Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 SEMESTER VI

BLOK XXI PEDIATRI

PENANGANGAN PADA NEONATUS

Kelompok B10

1. Afifah Novita Y.

G0011006

7. Silvia P. Kumalasari

G0011198

2. Astridia M. P.D.

G0011042

8. Andrio Palayukan

G0011002

3. Desy Mila P.

G0011068

9. Farchan Azzumar

G0011090

4. Fitri Ika Suryani

G0011096

10. Pieter Reinaldo

G0011158

11. Rina Dwi P.

G0011174

5. Ivonny Rembulan Z.G0011120


6. Reza Yunita Sari

G0011168

Tutor : Tonang Dwi Ardyanto, dr., Sp.PK., Ph.D

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses kelahiran bayi merupakan suatu proses yang kompleks.
Dalam beberapa saat, janin berubah menjadi bayi yang hidup bebas.
Transisi dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin merupakan
hal yang vital dan merupakan fase yang sangat penting, rentan, dan sensitif
terhadap berbagai keadaan. Selama proses kelahiran, janin harus dapat
beradaptasi secara fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
barunya sehingga dapat terhindar dari potensi kerusakan. Setelah
kelahiran, bayi harus dapat beradaptasi untuk menghindarkan diri dari
bahaya lingkungan seperti hipotermia dan infeksi.
Periode intrapartum dan neonatal awal merupakan masa yang amat
rawan bagi bayi yang mengalami hipoksia atau malnutrisi, dan kelainan
lain. Hampir semua mortalitas dan morbiditas yang terjadi pada periode
perinatal ini dapat dicegah, maka periode perinatal merupakan saat untuk
menerapkan ilmi kedokteran dan memanfaatkan waktu seefektif mungkin.
Seperti dalam skenario berikut ini:
Bayiku
Seorang ibu G1P0A0 berusia 25 tahun dengan usia kehamilan 38
minggu melahirkan seorang bayi laki-laki dengan berat 3 kg, panjang 49
cm secara spontan, warna ketuban keruh, tidak ada mekonium.
Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernapas, tonus otot kurang
baik. Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi
tekanan positif didapatkan bayi bernapas spontan, tidak ada retraksi,
denyut jantung 100 kali per menit, skor APGAR 5-7-10.
Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur,
ketuban pecah 24 jam, riwayat demam sebelum melahirkan. Catatan
kesehatan ibu menunjukkan bahwa tanda vital ibu normal, pemeriksaan
TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan

ibunya dibawa ke ruang perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan


ASI oleh ibu.
B. Tujuan
1. Mengetahui fisiologi fetus dan neonatus.
2. Mengetahui kedaruratan neonatus dan penanganannya.
3. Mengetahui alur resusitasi pada neonatus.
4. Mengetahui penilaian dan interpretasi skor APGAR.
5. Mengetahui jenis-jenis pemeriksaan pada neonatus.
6. Mengetahui tentang Ante Natal Care.
7. Mengetahui pengaruh riwayat kehamilan ibu pada kondisi neonatus.
8. Mengatahui indikasi, kontraindikasi, dan tujuan rawat gabung.
9. Mengetahui mengenai Inisiasi Menyusu Dini, ASI Eksklusif, dan
manajemen laktasi.

BAB II
STUDI PUSTAKA
A. Fisiologi Fetus
1. Pertumbuhan Badan
Selama 2-3 minggu pertama kehamilan, panjang badan fetus hanya
berukuran

mikroskopik,

pertumbuhan

dan

perkembangan

masih

difokuskan pada plasenta. Setelah itu ukuran panjang dari fetus meningkat
hampir sebanding dengan usianya. Pada usia 12 minggu, panjang fetus
hampir 10 cm. Pada minggu ke 20, panjang fetus bisa encapai 25 cm, dan
pada saat aterm, panjang fetus bisa mencapai 53 cm (Panjang normal BBl
di Indonesia dalah 48-52 cm). Demikian juga dengan berat badannya,
yang hanya berukuran 0,5 kg sewaktu berusia 23 minggu dan terus
meningkat hingga bisa mencapai rata-rata 3,5 kg saat aterm.
2. Perkembangan Organ
Dalam waktu 1 bulan, karakteristik umum dari semua organ telah
berkembang, dan mencapai 4 bulan setelah fertilisasi, organ-organ pada
fetus secara kasar sama dengan organ-organ pada neonatus. Dalam waktu
5 bulan berikutnya terjadi penyempurnaan perkembangan organ.
3. Sistem Sirkulasi
Jantung fetus mulai berdenyut pada minggu ke 4 setelah fertilisasi
dan berkontraksi dengan frekuensi 65 denyut/menit. Frekensi ini akan
meningkat menjadi 140 denyut/menit sebelum lahir. Pada minggu ke 3
yolk sac mulai memproduksi sel-sel darah merah berinti. Produksi sel
darah merah juga dilakukan oleh hati pada minggu ke 6 dan oleh limpa
pada bulan ke 3. Sejak bulan ke 3 sumsum tulang belakang menjadi
sumber utama dari sel darah merah. Sementara itu, alur sistem sirkulasi
darah fetus adalah sebagai berikut : darah kembali dari plasenta melalui
vena umbilikalis melewati duktus venosus, lalu ke vena cava inferior. Dari
vena cava inferior darah teroksigenasi ini masuk ke atrium kanan. Dari
atrium kanan, darah langsung masuk ke atrium kiri melalui foramen ovale,
lalu ke ventrikel kiri dan dipompa ke

kepala dan tubuh bagian atas

kemudian melewati vena cava superior sudah menjadi darah yang


deoksigenasi. Dari vena cava superior, darah masuk atrium kanan dan
dialirkan ke ventrikel kanan melalui katub trikuspidalis, kemudian darah

dipompa ke arteri pulmonalis, lalu meewati duktus arteriosus, masuk ke


aorta desenden, lalu keluar melalui arteri umbilikalis dan masuk kembali
ke plasenta, tempat darah kembali dioksigenasi.
4. Sistem Pernafasan
Fetus tidak bernafas. Akan tetapi, usaha pernafasan tetap dilakukan
mulai akhir semester 3 dan usaha itu terus dihambat agar paru-paru tidak
terisi oleh cairan dan kotoran mekonium yang diekskresikan ke cairan
amnion sehingga paru-paru tetap bersih.
5. Sistem Persyarafan
Medula spinalis dan batang otak terbentuk pada bulan ke 3-4
kehamilan, tapi fungsi-fungsi saraf yang mencakup korteks cerebri masih
pada tahap perkembangan awal.
6. Sistem Gastrointestinal
Fetus mulai mencerna dan mengabsorbsi sejumlah besar cairan
amnion sampai pertengahan masa kehamilan dan pada 2-3 bulan terakhir
masa

kehamilan, organ-organ pencernaan fetus sudah mirip seperti

neonatus.
7. Ginjal
Ginjal fetus mulai memproduksi urin selama trimester ke 2
kehamilan dan urin ini menyumbang 70%-80% komposisi cairan amnion.
Akan tetapi, mekanisme keseimbangan elektrolit dan asam basa fetus
hampir tidak ada selama masa kehamilan.
8. Metabolisme
Fetus terutama menggunakan glukosa untuk energi dan memiliki
kemampuan yang tinggi untuk menyimpan lemak dan protein. Fetus juga
memiliki kemampuan untuk menyimpan fosfat dan kalsium, dan
kebutuhan zat tersebut hanya sekitar 2% dari jumlah zat tersebut pada
tulang ibu. Osifikasi tulang-tulang baru terjadi pada sekitar bulan ke 4
kehamilan.
Selain itu fetus juga menimpan zat besi, terutama dalam bentuk Hb
mulai minggu ke 3 setelah fertilisasi dan sepertiganya disimpan dalam
hati untuk membantu kebutuhan Hb neonatus di beberapa bulan awal
kehidupan. Fetus juga membutuhkan vitamin dalam jumlah yang sama
dengan yang dibutuhkan orang dewasa, bahkan terkadang lebih banyak.
Vitamin B dan asam folat penting untuk pembentukan sel darah
merah dan jaringan saraf. Vitamin C digunakan untuk pembentukan

matriks tulang dan serabut jaringan penunjang,

vitamin D digunakan

untuk pembentukan tulang fetus dan membantu absorbsi kalsium pada ibu.
Selain itu, vitamin E sangat penting untuk membantu perkembangan awal
embrio dan mempertahankannya, dan vitamin K digunakan untuk
membentuk faktor koagulasi darah. (Guyton and Hall, 2008)
B. Fisiologi Neonatus
Bayi yang baru lahir kehilangan dukungan metabolisme, oleh karena itu ia
harus mengalami banyak penyesuaian baru.
1. Sistem Pernafasan
Saat bayi lahir, dinding alveoli masih diselimuti cairan kental yang
bertekanan permukaan dan harus dilawan dengan tekanan negatif minimal
sebesar 25 mmHg. Tekanan negatif yang kuat diperlukan neonatus untuk
pertama kali bernafas. Setelah paru-paru mengembang, hanya dibutuhkan
sedikit tekanan untuk mengambang dan mengempiskan paru-paru.
Pada bayi normal umumnya inspirasi pertama sangat kuat dan bisa
menghasilkan tekanan negatif sebesar 60 mmHg serta didukung oleh
surfaktan yang menurunkan tekanan permukaan cairan penutup alveoli
sehingga bayi dapat bernafas dan sekitar 40 mL udara masuk ke paru-paru.
Surfaktan merupakan sejenis zat yang disekresikan oleh epitel pernafasan
yang dapat mempermudah pengembangan dan pengempisan paru-paru.
Pada bayi-bayi prematur, terjadi kesulitan bernafas karena cairan surfaktan
belum diproduksi banyak. Akibatnya pada bayi-bayi prematur sering
terjadi kesulitan bernafas.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan bayi baru lahir secara
spontan bernafas :
a. Pada ibu yang melahirkan pervaginam terjadi kompresi pada toraks
janin. Hal ini menyebabkan terjadinya ekspulsi cairan dalam paru
keluar dan kemudian terisi udara.
b. Akibat terputusnya ibu dengan plasenta menyebabkan terjadinya
asfiksia ringan. Hal ini akan memberikan impuls pada pusat pusat
pernafasan untuk mulai bernafas.

c. Adanya rangsangan dingin, terutama pada bagian wajah yang akan


merangsang pusat pernafasan.
Bayi mulai bernafas dalam waktu beberapa menit setelah lahir dan
biasanya kurang dari 1 menit, ia telah memiliki ritme pernafasan yang
normal. Pada bayi yang terlambat bernafas, terjadi hipoksia dan
hiperkapnea yang juga akan memberikan stimulus tambahan terhadap
pusat pernafasan. (Aziz, 2008)
2. Sistem Sirkulasi
Kehilangan suply darah yang besar dari plasenta saat kelahiran
meningkatkan resistensi pembuluh sistemik yang meningkatkan tekanan
aorta juga tekanan ventrikel kiri dan atrium kiri. Selain itu, paru-paru yang
mulai mengembang menyebabkan pembuluh darah yang melalui paru
tidak lagi tertekan sehingga terjadi penurunan resistensi arteri pulmonalis,
tekanan ventrikel dan atrium kanan.
Tekanan atrium kanan yang rendah sedangkan tekanan atrium kiri yang
tinggi menyebabkan darah tidak bisa mengalir dari atrium kanan ke kiri
seperti pada kehidupan fetus, tapi justru sebaliknya, akibatnya katub kecil
di sebelah kiri septum atrium ini menutup foramen ovale, dan dalam
beberapa bulan sampai beberapa tahun awal kehidupan terjadi pentupan
katub yang permanen.
Tekanan aorta yang tinggi dan tekanan arteri pulmonalis yang rendah
mengakibatkan darah mengalir dari aorta ke arteri pulmonalis (kebalikan
dari sirkulasi fetus). Darah yang melewati duktus arteriosus ini
mempunyai tekanan oksigen (Po2) 100 mm Hg. Tekanan oksigen ini jauh
lebih tingggi dari pada tekanan oksigen pada saat fetus, yang hanya sekitar
15 mm Hg.
Tingginya tekanan oksigen menyebabkan kontraksi otot polos dinding
duktus yang kuat yang kemudian berlanjut dengan penutupan duktus ini.
Sementara itu, aliran darah sebelumnya melalui vena umbilikalis
kemudian diteruskan ke vena cava inferior melalui duktus venosus
berhenti pada saat lahir karena pemutusan dengan plasenta. Dalam waktu1
sampai 3 jam dinding duktus venosus berkontraksi dengan kuat kemudian

menutup. Belum diketahui mekanisme yang jelas tentang penutupan


duktus venosus ini. (Aziz, 2008)
3. Metabolisme
Setelah tali pusat diikat atau diklem, maka kadar glukosa akan
dipertahankan oleh bayi itu sendiri serta mengalami penurunan dalam
waktu yang cepat, 1-2 jam. Untuk memperbaiki kondisi tersebut,
dilakukan dengan pemberian air susu ibu (ASI), penggunaan cadangan
glikogen (glikogenolisis), dan pembuatan glukosa dari sumber lain,
khususnya lemak (glukoneogenesis).
Namun, konsentrasi glukosa bayi pada hari pertama kelahiran pada
umumnya turun karena glukoneogenesis belum terlalu bermakna.
Kecepatan pertukaran cairan pada neonatus rata-rata 7 kali lebih cepat dari
pada orang dewasa, sedangkan dibutuhkan waktu beberapa hari untuk
pembentukan ASI ibu, sehingga pada umumnya karena kehilangan cairan
tubuh, berat badan bayi baru lahir sampai 2-3 hari awal kehidupan turun
hingga 5-20%. (Aziz, 2008)
4. Sistem Pengaturan Tubuh
Ketika bayi lahir dan langsung berhubungan dengan lingkungan yang
lebih dingin, maka dapat menyebabkan air ketuban menguap melalui kulit
yang dapat mendinginkan darah bayi. Pada saat lingkungan dingin, terjadi
pembentukan suhu tanpa melalui mekanisme menggigil yang merupakan
cara untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya serta hasil penggunaan
lemk untuk memproduksi panas. Adanya timbunan lemak tersebut
menyebabkan panas tubuh meningkat sehingga terjadi proses adaptasi.
Dalam pembakaran lemak, agar menjadi panas, bayi menggunakan
kadar glukosa. Selanjutnya cadangan lemak tersebut akan habis dengan
adanya stres dingin dan bila bayi kedinginan akan mengalami proses
hipoglikemia, hipoksia, dan asidosis. (Aziz, 2008)
C. Kegawatdaruratan Neonatus dan Penanganannya
a. Suhu
1. Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua
kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
(Irawan, 2008)

Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena ada penurunan suhu
tubuh yang dapat terjadi akibat :
1. Radiasi, yaitu panas tubuh bayi memancar ke lingkungan di sekitar
bayi yang lebih dingin. Misalnya, bayi baru lahir diletakkan di tempat
yang dingin.
2. Evaporasi, yaitu cairan ketuban yang membasahi kulit bayi
menguap. Misalnya, bayi lahir tidak langsung dikeringkan dari air
ketuban.
3. Konduksi, yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi
langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin, Misalnya,
popok/ celana bayi basah yang tidak langsung diganti.
4. Konveksi, yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara
sekeliling bayi. Misalnya, bayi diletakkan dekat pintu / jendela terbuka.
(RSCM FKUI, 2010)
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi
hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis
anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan
yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan faktor presipitasi dari hipotermia antara lain :
prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan
perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
dan eksposure suhu lingkungan yang dingin. (Irawan, 2008)
Tanda-tanda klinis hipotermia:
a. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C <360C ), tanda-tandanya
antara lain: kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah,
tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis
marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain :
sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan

lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai


hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
c. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka,
ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh
lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama
pada punggung, kaki dan tangan (sklerema). (Irawan, 2008)
Tatalaksana pada hipotermia:
a. Hipotermia berat:
1. Segera hangatkan bayi dibawah pemancara panas yang telah
dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau
rauangan hangat, bila perlu
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian
hangat, pakai topi dan selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering
diubah.
4. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. bila suhu naik paling tidak
0,50C/ jam berarti upaya penghangatan berhasil, kemudian
lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
5. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk mengangatkan dan
suhu ruangan setiap jam.
6. Pantau bayi setelah 24 jam. Bila suhu bayi tetap dalam batas
perawatan normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi
dapat dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga
agar bayi tetap hangat selama di rumah.
b. Hipotermia sedang
1. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang
hangat, memakai topi dan selimuti dengan selimut hangat.
2. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi
dengan melakukan kontak kulit dengan kulit atau perawatan
bayi lekat (PMK: Perawatan Metode Kangguru).
3. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal
0,50C berarti upaya enghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan
dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.

4. Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,50C/ jam,
cari tanda sepsis.
5. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum
dengan baik serta tidak ada masalah lain yang memerllukan
perawatan rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu
cara menghangatkan bayi di rumah.
6. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum
dengan baik serta tidak ada masalah yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. (Irawan,
2008)
2. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau
menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika
suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis
dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan
kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif
obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh
kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas
berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi
tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali.
Hipertermia karena reaksi negatif obat jarang terjadi.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan
teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk
meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan
gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait
dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala,
dan tekanan darah rendah. Tachycardia dan tachypnea dapat juga
muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung.
Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah
menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam
kasus-kasus lanjutan stroke panas.

Tatalaksana hipertermia:
a. Jangan memberi obat antipiretik kepada bayi yang suhu tubuhnya
tinggi.
b. Bila suhu diduga karena paparan panas yang berlebihan:
Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25

280C)
Lepaskan sebagian atau seluruh pakaiannya bila perlu
Periksa suhu aksilar setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas

normal
Bila suhu sangat tinggi (>390C), bayi dikompres atau dimandikan
selama 10 -15 menit dalam air yang suhunya 4 0C lebih rendan
dari suhu tubuh bayi. Jangan menggunakkan air dingin atau air

yang suhunya lebih dari 40C dibawah suhu bayi.


c. Bila bayi pernah diletakkan di bawah pemancar panas atau
inkubator:
Turunkan suhu alat penghangat bila bayi dalam inkubator, buka

inkubator sampai suhu dalam batas normal.


Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit
kemudian beri pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang

digunakan.
Periksa suhu bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas

normal.
Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan
sesuaikan pengatur suhu. (Irawan, 2008)

b. Glukosa
1. Hipoglikemi
Hipoglikemi adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa)
secara abnormal rendah. Atau keadaan hasil pengukuran kadar glukosa
darah kurang dari 45 mg/dl (2.6 mmol/L).
Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin
sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana
jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon
insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi
hipoglikemi.
Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup
selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress
yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena

meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia,


hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan. (Hidayah, 2014)
Diagnosis hipoglikemi pada neonatus dapat ditegakkan melalui:
1. Ananmnesis
- Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi,
gangguan pernapasan
- Riwayat bayi prematur
- Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
- Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
- Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
- Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
2. Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia
-

Bayi dari ibu diabetes (IDM)


Bayi yang besar untuk masa kehamilan (BMK)
Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK)
Bayi prematur dan lewat bulan
Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)
Bayi puasa
Bayi dengan polisitemia
Bayi dengan eritroblastosis
Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, betasimpatomimetik dan beta blocker

3. Gejala Klinis
-

Tremor
Jittery
Keringat dingin
Letargi
Kejang

Distress nafas
Sianosis
Apnea
Hipotermia

4.
Penanganan hipoglikemi pada neonatus adalah dengan:
Monitoring
1.
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM)
2.
3.

perlu dimonitor dalam 3 hari pertama.


Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam.
Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan

4.

glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan.


Kadar glukosa 45 mg/dl atau gejala positif tangani

5.

hipoglikemia.
Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari

penanganan hipoglikemia selesai .


Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
1.
Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1
2.

ml/menit
Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa

6-8 mg/kg/menit).
3.
Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
4.
Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala,
ulangi seperti diatas
5.
Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
5. Infus D10 diteruskan
6. Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
7. ASI diberikan bila bayi dapat minum
6.

Bila kadar glukosa 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan IV


teruskan dan periksa kadar glukosa tiap 12 jam. Jika normal, IVFD
dapat dihentikan .

Persisten hipoglikemia ( hipoglikemia lebih dari 7 hari)


1. Konsultasi endokrin.
8.
(Hidayah, 2014)

c. Ikterus
1. Ikterus Hemolitik
9. Ikterus Hemolitik adalah ikterus yang timbul < 24 jam pada
bayi baru lahir. Tanda klinis yang tampak adalah pucat saat lahir, HB <
13 g/dl, dan Test Comb (-).
10. Penanganan untuk ikterus hemolitik adalah:
1. Terapi sinar bila kadar bilirubin sesuai indikasi. Setelah terapi sinar
dihentikan, observasi 24 jam, lalu cek kadar bilirubin. Apabila masih

terjadi ikterus, lihat kadar bilirubin apakah perlu terapi sinar lagi.
Ulangi hingga kadar bilirubin normal.
2. Bila kencing gelap, feces pucat tangani sebagai prolonged jaundice
3. Follow up cek Hb/mg selama 4 mgg
4. Rujuk untuk transfusi tukar.
11.
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan
sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengambilan darah
dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang
sampai

sebagian

besar

darah

penderita

tertukar.

Pada

hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah, terjadinya


ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek
dan sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfuse tukar
memiliki manfaat tambahan karena membantu mengeluarkan
antibody maternal dari sirkulasi karena membantu mengeluarkan
antibodi maternal dan sirkulasi bayi sehingga mencegah hemolisis
lebih lanjut dan memperbaiki anemia.
5. Transfusi darah bila HB < 12 g/dl. (Hidayah, 2014)
2. Ikterus Prematus
12. Ikterus prematur adalah ikterus yang timbul pada hari ke 2
5 yang terjadi pada bayi kecil < 2500 gr dengan UK < 37 minggu.
Penanganan pada ikterus prematus adalah dengan:
1. Terapi sinar bila kadar bilirubin sesuai.
2. Bila usia < 3 hari saat terapi sinar dihentikan, pantau Ikterus selama
24 jam berikutnya.
3. Bila > 3 minggu, kencing gelap, feses pucat tangani sebagai
prolonged jaundice. (Hidayah, 2014)
3. Prolonged Jaundice
13.
Prolonged jaundice terjadi jika lebih dari 2 minggu masih
ikterus. Tanda klinis yang muncul adalah ikterus yang tidak hilang
dalam 2 minggu, yang ditandai dengan adanya urobilin dan feses yang
pucat.
14.
Penanganan prolonged jaundice adalah dengan:
1. Hentikan terapi sinar
2. Rujuk ke RS rujukan tingkat III atau dengan fasilitas pelayanan
spesialis untuk pemantauan selanjutnya. (Hidayah, 2014)
4. Kern Ikterus

15. Kern

ikterus

adalah

suatu

kerusakan

otak

akibat

perlengketan Bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ialah


ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup
bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsyditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis
yang terjadi secara kronik. (Hidayah, 2014)
d. Respirasi
1. Asfiksia
16. Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah
asfiksia dan perdarahan. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir
tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Asfiksia perinatal
merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Neonatus
yang mengalami asfiksia mempunyai sistem pengaturan suhu yang
lebih

tidak

stabil

dan

hipotermia

dapat

memperberat

atau

memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi. Asfiksia yang


terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa tahapan:
1. Bayi bernapas megap-megap (gasping).
2. Masa henti napas (fase henti napas primer).
3. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernapasan megap-megap yang
kedua selama 4 5 menit (fase gasping kedua) diikuti masa henti
napas kedua (henti napas sekunder).
17. Asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika
gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat
janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi dan oksigenasi
janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat
masa hipoksemia janin yang terjadi. (Irawan, 2008)
18. Sedangkan perbaikan sirkulasi dan oksigenasi pada
neonatus, dapat dilakukan dengan langkah resusitasi. Resusitasi adalah
tindakan untuk mengembalikan fungsi jalan napas dan fungsi jantung
yang terganggu. Kondisi neonatus yang memerlukan resusitasi
diantaranya:

1. Sumbatan jalan napas akibat lendir / darah, mekonium atau akibat


dah yang jatuh ke posterior.
2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan
kepada ibu. Misalnya, obat anestesik, analgetik lokal, narkotik,
diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya.
3. Kerusakan neurologis.
4. Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan
saraf pusat, dan / atau kelainan kongenital yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan / sirkulasi.
5. Syok hipovolemik, misalnya akibat kompresi tali pusat atau
perdarahan. (RSCM FKUI, 2010)
19. Resusitasi harus segera dimulai jika diperlukan dan tidak
menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama. Keputusan perlu
tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi cukup dengan
menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktivitas respirasi, dan tonus
neuromuskular, bukan dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk
menghemat waktu. Alur resusitasi neonatus melalui langkah-langkah
berikut ini:
1. Sebelum bayi lahir, harus mengetahui informasi:
- Bayi cukup bulan atau tidak?
- Air ketuban bercampur mekonium atau tidak?
- Setelah bayi lahir, lakukan penilaian:
- Bernafas atau menangis?
- Tonus otot baik?
2. Bila hasil penilaian baik, yaitu bayi cukup bulan, air ketuban tidak
bercampur mekonium, bayi menangis, dan tonus otot baik, maka
lakukan

perawatan

rutin

dengan

memberikan

kehangatan,

membersihkan jalan nafas, dan mengeringkan bayi.


3. Bila hasil penilaian tidak baik, maka lakukan:
A. AIRWAY (Langkah awal, 30 detik pertama)
1. Jaga bayi tetap hangat.
20.Selimuti bayi dengan kain, pindahkan bayi ke tempat
resusitasi.
Atur posisi bayi.
21.Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.

2.

Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi. Posisi semi ekstensi


yaitu hidung dan mulut dalam satu garis lurus.
3. Isap lendir.

22.Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.


1. Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru isap
lendir di hidung.
2. Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan pada
saat memasukkan).
3. Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan
memasukkan ujung pengisap terlalu dalam (lebih dari 5
cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung)
karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat
atau henti napas bayi.
4. Keringkan dan berikan rangsang taktil. Meringkan bayi
mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya dengan
sedikit

tekanan.

Rangsangan

ini

dapat

memulai

pernapasan bayi atau bernapas lebih baik. Lakukan


rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:
a. Menepuk atau menyentil telapak kaki.
b. Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi
dengan telapak tangan
4. Reposisi
1. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering
yang baru (disiapkan).
2. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian
muka dan dada agar pemantauan pernapasan bayi dapat
diteruskan.
3. Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi).
5. Penilaian apakah bayi menangis, bernapas spontan, dan teratur,
atau bayi megap-megap dan tidak bernapas. Melakukan
evaluasi meliputi:
- Pernapasan
- Frekuensi jantung
- Warna kulit
B. BREATHING (VTP)
23.
VTP (Ventilasi Tekanan Positif) dilakukan bila FJ <
100x/menit atau terjadi apneu. Ventilasi adalah bagian dari
tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam
paru dengan tekanan positip yang memadai untuk membuka
alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
24.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan.


25.
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut
dan hidung bayi.
2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada
bayi. Ventilasi percobaan (2 kali) dilakukan melalui tiupan
udara dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal ini sangat
penting untuk membuka alveloli paru agar bayi bisa mulai
bernapas dan sekaligus menguji apakah jalan napas terbuka
atau bebas.
3. Lihat apakah dada bayi mengembang:
a.
Bila tidak mengembang:
1.
Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.
2.
Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi
b.

kebocoran.
Bila dada mengembang:
1.
Lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air
2.

dalam 30 detik.
Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan

dan teratur.
4. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan
dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Bila bayi bernafas,
FJ > 100x/menit, dan berwarna kemerahan, maka dilakukan
perawatan lanjutan.
C. CIRCULATION
26.
Apabila setelah dilakukan VTP frekuensi jantung
masih kurang dari 60x/menit, maka dilakukan kompresi dada.
Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari
dinding dada dengan kedua tangan dan menggunakan ibu jari
untuk menekan sternum atau dengan menahan punggung bayi
dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari telunjuk dan
jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum.
27.
Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum
dengan kedalaman 1,5 cm dan dengan frekuensi 90x/menit.
Dalam 3x penekanan dinding dada dilakukan 1x ventilasi
sehingga didapatkan 30x ventilasi per menit. Perbandingan
kompresi dinding dada dengan ventilasi yang dianjurkan adalah
3 : 1.

28.

Evaluasi denyut jantung dan warna kulit dilakukan

setiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon, kemungkinan yang


terjadi adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu
adalah penting untuk menilai ventilasi dari bayi secara konstan.
D. DRUG
29.
30.

Obat (epinefrin) diberikan bila FJ < 60x/menit.


(Aziz, 2008)

D. Skor APGAR
a.
Pengertian Skor APGAR
31.
Skor APGAR adalah suatu metode sederhana yang
digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran.
Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau
tidak.
32.

Keadaan bayi pada menit ke-1 hingga ke-5 sesudah lahir

dinilai dengan skor Apgar (apparance, pulse, grimace, activity,


respiration). Nilai pada menit pertama untuk menentukan seberapa jauh
diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis
dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis
b.

neurologis. (Stoll, 2007)


Kriteria Skor APGAR

33.

34.

Setiap penilaian diberi angka 0, 1, 2. Dari hasil penilaian

tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar
7-10), asfiksia ringan (nilai apgar 4-6), dan asfiksia berat (nilai apgar 0-3).
c.
1.

(Stoll, 2007)
Interpretasi Skor APGAR
Skor 0-3: Asfiksia Berat.
35.
Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif. Afiksia
berat, nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang menunjukkan bayi
mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat
diisap. Ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100% sebanyak 40-50
kali per menit harus segera dilakukan.
2.
Skor 4-6: Asfiksia Ringan.
36.
Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan
lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk
membantu bernapas. Hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan
oksigen 100%. Bayi diberi stimulasi sensorik dengan tepukan atau
sentilan di telapak kaki dan gosokan selimut kering ke punggung.

Frekuensi jantung dan respirasi teruns dipantau ketat. Jika frekuensi


jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi
tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak
ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut
ke hidung mulut.
3.
Skor 7-10: Normal.
37.

Biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan

berupa pengisapan lendir / cairan dari orofaring. Tindakan ini harus


dilakukan secara hati hati, karena pengisapan yang terlalu kuat /
traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai
henti jantung. (Stoll, 2007)
D. Pemeriksaan fisik neonatus
38. Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode
neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan asfiksia,
mempertahankan suhu tubuh bayi, terutama pada bayi berat lahir rendah,
pemberian air susu ibu (ASI) dalam usaha menurunkan angka kematian
oleh karena diare, pencegahan terhadap infeksi, pemantauan kenaikan
berat badan, dan stimulasi psikologis merupakan tugas pokok bagi
pemantau kesehatan bayi dan anak.
39. Tujuan

dilakukannya

pemeriksaan

pada

neonatus

adalah

mengetahui derajat vitalitas dan mengukur reaksi bayi terhadap tindakan


resusitasi. Derajat vitalitas bayi adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh
yang bersifat esensial dan kompleks untuk berlangsungnya kelangsungan
hidup bayi seperti pernapasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan refleksrefleks primitive seperti menghisap dan mencari puting susu.
40. Pada saat kelahiran apabila bayi gagal menunjukkan reaksi vital,
maka akan terjadi penurunan denyut jantung secara cepat, tubuh menjadi
biru atau pucat dan reflek-reflek melemah sampai menghilang. Bila tidak
segera ditangani secara tepat, cepat dan benar, keadaan umum bayi akan
menurun dengan cepat dan mungkin meninggal.

41. Selain pemeriksaan vital melalui Skor Apgar, dilakukan pengisian


identitas bayi dan beberapa pemeriksaan antara lain berat lahir, panjang
bayi, lingkar kepala, lingkar perut dan cacat dalam rekam medik.
Dilanjutkan dengan pemantauan yaitu untuk mengetahui aktivitas bayi,
normal atau tidak, dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir
memerlukan perhatian keluarga dan penolong serta tindak lanjut petugas
kesehatan. (Saifuddin, 2006)
1.

Pengukuran Antropometri
42.
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir dimulai dari pengukuran
berat badan, panjang badan dan lingkar kepalanya. Bayi baru lahir

2.

normal memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


a. Berat badan 2500 4000 gram
b. Panjang badan 48 52 cm
c. Lingkar kepala 33 35 cm
d. Lingkar dada 30 38 cm
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir bagian kulit
43.

Pada jam-jam pertama kehidupan bayi baru lahir, kulit bayi

baru lahir biasanya agak kemerahan. Jari-jari tangan dan kaki nampak
agak kebiruan karena sirkulasi darah yang kurang baik. Pada persalinan
normal akan mengakibatkan bentuk kepala bayi berubah dan memetap
selama beberapa hari. Hal ini disebabkan karena pada persalinan normal
yang keluar dahulu adalah bagian kepala bayi. Sedangkan pada
persalinan

yang

sungsang

anggota

tubuh

yang

mengalami

pembengkakan dan memar adalah bokong, alat kelamin dan kaki karena
bokong keluar lebih dulu.
3.

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir bagian kepala


44.

Pada proses persalinan kadang-kadang terjadi perdarahan

dari tulang kepala dan lapisan penutupnya (periosteum) hal ini bisa
mengakibatkan timbulnya benjolan di kepala (sefal hematom) yang
akan menghilang dalam beberapa minggu. Selain itu penekanan selama
proses persalinan normal juga bisa menyebabkan memar pada wajah.
Sehingga wajah terlihat tidak simetris. Tetapi asimetri wajah ini juga
bisa disebabkan karena kerusakan saraf pada wajah dan bisa sembuh
dalam beberapa minggu.

4.

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir bagian jantung dan paru-paru


45.

Biasanya bayi baru lahir memiliki frekuensi jantung 120

160 kali/menit dan pernafasan 60 - 40 kali/menit. Jantung dan paruparu perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya kelainan
yang biasanya dapat terlihat melalui warna kulit bayi dan keadaannya
secara umum.
5.

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir bagian saraf.


46.
Pemeriksaan saraf pada bayi baru lahir dilakukan dengan
menguji gerak refleks bayi baru lahir. Bayi baru lahir memiliki 3 gerak
refleks yaitu:
a. Refleks Moro: bila bayi baru lahir dikejutkan, tangan dan kakinya
akan terentang ke depan tubuhnya seperti mencari pegangan,
dengan jari-jari terbuka.
b. Refleks Mencucur: bila salah satu sudut mulut bayi disentuh, bayi
akan memalingkan kepalanya ke sisi tersebut. Refleks ini
membantu bayi baru lahir untuk menemukan putting.
c. Refleks Menghisap: bila suatu benda diletakkan dalam mulut bayi,
maka bayi akan segera menghisapnya.
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir bagian perut

6.

47.

Pemeriksaan daerah perut dilakukan dengan menilai

bentuknya, dan memeriksa ukuran, bentuk dan posisi alat-alat dalam


seperti ginjal, hati dan limpa. Pembesaran ginjal bisa menunjukkan
adanya sumbatan pada aliran keluar dari air kemih.
7.

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir bagian kelamin/genitalia


48.

Pada bayi laki-laki testis sudah turun dan memiliki dua

pelir lengkap di buah zakarnya sedang pada bayi perempuan labia


mayora sudah menutupi labia minora. (Johnson, 2005)
49.
E. ANC
50.

ANC atau antenatal care adalah pemeriksaan yang dilakukan

selama masa kehamilan. Tujuan pemeriksaan antenatal adalah menyiapkan


fisik dan mental ibu serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,
persalinan, dan masa nifas agar sehat dan normal setelah ibu melahirkan.
Jadwal kunjungan pemeriksaan antenatal pada kehamilan 0-28 minggu

dilakukan tiap 4 minggu; 28-36 minggu dilakukan tiap 2 minggu; setelah 36


minggu dilakukan tiap minggu sampai bayi lahir. Hasil pemeriksaan harus
dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya.
1.

Anamnesis
51.

Pada wanita yang diduga hamil, ditanyakan hari pertama

menstruasi terakhir (HPMT). Taksiran partus dapat ditentukan bila HPMT


diketahui dan siklus menstruasinya teratur 28 hari dengan menggunakan
rumus Naegele.
52.
Tanyakan

riwayat

kehamilan,

persalinan,

dan

nifas

sebelumnya serta berat bayi yang pernah dilahirkan. Demikian pula


riwayat penyakit yang pernah diderita seperti penyakit jantung, paru,
ginjal, diabetes melitus, dll. Selain itu ditanyakan riwayat mensruasi,
kesehatan, keluarga, sosial, obstetri, kontrasepsi dan faktor resiko yang
mungkin ada pada ibu.
2. Pemeriksaan umum
53.
Pada ibu hamil yang datang pertama kali lakukan penilaian
keadaan umum, status gizi, dan tanda vital. Pada mata dinilai ada tidaknya
konjungtiva pucat, sklera ikterik, edema kelopak mata dan kloasma
gravidarum. Periksa gigi untuk melihat adanya infeksi fokal. Periksa pula
jantung, paru, mammae, abdomen, anggota gerak lengkap.
3. Pemeriksaan obstetri
54.
Terdiri dari pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.
Sebelum pemeriksaan kosongkan kandung kemih.
- Pemeriksaan luar: pemeriksaan leopold I,
-

II,

III,

IV dan

mendengarkan bunyi jantung janin (BJJ).


Pemeriksaan dalam: siapkan ibu dalam posisi litotomi lalu bersihkan
vulva dan perineum dengan larutan antiseptik. Inspeksi vulva dan
vagina apakah ada luka, varises, radang atau tumor. Lalu lakukan
pemeriksaan inspekulo, lihat ukuran dan warna porsio. Lakukan
pemeriksaan colok vagina untuk memeriksa ada atau tidaknya massa
di adneksa dan parametrium. Turunnya kepala pada rongga panggul

4.

ditentukan berdasarkan bidang Hodge I-IV.


Pemeriksaan panggul
55.Lakukan penilaian akomodasi panggul bila usia kehamilan
36 minggu karena jaringan dalam rongga panggul lebih lunak
sehingga tidak menimbulkan rasa sakit.

5.

Pemeriksaan laboratorium
56.Pada kunjungan pertama diperiksa kadar hemoglobin darah,
hematokrit, dan hitung leukosit. Dari urin diperiksa beta-hCG, protein
dan glukosa. Bila perlu, lakukan pemeriksaan golongan darah, faktor
Rhesus, reaksi Wasserman, Kahn, serologi, berat jenis urin, sitologi
vaginal. (Masjoer et al., 2001)

F. Rawat Gabung
57.Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan anak
bersama-sama pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan
sewaktu-waktu, setiap saat ibu dapat menyusui anaknya. Rawat gabung
adalah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak
dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat
bersama-sama selama 24 jam penuh seharinya. Ada dua jenis rawat gabung :
a. Rawat gabung kontinu: bayi tetap berada disamping ibu selama 24 jam.
b. Rawat gabung parsial: ibu dan bayi bersama - sama hanya dalam
beberapa jam seharinya.
58. Tujuan diadakannya rawat gabung, antara lain:
a. Memberikan bantuan emosional
- Ibu dapat memberikan kasih sayang sepenuhnya kepada bayi.
- Memberikan kesempatan kepada ibu dan keluarawat gabung untuk
mendapatkan pengalaman dalam merawat bayi.
b. Penggunaan ASI
- Agar bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan kolostrum/ASI.
- Produksi ASI akan makin cepat dan banyak jika diberikan sesering
mungkin.
c. Pencegahan infeksi
59.
Mencegah terjadinya infeksi silang.
d. Pendidikan kesehatan
60.
Dapat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan pada
ibu.
e. Memberikan stimulasi mental dini tumbuh kembang pada bayi.
61.

Sasaran dan syarat diberlakukannya rawat gabung adalah:

a. Bayi lahir dengan spontan , baik presentasi kepala atau bokong


b. Jika bayi lahir dengan tindakan maka rawat gabung dapat dilakukan
setelah bayi cukup sehat, reflek hisap baik, tidak ada tanda-tanda infeksi
dsb

c. Bayi yang lahir dengan Sectio Cesarea dengan anestesi umum, rawat
gabung dilakukan segera stelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak
d.
e.
f.
g.
h.

ngantuk)misalnya 4-6 jam setelah operasi.


Bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai apgar minimal 7)
Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum
Bayi dan ibu sehat
62. Namun, rawat gabung tidak dianjurkan pada keadaan:
63. a. Ibu
-

Penyakit jantung derajat III


Pasca eklamsi
Penyakit infeksi akut, TBC
Hepatitis, terinfeksi HIV, sitimegalovirus, herpes simplek
Karsinoma payudara

64. b. Bayi
-

Bayi kejang
Sakit berat pada jantung
Bayi yang memerlukan pengawasan intensif
Catat bawaan sehingga tidak mampu menyusu
65. Keuntungan dan kerugian dilakukannya rawat gabung, antara lain:
66. a. Keuntungan

Menggalakkan penggunaan ASI


Kontak emosi ibu dan bayi lebih dini dan lebih erat
Ibu segera dapat melaporkan keadaan-keadaanbayi yang aneh
Ibu dapat belajar merawat bayi
Mengurangi keterawat gabungantungan ibu pada bidan
Membangkitkan kepercayaan diri yang lebih besar dalam merawat bayi
Berkurangnya infeksi silang
Mengurangi beban perawatan terutama dalam pengawasan

a. Kerugian
-

Ibu kurang istirahat


Dapat terjadi kesalahan dalam pemberian makanan karena pengaruh

orang lain
Bayi bisa mendapatkan infeksi dari pengunjung
Pada pelaksanaan ada hambatan teknis/fasilitas

67.

(IDAI, 2013)

68.
G. Laktasi
a. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

69.

IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir

pada satu jam pertama, bayi dibiarkan merangkak mencari payudara ibu
dan membiarkan kulit bayi kontak langsung dengan kulit ibu. Manfaat
pentingnya pemberian IMD bagi bayi baru lahir adalah menekan dan
menurunkan penyebab kematian bayi karena hipotermia (kedinginan). Hal
ini karena dalam proses IMD bayi merangkak didada mencari payudara
sang ibu untuk menyusu maka kehangatan ibu akan memberikan
kenyamanan pada bayi.
70.

Manfaat dan keuntungan IMD bagi ibu antara lain adalah

sebagai berikut :
-

Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin.


Meningkatkan keberhasilan produksi dan memperlancar ASI sang Ibu.
Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi.
71.

Inisiasi Menyusui Dini akan sangat membantu dalam

rangka kelangsungan pemberian ASI eksklusif dan juga lamanya


pemberian ASI dari ibu kepada bayinya nantinya. Dengan demikian bayi
akan terpenuhi kebutuhan akan zat gizi dan nutrisinya minimal sampai
dengan anak nantinya berumur 2 tahun.
b. ASI Eksklusif
72.

ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini

mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi


makanan lain, walaupun hanya air putih,sampai bayi berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap
diberi ASI sampai bayi berumur dua tahun.
c. Manajemen laktasi
73.

Manajemen laktasi adalah tata laksana yang diperlukan

untuk menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama


dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan, dan pada masa
menyusui selanjutnya.
74.

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI

diproduksi sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI. Laktasi


merupakan bagian integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk

manusia.

Kegiatan

manajeman

laktasi

adalah

sebagai

berikut:

1. Masa Antenatal
75.

Meyakkinkan ibu untuk menyusukan anaknya

76.

Melakukan pemeriksaan kesehatn, kehamilan dan payudara

77.

Memantau kecukupan gizi ibu hamil

78.

Menciptakan suasana bahagia bagi keluarawat gabunga terkait

dengan kehamilan ibu


2.

Segera Setelah Bayi Lahir (IMD/Inisiasi Menyusu Dini)


79. Membina ikatan emosional dan kehangatan ibu-bayi (bonding
attachment)
80. Tidak memberikan cairan atau makanan apapun kecuali ada
indikasi medis

3.

Masa Neonatal
81. Menjamin pelaksanaan ASI ekslusif
82. Rawat gabung ibu - bayi
83. Jaminan asupan ASI setiap bayi membutuhkan (on demand)
84. Melaksanakan tehnik menyusui yang benar
85. Vitamin A dosis tinggi (20.000 SI) bagi ibu nifas
86. Membimbing ibu untuk mengenali tanda jika bayi sudah
mendapatkan ASI yang cukup
87. Anjurkan ibu untuk beristirahat yang cukup
88. Perhatikan kecukupan gizi ibu
89. Merujuk ke konselor ASI apabila ibu mengalami masalah laktasi

90.

4. Masa Menyusui Selanjutnya

91. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan


92. Memberikan MP-ASI setelah bayi berusia 6 bulan
93. Memantau kecukupan gizi dan memberikan cukup waktu istirahat
bagi ibu menyusui
94. Memperoleh dukungan suami untuk menunjang keberhasilan
menyusui
95. Mengatasi masalah menyusui
96.(IDAI, 2008)

97.

98.

BAB III

99. PEMBAHASAN
100.

Dalam skenario dikatakan, seorang ibu G1P0A0 dengan usia

kehamilan 38 minggu melahirkan seorang bayi laki-laki dengan berat 3 kg,


panjang 49 cm.

Ibu baru pernah mengandung satu kali, dan belum pernah

melahirkan atau mengalami abortus sebelumnya. Bayi yang dilahirkan cukup


bulan, dan status bayi lahir tersebut dapat dikatakan normal. Hal tersebut
berdasarkan kisaran normal berat badan bayi baru lahir normal yakni antara 2.500
gram-4.000 gram, sedangkan kisaran normal panjang badan bayi baru lahir yaitu
antara 48 cm-52 cm. Selama proses persalinan juga didapatkan warna ketuban
keruh dan tidak ada mekonium.
101.

Perlu diketahui, bahwa air ketuban merupakan cairan berwarna

kuning transparan, agak keruh, albuminous berada di sekitar fetus, di dalam ruang
yang diliputi oleh selaput janin, yaitu selamut amnion dan chorion. Fungsi air
ketuban bagi janin antara lain: sebagai proteksi terhadap injury janin, membantu
mempertahankan temperature, mencegah kulit fetus dari pergesekan amnion,
untuk pergerakan bayi, sebagai medium apabila terjadi perubahan kimiawi dan
membantu mempertahankan supply oksigen fetus.
102.

Sedangkan mekonium merupakan hasil pengeluaran isi saluran

cerna (isi usus janin) yang dapat diamati pada bayi baru lahir, mempunyai
konsistensi sangat kental, berwarna hijau tua, terdiri dari sel epitel skuamosa,
lanugo, mukosa, dan sekresi saluran pencernaan seperti enzim, empedu, protein
plasma, mineral, lipid, debris seluler, benang mucus, darah, dan vernik.
Mekonium ini mulai ada pertama kali di ileum fetus kira-kira minggu ke-10 dan
ke-16 kehamilan. Secara fisiologis, keluarnya mekonium dikarenakan kematangan
saraf saluran cerna. Mendekati aterm, saluran cerna telah matang, sehingga setelah
usia kehamilan 37 minggu, kemungkinan keluarnya mekonium dalam ketuban
meningkat.
103.

Air ketuban keruh merupakan air ketuban yang tidak jernih atau

mengalami pewarnaan oleh karena adanya darah bila didapatkan warna merah
atau merah jambu atau karena mekonium bila didapatkan warna amber sampai
hijau gelap. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan air ketuban keruh

bercampur mekonium meliputi faktor ibu, antara lain hipertensi, eklampsia,


primigravida, penyakit paru, diabetes mellitus, infeksi pada ibu; faktor janin
antara lain umur kehamilan, adanya gawat janin, pertumbuhan janin terhambat;
faktor persalinan antara lain persalinan yang berlangsung lama. Dalam skenario
ini, kami menduga air ketuban keruh diakibatkan oleh infeksi pada ibu. Hal
tersebut juga diperkuat oleh adanya demam yang dialami ibu sebelum melahirkan.
104.

APGAR Score adalah metode praktis sistematis menilai bayi baru

lahir segera setelah lahir untuk membantu mengidentifikasi mereka yang


membutuhkan resusitasi dan untuk memprediksi kelangsungan hidup pada periode
neonatal. Pada menit ke-1 Apgar mungkin menandakan kebutuhan untuk
resusitasi segera, dan 5 -, 10 -, 15 -, dan 20-menit skor dapat menunjukkan
kemungkinan berhasil resuscitating bayi.
105. Skor yang rendah mungkin disebabkan sejumlah faktor, termasuk
obat yang diberikan kepada ibu selama persalinan dan ketidakdewasaan (Tabel
dibawah). Skor Apgar tidak dirancang untuk memprediksi hasil neurologis.
Memang, skor normal di sebagian besar pasien yang cerebral palsy kemudian
berkembang, dan kejadian cerebral palsy rendah pada bayi dengan Apgar skor 0-3
pada 5 menit (tapi lebih tinggi dari pada bayi dengan skor Apgar 7-10). Skor
Apgar dan pH darah arteri umbilikalis baik memprediksi kematian neonatal.
106. Distres respirasi atau gangguan napas merupakan masalah yang
sering dijumpai pada hari-hari pertama kehidupan BBL, ditandai dengan
takinpnea, napas cuping hidung, retraksi interkostal, sianosis dan apnea.
Gangguan napas yang paling sering ialah Asfiksia, TTN (transient Tachypbea of
the Newborn), RDS (Respiratory Distress Syndrome) yang biasa disebut juga
PMH dalam bahasa Indonesia (Penyakit Membran Hialin), dan displasia
bronkopulmonar. (Kosim, 2010)
107. Pada beberapa bayi dapat mengalami periode apnea yang cukup
lamayang biasanya menyebabkan sianosis sentral atau frekuensi jantung < 80 kali/
menit. Apnea merupakan masalah umum pada bayi sangat kecil (berat lahir <
1500 gram atau umur kehamilan < 32 minggu) tetapi dapat juga merupakan gejala
sepsis.
108.

Tonus otot kurang (hipotonus) terjadi karena hipoksia atau

hipoglikemia. Sedangkan retraksi disini merupakan tanda-tanda gangguan napas


pada bayi. Retraksi interkostal dapat ditemukan berupa cekungan atau tarikan

kulit antara iga (interkostal) dan atau di bawah sternum (substernal). Keadaan
retraksi interkostal ini biasa terjadi pada saat inspirasi.
109.

Hampir semua dari membran tarik kekuatan-resistensi terhadap

robek dan pecah-disediakan oleh amnion. Jaringan avascular ini sangat tahan
terhadap penetrasi oleh leukosit, mikroorganisme, dan sel-sel neoplastik.
110.

Ini juga merupakan filter selektif untuk mencegah janin paru-paru

dan kulit sekresi partikel-terikat dari


mencapai kompartemen maternal. Dengan
cara ini, jaringan maternal dilindungi dari
konstituen cairan amnion yang buruk
dapat mempengaruhi fungsi desidua atau
miometrium atau efek samping seperti
emboli cairan amnion.
111.

Ketuban

Pecah

Dini/

PPROM (Preterm Prematurely Ruptured


of Membrane) mendefinisikan ruptur spontan selaput janin sebelum 37 minggu
selesai dan sebelum onset persalinan. PPROM didefinisikan sebagai pecahnya
ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. (American College of Obstetricians
and Gynecologists, 2007).
112.

Artinya ketuban pecah dini ini bisa terjadi sebelum usia kehamilan

37 minggu bisa juga terjadi ketika usia kehamilan sudah memasui 37 minggu
(aterm) tetapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan dan selaput amnion sudah
pecah. Pecah tersebut mungkin memiliki berbagai penyebab, tetapi banyak orang
percaya infeksi intrauterin menjadi acara predisposisi utama. (Mercer, 2003).
113.

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk memastikan kejadian

PPROM infeksi yang disebabkan. Kultur bakteri cairan amnion mendukung peran
infeksi pada proporsi yang signifikan. Sebuah tinjauan dari 18 studi yang terdiri
dari hampir 1.500 wanita dengan PPROM menemukan bahwa dalam ketiga,
bakteri diisolasi dari cairan amnion. (Goncalves et al., 2002)

114.
antimikroba

Karena

temuan

profilaksis

untuk

ini,

beberapa

mencegah

telah
PPROM.

diberikan

pengobatan

Meskipun

hasilnya

bertentangan, ada bukti bahwa pengobatan dini yang dipilih infeksi saluran
asimtomatik rendah genital dan peradangan periodontal aktif akan mengurangi
kejadian PPROM dan kelahiran prematur.Thus, there is compelling evidence that
infection causes a significant proportion of PPROM cases. The inflammatory
response that leads to membrane weakening is currently being defined. Research
is focused on mediators of this process with a goal of identification of early
markers for women at risk for PPROM.

115.

Sedangkan demam yang terjadi pada seorang ibu sebelum

melahirkan bisa disebabkan oleh terjadinya infeksi pada sang ibu. Keadaan
demam ini mendukung hipotesis bahwa kejadian PPROM ini didahului oleh
infeksi pada ibu. Patensi dari saluran reproduksi wanita, meskipun penting untuk
pencapaian kehamilan dan persalinan, secara teoritis bermasalah selama fase 1
dari kelahiran . Ia telah mengemukakan bahwa bakteri dapat memperoleh akses ke
jaringan intrauterin melalui: (1) Transfer transplasenta infeksi sistemik maternal,
(2) aliran retrograde infeksi ke dalam rongga peritoneum melalui tuba falopi, atau
(3) infeksi ascending dengan bakteri dari vagina dan leher rahim.

116.

Kutub

bawah

janin

membran

desidua

persimpangan

berdampingan dengan lubang dari kanal leher rahim, yang pada gilirannya
merupakan paten untuk vagina . Susunan anatomi ini menyediakan lorong untuk
mikroorganisme, dan infeksi menaik dianggap yang paling umum. (Goncalves et
al., 2002)

117.

Mereka mengkategorikan infeksi intrauterin menjadi empat tahap

invasi mikroba yang meliputi bakteri vaginosis I - tahap, desidua infeksi tahap II,
amnion infeksi tahap III, dan akhirnya, janin sistemik infeksi stadium IV. Seperti
yang diharapkan, perkembangan tahap ini dianggap meningkatkan efek pada
kelahiran prematur dan morbiditas neonatal .
118.

Pemeriksaan TORCH terhadap ibu menunjukkan hasil negatif,

artinya tubuh ibu tidak mengandung agen infeksi toksoplasma, virus rubella,
CMV dan HSV. Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan
keguguran, bayi lahir prematur dan dapat juga menyebabkan kelainan pada bayi
yang dikandungnya. Kelainan yang muncul dapat bersifat ringan atau berat,
kadang-kadang baru timbul setelah remaja.
119.

Kelainan yang dapat muncul dapat berupa :

120.

Kelainan Mata (Radang Mata)

121.

Kelainan Telinga (Tuli)

122.

Kelainan Jantung

123.

Gangguan pertumbuhan

124.

Gangguan syaraf pusat

125.

Kelainan Otak (Radang Otak)

126.

Keterbelakangan Mental

127.

Pembesaran hati dan limpa

128.

Keguguran berulang
129.

Pemeriksaan HbsAg pada ibu menunjukkan hasil negatif. Hal ini

berarti dalam darah ibu tidak ditemukan antigen maupun antibodi spesifik
Hepatitis B. Apabila seorang ibu menderita HBV akut pada perinatal yaitu pada
trisemester ketiga kehamilan, maka bayi yang baru dilahirkan akan tertulari.
Penularan semacam ini disebut penularan vertikal.
130.

Ibu hamil dengan gula darah yang tinggi menyebabkan hipertensi,

preeklampsia, dan peningkatan risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipertensi

ini diduga terkait dengan resistensi insulin. Oleh karena itu, intervensi yang
menunjukkan peningkatkan sensitivitas insulin dapat membantu mencegah
komplikasi ini. Selain itu, wanita dengan riwayat GDM memiliki peningkatan
risiko diabetes setelah kehamilan dibandingkan dengan populasi umum, dengan
tingkat konversi hingga 3% per tahun.
131.

Sedangkan komplikasi yang dapat dialami oleh janin yang

dikandung oleh ibu hamil dengan kadar gula darah tinggi antara lain makrosomia,
hipoglikemia neonatal, kematian perinatal, kelainan bawaan, hiperbilirubinemia,
polisitemia, hypocalcemia, dan sindrom gangguan pernapasan. Makrosomia, yang
didefinisikan sebagai berat lahir> 4.000 g, terjadi pada 20-30% bayi yang ibunya
menderita GDM. Faktor-faktor lain yang dapat diperlihat pada ibu yang
memicukan

peningkatan

insiden

kelahiran

janin

makrosomia

termasuk

hiperglikemia, Body Mass Index (BMI) tinggi, usia yang lebih tua, multiparitas.
Dengan ini, kasus makrosomia dapat menyebabkan untuk morbiditas janin
meningkat sewaktu dilahirkan, seperti distosia bahu, dan meningkatkan risiko
kelahiran secara sactio caesaria. Hipoglikemia neonatal dapat terjadi dalam
beberapa jam setelah dilahirkan . Hal ini adalah karena ibu yang hiperglikemia
dapat menyebabkan janin hiperinsulinemia.
132.

Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya

sedini mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara
perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu mempunyai
pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan
ibu memperoleh bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah
pulang dari rumah sakit. Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga
dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui
dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu mendapatkan
kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang
sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya.
133.

Pemberian ASI secara mutlak, penting dilakukan, mengingat

manfaat yang akan diperoleh si bayi. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO)
hal ini untuk menghindari alergi dan menjamin kesehatan bayi secara optimal.
Karena di usia ini, bayi belum memiliki enzim pencernaan sempurna untuk

mencerna makanan atau minuman lain. Meski begitu, kebutuhan si buah hati akan
zat gizi akan terpenuhi jika mengonsumi ASI.
134.

Selain itu, ASI jauh lebih sempurna dibandingkan susu formula

mana pun yang biasanya berbahan susu sapi. Kandungan protein dan laktosa pada
susu manusia dan susu sapi itu berbeda. Susu sapi kadar proteinnya lebih tinggi,
yakni 3,4 persen sedangkan susu manusia hanya 0.9 persen. Kadar laktosa susu
manusia lebih tinggi yakni 7 persen sedangkan susu sapi hanya 3,8 persen. Fungsi
dari kedua zat gizi ini bertolak belakang. Laktosa sangat penting dalam proses
pembentukan myelin otak. Myelin atau pembungkus saraf ini bertugas
mengantarkan rangsangan yang diterima si bayi.
135.

Saat menyusu rangsangan yang diterima oleh si bayi seperti

mencium bau ibunya serta mendengar dan merasakan napas sang bunda.
Sementara susu sapi, kandungan protein yang tinggi diperlukan untuk membantu
pembentukan otot. Sapi, memang butuh otot kuat untuk melakukan pekerjaan
berat, seperti menarik gerobak. Hasil penelitian dari Oxford University dan
Institute for Social and Economic Research sebagaimana dilansir Daily Mail,
menyebutkan bahwa anak bayi yang mendapat ASI Eksklusif akan tumbuh
menjadi anak yang lebih pintar dalam membaca, menulis, dan matematika. Salah
satu peneliti, Maria Iacovou mengemukakan asam lemak rantai panjang (long
chain fatty acids) yang terkandung di dalam ASI membuat otak bayi berkembang.
136.

137.
138.

BAB II
PENUTUP

1. Simpulan
a. Ibu mengalami infeksi yang ditandai dengan terjadinya ketuban pecah
dini, warna ketuban keruh, dan adanya riwayat demam sebelum
melahirkan.
b. Bayi mengalami asfiksia setelah proses kelahiran dan menjadi normal
dengan penanganan.
2. Saran
a.
Sebaiknya seorang ibu hamil melakukan pemeriksaan ANC
secara teratur.
139.
140.
141.

142.

DAFTAR PUSTAKA

143.

Guyton A.C. and J.E. Hall 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 8.
Jakarta: EGC.

144.

Aziz, AH Alimul. 2008. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

145.

Irawan, SG. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi 1. Jakarta: IDAI.

146.

RSCM FKUI. 2010. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan pada Neonatus.


Available from: www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=348
Diakses tanggal 2 Maret 2014

147.
148.

Hidayah, Dwi. 2014. Neonate


Universitas Sebelas Maret.

Emergency.

Fakultas

Kedokteran

149.

Stoll, Barbara J. 2007. The Newborn Infant: Routine Delivery Room Care.
In : Kliegman, R.M., et. al. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th
Edition. PA: Saunders, Elsevier Inc.

150.

Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan


Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

151.

Masjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta: Media Aesculapius FK UI.

152.

IDAI. 2013. Rawat Gabung. Available from: www.idai.or.id/publicarticles/klinik/asi/rawat-gabung.html

153.

Diakses tanggal 4 Maret 2014

154.

IDAI. 2008. Bedah ASI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

155.

Kosim, M.S. 2010. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir dalam Buku
Ajar Neonatologi. Badan Penerbit IDAI.

156.

Mercer BM: Preterm premature rupture of the membranes. Obstet Gynecol


101:178, 2003 [PMID: 12517665]

157.

Goncalves LF, Chaiworapongsa T, Romero R: Intrauterine infection and


prematurity. Ment Retard Dev Disabil Res Rev 8:3, 2002 [PMID:
11921380]

Anda mungkin juga menyukai