Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK 3.2

DOSEN PEMBIMBING :
Dr.dr.Herlambang,Sp.OG,KFM

KELOMPOK VII :
LIDIA TERESIA SINAGA G1A117046
KARINA RHAMA YANDA G1A117073
ANAS TASIA K. TARIGAN G1A117084
BILLI BRIAN GENIRO G1A117091
QANITA TIFAL TAZQIYA G1A117095
TRIYAN IHZA MAHENDRA G1A117109
ATIQAH KHAIRI MUJAHIDAH G1A117112
MUHAMMAD DHANDY ARDHISYAH G1A117117

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018/2019

1
SKENARIO

Perutku Nyeri Hebat

Tn. B, 52 tahun dibawa keluarganya ke IGD rumah sakit dengan keluhan utama nyeri
perut hebat sejak 2 hari yang lalu. Nyeri saat ini dirasakan diseluruh bagian perut sehingga
perut terasa tegang. Keluhan ini juga disertai panas tinggi dan mengigau serta Tn. B sudah
tidak BAB maupun flatus selama 2 hari terkhir ini. Keluhan diawali oleh muntah kemudian
timbul nyeri perut mendadak di daerah epigastrik yang menyebar ke daerah perut kanan
bawah dan dirasakan terus memberat serta bertambah luas. Seminggu sebelumnya Tn. B
mengeluh merasa tidak enak di daerah epigastrik yang disertai suhu badan subfebris perut
kembung, mual dan tidak nafsu makan. Sejak 1 tahun yang lalu, Tn. B sering mengkonsumsi
obat anti nyeri yang dibeli sendiri di apotek dan rutin meminum jamu untuk mengobati nyeri
pada kedua lututnya dan semakin sering mengonsumsi dalam 3 bulan terakhir. Riwayat
penyakit dahulu dan penyakit keluarga disangkal.

Dokter IGD melakukan pemeriksaan fisik dan merencanakan pemeriksaan penunjang


yang akan dilakukan untuk memastikan penyakit serta memberikan terapi yang adekuat dan
konseling secara khusus agar terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan.

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Mengigau : Berkata-kata tanpa disadari seperti pada waktu sakit atau tidur;

meracau.1
2. Nyeri : Pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan yang dapat
2
berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai penderitaan.2
3. Flatus : Gas atau udara dalam saluran cerna yang dikeluarkan melalui anus.3
4. Epigastrik : Daerah abdomen bagian tengah atas yang terletah di dalam angulus

infrasternal.3
5. Kembung : Terdapatnya udara atau gas dalam jumlah yang berlebihan dalam

lambung atau usus, menimbulkan distensi organ organ tersebut.3


6. Mual : Sensasi tidak menyenangkan ingin muntah, dan sering berkatian

dengan keringat dingin, pucat, air liur, nyeri lambung, kontraksi

duodenum, dan refluks isi usus kecil ke dalam lambung.2


7. Muntah : Mengeluarkan isi lambung dengan mulut.3
8. Subfebris : Kenaikan suhu tubuh seseorang antara 37,50-38,00 C.2
9. Jamu : Obat yg dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, dsb.1
10. Adekuat : Memenuhi syarat; memadai; sama harkatnya.1
11. Konseling : Pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan

menggunakan metode psikologis dan sebagainya; pengarahan.1

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Jelaskan Anatomi, histologi dan fisiologi dari sistem pencernaan!


2. Jelaskan makna klinis dari nyeri perut hebat!
3. Sebutkan klasifikasi dan ciri-ciri nyeri perut!
4. Apa yang menyebabkan demam tinggi dan mengigau?
5. Jelaskan makna klinis Tn.B tidak bisa flatus dan BAB!
6. Apakah makna klinis muntah dan bagaimana mekanisme muntah ?
7. Apa makna klinis nyeri perut mendadak di epigastrik yang menyebar ke perut kanan
bawah?
8. Mengapa terjadi nyeri di seluruh perut dan mengapa terasa tegang?
9. Apakah pengaruh konsumsi obat nyeri dan jamu terhadap penyakit Tn. B?
10. Apa makna klinis dari perut kembung dan mual dan tidak nafsu makan?
11. Jelaskan etiologi, patofisiologi dan faktor resiko dari penyakit Tn.B
12. Sebutkan diagnosis sementara Tn. B !
13. Apa anamnesis yang dilakukan kepada Tn.B
14. Apa diagnosis banding dari penyakit Tn.B?
3
15. Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap Tn. B?
16. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap Tn. B?
17. Jelaskan therapy untuk penyakit Tn.B !
18. Jelaskan komplikasi untuk penyakit Tn.B!

ANALISIS MASALAH
1. Jelaskan Anatomi, histologi dan fisiologi dari sistem pencernaan!
Jawab:
ANATOMI SISTEMA DIGESTIVUS4
REGIO ABDOMEN

Gambar 1: Pembagian region dan kuadran abdomen4


Organisasi Sistem Digestoria
4
Tersusun atas 2 komponen utama
– Traktus digestoria / saluran pencernaan, yaitu saluran yang dilewati oleh
makanan yang kita makan.
• Cavitas oris
• Oesophagus
• Ventriculus
• Intestinum tenue
• Intestinum crassum
• Anus
– Glandula digesti asesorius / kelenjar pencernaan meliputi pusat-pusat
penghasil kelenjar-kelenjar pencernaan yang berfungsi sebagai pemercepat
(katalis) dalam pencernaan makanan.
• Gigi
• Lidah
• Glandula salivarius
• Hepar & Gallbladder
 Pancreas

Berikut urutan anatomi dan mekanisme sistem pencernaan, mulai dari pada saat
makanan masuk ke rongga mulut :

5
Gambar 2: Anatomi pencernaan mulut – anus4

Cavum Oris (Rongga mulut )

Pada saat makanan masuk kedalam cavum oris, bibir mempunyai fungsi
spesifik yaitu sebagai pembantu untuk memperoleh , mengarahkan serta menampung
makanan. Di dalam cavum oris, makanan mengalami 2 perlakuan yaitu :

 Pencernaan secara mekanik (mengunyah) : dengan gigi (umumnya 33 kali),


sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, dan Subhanallah,
alasan ilmiah dari pernyataan tersebut adalah enzim hanya akan bekerja untuk
makanan yang telah terpecah menjadi partikel-partikel kecil. Tapi 3 kali saja udah
cukup.

 Pengunyahan kimia : dengan bantuan enzim dari glandula / kelenjar pencernaan.


Dimana kelenjar pencernaan menghasilkan enzim amilase yang berfungsi untuk
mengubah karbohidrat menjadi amilum.

6
Gambar 3: Cavum oris potongan sagitalis- lingua permukaan anterior et posterior 4
Dalam cavum oris juga terdapat lidah yang berfungsi sebagai pengecap.

Hijau = hit
Biru = asam
Merah = asin
Orange = manis

Gambar 4: Daerah pengecap4


Bagian bagian lidah : apex lingua, corpus lingua dan basis lingua.

Setelah itu bolus terdorong ke arah posterior dari lidah dan secara otomatis bolus akan
terdorong untuk memasuki faring. Di dalam cavum oris juga terdapat kelenjar
pencernaan seperti yang sudah disebutkan diatas secara lengkap, yaitu :

Gambar 5: Glandula submandibularis et parotidea 4

• Glandula salivares majores:

– Glandula parotidea

– Glandula sublingualis

– Glandula submandibularis

• Glandula salivares minores:

7
– Glandula Labiale

– Glandula Buccales

– Glandula Lingualis

– Glandula palatini

Faring

Secara refleks ketika bolus akan memasuki faring, epiglotis membuka


sphincter, oesofagus berelaksasi disertai dengan peran oesofagus dalam menutup
palatum mole sehingga makan tidak masuk kedalam trakea dan hidung. Secara umum,
fungsi dari faring adalah sebagai saluran penghubung sistem pencernaan dan
pernapasan. Disekitar faring juga terdapat tonsil yang berperan dalam pertahanan
(imunitas) tubuh.

Saat menelan makanan proses yang terjadi adalah :


Maknan→ cavum oris → recessus piriformis (epiglottis lateral) → esofagus → jalur
nafas ditutup oleh epiglottis dan rima glottidis

Oesophagus

Merupakan saluran muskuler dengan panjang 25 cm dibagi menjadi 2 bagian :

 Pars torachalis oesophagei

 Pars abdominalis oesophage dengan panjang 1,5 – 2,5 cm berbentuk seperti


pyramid.

Bagian distal berhubungan dengan gaster / ventriculus dihubungkan oleh


junction oesophagogastrica ( junction = sambungan ) dan ada juga sphincter
oesophagus. Esofagus menembus diafragma melalui hiatus esophagus (VT 10).
Vascularisasi vena oleh plexus esophagei . Jika terbendung dan pecah timbul
muntah darah (hematemesis), misalnya pada kasus sirosis hati.

Terdapat 3 penyempitan:
– Angustia superior  pangkal / leher
– Angustia medialis  persilangan dengan bronchus primarius sinister
– Angustia inferior  menembus diafragma
8
Gambar 6: Esofagus dilihat dari arah anterior dan lateral 4
Di cranial dan caudal oesophagus terdapat sphincter yang bernama sphincter
oesophagus. Di oesophagus makanan akan mengalami gerak peristaltik yang terjadi
sekitar 6-10 deik. Apabila peristaltik pertama (peristaltik primer) tidak bisa
mengantarkan makanan ke gaster, maka akan terjadi gerakan peristaltik sekunder
sehingga mendorong makanan ke gaster.

Gaster / ventriculus

Merupakan saluran pencernaan setelah oesophagus


dengan bentuk J saat dalam keadaan kosong yang
berfungsi untuk mencerna bolus secara mekanik
menggunakan gerak peristaltik gaster dan kimiawi
(mengeluarkan enzim pencernaan seperti lipase,
peptin, HCl). Gaster terletak di Intraperitoneal,
kuadran kiri atas
Makanan yang telah dicerna berjalan menuju duodenum dinamakan kimus. Tingkat
keenceren kimus tergantung pada jumlah zat yang dimakan, air dan sekresi lambung.
Di dalam lambung memiliki fungsi motorik sebagai tempat penyimpanan makanan,
pencampuran makanan, dan pengosongan kimus di lambung. Gambar 7: Gaster4

• fungsi : menampung, menghancurkan & menghasilkan getah lambung


• Bagian-bagian:
– Pars cardiaca  fundus
– Corpus ventriculi:
9
• Curvatura ventriculi mayor  omentum mayus
• Curvatura ventriculi minor  omentum minus
– Pars pylorica: canalis pylorus, pylorus
• Kelenjar pencernaan: sel goblet, sel parietal, sel prinsipalis, sel argentafin, sel
endokrin.
• Vascularisasi:
– A. gastrica
– V. porta
Usus halus (Intstineum Tenue)

• Fungsi : digesti dan absorbsi (terutama di jejenum)

• Duodenum:

– Bentuk U, panjang ± 24cm

– Retroperitoneal

– Papilla duodeni major  muara ductus choledochus dan ductus pancreaticus

• Jejenum dan Ileum

– mukosa : terdapat lipatan yang disebut villi berfungsi untuk memperluas


permukaan

– panjang 6-7m, batas tidak tegas  2/5 proximal jejenum dan 3/5 distal ileum

– Jejenum: saat kosong, dinding tebal, lebih vasculer, sebagian besar di r.


umbilicalis

– Ileum : dinding lebih tipis, vascularisasi sedikit, r. hypogastrica – pelvis

• Vascularisasi:

– A. mesenterica superior

– V. porta

Didalam usus halus terjadi pencernaan mekanik dengan gerak peristaltik


dinding usus serta perncernaan dengan mengeluarkan enzim dari pankreas dan hepar.

10
Di usus halus juga terjadi absorbs nutrisi dan zat-zat yang berguna untuk tubuh.
Sebagai nutrisi yang diserap disalurkan ke hati untuk diolah.

Gambar 8: Intestinum tenue et intestinum crassum4


Usus besar (Intestinum Carasum )
Berfungsi dalam mengabsorbsi air , mineral dan vitamin & membuang feces.
Panjangnya 1,5 m. memiliki bagian khas yaitu taenia coli, haustrae, appendices epiploica.
Yang terdiri dari 4 bagian yaitu :
 Caecum merupakan muara ileum (orificium ileocaecalis) dan appendix
vermiformis
 Colon
Terdiri dari 4 bagian yaitu :
• Colon ascendens:
– Panjang 12-20cm, valva ileocecalis – flexura coli dextra
– Di rongga Retroperitoneal
• Colon transversum
– 40-50cm
– Paling besar
– Flexura coli dextra – flexura coli sinistra
– Penggantung: mesocolon transversum
• Colon descendens
– Flexura coli sinistra – apertura pelvis superior
– retroperitoneal
• Colon sigmoideum
– Bentuk S, panjang 15-80cm
– Bentuk dan posisi tergantung pada jumlah isinya, yaitu feses

11
– Colon descendens – rectum
– Penggantung: mesocolon sigmoideum

 Rectum dan canalis analis


– Panjang lk 12cm
– Tidak mempunyai penggantung usus (mesenterium)
– Bagian yang melebar: ampulla recti
– Pada rectum terdapat plexus hemorhoidalis. Jika membesar disebut hemoroid
– Berakhir sebagai anus pada perineum
– m. sphincter ani internus (otot polos), dalam keadaan normal tertutup
– m. sphincter ani externus (otot lurik), bisa di kendalikan
Kelenjar Pencernaan
Hepar
• Regio hypocondriaca dextra dan epigastrium
• Terdiri atas 2 lobus: dexter dan sinister
• Intraperitoneal, kecuali area nuda
• Penggantung hepar:
– Lig. Falciforme hepatis
– Lig. Teres hepatis
– Lig. Triangulare dextrum
– Lig. Triangulare sinistrum
– Lig. Hepatorenale
• Memiliki fungsi sebagai produksi cairan empedu dengan alur sebagai berikut :
 Ductus hepaticus dexter dan sinister  ductus hepaticus comunis :
1) ductus choledochus  papilla duodeni mayor
2) Vesica velea  ductus cysticus  ductus choledocus  dst
Vesica fellea
• Kantong berbentuk buah peer
• Fungsi: memekatkan empedu
• Daya tampung: 30-60 ml
• Bagian-bagiannya:
–Fundus vesica fellea
–Corpus
–Collum  berlanjut sebagai ductus cysticus
12
Pankreas
• Memiliki panjang 12-15 cm
• Terletak pada regio epigastrica dan hypocondriaca kiri
• Terdiri atas:
– Glandula eksokrin  c. pancreas  ductus pancreaticus  duodenum
ductus pancreaticus + ductus choledocus  ampulla hepatopancreraticus =
ampulla Voter  papilla duodeni mayor
– Glandula endokrin  insulin dan glukagon  darah
• Bagian-bagian dari pangkreas :
– Caput (kepala)
– Collum (leher)
– Corpus(badan)
– cauda (ekor)

Pembagian organ sistem digestif berdasarkan posisi :

Organ Intraperitoneal: • Hepar

Organ Retroperitoneal:
• Gaster

• Oesophagus
• Duodenum pars ascendens
dan descendens • Duodenum pars superior

• Jejenum • Pancreas

• Ileum • Colon ascendens

• Colon transversum • Colon descendens

• Caecum • V. cava inferior

• Appendix vermiformis • aorta

• Colon sigmoid

13
Gambar 9: Rongga Perotineum, omentum dan organ didalamnya4
HISTOLOGI5
Secara histologi, umumnya saluran cerna dilapisi oleh empat lapisan :
1). Tunika mukosa,dibagi menjadi 3 lapisan:
-membran mukosa : dilapisi oleh epitel
-lamina propria : jaringan ikat longgar,pembuluh darah, glandula

-muskularis mukosa : lapisan otot polos


2). Tunika submukosa
Lapisan tebal jaringan ikat,mengandung pembuluh darah dan limfe,terdapat plexus
saraf meissner.
3). Tunika muskularis
Terdiri dari lapisa sirkular dan longitudinal, terdapat plexus saraf aurbach
4). Tunika fibrosa/serosa
Terdapat jaringan ikat longgar,pembuluh darah dan limfe, jaringan lemak dan
mesothelium.
Adapun histologi dari tractus digestivus adalah5,6:

1. LABIUM ORIS, Terdiri atas 3 daerah :


a) AREA CUTANEA
Berupa lapisan kulit yang mengandung struktur Folikel rambut, glandula sebacea
dan glandula sudorifera.

b) AREA RUBRA
Lapisan epitel squamous complex non cornificatio yang tampak transparan.
Terdapat papila vaskuler tampak lebih tinggi.

2. P H A R Y N X
Panjang : 12.5 – 15 cm
Terdiri atas : Nasopharynx, Oropharynx, dan Laryngopharynx
 Tunica Mucosa :
Epitel Nasopharynx dan Laryngopharynx : Pseudocomplex columnar (+), Cilia (-)
Epitel Oropharynx : Squamous complex non cornification.
Lamina Propria : Jaringan ikat padat, fibroelastis dengan serat-serat
elastis yang berkembang baik.
 Muscularis Mucosa : Tidak ada.
 Tunica Submucosa : Tidak ada.
 Tunica Muscularis : Otot striata ireguler.
 Tunica Fibrosa : Lapisan fibroelastis yang melekatkan dengan jaringan
sekitarnya .
3. ESOPHAGUS
 Tunica Mucosa
Epitel : Squamous complex non cornificatio.
Lamina Propria : Serat jaringan ikat halus dan tipis.
Muscularis Mucosa : Terdiri dari dua jenis lapisan otot yaitu sirkular dan
longitudinal.
 Tunica Submucosa : Jaringan ikat longgar berupa serat-serat kolagen kasar,
serat-serat elastis kasar, pembuluh darah, lhymfe,
ganglion saraf parasymphatis.
 Tunica Muscularis : Berupa serat otot striata dan serat otot polos. Serat otot
striata. Dijumpai sampai dengan pertengahan
oesophagus. Sedangkan serat otot polos , dimulai dari
Pertengahan oesophagus.
 Tunica Fibrosa : Jaringan ikat longgar .

4. GASTER
 Tunica Mucosa : Columnair simplex inti oval/ spheris .
 Lamina Propria : Jaringan ikat longgar .
 Muscularis mucosa : Lapisan otot sirkular : bagian dalam.
: Lapisan otot longitudinal : bagian luar.
 Tunica Submucosa : Jaringan ikat longgar. Dijumpai pembuluh darah besar
dan serat-serat saraf.
 Tunica Muscularis : Stratum Obliqus, Stratum Sirkular, Stratum
Longitudinal.
 Tunica Serosa : Jaringan ikat longgar yang dilapisi sel mesothel.

5. INTESTINUM TENUE
 Tunica Mucosa : Epitel = Columnair absorbing cell.
: Tinggi dan sempit.
: Tinggi dan lebar sel dapat berubah-ubah.
: Tampak Striated Free Border.
: Sel Goblet makin ke distal makin banyak.
 Lamina Propria : Nodulus limfatikus solitari, Terdapat sepanjang
intestinum tenue. Plakat Peyer Berupa agregasi
nodulus
limfatikus.
 Muscularis Mucosa : Lapisan otot sirkular : bagian dalam.
: Lapisan otot longitudinal : bagian luar.
 Tunica Submucosa : Jaringan ikat longgar , dan glandula, Kecuali dibagian
proximal pada duodenum.
 Tunica Muscularis : Lapisan otot sirkular : bagian dalam.
: Lapisan otot longitudinal : bagian luar.
 Tunica Serosa : Jaringan Ikat yang dilapisi mesothelium.
6. I N T E S T I N U M C R A S S U M
 Tunica Mucosa :
Permukaan licin, terdapat vilus intestinal dan plica tidak dijumpai.
Lamina propria : Terdapat kriptus Lieberkühn
Striated Free Border : Lebih tipis bila dibandingkan dengan
intestinum tenue
Sel Paneth : Sedikit, terkadang tidak ada karena mulai
menghilang.
Sel Goblet : Hampir memenuhi seluruh tunika mukosa.
 Tunica Muscularis : Stratum sirkular lebih tebal dan stratum longitudinal
tersusun dalam 3 berkas berbentuk pita yang disebut
Taenia Coli. s . dan Linea Coli .
 Tunica Serosa : Banyak dijumpai jaringan ikat longgar.

FISIOLOGI7,8

Empat Proses Pencernaan

1. Motilitas yaitu pemindahan makanan, dapat berupa gerakan


propulsif/perstaltik yaitu gerakan memerah makanan dengan kecepatan yang
bervariasi dan gerakan mencampur yaitu pencampuran makanan dengan
seluruh getah pencernaan.

2. Sekresi berupa air, elektrolit, enzim pencernaan, garam empedu ataupun


mukus.

3. Digesti berupa pemecahan karbohidrat, protein dan lemak menjadi molekul


yang lebih kecil dan dapat diserap tubuh.

4. Absopsi yaitu penyerapan, yang terjadi di usus halus berupa pemindahan zat-
zat dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe.

Regulasi fungsi saluran cerna

1. Fungsi otonom otot polos, oleh saraf simpatis dan parasimpatis


Otot polos pada gastrointestinal berfungsi seperti sinsitium yaitu bila terbentuk
sebuah potensial aksi di manapun dalam masa otot, potensial aksi biasanya
berjalan kesemua arah dalam otot. Serat-serat otot dihubungkan secara listrik satu
terhadap yang lain melalui sejumlah besar gap junction yang menimbulkan
gerakan ion yang bertahanan rendah dari satu sel otot ke sel otot berikutnya.
Aktivitas listrik otot polos memiliki 2 tipe dasar gelombang listrik yaitu :

a) Gelombang lambat, berlangsung secara berirama. Biasanya tidak


menyebabkan kontraksi otot secara tersendiri pada traktus gastrointestinal.
Frekuensinya 3-12 kali permenit.

b) Potensial paku, disebut sebagai potensial aksi yang sebenarnya. Setiap kali
tercapainya potensial ambang, dimana puncak gelombang menjadi lebih
positive dari -40mV. Frekuensinya 1-10gel paku/detik.

2. Plexus saraf intrinsik terdiri dari plexus submukosa/meissner yang berfungsi


mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal dan plexus
mienterikus/auerbach yang berfungsi mengatur pergerakan gastrointestinal

3. Plexus saraf ekstrinsik, mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran cerna. Terdiri
dari saraf simpatis (memperlambat fungsi saluran cerna) dan saraf parasimpatis
(merangsang fungsi saluran cerna).

4. Hormonal, menimbulkan efek eksitatorik dan inhibitorik pada otot polos dan
kelenjar eksokrin. Hormon yang mempengaruhi gastrointestinal diantaranya yaitu
gastrin, CCK, sekretin, peptida penghambat asam lambung dan motilin.

5. Reseptor sensorik. Pengaktifan reseptor dapat menimbulkan 2 reflex saraf yaitu :

a) Refleks pendek, ketika jaringan saraf intrinsik mempengaruhi motilitas lokal


sebagai respon terhadap stimulasi lokal, maka semua elemen refleks terdapat
di dalam dinding saluran cerna itu sendiri. Contohnya : refleks peristaltik,
kontraksi mencampur, refleks gastrocolic.

b) Refleks panjang, mecakup jalur yang panjang antara SSP dan saluran cerna .
contohnya : refleks nyeri , refleks defekasi.

Mukosa dan kelenjar lambung


Sel eksokrin
1. Sel mukosa, menghasilkan alkalin mukus

2. Chief cell, menghasilkan pepsinogen

3. Sel parietal, meghasilkan HCL, if.

Sel endokrin
1. Sel ECL, menstimulasi sel parietal, menghasilkan histamine.

2. Sel G, menghasilkan gastrin yang dapat menstimulasi sel parietal untuk


mengeksresikan HCL.

3. Sel D, menghasilkan somatostatin yang dapat menghambat sel parietal, sel ECL.

Faktor faktor dasar yang merangsang sekresi lambung adlaah asetilkolin, gastrin,
dan histamin. Asetilkolin dilepaskan oleh adanya rangsangan parasimpatis
merangsang sekresi pepsinogen oleh sel-sel peptik, asam hidroclorida oleh sel parietal
dan mukus oleh sel-sel mukus. Sebgai pembanding keduanya gastrin dan histamin
secara kuat merangsang sekresi asam oleh sel-sel parietal tetapi memiliki sedikit efek
terhadap sel-sel lain.

Fase sekresi lambung

1. Fase sefalik, berlangsung sebelum makanan masuk kedalam lambung, terutama


saat makanan sedang dikonsumsi. Fase ini timbul akibat melihat, membaui,
membayangkan, atau mencicipi makanan. Sinyal neurogenik yang menyebabkan
fase sefalik sekresi lambung berasal dari kortek serebri dan pada pusat nafsu
makan di hipotalamus. Sinyal ditransmisikan melalui nukleus motorik dorsalis
nervus vagus dan kemudian melalui saraf vagus ke lambung. Fase ini normalnya
menghasilkan 30 persen dari sekresi lambung.

2. Fase gastric,saat makanan masuk ke lambung. Makanan akan membangkitkan


refleks vagovagal dari lambung ke otak dan kembali ke lambung, refleks enterik
setempat dan mekanisme gastrin, yang semuanya kemudian menyebabkan
terjadinya sekresi getak lambung selama beberapa jam ketika makanan berada di
dalam lambung. Fase ini membentuk sekitar 60 persen dari total sekresi lambung.
3. Fase intestinal,keberadaan makanan di bagian usus halus, khususnya pada
duodenum akan terus mengakibatkan lambung menyekresi sejumlah kecil getah
pencernaan, mungkin sebagian akibat sejumlah kecil gastrin yang dilepaskan oleh
mukosa duodenum. Fase ini meliputi kurang lebih 10 persen respon asam terhadap
makanan. Fase intestinal lebih bersifat inhibitor terhadap sekresi lambung karena
sekretin dan CCK yang dihasilkan akan menghambat aktifitas sel parietal maupun
chief cell.

Gambar 10: kontrol Sekresi Lambung8


Gambar 11: Kontrol Hormonal duodenum8

2. Jelaskan makna klinis dari nyeri perut hebat.


Jawab:
Nyeri adalah suatu pengalaman sensoris yang tidak menyenangkan yang merupakan
pertanda terjadinya kerusakan jaringan tubuh, baik aktual maupun potensial. Jadi jika
terjadi nyeri pada perut itu berarti terdapat suatu kerusakan jaringan pada abdomen
dimana kecurigaan utama ialah terjadinya kerusakan pada sistem digestif atau sistem
pencernaan. Drajat nyeri bervariasi, mulai dari ringan sampai yang berat dan ini
berbandng lurus dengan luas dan banyaknya kerusakan yang terjadi. Sehinga jika
terjadinya nyeriperut yang hebat itu berati sedang terjadinya kerusakan jaringan yang
besar dan parah dan ini harus segera diambil tindakan.9
3. Sebutkan klasifikasi dan ciri-ciri nyeri perut.
Jawab:

Nyeri abdomen dibagi menjadi10 :

A. Nyeri abdomen akut


Nyeri abdomen akut adalah nyeri yang datang secara tiba-tiba yang
menyebabkan kebanyakan orang untuk mencari bantuan medis. Nyeri abdomen akut
dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Nyeri visceral
Nyeri visceral di transduksi pada sumbernya oleh ujung saraf telanjang yang
tidak memiliki struktur khusus seperti kapsul yang ditemukan di ujung saraf
somatik. Nyeri visceral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau strukur
dalam rongga perut, misalnya karena cidera atau radang. Peritoneum visceral
yang menyelimuti organ perut diprsarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak
peka terhadap rabaan, atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau
pemotongan pada usus dapat dilakukan tanpa terasa oleh pasien. Aan tetapi bila
dilakukan tarikan atau regangn organ atau terjadi kontraksi yang berlebihan
pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya kolik atau radang , seperti
apendisitis kan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri visceral biasanya tak
dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan
seluruh telapak tangan nya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri visceral
kadang disebut nyeri sentral.

Berdasarkan studi neurofisiologis, ada 4 jenis saraf sensorik visceral yang


berbeda, yaitu:

1) Kemonociseptor.
Saraf ini biasanya ditemukan pada daerah mukosa. Saraf ini sensitif
terhadap isi lumen berbahaya.

2) Mekanoreseptor tonik
Saraf ini juga dikenal sebagai "wide-range" reseptor, memiliki aktivitas
yang relatif tinggi pada saat istirahat dan menanggapi peningkatan
ketegangan dinding dengan peningkatan linier dalam kegiatan.

3) Mekanoreseptor ambang batas tinggi

Saraf ini juga dikenal sebagai "phasic" reseptor, memiliki aktivitas


yang relatif rendah pada saat istirahat dan menanggapi distensi mekanis
yang berlebihan saja. Biasanya transduksi rasa nyeri dari ureter dan ginjal.

4) "silent" nociceptors
Nosiseptor ini hanya aktif jika terjadi inflamasi.

Nyeri dari organ abdomen terutama akibat dari peregangan dan distensi
ditransduksi oleh mekanoreseptor dan dalam situasi yang lebih parah munculnya
mediator inflamasi terdeteksi oleh ujung saraf diam. Pemotongan dan
pembakaran pada bagian abdomen tidak dianggap berbahaya. Hal ini menjelaskan
mengapa distensi gas selama kolonoskopi sering terasa nyeri, sedangkan
polipektomi tidak.
b. Nyeri somatik-parietal
Nyeri somatik-parietal dimediasi oleh serat A-delta, didistribusikan
terutama di kulit dan otot. Pada sistem pencernaan yang dapat mengalami nyeri
seperti ini yaitu peritoneum parietal. Nyeri ini bersifat tajam, tiba-tiba, well-
localized. Serat ini menyampaikan sensasi rasa sakit melalui nervus spinalis
somatik. Nyeri somatik-parietal biasanya diperburuk oleh gerakan atau getaran.
Serat mencapai sumsum tulang belakang pada saraf perifer yang sesuai dengan
dermatom (T6) ke (L1) segmen vertebra. Nyeri parietal jauh lebih tajam dan
terlokalisir daripada nyeri viseral, karena aferen somatik serat nyeri tidak
melewati garis tengah di sumsum tulang belakang.

Nyeri somatic terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh
saraf tepi , misalnya regangan pada peritoneum parietalis , dan luka pada dinding
perut . nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat . dan pasien dapat
menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan
nyeri ini dapat berupa rabaan , tekanan, rangsangan kimiawi, atau proses radang.
Gesekan peritoneum visceral yang meradang akan menimbulkan nyeri.
Pergesekan nya pun dapat membuat perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah
yang menyebabkan nyeri konttralateral pada pasien apendisitis akut.

B. Nyeri abdomen kronis


Nyeri abdomen dianggap kronis jika telah terjadi terus-menerus atau
sebentar-sebentar selama minimal 6 bulan.

4. Apa yang menyebabkan demam tinggi dan mengigau?


Jawab:
Dalam proses peradangan akan diikuti dengan proses demam. Demam atau febris
merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut
melebihin dari suhu tubuh normal.6
Proses peradangan merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya
serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan
masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang
masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang sebagai pirogen
eksogen.6
Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya
dengan merespon sebagai peradangan dan memerintahkan tentara pertahanan tubuh
antara lain berupa leukosit, makrofag, dan untuk memakannya (fagositosis). Dengan
adanya proses fagosit ini, leukosit ini juga akan mengeluarkan Pirogen
Endogen Interleukin-1 (IL-1), TNF alfa (Tumor Necrosis Factor alfa),
Interleukin-6 (IL-6) dan Interferon (INF) yang berfungsi sebagai anti infeksi.
Pirogen endogen yang keluar selanjutnya akan mengalir dalam sirkulasi darah, dan
akan bergerak dari tempat produksinya menuju sistem saraf pusat yaitu
otak, khususnya bagian otak yang berperan sebagai pengatur suhu tubuh
(hipotalamus anterior). Kemudian merangsang sel-sel epitel hipotalamus untuk
mengeluarkan suatu substansi yakni asan arakhidonat yang akan memacu pengeluaran
prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari
thermostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik
patokan suhu tubuh (diatas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini
dikarenakan thermostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang di
bawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses
menggigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang
lebih banyak.6
Selain menginduksi demam, mediator mediator inflamasi ini juga dapat
mempengaruhi fungsi otak sesaat sehingga akan timbul gangguan tidur berupa
mengigau.6
5. Jelaskan makna klinis Tn.B tidak bisa flatus dan BAB!
Jawab:
Proses peradangan dan nyeri memberikan efek kepada saluran Gastrointestinal, yaitu
menurunkan gerak motilitas dari usus. Seperti yang diketahui, dalam proses memecah dan
menyerap makanan juga mengeluarkan sisa makanan dibutuhkan gerak motilitas dari
usus. Jika motilitas dari usus terganggu (melambat) maka proses memecah dan meyerap
makanan menjadi terhambat. Begitu pula dengan proses perjalanan pengeluaran sisa
makanan, yang seharusnya bisa lancar dialirkan dari kolon ke rectum malah menjadi
lambat perjalanannya bahkan bisa tidak berjalan sama sekali. Semakin lama makanan
berada di dalam kolon, semakin banyak pula air yang absorbsi sehingga feses menjadi
lebih keras dan dengan motilitas yang lemah akan menjadikan semakin sulitnya feses
dikeluarkan. Begitu pula dengan gas gas yang terdapat di saluran cerna, membutuhkan
gerak motilitas untuk dapat berjalan berjalan dari proksimal ke distal.11

6. Apakah makna klinis muntah dan bagaimana mekanisme muntah ?


Jawab:
Muntah adalah keluarnya makanan secara paksa dari perut melalui tenggorokan.
Makanan keluar dari mulut, atau kadang melalui hidung. Muntah dapat terjadi dengan
sengaja atau tidak, dan lebih dilihat sebagai gejala daripada sebuah kondisi.
Muntah dipandang sebagai cara alami tubuh untuk menyingkirkan sesuatu. Sebagai
contoh, jika seseorang memakan sesuatu berukuran terlalu besar dan terdorong ke
tenggorokan, membatukkannya atau memuntahkannya merupakan bagian dari
insting. Muntah juga dapat menjadi tanda bahwa ada sesuatu yang salah pada sistem
pencernaan dan muncul bersamaan dengan gejala lainnya untuk mengindikasikan
penyakit yang diderita. 17
Muntah dapat disebabkan oleh 17:
a. Obat-obatan: obata anti inflamasi nonsteroid
b. Gangguan susunan saraf pusat (tumor otak, perdarahan intra cranial, infeksi)
motion sicknes, gangguan psikiatrik
c. Gangguan gastrointestinal: obstruksi jalan keluar lambung, obstruksi usus
halus, pancreatitis akut, kolesistitis akut, hepatitis akut
d. Gangguan metabolic endokrin: uremia, ketoasidosis diabetik

Mekanisme muntah ada 3 fase17

a. Nausea : merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada
organ dalam, dimana nausea tidak selalu diikuti dengan muntah.
b. Retching : merupakan fase dimana terjadi gerak napas spasmodic dengan glottis
tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma
sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negative.
c. Emesis : terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan
kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma disertai
dengan penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase ini pylorus dan antrum
berkontraksi, spinchter esophagus terbuka, lalu isi lambung keluar melalui mulut.

7. Apa makna klinis dari nyeri perut mendadak di epigastrium dan menyebar ke perut
kanan bawah?
Jawab:

Nyeri pada daerah peritoneum merupakan nyeri visceral dimana nyeri ini
ditransmisikan oleh serabut saraf tipe C. Biasanya nyeri ini seperti nyeri tumpul, kram,
seperti sensasi terbakar dan lokalisasinya jelek. Nyeri visceral sering dipersepsikan di
daerah tengah abdomen (epigastrik, umbilikal, dan hipogastrik). Hal ini dikarenakan
organ abdomen mentransmisikan sinyal kepada serabut saraf aferen melalui kedua bagian
dari spinal cord. Selain itu pada pola perpindahan nyeri yang meluas dan menyebar
dimulai dari epigastrik disebabkan oleh penjalaran nyeri oleh saraf berdasarkan neural
crest (embrional saraf) saat organogenesis ketika janin berkembang. Hal ini merupakan
ciri khusus dari nyeri visceral12

8. Mengapa terjadi nyeri di seluruh perut dan mengapa terasa tegang?


Jawab:
Nyeri pada seluruh perut berarti terjadi kerusakan/ infeksi di yang melibatkan seluruh
permukaan dalam perut. Kasus ini biasanya terjadi pada penyakit peritonitis, dimana
terjadinya infeksi peritoneum yang membungkus perut. Nyeri yang terjad pada penderita
peritonitis ini terjad karena adanya gesekan antara viscera yang meradang. Peradangan
maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas
nyeri sampai menjadi nyeri seluruh perut. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maksimum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi. Pasien dengan peritonitis
cenderung untuk immobilitas dan terus merasakan sakit yang bertambah, perubahan
posisi akan merangsang peritoneum dan meningkatkan nyeri abdomen.12
Pada Infeksi peritoneum otot otot perut akan ikut berkontraksi sehingga terjadi proses
penegangan m. Rectus Abdominis, m. Obliquus Abdominis Externus et Interus dan m.
Transversus Abdominis dan hal ini mengakibatkan perut menjadi tegang.

keluar.8

9. Apa pengaruh konsumsi obat nyeri dan jamu terhadap penyakit Tn.b?
Jawab:

Obat analgetik (pereda nyeri) dibagi menjadi dua, yaitu golongan opiat dan
non opiat. Golongan opiat akan merangsang langsung pada saraf pusat sedangkan
golongan non opiat (NSAID) akan merangsang saraf perifer dan sebagian saraf pusat.
Menurut teori dua komponen sawar mukus dari Hollander, lapisan mukus lambung
yang tebal dan liat merupakan garis depan terhadap autodigesti. Lapisan ini
memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dengan agen kimia. Obat Anti
Inflamasi Non Steroid (NSAID), termasuk aspirin, menyebabkan perubahan kualitif
mukus lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukusoleh pepsin.
Prostaglandin terdapat dalam jumlah berlebihan dalam mukus gastrik dan tampaknya
berperan penting dalam pertahanan mukosa lambung. Beberapa obat tertentu, seperti
aspirin, alkohol, indometasin, fenilbutazon, kortikosteroid mungkin memiliki efek
langsung terhadap mukosa lambung menyebabkan terbentuknya ulkus.
Obat anti inflamasi NSAIDs selektif dan non-selektif yang penggunaan klinis
nya adalah nyeri peradangan sendi (osteoarthritis), peradangan local, nyeri otot
skeletal kornik. Efek samping yang terjadi pada penggunaan NSAIDs non-selektif
adalah iritasi lambung. Hal ini dikarenakan mekanisme kerjad NSAIDs non-selektif
yang memblok COX-1. Peran COX-1 adalah pembentukan prostaglandin yang
melindungi mukosa lambung. Bila COX-1 dihambat, maka prostaglandin yang
menjadi perlindungan lambung tidak terbentuk. Terjadilah iritasi atau tukak
lambung. Untuk memperkecil resiko efek samping ini, maka sebaiknya NSAIDs
diminum setelah makan (1 jam setelah makan) dan bisa dikombinasi dengan
gastroprotektif agent seperti proton pump inhibitor (PPI). PPI memiliki efektivitas
yang sama dengan misoprostol (analog prostaglandin, PGE1). Bila dibandingkan
dengan antagonis reseptor H2 (simetidin, famotidine, ranitidin), PPI lebih efektif.

Sedangkan di dalam jamu, mengandung sebagian zat kimia yang merupakan


golongan obat bersifat Anti Inflamasi Non Steroid (NSAID) yang diantaranya
fenilbutazon, antalgin, dan sebagainya menyebabkan ruptur lambung akan
melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum, sehingga pasien
akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai peritonitis.

OAINS termasuk aspirin, menyebabkan kerusakan mukosa melalui dua cara


utama, yaitu inhibisi sistemik dari prostaglandin dan iritasi epitel lambung. Inhibisi
prostaglandin berhubungan dengan penghambatan dari COX-1, sementara efek
antiinflamasinya berhubungan dengan inhibisi COX–2. Iritasi epitel lambung
berhubungan dengan keasaman OAINS (Schellack, 2012). Ada tiga mekanisme yang
berbeda dari gastropati yang disebabkan oleh OAINS dan menginduksi komplikasi
saluran cerna, yaitu melalui : penghambatan enzim COX-1 dan gastroprotektif PG,
permeabilisasi membran, dan produksi dari mediator proinflamatori (Gambar
1).15

1. Inhibisi dari COX-1 dan Gastroprotektif PG


Ada dua isoform dari COX, yaitu COX-1 dan COX-2, yang memiliki
fungsi yang berbeda. Enzim COX-1 bertanggung jawab terhadap proteksi
normal fisiologis dari mukosa lambung. COX-1 penting untuk sintesis dari
prostaglandin, yang mana melindungi lambung dari pengeluaran asam,
mengatur aliran darah di mukosa lambung, dan menghasilkan bikarbonat.
Isoform lain, COX-2, dipicu oleh kerusakan sel, sitokin proinflamatori yang
bervariasi, dan faktor turunan tumor. Kebanyakan gastropati yang terjadi
disebabkan oleh inhibisi oleh COX-1 oleh OAINS.

2. Membran Permeabilisasi
OAINS juga memiliki efek sitotoksik langsung pada sel mukosa
lambung yang menyebabkan lesi dan luka. Kerusakan topikal pada jenis ini
telah diobservasi pada kasus keasaman dari OAINS, seperti aspirin yang
menghasilkan akumulasi dari OAINS yang terionisasi, suatu fenoma
dinamakan “ion trapping”. Aspirin menurunkan ketidaklarutan air dan
+
menyebabkan difusi kembali dari ion H dan pepsin (Schellack, 2012). Hal
itu menunjukkan bahwa OAINS menyebabkan permeabilisasi membran
membawa kepada kerusakan sawar epitel. OAINS juga dapat menginduksi
baik nekrosis dan apoptosis pada mukosa sel lambung.

3. Produksi tambahan dari Mediator Proinflamatori


Inhibisi dari sintesis PG oleh OAINS membawa kepada aktivasi jalur
lipooksigenase dan peningkatan sintesis leukotrien. Leukotrien menyebabkan
inflamasi dan iskemia jaringan dan akhirnya luka pada mukosa lambung.
Bersamaan dengan ini ada juga produksi dari mediator proinflamatori yang
ditingkatkan seperti tumor necrosing factor. Hal ini kemudian menjadikan
oklusi mikrovesel yang membawa kepada penurunan aliran pembuluh darah
dan pengeluaran radikal bebas. Radikal bebas akan bereaksi dengan asam
lemak yang tidak jenuh dari mukosa dan akhirnya membawa kepada
peroksidasi lemak dan kerusakan jaringan.
Gambar 12 .Mekanisme ulkus gaster yang disebabkan oleh OAINS15

Hubungan COX-2 dengan terjadinya ulkus gaster


Enzim COX-2 berhubungan dengan terjadinya efek samping pada saluran cerna.
Hipotesis menunjukkan bahwa penghambatan selektif COX-2 akan menghematkan
pengeluaran COX-1 yang memediasi PG, dan hanya menghambat COX-2 yang
memediasi PG yang terlibat dalam proses inflamasi. Bagaimanapun, COX-2 terlibat
dalam pertahanan dan perbaikan mukosa, dan hal ini menunjukkan bahwa kedua
isoform COX bertanggung jawab untuk proses fisiologis dari kerusakan jaringan.
Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana dilakukan inhibisi COX-1 secara
selektif, tidak terlihat proses inhibisi itu menghasilkan kerusakan lambung yang
signifikan. Dalam penelitian lain dikatakan, inhibisi selektif COX-2 menghasilkan
komplikasi saluran cerna yang lebih bahaya dibandingkan penggunaan OAINS yang non
selektif.15

Pada kasus Tn. B yang mengkonsumsi jamu untuk meredakan nyeri. Diperkirakan
jamu yang dikonsumsi adalah jamu plus obat kimia atau disebut juga jamu oplosan.
Menurut uji laboratorium zat zat tambahan yang terdapat dalam jamu tersebut ialah
golongan Non-Steroid Anti Inflamatory Drug (NSAID) / Obat Anti Inflamasi Non-
Steroid (OAINS) seperti fenilbitazon, antalgin, natrium diclofenac. Dan juga terdapat
kandungan zat golongan steroid seperti Dexametason dan prednisone.15
Zat zat yang tedapat dalam jamu ini termasuk dalam Obat keras yang jika tidak
digunakan dengan dosis dan takaran yang seharusnya akan menimbulkan efek buruk
yaitu memberikan pengaruh terutama ke gaster dapat berupa luka (ulserasi) dan akan
memperparah penyakit lambung yang sudah diderita sebelumnya. Sudah di bahas di atas
tentang efek dari pemakaian OAINS, dan di jamu terdapat obat golongan steroid yang
meruoakan imunosupressor, hal ini justru akan memperparah keadaan karena OAINS
menyebabkan luka sehingga rentan infeksi ditambah dengan ditekannya sistem imun
menjadikan individu mudah terserang infeksi.16

10. Apakah makna klinis dari perut kembung dan mual dan tidak nafsu makan?
Jawab:

Adanya infeksi pada peritonium mengakibatkan peristaltik usus menurun , hal ini
menyebabkan penumpukan makanan dan timbulnya obstruksi , karena usus yg sudah
penuh, makanan dan udara tidak bisa masuk ke dalam usus halus yang menyebabkan
mual dan tidak nafsu makan serta perut kembung9,10

11. Jelaskan etiologi,patofisiologi dari penyakit Tn.B!


Jawab:

Peritonitis diklasifikasikan menjadi:18


A. Menurut agens

1. Peritonitis kimia,
misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam lambung, cairan empedu,
cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen akibat perforasi.
2. Peritonitis septik,
merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya karena ada
perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke peritonium dan
menimbulkan peradangan.

B. Menurut sumber kuman


1. Peritonitis primer
Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari penyebaran
secara hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial Peritonitis
(SBP). Peritonitis ini bentuk yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh
perforasi atau nekrose (infeksi transmural) dari kelainan organ visera dengan
inokulasi bakterial pada rongga peritoneum.
Kasus SBP disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh bakteri
gram negatif ( E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) , bakteri gram
positif ( streptococcus pneumonia, staphylococcus).
Peritonitis primer dibedakan menjadi:
*Spesifik
Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik, misalnya
kuman tuberkulosa.
* Non- spesifik
Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non spesifik,
misalnya kuman penyebab pneumonia yang tidak spesifik.

2. Peritonitis sekunder
Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab utama, diantaranya
adalah:
1. invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus gastrointestinal atau traktus
genitourinarius ke dalam rongga abdomen, misalnya pada : perforasi
appendiks, perforasi gaster, perforasi kolon oleh divertikulitis, volvulus,
kanker, strangulasi usus, dan luka tusuk.
2. Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreas ke peritoneum saat terjadi
pankreatitis, atau keluarnya asam empedu akibat trauma pada traktus biliaris.
3. Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters

3. Peritonitis tersier
biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise. Organisme penyebab
biasanya organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase negative Staphylococcus,
S.Aureus, gram negative bacili, dan candida, mycobacteri dan fungus.
Gambarannya adalah dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis. Biasanya
terjadi abses, phlegmon, dengan atau tanpa fistula. Pengobatan diberikan dengan
antibiotika IV atau ke dalam peritoneum, yang pemberiannya ditentukan
berdasarkan tipe kuman yang didapat pada tes laboratorium.
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah peritonitis berulang,
abses intraabdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini sebaiknya kateter dialisis
dilepaskan.
Untuk kasus Tn. B, causa peritonitisnya ialah karena perforasi gaster, adapun etiologi
dari perforasi gaster ialah18:
1. Perforasi non-trauma, misalnya :
a. akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia
b. spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer.
c. Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid (NSAID), dan steroid : terutama pada
pasien usia lanjut.
d. Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptic
e. Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
f. Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus,
gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

2. Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya :


a. Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi.
b. Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
c. Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak
daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan
alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.

FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor berikut dapat meningkatkan resiko kejadian peritonitis, yaitu18:
a. penyakit hati dengan ascites
b. kerusakan ginjal
c. compromised immune system
d. pelvic inflammatory disease
e. appendisitis
f. ulkus gaster
g. infeksi kandung empedu
h. colitis ulseratif / chron’s disease
i. trauma
j. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dyalisis)
k. pankreatitis

PATOFISIOLOGI
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ
abdomen, ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum
terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah
(abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sehingga
menimbulkan obstruksi usus.18
Dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada peritonitis lokal
dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta mekanisme pertahanan
tubuh dengan melokalisir sumber peritonitis dengan omentum dan usus. Pada peritonitis
yang tidak terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian menjadi peritonitis
generalisata dan terjadi perlengketan organ-organ intra abdominal dan lapisan
peritoneum viseral dan parietal. Timbulnya perlengketan ini menyebabkan aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.18
Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri masuk ke dalam pembuluh
darah.18

12. Apa diagnosis sementara Tn.B ?


Jawab:
Diagnosis definitive yang diambil adalah Peritonitis et causa Perforasi gaster,
karena bisa dilihat dari gejala gejalanya sesuai dengan Peritonitis et causa Perforasi
gaster. Meskipun memiliki banyak persamaan dengan peritonitis et causa appendisitif
namun jika dilihat dari anamnesis riwayat pasien, terdapat kebiasaan meminum obat dan
jamu pengobat nyeri dalam jangka panjang dan tanpa resep dokter. Hal ini sudah di
jelaskan dalam soal no.12 merupakan faktor resiko dari penyakit ulkus gaster yang dapat
berakibat perforasi. Sehingga jika dikumpulkan data anamnesis Tn. B lebih mengarah
kepada penyakit Peritonitis et causa Perforasi gaster. Akan tetapi masih tetap
membutuhkan hasil dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan secara pasti penyakit Tn. B.

13. Apa anamnesis penyakit Tn.A ?


Jawab:

Pada pasien dengan suspek peritonitis, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan


fisik yang cermat untuk menegakkan kemungkinan peritonitis dan menyingkirkan
diagnosis banding yang lain.19
Anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

1. Nyeri abdomen: dapat akut atau perlahan-lahan

2. Nyeri bersifat tumpul dan terlokalisir (peritoneum viseral) dan berlanjut ke arah
nyeri terlokalisir (peritoneum parietal)

3. Anorexia dan nausea bisa timbul sebelum nyeri abdomen

4. Vomunitus: terjadi karena obstruksi atau sekunder akibat iritasi peritoneal

Dari hasil anamnesis bisa didapatkan diagnosis sementara dari keluhan Tn.A
dimana keluhan Tn.A mengarah ke peritonitis untuk memastikan lebih lanjut
apakah ini benar peritonitis atau tidak dilakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
14. Apa diagnosis banding dari penyakit Tn.B?
Jawab:
Tabel 1. Diagnosa Perbandingan
Diagnosa
Diagnosa Banding
Sementara
Peritonitis et causa Peritonitis et causa
Appendisitis
Perforasi appendisitis Perforasi Gaster
Etiologi Karena kebocoran
Karena kebocoran dari
Peradangan pada usus dari gaster
usus buntu buntu (berawal dari
ulkus)
Nyeri Nyeri dari umbilikus Nyeri dari ulu hati
menjalar ke perut
menjalar ke perut kanan Nyeri dari umbilikus
kanan bawah
menjalar ke perut
bawah dan menyebar kemudian ke
kanan bawah
keseluruh permukaan perut seluruh
permukaan perut
Gejala Demam febris, mual,
Demam sebfebris, Mual, muntah,
anoreksia mual, anoreksia anoreksia, demam
inspeksi Perut terlihat kembung Tak ada gambaran Perut terlihat
spesifik kembung
palpasi Terdapat nyeri di titik Mc Nyeri tekan,
burney, dan perut tegang/ Terdapat nyeri di titik tegang pada
Mc burney seluruh
keras
permukaan perut
Auskutasi
Melemah dan bahkan Melemah dan
(Bisisng Normal-melemah
hilang bahkan hilang
Usus)

15. Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap Tn.B?


Jawab:

PEMERIKSAAN FISIK9,10
Pada pemeriksaan tanda vital perlu diperhatikan status gizi, kemungkinan adanya
gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Penderita dengan
perdarahan, perforasi, atau obstruksi lambung duodenum sering datang dalam keadaan
gawat.
1. Inspeksi
 Pasien tampak dalam mimik menderita
 Tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung
 lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih kecoklatan
 Pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak tampak
karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat perangsangan
peritoneum.
 Distensi perut

2. Palpasi

3. nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif

4. Auskultasi

5. suara bising usus berkurang sampai hilang

6. Perkusi

 Nyeri ketok positif

 Hipertimpani akibat dari perut yang kembung

 Redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga udara
akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi perubahan
suara redup menjadi timpani Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua
arah, dengan tonus muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi
udara

7. Rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus muskulus sfingter ani
menurun dan ampula recti berisi udara.

16. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap Tn. B?


Jawab:

1. Pemeriksaan Radiologis19
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi, yaitu :

 Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan


proyeksi anteroposterior ( AP ).
 Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan,
dengan sinar horizontal proyeksi AP.
 Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan
sinar horizontal, proyeksi AP.

Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu :terlihat kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal.

Gambar 3 Foto BNO pada peritonitis.

2. Pemeriksaan Laboratorium

 Darah Lengkap, biasanya ditemukan leukositosis( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien
imunokompromais dapat terjadi lekopenia, hematocrit yang meningkat
 BGA, menunjukan asidosis metabolic, dimana terdapat kadar karbondioksida yang
disebabkan oleh hiperventilasi.
 Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari
3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
 Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu dikoreksi cairan,
elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok hipovolemik.
 Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT

scan, dan MRI

17. Jelaskan therapy untuk penyakit Tn.B !

Jawab: Penatalaksanaan19

A. Konservatif

Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan :

A. Memuasakan pasien

B. Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal

C. Pengganti cairan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena

D. Pemberian antibiotik yang sesuai

E. Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya

 Pemberian oksigen
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh pulse
oximetri atau BGA.
 Resusitasi cairan
 Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi.
Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus
dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena sentral
dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien
dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit
bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke dalam
ruang vaskuler.
 Analgetik
Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan antiemetik.

 Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.
Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang
mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran anastomose) atau
yang sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan
meropenem atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga
harus dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida.

B. Definitif

Pembedahan

 Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang dikira.
Tujuannya untuk :

A. menghilangkan kausa peritonitis

B. mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami

C. inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami perforasi).

D. Peritoneal lavage

Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting. Relaparotomi


mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien dengan peritonitis sekunder,
dimana setelah laparotomi primer ber-efek memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi
dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Relaparotomi yang terencana biasanya dibuat
dengan membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah
eviserasi.Bagaimanapun juga, penelitian menunjukkan bahwa five year survival rate
di RS dan jangka panjang, lebih tinggi pada relaparotomi sewaktu daripada
relaparotomi yang direncanakan. Pemeriksaan ditunjang dengan CT scan. Perlu
diingat bahwa tidak semua pasien sepsis dilakukan laparotomi, tetapi juga
memerlukan ventilasi mekanikal, antimikrobial, dan support organ. Mengatasi
masalah dan kontrol pada sepsis saat operasi adalah sangat penting karena sebagian
besar operasi berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas

 Laparoskopi
Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam absorbsi
karbondioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang mengalami inflamasi, belum dapat
dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif pada penanganan appendicitis akut dan perforasi ulkus
duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi
ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi pada laparoskopi.

 Drain
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada dinding
sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak kejadian
yang memungkinkan penggunaan drain sebagai profilaksis setelah laparotomi.

18. Jelaskan Komplikasi dari penyakit Tn.A!

Jawab:

Jika tidak segera diobati, infeksi dapat memasuki aliran darah Anda,
menyebabkan syok dan kerusakan organ-organ lain. Hal ini dapat berakibat fatal.
Potensi komplikasi peritonitis primer meliputi:9,10
 Ensefalopati, merupakan hilangnya fungsi otak yang terjadi ketika hati
tidak bisa lagi membuang zat beracun dari darah Anda
 Sindrom hepatorenal, yaitu gagal ginjal yang progresif akibat
kegagalan hati
 Sepsis, merupakan reaksi parah yang terjadi ketika aliran darah
menjadi kewalahan oleh bakteri.
Komplikasi peritonitis sekunder meliputi:
 Abses intra-abdominal, merupakan kumpulan nanah
 Usus gangren, merupakan jaringan usus yang mati
 Adhesi intraperitoneal, merupakan pita dari jaringan fibrosa
menempel dengan organ perut dan dapat menyebabkan
penyumbatan usus
 Syok septik, yang ditandai dengan tekanan darah sangat rendah.
MIND MAPPING

Kelainan Pada
Anatomi, Histologi , Saluran Cerna
Fisiologi Saluran
Cerna

Sebab/Penyakit
Appendisitis Ulkus Gaster
Lain

Perfor

Periton

Etiologi Patofisiologi

Manifestasi
Pemeriksaan
Klinis
Fisik
Pemeriksaan
Penunjang Tata Laksana

Prognosis
DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring [Online]. [dikutip 13 september 2017]


Tersedia: http://kbbi.web.id

2. Kamus Kesehatan [online].[dikutip 13 september 2017]; Dapat diakses di:


http://kamuskesehatan.com

3. Elsevier. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2014. Hal. 1782

4. Dirwan Suryo S. 2009. Anatomi Sistem Pencernaan [Online]. Diunduh dari :


https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi0mJ
2CxKrSAhUPR48KHY1kDU8QFggvMAY&url=https%3A%2F
%2Fmisc09.files.wordpress.com%2F2010%2F01%2Fanatomi-sistem-
digestive.docx&usg=AFQjCNGlNb-y86uywzT_ceJ-
qDaPI3j4ZA&sig2=2ofDXARDIh-OeVpI_sCxtg [ diakses 20 September 2017]
5. Wonodirekso Sugito. Penuntun Praktikum Histologi. Edisi 1. Jakarta Pusat : Dian
Rakyat, 2003. Hal.86-105

6. Sherwood Lauralee. Introduction to Human Physiology.Edisi 8. Jakarta: Penerbit


buku kedokteran ECG;2013. Hal. 704-705

7. Guyton, Arthur C dan Jonh E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC;2008. Hal. 813 - 844

8. Sherwood Lauralee. Introduction to Human Physiology.Edisi 8. Jakarta: Penerbit


buku kedokteran ECG;2013. Hal. 585, 641 - 655

9. Setiasi, S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Volume II. Jakarta: Interna
Publishing; 2014. Hal.1896-1897
10. Isselbacher, dkk. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Ed-13. Jakarta:
EGC; 2012
11. Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty. 2006. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
12. Sjamsuhidajat, R, Wim de jong. Buku Ajaran Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2004.
13. Ramadanika, T. Muntah [serial online] dapat diunduh di:
http://skp.unair.ac.id/repository/web-
pdf/web_Mual_dan_Muntah_THIEARA_RAMADANIKA.pdf. Diunduh pada 15
September 2017.

14. Selvan, D. 2012. Mekanisme Muntah [serial online]. Dapat Diakses di:
https://www.scribd.com/doc/94488866/Mekanisme-Muntah-Dan-Mual. Diakses pada
15 September 2017.

15. Anonim. Gastropati karena OAINS. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada
tanggal 13 september 2017.

16. Andimarlinasyam. 2009. Perforasi Gaster [serial online]. Dapat diakses di:
https://andimarlinasyam.wordpress.com/2009/08/27/perforasi-gaster/. Diakses pada
17 September 2017.

17. Ramadanika, T. Muntah [serial online] dapat diunduh di:


http://skp.unair.ac.id/repository/webpdf/web_Mual_dan_Muntah_THIEARA_RAMA
DANIKA.pdf. Diunduh pada 9 oktober 2018

18. Warsinggih. Bahan Ajar: Peritonitis dan Illeus [serial online]. Dapat diunduh di:
http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/PERITONITIS-DAN-
ILUES.pdf diunduh pada: 12 September 2017.

19. Anonim. Peritonitis dan Ileus. Universitas Hasanuddin. .Diakses dari URL :
https://med.unhas.ac.id

Anda mungkin juga menyukai