cerna,yaitu

Propulsive movement, yaitu gerakan yang mendorong makanan maju ke arah kaudal
sepanjang saluran cerna

Mixing movement, yaitu gerakan yang mencampur makanan dengan getah pencernaan.

Gerakan yang mendorong makanan adalah gerakan peristaltik.

Bila ada sejumlah besar makanan terkumpul di satu saluran cerna ,maka terjadi perengangan inding
usus akan merangsang plexus myenterius,sehingga terjadi cincin kontraksi yang dimulai di bagian
oral tempat yang terengangan,kemudian bergerak ke arah segmen teregang.

Proses menelan

Terbagi dalam 3 tahap:

Tahap volunteer

Tahap pharyngeal

Tahap esophageal

Fungsi sekresi saluran cerna

Page 61
Fungsi utamanya adalah:

Menghasilkan enzym untuk membantu pencernaan

Mengeluarkan mukus untuk mlumaskan GIT

Mekanisme dasar:

Sebagai efek lokal dari perangsangan langsung pada sel

Perangsangan taktil

Iritasi kimiawi

Peregangan dinding saluran cerna

Kontrol fungsi sekresi:

Saraf otonom

Hormon (gastrin,sekretin)

Digestion

Dasar proses ini adalah Hidrolisis

Fungsi absorpsi

Proses absorpsi sebagian besar di usus halus. Untuk mendukung proses ini adalah di usus halus
banyak terdapat lipatan-lipatan (valvula koniventes) dan berjuta-juta villi intestinalis.

Cavum Oris

Mekanis

a. mengunyah (oleh gigi). makanan akan menjadi bolus.

b. menelan, ada 3 tahap :

volunteer : gerakan lidah mendorong makanan masuk ke pharynx

Page 62
pharyngeal : merupakan gerakan reflex, < dari 2 dtk. Peristaltik pharynx akan mendorong
bolus ke oesophagus atas.

esophangeal : bolus terdorong oleh peristaltic primer dan sekunder masuk ke gaster.

Kimiawi

a. enzim ptyalin (KH)

b. enzim lipase lingualis (lipid)

Gaster

Pergerakan :

a. storage (tempat menyimpan makanan)

b. Mixing ( mencampur makanan denga getah lambung chymus)

a. pengosongan lambung ( 1-3 jam) : diatur oleh sinyal duodenum (impuls feedback
mechanism baik reflex maupun hormonal) dan lambung. Misalnya pada keadaan :

- usus halus telah terisi penuh oleh chymus

- chymus usus halus terlalu asam, bersigat hipotonik atau hipertonik.

- cairan ( lewat) KH protein lemak

Kimiawi :

a. HCl (membantu mencerna bahan makanan)

b. enzim pepsin (protein)

c. enzim rennin (koagulasi susu) enzim ini tidak dimiliki orang dewasa

d. enzim lipase gasrik (lemak)

Usus Halus

Page 63
Motilitas usus halus hanya sedikit berkembang sebelum umur kehamilan 28 minggu. Kontraksi
gastrik yang belum teratur pertamakali ditemukan pada awal minggu ke 26 kehamilan.
Motilitas gastrointestinal mulai dapat diukur pada usia kehamilan 28 sampai 30 minggu
walaupun belum mendapatkan diet enteral. Usus halus menunjukkan pola motilitas yang tidak
teratur antara umur kehamilan 27 dan 30 minggu, dan menjadi pola yang lebih matang pada
kehamilan 33 sampai 34 minggu dimanaterdapat kompleks migrasi mioelektrik. Transit gastroanal
berkisar 8 sampai 96 jam pada bayi preterm sedangkan pada orang dewasa 4 sampai 12 jam.
Peningkatan koordinasi dan kekuatan kontraksi gaster dan usus halus mulai didapatkan pada usia
kehamilan 30 minggu. Pada usia kehamilan 36 minggu pola motilitas saluran cerna janin mulai
menyerupai pola motilitas usus bayi yang telah cukup bulan, saat ini gerakan menghisap dan
menelan telah teratur, janin menelan cairan amnion kira-kira 450 mL/hari pada trimester ketiga.
Motilitas organ saluran cerna diatur oleh input dari miogenik, neural dan neuroendokrin baik
saat puasa atau saat digesti. Berikut berapa faktor yang mempengaruhi motilitas saluran cerna
antara lain aktivitas listrik otot polos gastrointestinal dan ion Kalsium, kalium dan kontraksi
otot, system syaraf dan neurotransmitter dan hormon yang disekresi oleh neuron-neuron
enterik yang berpengaruh terhadap motilitas gastrointestinal. Rasio kalium intra dan ekstraseluler
merupakan faktor penentu potensial listrik di sel membran. hal ini berperan dalam bangkitan
potensial jaringan saraf dan otot. Pada keadaan hipokalemi dapat terjadi keadaan eksitabilitas
neuromuskuler (hiporefleksia atau paralysis, penurunan peristaltik atau ileus). Traktus
gastrointestinal memiliki system persarafan yang disebut system saraf enteric,seluruhnya
terletak di dinding usus, mulai dari esophagus mamanjang sampai ke anus. Sistem ini terutama
mengatur pergerakan dan sekresi gastrointestinal.

Pergerakan :

a. Pencampuran (Segmentasi)

Kontraksi konsentrilokal peregangan dinding usus halus segmen-segmen

b. Mendorong : terjadi akibat adanya gelombang peristaltic lemah dan biasanya berhenti setelah
menempuh jarak 3-5 cm. Pergerakan chymus rata-rata 1 cm/menit. jadi total waktu makanan
meninggalkan usus halus adalah 3-5 jam.

Kimiawi: merupakan enzim-enzim campuran dari getah pancreas, getah empedu dan getah usus.

a. Getah Pankreas : tripsin, kimotripsin, elastase, karboksipeptidase (Protein), amylase pancreas


(KH), lipase pancreas (lemak)

Page 64
b. Getah empedu, fungsinya :

- emulsifikasi : menurunkan teganan permukaan air emulsi lemak as. lemak dapat larut dan
diabsorsi. Kekuraan getah empedu akan menyebabkan steathore.

- Netralisasi asam : pH >7, sehingga dapat menetralkan chymus

- Ekskresi : as. empedu, kolesterol, obat, toksin, pigmen empedu, Cu, Zn, air raksa

- Daya pelarut kolesterol ( oleh misel lesitin garam empedu)

c. Getah Usus

- Erepsin ( gabungan aminopeptidase, dipeptidase, prolinase) : memecah protein menjadi asam


amino.

- Komplek sukrase-isomaltase : menghidrolisis maltose, sukrosa, dan isomaltosa.

- Kompleks glukoamilase : menghidrolisis maltose

- Kompleks beta- glikosidase/lactase : menghidrolisis laktosa

- Polinukeotidase : as. nukleat nukleotida

- Nukleotidase : nukleotida nukleosida

- Nukleosidase : nukleosida basa purin / pirimidin

- Enteropeptidase : mengaktifkan tripsinogen pancreas

- Fosfolipase : mengubah fosfolipid menjadi gliserol, as. lemak bebas, as. fosfat, dan kolin.

Colon

Colon berfungsi untuk mengabsorsi air dan elektrolit (1/2 proksimal), dan penyimpanan feses (1/2
distal)

Pergerakan :

a. Mencampur / haustrasi

b. Mendorong :

Page 65
- pergerakan lambat kea rah anus oleh haustrasi

- mass movement : gerakan peristaltic yang termodifikasi, mendorong bahan feses dalam colon
transversum dan descendens kea rah sigmoid dan rectum. Mass movement hanya terjadi 1-3x setiap
hari. Seluruh rangkaian mass movement menetap hanya selama 10-30 menit, dan timbul kembali
setengah hari bahan satu hari berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong bahan feses ke dalam
rectum, akan terasa keinginan defekasi.

Defekasi

Dimulai dengan reflex defekasi intrinsic tetapi relative lemah. Agar menjadi efektif dalam
menimbulkan defekasi, harus diperkuat oleh reflex defekasi parasimpatis.

Reflex ini berpusat di segmen sacral medulla spinalis, sinyal-sinyal parasimpatis sangat memperkuat
gelombang peristaltik di colon

4. DEHIDRASI

Definisi
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini terjadi karena
pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan
tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan, yaitu:
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak
(vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8%): turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok
atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran
menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.
Tanda dari kehilangan cairan dilihat dari presentasi berat badan:

Tanda 5% 10 % 15 %

Membran mukosa Kering Sangat kering Terpanggang

Sensorium Normal Lemas Sangat lemas

Page 66
Perubahan Normal Ada
> 15 bpm
ortostatik
Nadi meningkat
Tekanan darah > 10 mmHg turun

Rata-rata aliran Penurunan ringan Penurunan Penurunan nyata


urin

Rata-rata nadi Normal / Meningkat >100 Peningkatan nyata


meningkat bpm >120 bpm

Tekanan darah Normal Peningkatan ringan Penurunan


dengan variasi
pernapasan

Bpm (beats per minute)


Dehidrasi menurut Godberger E (1980)
Cara 1
Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka kehilangan air
diperkirakan 2% dari berat badan pada waktu itu. Misalnya berat badan 50 kg maka defisit air sekitar
1 liter atau 1000 ml.
Jika seseorang berpergian 3-4 hari tanpa air dan ada rasa haus, mulut kering, oligouria, maka
defisit air diperkirakan sekitar 6% atau 3000 ml pada orang dengan berat badan 50 kg.
Bila ada tanda-tanda diatas ditambah dengan kelemahan fisis yang nyata, perubahan mental
seperti bingung atau delirium maka defisit air sekitar 7-14% atau sekitar 3,5-7 liter pada orang
dengan berat badan 50 kg.
Cara 2
Jika pasien dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 kg pada fase akut sama dengan
defisit air 4 liter.
Cara 3
Dengan kenyataan bahwa konsentrasi natrium dalam plasma berbanding terbalik dengan volume air
ekstraseluler dengan pengertian bahwa kehilangan air tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
natrium dalam plasma, maka dapat dihitung dengan rumus:

Di mana: Na2 x BW2 = Na1 x BW1


Na1 : kadar natrium plasma normal, 142 meq/L
BW1 : volume air badan yang normal, biasanya 60% dari berat badan pria dan 50% dari berat
badan wanita
Na2 : kadar natrium plasma sekarang 8w2: volume air berat badan sekarang.
Contoh: seorang pria dengan berat badan 80 kg dan kadar natrium plasma sekarang 162 meq/L
Na2 x 8w2 = Na1 x 8w1

Page 67
162 x (x) = 142 x 42
(x) = 37 L
Jadi defisit air 42 37 = 5 L.

Dehidrasi menurut Daldiyono:

Muntah 1

Suara serak 2

Kesadaran apatis 1

Kesadaran somnolen, sopor sampai koma 2

Tensi sistolik kurang atau sama dengan 2


90 mmHg

Nadi lebih atau sama dengan 120x/menit 1

Napas kussmaul (lebih dari 30x/menit) 1

Turgor kulit kurang 1

Facies cholerica 2

Ekstremitas dingin 1

Jari tangan keriput 1

Sianosis 2

Umur 50 tahun atau lebih -1 (negative)

Umur 60 tahun atau lebih -2 (negative)

Daldiyono (1973) mengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi
inisial pada gastroenteritis akut / diare koliform berdasarkan sistem score (nilai) gejala klinis dapat
dilihat pada tabel. Semua skor ditulis lalu dijumlah. Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam,
dapat di hitung:

Skor x 10% BB (kg) x 1liter

15 Rehidrasi menurut Morgan-Watten


Dengan mengukur berat jenis plasma:

Berat jenis plasma 1,025 x 40 x 4 ml = 800 ml

0,001 Contoh:

Page 68
Seorang pria dengan berat badan 40 kg dan berat jenis plasma pada waktu itu 1,030, maka kebutuhan
cairan untuk rehidrasi inisial:
1,030 1,025 x 40 x 4 ml = 800 ml
0,001
Derajat dehidrasi berdasarkan berat jenis plasma
Pada dehidrasi berat jenis plasma meningkat:
a. dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 1,040
b. dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028 -1,032
c. dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025 1,028

Derajat dehidrasi berdasarkan pengukuran central venous pressure (CVP)


Bila CVP = 4-11 cmH2O: normal
Syok atau dehidrasi maka CVP < 4cmH2O
Dehidrasi WHO
1. Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak lesu, haus, dan agak
rewel.
2. Dehidrasi Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
Gelisah, cengeng
Kehausan
Mata cekung
Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke posisi
semula.
3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
Berak cair terus-menerus
Muntah terus-menerus
Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
Tidak bisa minum, tidak mau makan
Mata cekung, bibir kering dan biru
Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
Tidak kencing 6 jam atau lebih / frekuensi buang air kecil berkurang / kurang dari 6 popok /
hari.
Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Tubuh manusia sebagian besar terbentuk dari cairan, dengan presentase hampir 75% dari total berat
badan. Cairan ini terdistribusi sedemikian rupa sehingga mengisi hampir di setiap rongga yang ada
pada tubuh manusia. Dehidrasi terjadi jika cairan yang dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan yang
masuk.
Namun karena mekanisme yang terdapat pada tubuh manusia sudah sangat unik dan dinamis maka
tidak setiap kehilangan cairan akan menyebabkan tubuh dehidrasi.
Dalam kondisi normal, kehilangan cairan dapat terjadi saat kita :
o Bernafas
o Kondisi cuaca sekitar
o Berkeringat

Page 69
o Buang air kecil dan buang air besar.
Sehingga setiap hari kita harus minum cukup air guna mengganti cairan yang hilang saat aktifitas
normal tersebut. Untungnya, tubuh mempunyai mekanisme unik bila kekurangan cairan. Rasa haus
akan serta merta muncul bila keseimbangan cairan dalam tubuh mulai terganggu. Tubuh akan
menghasilkan hormon ADH guna mengurangi produksi kencing oleh ginjal. Tujuan akhir dari
mekanisme ini adalah mengurangi sebanyak mungkin kehilangan cairan saat keseimbangan cairan
tubuh terganggu.

Penyebab dehidrasi

Dehidrasi terjadi bila kehilangan cairan sangat besar sementara pemasukan cairan sangat kurang.
Beberapa kondisi yang sering menyebabkan dehidrasi antara lain :
o Diare. Diare merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan kehilangan cairan
dalam jumlah besar. Di seluruh dunia, 4 juta anak anak mati setiap tahun karena dehidrasi akibat
diare.
o Muntah. Muntah sering menyebabkan dehidrasi karena sangat sulit untuk menggantikan
cairan yang keluar dengan cara minum.
o Berkeringat. Tubuh kehilangan banyak cairan saat berkeringat. Kondisi lingkungan yang
panas akan menyebabkan tubuh berusaha mengatur suhu tubuh dengan mengeluarkan keringat. Bila
keadaan ini berlangsung lama sementara pemasukan cairan kurang maka tubuh dapat jatuh ke dalam
kondisi dehidrasi.
o Diabetes. Peningkatan kadar gula darah pada penderita diabetes atau kencing manis akan
menyebabkan banyak gula dan air yang dikeluarkan melalui kencing sehingga penderita diabetes
akan mengeluh sering ke belakang untuk kencing.
o Luka bakar. Penderita luka bakar dapat mengalami dehidrasi akibat keluarnya cairan
berlebihan pada pada kulit yang rusak oleh luka bakar.
o Kesulitan minum. Orang yang mengalami kesulitan minum oleh karena suatu sebab
rentan untuk jatuh ke kondisi dehidrasi.

Gejala dan tanda dehidrasi

Respon awal tubuh terhadap dehidrasi antara lain : Rasa haus untuk meningkatkan pemasukan cairan
yang diikuti dengan penurunan produksi kencing untuk mengurangi seminimal mungkin cairan yang
keluar. Air seni akan tampak lebih pekat dan berwarna gelap. Jika kondisi awal ini tidak
tertanggulangi maka tubuh akan masuk ke kondisi selanjutnya yaitu :
Mulut kering.
Berkurangnya air mata.

Page 70
Berkurangnya keringat.
Kekakuan otot.
Mual dan muntah.
Kepala terasa ringan terutama saat berdiri.
Selanjutnya tubuh dapat jatuh ke kondisi dehidrasi berat yang gejalanya berupa gelisah dan
lemah lalu koma dan kegagalan multi organ. Bila ini terjadi maka akan sangat sulit untuk
menyembuhkan dan dapat berakibat fatal.

Terapi dehidrasi

Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari
ringan, sedang, berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5% dari berat badan.
Sedang bila pasien mengalami kekurangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien
mengalami kekurangan cairan 8-10% dari berat badan
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah caran yang keluar
dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan:
1. BJ plasma dengan rumus:

Kebutuhan cairan = BJ plasma -1,025 x berat badan x 4 ml

0,001 2. Metode Pierce berdasarkan


klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x berat badan (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x berat badan (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis, antara lain:

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x kgBB x 1liter

15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak
ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor
lebih atau sama dengan 3 disertai syok diberikan cairan per intravena. Cairan rehidrasi dapat
diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena.
Bila dehidrasi sedang-berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus pembuluh darah.
Sedangkan dehidrasi ringansedang pada pasien masiih dapat diberikan cairan per oral atau selan
nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi atau oral / saluran cerna tak dapat dipakai. Pemberian per
oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g Nacl, 2,5 g
Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCl setiap liter.

Page 71
Prinsip utama pengobatan dehidrasi adalah penggantian cairan. Penggantian cairan ini dapat berupa
banyak minum, bila minum gagal maka dilakukan pemasukan cairan melalui infus. Tapi yang utama
disini adalah penggantian cairan sedapat mungkin dari minuman. Keputusan menggunakan cairan
infus sangat tergantung dari kondisi pasien berdasarkan pemeriksaan dokter. Keberhasilan
penanganan dehidrasi dapat dilihat dari produksi kencing.

Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena (Peripheral Venous Cannulation):
1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids)
2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas
3. Pemberian kantong darah dan produk darah.
4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar
dengan risiko perdarahan, dipasang jalur inf\us intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga
untuk memudahkan pemberian obat)
6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan
cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak
dapat dipasang jalur infus.
Kontraindikasi dan peringatan pada pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena:
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk
pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya
lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

Jenis cairan infuse

1) Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+
lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2) Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari
komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki
risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan

Page 72
hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%).
3) Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-
Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

a. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis. Sesuai dengan
penggunaannya dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu untuk pemeliharaan, pengganti dan
tujuan khusus.
b. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid. Disebut juga
sebagai plasma ekspander, karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-
vaskuler. Contoh cairan ini antara lain: Dekstran, Haemacel, Albumin, Plasma, Darah. Cairan koloid
ini digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan intra-vaskuler.

5. ENTAMOEBA COLI

Morfologi
E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut:
1. Bentuk ameboid, ukuran 15-50 m
2. Sitoplasma mengandung banyak vakuola yang berisi bakteri, jamur dan debris (tanpa
eritrosit)
3. Nukleus dengan karyosom sentral dan kromatin mengelilingi pinggirannya
4. Pseudopodia kurang lebar, sehingga tidak progresif dalam bergerak
Dengan morfologi demikian, maka trofozoit E. coli sangat mirip dengan bentuk prekista dari E.
histolytica. Kista E. coli memiliki ciri-ciri berikut:
1. Bentuk membulat dengan ukuran 10-35m
2. Kista matang berisi 8-16 inti
3. Chromatoidal bodies berupa batang-batang langsing yang menyerupai jarum
Siklus hidup
Siklus hidup E. coli menyerupai E. histolytica, namun tanpa adanya penjalaran ekstraintestinal.
Penularan terjadi karena termakan bentuk kista malalui jalan yang sama dengan penularan E.
histolytica. Infeksi E. coli bersifat asimtomatis dan non patogen. Namun parasit E. coli sering
dijumpai bersamaan dengan infeksi E. histolytica pada penderita amebiasis.

Page 73
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan tinja. Bentuk trofozoit E. coli agak sukar dibedakan
dengan bentuk prekista E. histolytica. Kista mudah dibedakan bila telah memiliki lebih dari 4 inti.
Pengobatan tidak diperlukan karena protozoa ini non patogen.

Adapun ciri-ciri kista Entamoeba coli:


1. Bentuk membulat dengan ukuran 10-35 m
2. Kista matang berisi 8-16 inti
3. Chromatoidal bodies berupa batang-batang langsing yang menyerupai jarum
Perbedaan Entaboma coli dan Entaboma histolyca:

Perbedaan Entamoeba histolytica Entamoeba coli

Ukuran (mikron) 20 (10-60) 25 (10-50)

Pergerakan Aktif, progresif Lambat, tidak progresif

Eritrosit dalam cytoplasma +

Bakteri dalam cytoplasma ++

Page 74
Vacuole +=

Nucleus Tidak jelas terlihat Kadang-kadang jelas

Penularan
Entamoeba coli hidup sebagai komensal di rongga usus besar. Dalam daur hidupnya terdapat stadium
vegetatif dan stadium kista. Morfologinya mirip Entamoeba histolytica namun Entamoeba coli tidak
bersifat patogen sehingga jarang menyebabkan insiden. Akan tetapi kalau jumlahnya melebihi
ambang batas maka bisa menyebabkan penyakit. Biasanya Entamoeba coli ditemukan pada infeksi
Entamoeba histolytica. Dan pada umumnya, penularan terjadi karena makanan atau minuman yang
tercemar oleh kista amoeba. Penularan tidak terjadi melalui bentuk trofozoit, sebab bentuk ini akan
rusak oleh asam lambung. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh kista melalui cara-cara
berikut:
1. Persediaan air yang terpolusi
2. Tangan infected food handler yang terkontaminasi
3. Kontaminasi oleh lalat dan kecoak
4. Penggunaan pupuk tinja untuk tanaman
5. Hygiene yang buruk, terutama di tempat-tempat dengan populasi tinggi (asrama,penjara)
Insiden Infeksi terjadi dengan menelan kista matang. Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.
Kista matang yang berinti dan biasanya tidak lagi mengandung vakuol glikogen dan benda
kromatoid. Kista Entamoeba coli tidak mudah mati oleh kekeringan. Resistensi terhadap kekeringan
ini mungkin bertanggung jawab atas tingginya insiden infeksi.
Pencegahan dan Penanganan
Pencegahan terhadap Entamoeba coli agar tidak terjangkit dalam tubuh manusia pada umumnya
sama saja dengan tindakan pencegahan pada protozoa lainnya. Cara pencegahan tersebut lebih
dikhususkan pada kebersihan perseorangan dan kebersihan lingkungan. Misalnya saja pada
kebersihan individu mencuci tangan dengan bersih sesudah membuang air besar dan sebelum
makan. Kebersihan lingkungan sendiri misalnya memasak air minum, mencuci sayuran sampai
bersih, atau memasaknya sebelum dimakan, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk, buang
air besar di jamban, membuang sampah di tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat,
serta menutup makanan untuk menghindari kontaminasi dengan lalat dan kecoa. Pencegahan
terhadap infeksi Entamoeba coli dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan perseorangan dan
kebersihan lingkungan. Jadi dengan menjaga kebersihan, kita dapat mencegah Entamoeba coli
masuk ke dalam tubuh manusia.
Pengobatan sebenarnya tidak diperlukan karena protozoa ini nonpatogen. Akan tetapi ditemukan
salah satu tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu daun seena yang dapat digunakan sebagai obat

Page 75
tradisional. Fraksi polisakarida daun Cassia angustifolia yang diuji dengan allogenic tumor Sarcoma-
180 pada mencit, berefek positif dalam penghambatan pertumbulian Sarcoma-180. Senosida A dalam
tubuh akan mengalami suatu reaksi hidrolisis enzimatik dan reduksi oleh bakteri flora usus
(Entamoeba coli) menjadi rein antron. Rein antron merupakan suatu senyawa yang menginduksi
sekresi air dan mencegah reabsorpsi air dalam saluran pencernaan, sehingga dapat digunakan dalam
upaya penyembuhan konstipasi akut.

1. Diare

2. Anatomi system pencernaan

3. Fisiologi system pencernaan

4. Dehidrasi

5. Entamoeba Coli

Page 76
Page 77
Page 78

Anda mungkin juga menyukai